OLEH
AGUS ARIMBAWA
NPM : 16 . 1 . 005
HINDU AMLAPURA
2020
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Yang Maha Esa karena proposal yang berjudul: “Sesayut Pakurenan Dalam
Proposal ini disusun sebagai langkah awal dalam penyusunan skripsi pada
Dipilihnya judul proposal ini dengan maksud mencoba untuk mengetahui bentuk,
fungsi, serta makna yang terkandung dalam penggunaan Sesayut Pakurenan pada
Kabupaten Karangasem.
tetapi atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya Proposal ini terselesaikan sesuai
dengan alokasi waktu yang telah ditentukan. Untuk itu, dalam kesempatan ini
Hindu Amlapura.
ii
bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dalam penyelesaian
proposal ini.
5. Bapak / Ibu Dosen dan Staf STKIP Agama Hindu Amlapura, serta
itu mendapat berkah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa dan mendapat pahala sesuai dengan karma yang baik itu.
Disadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna baik dalam susunan
kalimat, penyajian, serta strukturnya. Pada kesempatan yang baik ini dimohon
kepada semua pihak untuk dapat memberikan bantuan serta koreksi yang
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal
ini diucapkan terima kasih, semoga kebaikan datang dari segala penjuru.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………………
PENGESAHAN PEMBIMBING………………………………………………. i
iv
2.3.4 Rangkaian Upacara Perkawinan ………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA..…………………………………………………………. 38
v
BAB I
PENDAHULUAN
mengatakan bahwa: “Manusia tidak pernah merasa puas terhadap segala sesuatu
yang ada pada dirinya akibat masa lalu untuk menghadapi tantangan masa depan.”
itu tidak hanya bisa diperoleh secara material saja. Ada nilai-nilai luhur warisan
nenek moyang yang harus dipertahankan. Salah satunya adalah nilai adat-istiadat
beragamnya adat kebudayaan di daerah ini yang berdasarkan pada ajaran agama,
seperti halnya terlihat pada kehidupan masyarakat Bali yang didominasi oleh
1
tercakup dalam Tri Kerangka Dasar Agama Hindu. Adapun bagian-bagian dari
Tiga Kerangka Dasar yang menjadi landasan pengamalan ajaran agama, yaitu:
(1) Tattwa, yaitu filsafat atau pengetahuan ajaran Agama Hindu yang
harus dipahami dan dimengerti agar apa yang dilaksanakan oleh
pemeluknya benar-benar sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam Kitab
Suci Agama Hindu. (2) Susila, yaitu dharma atau etika merupakan suatu
ajaran yang menjadi landasan atau tolak ukur dalam bertingkah laku di
masyarakat dalam menjalankan ajaran agama. (3) Upacara, yaitu bentuk
pelaksanaan ajaran Agama Hindu dengan menggunakan media sebagai
sarana mewujudkan rasa bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa yang terdiri dari bebantenan sebagai simbol
(Wiana,1997:15).
Yajńa-śistaśinah santo
Mucyante sarva-kilbisaih
Bhuńjate te tv agham păpă
Ye pacanty ătma-kăranăt
Artinya:
Ia yang memakan sisa yadnya akan terlepas dari segala dosa, (tetapi) Ia
yang memasak makanan hanya bagi dirinya sendiri, sesungguhnya makan
dosa (Pudja, 1999: 86).
melaksanakan yadnya agar lepas dari segala dosa dan tidak ingin dikatakan makan
dosanya sendiri. Adapun dasar yadnya akan adanya tiga hutang. “Tiga hutang
dalam ajaran Agama Hindu disebut dengan Tri Rna yang berarti tiga hutang yang
harus dibayar, terdiri dari Dewa Rna, Pitra Rna, Rsi Rna” (Tim, 1997: 11).
2
Untuk membayar ketiga jenis hutang tersebut manusia melakukan Panca
Yadnya, Dewa Rna dibayar dengan Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya, yaitu
beryadnya kepada Tuhan dan kepada alam ciptaan-Nya. Pitra Rna dibayar dengan
melakukan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya, sedangkan Rsi Rna dibayar dengan
Upacara Agama Hindu (yadnya) terdiri atas lima bagian disebut Panca
Yadnya. Dalam bahasa Sanskerta, Panca artinya lima dan Yadnya berasal dari
akar kata yaj artinya persembahan atau korban suci yang didasari ketulusan hati
dan keluhuran budi. Adapun bagian-bagian dari Panca Yadnya antara lain (1)
Dewa Yadnya (persembahan atau korban suci kepada para Dewa), (2) Rsi Yadnya
(persembahan atau korban suci kepada para leluhur), (4) Manusa Yadnya
(persembahan atau korban suci kepada sesama manusia), dan (5) Bhuta Yadnya
(persembahan atau korban suci kepada para Bhuta Kala) (Putra, 2000: 8).
persembahan yang disebut banten. Bagi umat Hindu khususnya di Bali banten
Namun di zaman modern ini masih banyak umat Hindu yang tidak begitu paham
masalah bebantenan. “Sebagai umat Hindu yang menganut paham Siwa sudah
tertentu sesuai dengan tujuan yadnya yang dilakukan. Secara umum banten
3
(1) Sebagai cetusan umat Hindu untuk menyatakan rasa terimakasih
kepada Ida Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa beserta
manifestasinya, (2) Sebagai alat konsentrasi fikiran untuk memuja Ida
Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasi-Nya,
dan (3) merupakan perwujudan Ida Sang Hyang Widi Wasa/ Tuhan Yang
Maha Esa dalam berbagai manifestasi-Nya (Tim, 1997: 96).
Tri Rna melalui Panca Yadnya yang diaplikasikan dalam bentuk persembahan
disesuaikan dengan tempat, waktu, dan keadaan yang lazim disebut desa, kala,
dan patra. Sebagai penguat istilah desa, kala, dan patra agar tidak terjadi
pertentangan antara desa satu dengan yang lainnya, maka timbullah istilah desa
mawacara yang artinya adat kebiasaan suatu desa. Dengan istilah-istilah ini, umat
sangat sulit untuk memberikan komentar ataupun tanggapan jika terjadi hal-hal di
menjalankan ajaran agamanya, namun sifat Agama Hindu yang fleksibel kadang-
dengan yang lainnya. Keadaan ini cenderung membuat umat menyimpang dari
dasar pelaksanaan yadnya yang sesungguhnya dan berdalih dengan menyebut adat
kebiasaan yang terkenal dengan istilah mula dapet atau mula keto. Seperti halnya
dengan cara meniru apa yang orang lain lakukan tanpa mengetahui apa
4
Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi seperti dipaparkan di atas,
maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang apa yang terjadi di Desa
Adat Umanyar dan mewujudkannya dalam bentuk tulisan ilmiah yang berjudul
adalah:
1.2.1 Masyarakat Desa Adat Umanyar sebagian besar belum paham tentang
1.2.2 Masyarakat Desa Adat Umanyar sebagian besar belum paham tentang
1.2.3 Masyarakat Desa Adat Umanyar sebagian besar belum mengetahui jenis-
Agama Hindu.
1.2.4 Masyarakat Desa Adat Umanyar sebagian besar belum mengetahui makna
1.2.5 Banyaknya sumber tertulis namun dengan versi yang berbeda-beda terkait
1.2.6 Masyarakat Desa Adat Umanyar sebagian besar enggan membuat banten
5
1.3 Rumusan Masalah
sebagai berikut:
Kabupaten Karangasem?
ditempuh. Oleh karena itu dalam penelitian ini dapat dirumuskan tujuan penelitian
Kabupaten Karangasem.
6
1.5 Manfaat Penelitian
Kabupaten Karangasem.
bagi masyarakat Desa Adat Umanyar, baik bagi para pendidik, para
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
rupa” Lebih luas lagi dikatakan bahwa kata bentuk sebagai kata yang homonim
dengan (1) gambaran, bangun, (2) lengkung atau lentur, (3) rupa, wujud, (4)
sistem atau susunan, (5) wujud yang ditampilkan (tampak), (6) susunan kalimat
atau acuan, (7) kata penggolong bagi benda yang berlekuk” (Tim, 2001:135).
mendekati dalam penelitian ini adalah gambaran tentang Sesayut Pakurenan yang
“Kegunaan suatu hal, daya guna, jabatan atau pekerjaan yang dilakukan, kerja
8
Sebagaimana yang dikatakan M.E Spiro (dalam Koentjaraningrat,
Berdasarkan kutipan diatas fungsi adalah manfaat atau kegunaan dari suatu
hal atau dapat juga diartikan hasil kerja yang teratur, terurut yang setiap usurnya
tertentu.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia: “Makna adalah arti, maksud atau
pengertian yang diberikan terhadap sesuatu” (Idrus, 1996: 221). Lebih lanjut Tim
pengertian yang diberikan kepada suatu bahasan.” Makna merupakan arti dari
suatu maksud yang disampaikan atau dimiliki oleh suatu hal. Orang akan dapat
kosekuensi dari pilihan prilaku (fungsi), dimana prilaku dapat dipilih. Jadi makna
sifat mutlak merupakan hal yang dituju oleh fungsi” (Artandi, 2000:75).
