ISBN: 978-602-14516-0-1
TIM PENYUSUN
BUKU PEDOMAN PRAKTIS
Tentang
UPAKARA (BANTEN) DALAM UPACARA YAJNA
Penasehat :
Ida Padanda Gde Putra Sidemen.
Ida Padanda Gde Oka Jelantik..
Ida Padanda Oka Kemenuh.
Ida Padanda Gde Pasuruhan Sidemahan.
Ida Padanda Gde Panji Sogata.
Ida Padanda Gde Parama Sudiksa.
Ida Padanda Istri Gde Pasuruhan Sidemahan.
Pelindung :
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat.
Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI.
Ketua Umum Pinandita Sanggraha Nusantara.
Tim Penyusun :
Pinandita Wayan Rajin (Ketua)
Pinandita Drs. I Wayan Ardana (Wakil ketua)
Pinandita Wayan T. Wijana S.Ag (Sekretaris)
Pinandita Drs. I Dewa Putu Japa (Anggota)
Pinandita Ida Bagus Suryana (Anggota)
Pinandita I Gusti Putu Rindi (Anggota)
Ibu Ni Putu Nurastuti Mulyadi (Anggota)
Ibu Ni Gusti Ayu Oka Suastini (Anggota)
Ibu Ni Wayan Wartiniasih S.Ag (Anggota)
Ibu Ni Made Soka S.Ag (Anggoa)
Ibu Ida Ayu Kade Harnikawati (Anggota)
Kata Pengantar
Om Swastiastu.
v
Upacara/Upakara (Yajna) ini merupakan
media yang paling penting dalam mewujudkan
rasa keagamaan itu. Upakara/Upacara (Yajna)
akan membawa alam pikiran kita pada suasana
keagamaan yang murni, mengandung simbol-
simbol yang penuh makna. Dalam Buku Pedoman
Praktis tentang Upakara (Banten) dalam upacara
Yajna ini, mudah-mudahan akan memberikan
suatu sumbangsih berupa pemikiran dari team
penyusun dengan suatu harapan dapat dijadikan
acuan bagi para Pemangku (Pinandita), para Sarati
Banten dan juga umat Hindu Indonesia.
Mudah-mudahan buku ini akan memberikan
manfaat, walaupun masih banyak terdapat keku
rangannya, namun kami sangat mengharapkan
saran dan kritiknya bagi kesempurnaan dari buku
ini.
Penyusun
vi
Sambutan:
Ketua Pinandita
Sanggraha Nusantara
Om Swastiastu.
vii
pembinaan kepada umat, melalui upakara/upa
cara (yajna). Kami menyadari bahwa apa yang telah
dilakukan oleh team penyusun merupakan sum
bangan pemikiran yang tentunya sangat berguna bagi
perkembangan agama Hindu.
Dengan menyadari berbagai kekurangan yang
ada dalam buku pedoman praktis tentang upaka
ra (banten) dalam upacara yajna, kamipun sangat
mengharapkan saran-saran yang bersifat membangun
bagi menyempurnaan dari buku ini. Sebagai ketua
Pinandita Sanggraha, kami mengucapkan selamat
semoga sukses selalu.
viii
Sambutan:
Om Swastyastu.
ix
Kepada Tim Penyusun, saya sampaikan rasa
hormat dan terimakasih serta penghargaan yang
setinggi-tingginya atas segala pemikiran dan sum
bangsihnya bagi kemajuan umat Hindu Indonesia.
Kami yakin buku ini sangat bermanfaat bagi umat
Hindu pada umumnya dan bagi para Pinandita dan
Sarati Banten pada khususnya.
Demikian Sambutan Saya, Semoga Hyang
Widhi Wasa menganugerahkan kesehatan dan keba
hagiaan agar kita dapat melaksanakan sedharma
sebagai wujud bakti kepada agama, masyarakat,
bangsa dan negara.
Ketua Umum
Mayjen TNI (Purn) S.N. Suwisna
x
Sambutan:
OM Suastyastu,
xi
mudahan dengan terbitnya Buku Pedoman Praktis
tentang Upakara (Bebantenan) dalam upacara
Yadnya dapat memberikan manfaat yang berarti bagi
seluruh umat Hindu.
