Ongkara=Omkara adalah Simbol Suci dalam Agama Hindu, Di dalam Upanisad ongkara atau omkara disebut Niyasa
artinya alat bantu agar konsentrasi kita menuju kepada Hyang Widhi, serta pemuja mendapat vibrasi kesucian Hyang
Widhi. Niyasa atau sarana yang lain misalnya banten, pelinggih, kober, dll. Sebagai simbol suci Niyasa sudah
sepantasnya digunakan atau diletakkan pada tempat yang wajar karena disucikan. Pada beberapa kasus di Bali
simbol-simbol Hindu pernah digunakan tidak pada tempatnya misal: penggunaan canang sari dengan bola golf
diatasnya pada foto sebuah iklan, penggunaan simbol ongkara pada bagian-bagian tubuh yang tidak sepantasnya
dll. Perlakuan pada niyasa-niyasa/Simbol Suci yang tidak wajar mungkin karena faktor ketidaktahuan (awidya) atau
memang sengaja (rajasika). Mengapa salah satu niyasa berbentuk ongkara/Omkara, karena gambar itulah yang
dilihat dalam jnana para Maha Rsi penerima wahyu Hyang Widhi, yang kemudian diajarkan kepada kita turun
temurun.
Ongkara di Bali terdiri dari 5 Jenis: Ongkara Gni, Ongkara Sabdha, Ongkara Mrta, Ongkara Pasah dan Ongkara Adu-
muka. Penggunaan berbagai jenis Ongkara ini dalam rerajahan sarana upakara pada upacara Panca Yadnya
dimaksudkan untuk mendapat kekuatan magis yang dibutuhkan dalam melancarkan serta mencapai tujuan upacara.
Ongkara Gni
Ongkara Gni
Ongkara Sabdha
Ongkara Sabdha
Ongkara Mrta
Ongkara Mrta
Ongkara Pasah
Ongkara Pasah
Ongkara Adumuka
Ongkara Adumuka
Unsur-unsur Ongkara ada 5 yaitu:
1. Nada,
2. Windu,
3. Arda Candra,
4. Angka telu (versi Bali),
5. Tarung.
Semuanya melambangkan Panca Mahabutha, unsur-unsur sakti Hyang Widhi, yaitu: Nada = Bayu, angin, bintang;
Windu = Teja, api, surya/ matahari; Arda Candra = Apah, air, bulan; Angka telu = Akasa, langit, ether; Tarung =
Pertiwi, bumi, tanah.
Unsur-unsur Ongkara
Unsur-unsur Panca Mahabutha di alam raya itu dinamakan Bhuwana Agung. Panca Mahabutha ada juga dalam tubuh
manusia:
Simbol Ongkara di Bali pertama kali dikembangkan oleh Maha-Rsi: Ida Bhatara Mpu Kuturan sekitar abad ke11 M,
ditulis dalam naskah beliau yang bernama “Tutur Kuturan”
Pada tahapan berikutnya, dari Tri Aksara muncullah Panca Aksara, yaitu SANG, BANG, TANG, ANG, dan ING. Dari
Panca Aksara kemudian muncullah Dasa Aksara, yaitu SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG,
dan YANG.
Pada arah mata angin, Dasa Aksara terletak berurutan dari Timur = SANG, Selatan = BANG, Barat = TANG, Utara =
ANG, dan tengah-tengah/poros/pusat = ING, kemudian Tenggara = Nang, Barat Daya = Mang, Barat Laut = SING,
Timur Laut = WANG dan tengah-tengah/poros/pusat = YANG. Ada dua aksara yang menumpuk di tengah-tengah,
yaitu ING dan YANG. (Apakah ini asal muasal YING dan YANG?)
Tapak Dara (+) adalah simbol penyatuan Rwabhineda (Dualitas), (|) dan segitiga yang puncaknya ke atas, mewakili
Purusa/Bapa Akasha/Maskulin/Al/El/God/Phallus. Sedangkan (-) dan segitiga yang puncaknya ke bawah mewakili
Prakerti/Ibu Prtivi/Feminim/Aloah/Eloah/Goddess/Uterus.
Hanya dengan melampaui Rwabhineda (dualitas), menyatukan/melihat dalam satu kesatuan yang utuh/keuTUHAN,
maka pintu gerbang menuju Sat akan ditemukan. KeuTUHAN disini, bukan menjadikan satu, namun merangkum
semuanya, menemukan intisari dari semua perbedaan yang ada tanpa menghilangkan atau menghapus perbedaan
yang ada. Bukan juga merangkul semuanya dalam satu sistem tertentu, bukan juga untuk satu agama tertentu, tapi
temukan dan kumpulkanlah semua serpihan kebenaran yang ada di setiap perbedaan yang membungkusnya. Inilah
BHINEKA TUNGGAL IKA TAN HANNA DHARMA MANGRWA.
Terima kasih: