Anda di halaman 1dari 6

PELAKSANAAN UPACARA MANUSA YADNYA BERKAITAN

DENGAN UPACARA POTONG GIGI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Yadnya menurut ajaran agama Hindu, merupakan satu bentuk kewajiban
yang harus dilakukan oleh umat manusia di dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab
Tuhan menciptakan manusia beserta makhluk hidup lainnya berdasarkan atas
yadnya, maka hendaklah manusia memelihara dan mengembangkan dirinya, juga
atas dasar yadnya sebagai jalan untuk memperbaiki dan mengabdikan diri kepada
Sang Pencipta yakni Hyang Widhi
Tanpa penciptaan melalui yadnya-Nya Hyang Widhi maka alam semesta berserta
segala isinya ini, termasuk pula manusia tidak mungkin ada. Hyang Widhilah yang
pertama kali beryadnya menciptakan dunia dengan segala isinya ini dengan segala
cinta kasih-Nya. Karena inilah pelaksanaan yadnya di dalam kehidupan ini sangat
penting artinya dan   merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia di dunia.
Karena itu pula kita dituntut untuk mengerti, memahami dan melaksanakan yadnya
tersebut di dalam realitas hidup sehari-hari sebagai salah satu amalan ajaran agama
yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Sejak masih
berumur satu hari, setiap orang Bali dipenuhi dengan banyak ritual dalam
hidupnya. Mulai dari upacara saat kelahirannya hingga ia meninggal dunia. Salah
satu yang harus dilalui adalah Upacara Potong Gigi atau Metatah / Mesanggih
dalam Bahasa Bali. Upacara Metatah merupakan salah satu ritual yang terpenting
bagi setiap individu orang Bali yang menganut agama Hindu Bali. Upacara ini
menandai satu babak hidup memasuki usia dewasa secara niskala.
Upacāra mapandes disebut pula matatah, masangih yang dimaksud adalah
memotong atau meratakan empat gigi seri dan dua taring kiri dan kanan, pada
rahang atas, yang secara simbolik dipahat 3 kali, diasah dan diratakan. Rupanya
dari kata masangih, yakni mengkilapkan gigi yang telah diratakan, muncul istilah
mapandes, sebagai bentuk kata halus (singgih) dari kata masangih tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
 Apakah Pengertian Upacara Potong Gigi (mepandes) ?
 Apakah Tujuan Melaksanakan Upacara Potong Gigi (mepandes) ?
 Bagaimana Rangkaian Upacara Potong Gigi ( mepandes ) ?

1.3 Tujuan Penulisan


2.1 Untuk Mengetahui Pengertian Upacara Potong Gigi (mepandes).
2.2 Untuk Mengetahui Tujuan Melaksanakan Upacara Potong Gigi
(mepandes).
2.3 Untuk Mengetahui Rangkaian Upacara Potong Gigi ( mepandes ).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Upacara Potong Gigi ( mepandes)


Upacara potong gigi ini ditemukan saat Penggalian fosil – fosil manusia purba
yang terdapat di Gilimanuk yang diperkirakan berumur sekitar 2000 tahun yang
lalu, menunjukkan sudah dikenalnya sistem penguburan mayat yang terlipat dan
pada gigi – gigi mereka menunjukkan tanda – tanda yang telah diasah. Dengan
demikian maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa upacara potong gigi
sudah di kenal di pulau Bali ini sejak 2000 tahun yang lalu.
Upacara Potong Gigi mengandung arti pembersihan sifat buruk yang ada pada diri
manusia. Potong gigi dalam bahasa Bali Mepandes bisa juga disebut Matatah atau
Mesanggih, dimana 6 buah taring yang ada di deretan gigi atas dikikir atau ratakan,
upacara ini merupakan satu kewajiban, adat istiadat dan kebudayaan yang masih
terus dilakukan oleh umat Hindu di Bali secara turun temurun sampai saat ini.
Upacara ini dianggap sakral dan diperuntukan bagi anak anak yang mulai beranjak
dewasa, dimana bagi anak perempuan yang telah datang bulan atau mensturasi,
sedangkan bagi anak laki laki telah memasuki masa akil baliq atau suaranya telah
berubah, dengan upacara ini juga anak anak dihantarkan ke suatu kehidupan yang
mendewasakan diri mereka yang di sebut juga niskala. Prosesi potong gigi hanya
merupakan simbolisasi saja. Gigi yang ada bukan dipotong tetapi diratakan dengan
menggunakan kikir. Ada 6 gigi atas yang diratakan,
termasuk gigi taring, ke 6 gigi inilah yang melambangkan Sad Ripu.
Hanya memakan waktu sekitar 10 – 15 menit untuk melakukan prosesi ini, dan
yang melakukannya haruslah seorang yang ahli yang disebut sangging.Para
sangging biasanya orang yang telah di inisiasi menjadi Pinandita yang memang
memiliki ketrampilan untuk itu.
Mantra-mantra harus dilafalkan oleh sangging sebelum melakukan tugasnya
supaya upacara berjalan dengan lancar dan semuanya dilakukan di bale keluarga.
Sangging, yang juga memiliki kekuatan supranatural ini lalu mengeluarkan sebuah
cincin merah delima dan menuliskan rajahan"Ongkara" pada gigi dan dada. Cincin
ini berfungsi sebagai proteksi dari serangan ilmu hitam dari orang yang tak suka
pada mereka, dan juga tempat metatah biasanya juga dijaga ketat oleh beberapa
orang anggota keluarga dan juga yang memiliki kekuatan supranatural.
Tak jarang pula terdengar kabar orang yang ditatah menjadi sakit, giginya rontok
bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Oleh karena itu upacara metatah tak
pernah dilakukan hingga sang surya berada di puncak langit.
Sebelum upacara dimulai, bagian mulut mereka(orang yang akan melakukan
upacara potong gigi) diganjal terlebih dahulu dengan potongan dari kayu dadap
atau tebu dan kumur-kumur dengan air perasan kunir lalu diakhiri dengan mengigit
daun sirih pertanda berakhirnya proses metatah. Air liur yang keluar yang keluar
ditampung dalam sebuah kelapa gading dan biasanya dipegang oleh ibu kandung.
Setelah itu merekapun diperciki dengan air suci atau Tirtha
Pembersihan/Penyucian oleh Sangging. Lalu mereka pun bersembahyang di
merajan keluarga, dipimpin oleh seorang pedanda untuk memohon perlindungan
dari Sang Hyang Widi Wasa untuk memasuki tahapan baru dalam hidup mereka.
Kepada leluhur mereka minta didoakan dan direstui jalan hidupnya
yang dilambangkan dengan Kewangen.

2.2 Tujuan Melaksanakan Upacara Potong Gigi (mepandes)


Tujuan upacara potong gigi dapat disimak lebih lanjut dari lontarkalapati
dimana disebutkan bahwa gigi yang digosok atau diratakan dari gerigi adalah enam
buah yaitu dua taring dan empat gigi seri di atas. Pemotongan enam gigi itu
melambangkan symbol pengendalian terhadap sad Ripu (enam musuh dalam diri
manusia). Meliputi kama (hawa nafsu), Loba (rakus), Krodha (marah), mada
(mabuk), moha (bingung), dan Matsarya (iri hati). Sad Ripu yang tidak
terkendalikan ini akan membahayakan kehidupan manusia, maka kewajiban setiap
orang tua untuk menasehati anak-anaknya serta memohon kepada Hyang Widhi
Wasa agar terhindar dari pengaruh sad ripu.Makna yang tersirat dari mitologi Kala
Pati, kala Tattwa, dan Semaradhana ini adalah mengupayakan kehidupan manusia
yang selalu waspada agar tidak tersesat dari ajaran agama (dharma) sehingga di
kemudian hari rohnya dapat yang suci dapat mencapai surge loka bersama roh suci
para leluhur, bersatu dengan Brahman (Hyang Widhi).Dalam pergaulan mudamudi
pun diatur agar tidak melewati batas kesusilaan seperti yang tersirat dari lontar
Semaradhana.
Disamping itu pula upacāra Mapandes dapat dirujuk pada sebuah lontar bernama
Puja Kalapati yang mengandung makna penyucian seorang anak saat akil balig
menuju ke alam dewasa, sehingga dapat memahami hakekat penjelmaannya
sebagai manusia.Adapun 6 sifat buruk dalam diri manusia atau disebut juga sad
ripu yang harus dibersihkan itu meliputi:
1. Kama (hawa nafsu yang tidak terkendalikan)
2. Loba (ketamakan, ingin selalu mendapatkan yang lebih.)
3. Krodha (marahyang melampaui batas dan tidak terkendalikan).)
4. Mada (kemabukan yang membawa kegelapan pikiran)
5. Moha (kebingungan/ kurang mampu berkonsentrasi
sehingga akibatnya individu tidak dapat menyelesaikan tugas
dengan sempurna).
6. Matsarya (iri hati/ dengki yang menyebabkan permusuhan).
Jadi potong gigi bukan semata-mata untuk mencari keindahan tetapi
mempunyai tujuan yang sangat mulia.
Menghindarkan diri dari kepapaan, berupa hukuman neraka dikemudian hari bila
mampu meningkatkan kesucian pribadi.
Merupakan kewajiban orang tua (ibu-bapa) yang telah mendapat kesempatan dan
kepercayaan untuk menumbuh-kembangkan kepribadian seorang anak. Kewajiban
ini merupakan Yajña dalam pengertian yang luas (termasuk menanamkan
pendidikan budhi pekerti, menanamkan nilai-nilai moralitas dan agama) sehingga
seseorang anak benar-benar
menjadi seorang anak yang suputra/ baik (pahala bagi orang tua).

2.3 Rangkaian Upacara Potong Gigi ( mepandes ).


Tata cara pelaksanaanya berdasarkan ketentuan dalam lontar Dharma
Kahuripan dan lontar Puja Kalapati, bahwa tahapan upacara potong gigi adalah :
1. Magumi padangan, Upacara ini juga di sebut mesakapan kepawon dan
dilaksanakan di dapur.
2. Nekeb, Upacara ini dilakukan di meten atau di gedong
3. Mabyakala, Ini dilakukan di halaman rumah di depan meten atau gedong.
4. Ke Merajan, atau tempat suci di dalam rumah.
5. Menuju ketempat potong gigi,
6. Kembali ke meten/ gedong tempat ngekeb
7. Mejaya – jaya di merajan.
8. Mapinton ke Pura Khayangan Tiga, ke Pura Kawitan dan ke Pura lainnya
yang menjadi pujaannya.

Urutan Upacara :
1. Setelah sulinggih ngarga tirta,mereresik dan mapiuning di Sangah
Surya,maka mereka yang akan mepandes dilukat dengan padudusan madya,setelah
itu mereka memuja Hyang raitya untuk memohon keselamatan dalam
melaksanakan upacara.
2. Potong rambut dan merajah dilaksanakan dengan tujuan mensucikan diri
serta menandai adanya peningkatan status sebagai manusia yaitu meningalkan
masa anak-anak ke masa remaja.
3. Naik ke bale tempat mepandes dengan terlebih dahulu menginjak caru
sebagai lambing keharmonisan,mengetukkan linggis tiga kali (Ang,Ung,Mang)
sebagai symbol mohon kekuatan kepada Hyang Widhi dan ketiak kiri menjepit
caket sebagai symbol kebulatan tekad untuk mewaspadai sad ripu.
4. Selama mepandes,air kumur dibuang di sebuah nyuh gading afar tidak
menimbulkan keletehan.
5. Dilanjutkan dengan mebiakala sebagai sarana penyucian serta
menghilangkan mala untuk menyongsong kehidupan masa remaja.
6. Mapedamel berasal dari kata “dama” yang artinya bijaksana.Tujuan
mapedamel setelah potong gigi adalah agar si anak dalam kehidupan masa remaja
dan seterusnya menjadi orang yang bijaksana,yaitu tahap menghadapi suka duka
kehidupan,selalu berpegang pada ajaran agama Hindu,mempunyai pandangan
luas,dan dapat menentukan sikap yang baik, karena dapat memahami apa yang
disebut dharma dan apa yang disebut adharma.
7. Natab banten,tujuannya memohon anugerah Hyang Widhi agar apa yang
menjadi tujuan melaksanakan upacara dapat tercapai.
8. Metapak,mengandung makna tanda bahwa kewajiban orang tua terhadap
anaknya dimulai sejak berada dalam kandungan ibu sampai menajdi dewasa secara
spiritual sudah selesai,makna lainnya adalah ucapan terima kasih si anak kepada
orang tuanya karena telah memelihara dengan baik,serta memohon maaf atas
kesalahan-kesalahan anak terhadap orang tua,juga mohon doa restu agar selamat
dalam menempuh kehidupan di masa datang.

BAB III
PENUTUP

 KESIMPULAN
Dari serangkaian upacara diatas dapat kita pahami bahwa dalam diri setiap
manusia sejak mereka dilahirkan sudah terdapat sifat yang tidak baik, bila tidak
dikendalikan dapat mengakibatkan hal- hal yang tidak baik/diinginkan, juga bisa
merugikan dan membahayakan bagi anak-anak yang akan beranjak dewasa kelak
dikemudian hari. Dengan melakukan upacara Mepandes ini anak yang sudah
dewasa diingatkan dan diajarkan untuk tidak terjerumus dalam perbuatan yang
dilarang agama dan bisa menjadi manusia yang berguna
bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Upacara potong gigi biasanya disatukan dengan upacara Ngeraja Sewala atau
disebutkan pula sebagai upacara “menek kelih”, yaitu upacara syukuran karena si
anak sudah menginjak
dewasa,meninggalkan masa anak-anak menuju ke masa dewasa.
Prosesi potong gigi ini memang membutuhkan biaya yang sangat mahal, karena
prosesinya membutuhkan beberapa kelengkapan sesajen dan juga banyak keluarga
yang hadir.Mahalnya biaya membuat orang Bali lebih memilih ritual Metatah ini
dilakukan berkelompok untuk menghemat biaya.

 SARAN
Pelaksanaan maupun tata cara dari pada upacara potong gigi ( mepandes ) di
harapkan harus memaknai secara serius supaya upacara tersebut menjadi sangat
berkualitas, supanya nantinya ke depan tidak terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.

Anda mungkin juga menyukai