Akhirnya kami menyampaikan terimakasih dan
memberikan apresiasi kepada Sanggraha Pinandita,
karena berkat jerih payah dan pengabdiannya, buku
ini dapat dipersembahkan kepada pembaca dan juga
umat Hindu. Semoga Hyang Widhi Wasa/ Tuhan
Yang Maha Esa, selalu asung waranugraha kepada
kita semua.
xii
Daftar Isi
I. PENDAHULUAN ...........................................1
xiii
III. UPAKARA (BANTEN) DAN MAKNA
SIMBOLISNYA ..............................................15
X. P E N U T U P.............................................171
xiv
B A B
1
Pendahuluan
I. Latar Belakang.
1
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
2
Pendahuluan
3
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
2. Permasalahan.
4
Pendahuluan
5
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
Pelaksanaan persembahyangan
6
B A B
2
Pengertian Upakara-
Upacara/Yajna
4. Pengertian Upakara-Upacara/Yajna.
7
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
8
Pengertian Upakara-Upacara/Yajna
Artinya:
Ia hendaknya tanpa mengenal jerih payah,
selalu menghaturkan upacara-upacara korban
serta melakukan pekerjaan-pekerjaan amal yang
dilaksanakan penuh kepercayaan kepada Tuhan,
sebab persembahan dan pekerjaan amal dilakukan
dengan kepercayaan dan dengan uang yang
didapat secara halal, mendapatkan pahala yang tak
henti-hentinya.
9
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
10
Pengertian Upakara-Upacara/Yajna
Artinya:
Persembahan yang dipersembahkan ke dalam
api suci, akan mencapai matahari, dari matahari
turunlah hujan, dari hujan maka tumbuhlah
makanan, dari makanan mahkluk hidup men
dapatkan hidupnya.
11
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
12
Upakara (Banten) dan Makna Simbolisnya
13
Halaman ini sengaja dikosongkan
B A B
3
Upakara (Banten)
dan Makna Simbolisnya
15
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
16
Upakara (Banten) dan Makna Simbolisnya
17
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
18
Upakara (Banten) dan Makna Simbolisnya
19
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
20
Upakara (Banten) dan Makna Simbolisnya
21
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
6) Gelar sanga.
7) Caru dari tingkatan Eka sata sampai Tawur
Agung.
22
Upakara (Banten) dan Makna Simbolisnya
23
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
24
Upakara (Banten) dan Makna Simbolisnya
25
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
26
Upakara (Banten) dan Makna Simbolisnya
27
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
28
Upakara (Banten) dan Makna Simbolisnya
29
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
30
Upakara (Banten) dan Makna Simbolisnya
31
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
32
Upakara (Banten) dan Makna Simbolisnya
33
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
34
B A B
4
Tingkatan Upakara-
Upacara/Yajna
35
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
36
Tingkatan Upakara-Upacara/Yajna
37
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
38
Tingkatan Upakara-Upacara/Yajna
39
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
40
Beberapa Jenis Upakara (Banten) yang Umum
Pajegan
41
Halaman ini sengaja dikosongkan
B A B
5
Beberapa Jenis
Upakara (Banten)
Yang Umum
a. Canang Genten.
Canang ini dibuat dengan menggunakan alas
berupa taledan atau ceper, yang disusun de
ngan perlengkapan : pelawa (daun-daunan),
43
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
b. Canang Buratwangi.
Canang ini bentuknya seperti Canang Genten,
yang ditambahkan dengan Burat wangi dan
dua macam lenga wangi. Ketiga perlengkapan
tersebut dialasai dengan tangkih atau kojong.
Ada beberapa cara untuk membuat burat wangi
dan lenga wangi. Burat wangi dibuat dari
beras dan kunyit yang dihaluskan kemudian
dicampur dengan air cendana atau majegau.
Lenga wangi (minyak wangi) ada dua macam,
yang berwarna keputih-putihan dibuat dari
44
Beberapa Jenis Upakara (Banten) yang Umum
c. Canang Sari.
Bentuk dari upakara (banten) ini sedikit ber
beda dengan banten canang yang lain. Canang
ini dibagian bawahnya bisa ber bentuk ceper
atau taledan dan bisa juga berbentuk bundar.
Pada bagian ini terdapat kelengkapan berupa
pelawa, porosan, tebu, kekiping (sejenis ja
jan dari tepung beras), pisang emas atau seje
nisnya, dan beras kuning yang dialasi dengan
tangkih. Dapat pula ditambah dengan burat
wangi dan lenga wangi. Sedang bagian atasnya
barulah diisi dengan beraneka bunga diatur
sedemikian indah yang dialasi uras sari atau
45
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
e. Canang Pengraos.
Dasar dari canang ini adalah taledan yang sisi-
46
Beberapa Jenis Upakara (Banten) yang Umum
f. Canang Meraka.
Alasnya bisa dengan menggunakan sebuah
ceper atau tamas, diisi tebu, pisang, buah-
buahan lainnya, berisi pula beberapa jenis
jajan, dan sebuah sampian yang disebut de
ngan Sri kekili, dibuat dari janur berbentuk
kojong diisi pelawa, porosan serta bunga.
Dalam penggunaan Canang Meraka ini dapat
dilengkapi dengan Canang Genten. Apabila
bahan-bahan perlengkapan seperti buah-buah
an dan jajan-jajan diperbanyak serta disusun
sedemikian rapi disebut Gebogan.
g. Canang Rebong.
Alasnya menggunakan sebuah dulang yang
ke
cil. Dibagian tengah dulang dipancangkan
sebatang pohon pisang yang tidak begitu besar
untuk memudahkan menancapkan bunga yang
47
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
48
Beberapa Jenis Upakara (Banten) yang Umum
h. Canang Oyodan.
Canang ini menggunakan sebuah wakul atau
dapat pula dengan alas sebuah dulang. Ditaruh
perlengkapan seperti pada canang rebong,
kemudian ditambah dengan sebuah tumpeng,
nyayah gula kelapa (campuran ketan, injin,
beras merah, beras putih, kelapa yang disisir,
dan gula yang dicampur menjadi satu kemudian
dinyanyah). Diatasnya diisi bunga dan hiasan
dari rangkaian janur.
49
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
50
B A B
6
Upakara (Banten)
Pejati/Pesaksi
51
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
a. Pras :
Banten Peras adalah nama banten yang sering
dipergumakam sebagai kelengkapan upakara
(banten) yang lain. Upakara (banten) peras ini
memiliki suatu tujuan agar segala keinginan akan
mendapat keberhasilan atau kesuksesan. Dalam
lontar “Yajna Prakerti”, disebutkan bahwa banten
peras merupakan lambang dari Sanghyang Triguna
Sakti. Sedangkan kata peras itu sendiri berarti
sah atau resmi, sehingga penggunaan dari banten
peras ini mengandung arti agar upacara yajna yang
dilaksanakan resmi atau syah ( prasida) secara
spiritual, tanpa banten peras maka upacara yajna
tidak syah atau resmi (tan prasida).
Adapun perlengkapan yang diperlukan dalam
menyusun dan mengatur banten peras adalah
sebagai berikut:
Sebuah alas (taledan) yang terbuat dari janur
atau slepan berbentuk segi empat dan boleh juga
berbentuk bujur sangkar. Ada dua macam taledan
yang perlu kita ketahui dalam pembuatan alas dari
banten peras ini:
1) Diberi dua buah sibah atau bingkai yang
dipasang diatas dan dibawahnya.
2) Diberi empat buah sibah atau bingkai yang
dipasang diatas, dibawah dan disamping kanan
dan kiri.
52
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
b. Daksina.
Daksina adalah nama sebuah upakara
(banten), yang mengandung unsur yang sangat
lengkap sesuai dengan yang tertuang dalam kitab
Pancamaweda Bhagawad Gita IX sloka 26 yang
menyebutkan bahwa:
53
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
Artinya:
Siapa pun yang dengan kesujudan memper
sembahkan pada Ku daun, bunga, buah, dan
air, dan persembahan itu didasari oleh cinta dan
keluar dari hati yang suci, Aku terima.
54
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
b. Tampak dara.
Tampak dara adalah sebuah jejahitan dari
janur atau slepan yang dibuat bentuk silang
55
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
c. Benang tukelan.
Benang ini sering disebut dengan benang bali,
karena dibuat khusus untuk dipergunakan
sebagai sarana upacara. Benang tukelan ini
dibentuk atau diatur melingkar dibawah kelapa
dan ini merupakan simbol dari akar, yang
menghubungkan alam pikiran manusia dengan
sang pencipta yakni Sanghyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa.
d. Beras.
Penggunaan beras disini diletakkan diatas
benang tukelan, banyaknya disesuaikan apakah
satu genggam atau satu gelas kecil. Beras me
rupakan bahan pokok untuk makanan bagi
manusia, yang menyimbolkan kemakmuran.
e. Base tampelan.
Base adalah nama lain dari daun sirih. Base
tampelan ini dibuat dari dua lembar daun
sirih, yang pembuatannya satu lembar dipakai
sebagai alas dan satu lembar lagi diolesi kapur
dan pinang, kemudian di lipat dua dan djahit
dengan piting (semat) menjadi satu dengan
daun sirih yang dipakai sebagai alas. Base
56
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
g. Kelapa.
Penggunaan buah kelapa dalam kelengkapan
sarana upakara/banten menurut lontar
“Siwagama”, dimana kelapa merupakan simbol
dari kepala Dewa Brahma yang disimpan
didalam tubuhnya. Kemudian Bhatara Guru
mengambilnya dan dibawa ke selatan menuju
pinggiran gunung Kampud dekat laut, akhirnya
57
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
58
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
h. Bijaratus.
Bija ratus berasal dari kata bija artinya biji
dan ratus yang berarti paduan. Jadi bija ratus
disini berarti paduan dari jenis biji-bijian. Ada
lima jenis biji-bijian yang digunakan dalam
pembuatan bija ratus ini yakni:
1) Biji godem berwarna hitam
2) Biji jawa berwarna putih
3) Biji jagung nasi berwarna merah
4) Biji jagung biasa berwarna kuning
5) Dan biji jali-jali berwarna brumbun.
59
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
j. Kemiri.
Penggunaan kemiri dalam kelengkapan banten
daksina disini lebih ditunjukan pada segi
warna yang putih-suci. Tetapi ada juga yang
menggambarkan bahwa kemiri melambangkan
jakun.
k. Pangi.
Pangi, bila ditinjau dari segi warna mewakili
warna merah, sedangkan dalam tetandingan
daksina menggambarkan dagu.
l. Kojong.
Jejahitan dari daun janur atau slepan yang
dibuat sedemikian rupa, sehingga berbentuk
60
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
n. Pisang.
Pisang yang dipergunakan biasanya pisang
kayu yang masih mentah sebanyak dua buah.
Pisang kayu dalam lontar tegesing sarwa banten
disebut sebagai lambang adanya atau memiliki
pikiran untuk berbuat kebaikan lahir maupun
bathin. Dibeberapa literatur disebutkan pula
bahwa pisang disini menggambarkan jari.
o. Canang Genten.
Banten ini dapat dipergunakan pada upacara-
upacara, baik yang besar maupun kecil, bah
kan selalu dipergunakan untuk melengkapi
sesajen-sesajen yang lain. Perkataan Genten
bermakna masih suci, baik dan belum ternoda.
Ada beberapa unsur kelengkapan dari banten
ini antara lain:
61
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
Jenis-jenis Daksina.
Daksina dibedakan atas lima macam, yang
didasari oleh jumlah dari buah kelapa yang di
pergunakan. Kelima jenis daksina dimaksud:
1) Daksina alit/kecil.
Isinya hanya mempergunakan satu butir
buah kelapa saja. Daksina ini banyak sekali
penggunaannya, baik menyertai banten yang
lain sebagai pelengkap maupun digunakan
sendiri-sendiri sebagai daksina lepas.
62
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
2) Daksina Pekala-kalaan.
Isi daksina dilipat gandakan menjadi dua butir
buah kelapa dengan ditambah dua buah tingkih
dan dua buah pangi. Dakisna ini digunakan
pada waktu upacara perkawinan dan untuk
upacara bayi/ membuat peminyak-penyepihan.
3) Daksina Krepa.
Isinya dilipatkan menjadi tiga kali atau peng
gunaan kelapa tiga butir. Penggunaan dari
daksina ini agak jarang kecuali ada penebusan
otonan atau mebayuh otonan.
4) Daksina Gede.
Isinya dilipatkan menjadi empat kali atau dengan
menggunakan kelapa 4 butir. Penggunaan dari
daksina ini pada tingkatan upacara yang lebih
besar yakni dengan menggunakan Suci Gede.
5) Daksina Galahan atau Pemopog.
Isinya dilipat gandakan menjadi lima kali
atau menggunakan butir kelapa. Daksina ini
biasanya digunakan untuk menebus ke ku
rangan-kekurangan pada waktu membuat upa
cara yang besar, sebagai pemogpog (membayar
kekurangan-kekurangan).
Fungsi Daksina.
Daksina dalam banten pejati berfungsi se
bagai tapakan atau linggih, atau stana dari Sang
hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa,
yang akan dihadirkan pada waktu pelaksanaan
63
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
c. Ajuman.
64
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
d. Tipat kelanan.
65
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
e. Penyeneng.
f. Canang Sari.
66
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
67
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
68
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
69
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
70
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
71
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
72
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
73
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
74
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
75
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
76
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
77
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
78
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
79
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
80
Upakara (Banten) Pejati/Pesaksi
81
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
Banten Daksina
82
B A B
7
Upakara (Banten)
Tataban
83
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
84
Upakara (Banten) Tataban
85
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
86
Upakara (Banten) Tataban
87
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
88
Upakara (Banten) Tataban
89
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
90
Upakara (Banten) Tataban
91
Banten Taman
B A B
8
Upakara (Banten)
Sor
93
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
94
Upakara (Banten) Sor
95
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
96
Upakara (Banten) Sor
97
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
98
Upakara (Banten) Sor
99
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
100
Upakara (Banten) Sor
101
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
102
Upakara (Banten) Sor
103
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
104
Upakara (Banten) Sor
105
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
106
Upakara (Banten) Sor
107
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
Sedangkan perlengkapan-perlengkapan
berupa upakara (banten) adalah :
1) Pras, Penyenyeng, Sesayut pengambean,
Sorohan alit, Pengulapan, Pejati, Suci alit
(satu soroh). Segehan agung, Biyakala,
Durmanggala, dan Prayascita.
2) Sanggar pesaksi dengan upakara (banten)
nya Pejati (Pras, Ajuman, Daksina, Tipat
kelanan) dan Suci alit.
4) Sebagai hulu dari bayang-bayang, ditan
capkan sebuah sanggah cucuk, dipun
caknya diisi tumpeng brumbun dua buah
dialasi taledan/ceper dilengkapi raka-
raka dan rerasmen, sampiannya sampian
pras kecil dan canang burat wangi. Pada
sanggah cucuk ini digantungi cameng,
yakni empat ruas bambu kecil berisi :
tuak, arak, berem dan air.
4) Sebuah sengkui, dengan jumlah lilitan
nya 8.
5) Perlengkapan lain adalah : Tulud, Kento
ngan, Kekeplugan, dan Sapu lidi.
108
Upakara (Banten) Sor
Sanggah pesaksi
Gelarsangan di
Utara bawahnya
Tumpeng
selem 4 biji
Wayabya Ersania
Tulud kulkul
Sanggah cucuk. Sengkwi,
karangan, kawisan,
bayuhan, ketengan,
Kauh/Barat segehan cacahan, cau Kangin/
Tumpeng dandan, takep-takepan, Timur
kuning 7 tulung sangkur, don Tumpeng
biji telujung, bayang-bayang, putih 5 biji
kwangen, suci, daksina,
peras di hulu bayang-
bayang
Kelod kauh Neriti
sapu lidi tetimpug
Selatan
Tumpeng
barak/merah
9 biji
109
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
110
Upakara (Banten) Sor
111
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
112
Upakara (Banten) Sor
113
Halaman ini sengaja dikosongkan
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
B A B
9
Penataan
Upakara (Banten)
Dalam Upacara Yajna
115
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
116
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
117
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
118
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
119
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
b. Purnama/Tilem.
1) Padmasana sebagai Surya Pras, Daksina.
Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat kelanan.
2) Dilapan sebagai persembahan Dapetan dan
Prayascita atau minimal Prayascita.
3) Banten Sor : Segehan.
4) Pelinggih Pengiring Pokok setara cukup
Sodan/Rayunan/Ajuman.
5) Penglurah : Tipat kelanan
6) Diarepan/Didepan Pinandita : Pras, Daksina,
Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat Kelanan.
c. Hari Galungan :
1) Padmasana sebagai Surya Pras, Daksina.
Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat kelanan.
2) Dilapan sebagai persembahan Pras,
Pengulap, Pengambean, Dapetan (Tumpeng
Pitu) dan Prayascita.
3) Banten Sor : Segehan.
4) Pelinggih Pengiring Pokok setara Pras, Dak
sina, Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat ke la
nan atau minimal Sodan/Rayunan/Ajuman.
5) Penglurah : Tipat kelanan.
6) Diarepan/Didepan Pinandita : Pras, Daksina,
Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat Kelanan.
d. Hari Kuningan.
1) Padmasana sebagai Surya Pras, Daksina. Sodan/
Rayunan/Ajuman(kuning), Tipat kelanan.
120
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
e. Hari Saraswati.
1) Padmasana sebagai Surya Pras, Daksina.
Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat kelanan.
2) Dilapan sebagai persembahan Pras, Pengu
lap, Pengambena, Dapetan (Tumpeng Pitu),
Sayut Saraswati dan Prayascita.
3) Banten Sor : Segehan.
4) Pelinggih Pengiring Pokok setara : Pras,
Dak sina, Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat
kelanan atau minimal Sodan/Rayunan/Aju
man)
5) Penglurah : Tipat kelanan.
6) Diarepan/Didepan Pinandita :Pras, Daksina,
Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat Kelanan.
121
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
f. Hari Pagerwesi.
1) Padmasana sebagai Surya Pras, Daksina.
Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat kelanan.
2) Dilapan sebagai persembahan Pras, Pengam
bena, Dapetan (Tumpeng Pitu) Sayut Pager
wesi dan Prayascita.
3) Banten Sor : Segehan.
4) Pelinggih Pengiring Pokok setara cukup
Sodan/Rayunan/Ajuman.
5) Penglurah : Tipat kelanan.
6) Diarepan/Didepan Pinandita : Pras, Daksina,
Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat Kelanan.
g. Hari Siwaratri.
1) Padmasana sebagai Surya Pras, Daksina.
Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat kelanan.
2) Dilapan sebagai persembahan Dalung Pe
nyiwaratrian (Pras, Pengulapan, Pengam
bean, Dapetan atau Tumpeng Pitu) dan
Prayascita.
3) Banten Sor : Segehan.
4) Pelinggih Pengiring Pokok setara : Pras,
Daksina, Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat ke
lanan atau minimal Sodan/Rayunan/Ajuman
atau minimal Dodan/Rayunan/Ajuman.
5) Penglurah : Tipat kelanan.
6) Diarepan/Didepan Pinandita :Pras, Daksina,
Sodan/Rayunan/Ajuman, Tipat Kelanan.
122
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
123
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
124
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
125
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
126
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
127
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
128
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
129
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
130
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
131
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
132
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
133
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
134
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
135
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
136
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
137
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
138
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
139
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
140
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
d. Perlengkapan lainnya.
1) Peti Jenazah (Bendusa).
2) Usungan/Kereta jenazah.
3) Bantal kecil.
4) Obat-0batan dan perban (jika jenazah luka).
5) Air Cendana.
Memandikan jenazah.
a. Memandikan jenazah dipimpin oleh Pinan
dita (Pemangku), dibantu petugas yang me
man dikan jenazah disesuaikan dengan jenis
kelaminnya (pria atau wanita).
b. Jenazah diusung dan ditempatkan di bale-
bale (pepage) dalam posisi terbaring. Salah
satu keluarganya menutup muka dan kelamin
jenazah dengan kain putih atau hitam yang
telah dipersiapkan.
c. Pada waktu memandikan jenazah, Rohaniwan
(Pemangku) selaku pemimpin upacara, me
megang sekuntum bunga (sikap tangan Dewa
Pratistha) mengucapkan mantra :
141
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
Artinya :
Om Sanghyang Widhi Wasa, Yang Maha Kuasa
membersihkan nafsu/keinginan kotor menjadi
suci, dengan memusatkan pikiran kepada-Mu.
Ya Tuhan, jadikanlah ia (almarhum) suci lahir
bathin.
d. Kemudian jenazah dimandikan dari bagian
kepala sampai ke kaki dengan menggunakan
air bersih/toya anyar dan menggunakan sabun
mandi.
e. Setelah dibersihkan dengan air bersih atau
toya anyar kembali, kemudian dilaksanakan
pengeresikan yaitu sisig untuk gigi, keramas
untuk rambut. Selanjutnya di balur dengan
lulur ketubuh jenazah.
f. Kuku jari tangan dan kuku kaki jenazah diber
sihkan (dikerik) dengan menggunakan pisau
pemotong kuku yang telah dipersiapkan.
g. Jenazah dibersihkan kembali dengan meng
gunakan air bersih atau toya anyar, kemudian
disiram dengan air kembang (kumkuman).
Sentuhkan telor ayam mentah pada jenazah
mulai dari arah kepala sampai ke kaki.
142
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
b. Jenazah Wanita :
1) Diatas bale-bale yang sudah dialasi tikar dan
kain putih penggulung jenazah diletakkan
berturut-turut : Kain umpal, kampuh/saput,
kain kamben atau pakaian tradisional dan
143
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
Memasang kewangen.
Setelah mengatur sikap tangan dan kaki
dilanjutkan dengan menempatkan kewangen
pada jenazah sebanyak 7 buah dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Satu dibagian kepala (dahi) menghadap ke arah
atas
2) Satu dibagian dada (diantara kedua susu)
menghadap kearah keatas.
144
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
145
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
146
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
147
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
e. Banten Keruron.
Keruron adalah kematian akibat leguguran
dari suatu kehamilan yang masih berbentuk
darah dan belum berbentuk janin, Upakaranya
(Bantennya) hanya cukup Prayascita sebagai
simbol penyucian diri terutama ibu Sang Bayi
dan keluarga.
148
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
149
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
150
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
b. Upakara/Banten megedong-gedongan.
1) Upakara/Banten terkecil.
a) Upakara (Banten) Pras, Daksina, Sodan/
Rayunan/Ajuman, Tipat kelanan. (Surya,
Sanggar Kemulan, Sang Pemuput)
b) Upakara (Banten) tataban yang hamil:
Biyakala, Prayascita, Tumpeng Pitu, Ban
ten Pegedong-gedongan lengkap dengan
rujak-rujakan, Sesayut pemahayu tuwuh
ditambah Priuk tanah yang di isi air
pancuran dengan bunga 11 jenis.
c) Kelengkapan lainnya: Tongkat bum
bungan, Ceraken, Benang hitam, Carang
kayu dadap 2 buah, Gelanggang (bambu
runcing), Daun kumbang berisi air dan
ikan kali (tukad).
d) Segehan.
2) Upakara/Banten besar.
a) Upakara (Banten) Pras, Daksina, Sodan/
Rayunan/Ajuman, Tipat kelanan, Suci
Sari/Alit (Surya, Kemulan dan Sang
Pemuput)
151
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
152
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
153
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
154
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
155
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
156
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
157
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
158
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
159
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
160
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
161
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
Pawintenan Saraswati.
Pawintenan Saraswati adalah Pawintenan
yang dilakukan paling awal pada tahap hidup
Brahamacari, yaitu belajar ilmu pengetahuan dan
ketrampilan serta belajar Weda. Dalam pustaka suci
“Manawadharma Sastra, upacara yang mengawali
belajar disebut “Upanayana” dan mengakhiri
belajar dan tamat disebut “Samawartana”. Pe
mujaan pada Pawintenan Saraswati ditujukan
kehadapan Sanghyang Aji Saraswati sebagai
Dewa Penguasa Ilmu Pengetahuan. Setelah me
162
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
lak
sanakan Pawintenan Saraswati umayt ber
sangkutan dapat mendalami ajaran suci Weda,
yang menyangkut tata susila dan menanamkan
kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam kehidupan
sehari-hari, selanjutnya dapat dilanjutkan dengan
memperdalam aspek-aspek spiritual.
Pawintenan Di Bunga.
Pawintenan Dibunga ini termasuk yang paling
kecil tingkatannya, pada dasarnya memakai bunga
yang senantiasa bersih seperti bunga gambir dan
teratai/tunjung, dimaksud sebagai sumber tenaga
yang memberikan keharuman berupa kesucian,
Jajan Saraswati yang dipakai 11 (sebelas) buah
dan dalam penyelenggaraannya memakai Sanggar
Pesaksi berbentuk Sanggar Tutuan. Pewintenan
ini biasa untuk memulai suatu pekerjaan misalnya
penari, pemahat, tukang dan sebagainya agar
hasilnya berbunga-bunga.
Pawintenan Pemangku.
Tujuan khususnya adalah mennyucikan diri
secara lahir dan bathin dalam tugas Kepemangkuan
yaitu Pemangku Pura yang memimpin pelaksanaan
Upacara serta perantara umat penyungsung
dengan Sanghyang Widhi/Bhatara pada Pura yang
ada.
163
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
Pewintenan Tukang.
Tujuan khusunya adalah untuk menyucikan
diri secara lahir bathin dalam tugasnya sebagai
tukang, sesuai dengan profesi yang akan ditekuni
dalam kehidupannya untuk memimpin suatu
pekerjaan. Mengenai jenis profesi ini banyak,
seperti tukang Banten, Undagi, Sangging, Pande,
tukang Wadah/Bade dan lain-lain.
Pewintenan Sadeg/Dasaran.
Tujuan kususnya adalah untuk menyucikan
diri secara lahir bathin terhadap tugas yang akan
diemban sebagai Sadeg/Dasaran, agar dalam
pengabdiannya sebagai penyambung penyampaian
pawisik atau bisikan yang diterima dari Sanghyang
Widhi Wasa/Manifestasinya untuk disampaikan,
diberikan kekuatan lahir abthin serta tidak
dipandang mengada-ada atau membuat-buat.
Pewintenan Dalang.
Tujuan khususnya adalah untuk menyucikan
diri secara lahir bathin dalam profesi yang akan
diemban dalam kehidupannya sebagai Dalang
menjadi lebih mampu melaksanakan peranannya
menarikan tokoh-tokoh dalam pewayangan
pada acara-acara pentas dimana diperlukan.
Dalang mempunyai tugas memberikan bayangan-
bayangan tentang watak dan perilaku untuk me
mo tivasi penonton guna dipedomani, dihayati
164
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
Pewintenan Mahawisesa.
Tujuan khususnya adalah untuk menyucikan
diri pribadi terhadap pengurus-pengurus Desa
Pekraman (Bendesa) dengan segenap jajarannya
secara lahir bathin, agar dalam tugas pengab
165
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
166
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
167
Pedoman Praktis Upakara (Banten) Dalam Upacara Yajna
168
Penataan Upakara (Banten) dalam Upacara Yajna
169
Halaman ini sengaja dikosongkan
B A B
10
Penutup
171
Banten Otonan
172
Banten Penyambutan/Sambutan Luh
173
Banten Tebasan
174
Banten Durmanggala
175
Lis Banten
176
Banten Daksina
177