9
Sedangkan di dalam konsep ajaran Agama Hindu dapat diberi arti bahwa: “Makna
merupakan simbol dari suatu keyakinan terhadap ajaran-ajaran itu sendiri serta
106). Setiap tindakan keagamaan yang dilakukan oleh umat Hindu pastilah
kepercayaan diri.
ini adalah maksud, simbol, atau arti yang tersembunyi di balik penggunaan dari
2.2 Sesayut
Sesayut merupakan salah satu jenis upakara yang sering disebut Banten
berasal dari kata sayut yang berarti tahan atau cegah.” Sudarsana (1998: 38)
mengatakan bahwa: “Sesayut berasal dari kata ayu yang berarti cantik atau rahayu
Bebanten “Sesayut berasal dari kata sayut atau nyayut yang diartikan
10
dengan sayut yang diartikan sajen untuk memohon berkat, menolak mala agar
banten yang ditata sedemikian rupa sehingga menjadi banten yang terlihat ayu
bahan-bahan tertentu sebagai media untuk menstanakan Ida Sang Hyang Widhi
upakara yang disebut dengan Sesayut. Agama Hindu di Bali mengenal berbagai
(1) Sesayut Penuntun Dewa, (2) Sesayut Pengenteg Linggih, (3) Sesayut
sidakarya, (4) Sesayut Cakra Bhuana, (5) Sesayut Mrtta Sanjiwani, (6) Sesayut
Nirmala Kasundaran, (7) Sesayut Panca Kosika, (8) Sesayut Canda Prabha, (9)
Sesayut Mrtha Nalidi, (13) Sesayut Pangastiti Bhakti, (14) Sesayut Mrtha Dewa,
(15) Sesayut teleng Bhakti, (16) Sesayut Panuur Dewa, (17) Sesayut Gajah
Saguling, (18) Sesayut Gunung Sari, (19) Sesayut Midher Asung Hurip, (20)
Sesayut Indra Loka, (21) Sesayut Siwa Lingga, (22) Sesayut Panca Siwa, (23)
Sesayut Horti Katemu, (24) Sesayut Sih tan Pegat, (25) Sesayut Tan Pasingsing,
(26) Sesayut Malik Sedina, (27) Sesayut Pengenteg Sakti, (28) Sesayut Siwa
Sampurna, (29) Sesayut Guru Anglangut, (30) Sesayut Guru Asih, (31) Sesayut
Dharma Wiku, (32) Sesayut Rsi Kepanditan, (33) Sesayut Pangupa Jiwa, (34)
Sesayut Penukup Jiwa, (35) Sesayut Tabeh Ukung, (36) Sesayut Tuwuh Batu, (37)
11
Sesayut Dharma Makeplug, (38) Sesayut Atma Teka Bayu Rawuh, (39) Sesayut
Penek Urip, (40) Sesayut Pepek Bayu, (41) Sesayut Pageh Tuwuh, (42) Sesayut
sambut Urip, (43) Sesayut Atma Pageh Bayu Rawuh, (44) Sesayut Tulus Ayu, (45)
Sesayut Sapta Pramana, (46) Sesayut Dasa Wara, (47) Sesayut Sudhamala, (48)
Sesayut Sapuh Lara, (49) Sesayut Katuturan, (50) Sesayut Panyupat Lara, (51)
Karamedha Hilang, (54) Sesayut Pasek Pageh, (55) Sesayut Keneng Bencana,
(56) sesayut Tan Keneng Kaungkulan, (57) Sesayut Tekasahi, (58) Sesayut
Sianganti, (59) Sesayut Brahmana Ipa Guna, (60) Sesayut Catur, (61) Sesayut
Resi Ghana, (62) Sesayut Pengangas Bhaya, (63) Sesayut Catur Warna, (64)
Sesayut Suka Werdhi, (65) Sesayut Suka Langgeng Agung, (66) Sesayut Suka
Setate, (67) Sesayut Purna Suka, (68) Sesayut Sidhayu, (69) Sesayut Cakra, (70)
Sesayut Muneng, (71) sesayut Telaga (Sesayut Pancoran), (72) Sesayut Taman,
(73) Sesayut Pakurenan, (74) Sesayut Candi Kusuma, (75) Sesayut penawung
Bhayu, (76) Sesayut Kala simpang, (77) Sesayut Kusuma Jati, (78) Sesayut Citta
Rengga, (79) Sesayut Wira Kusuma, (80) Sesayut Kusuma Gandawati, (81)
Sesayut Rajabhira, (82) Sesayut Kusuma Yudha, (83) Sesayut Dirga Yusa Bumi,
(84) Sesayut Pemandha Yusa, (85) Sesayut Purnama Sadha, (86) Sesayut Jiwa
sampurna, (87) Sesayut Dirgha Yusa, (88) Sesayut Imbuh Tuwuh, (89) Sesayut
Prayascita Gumi, (90) Sesayut Panca Lingga, (91) Sesayut Tulak Sanjata, (92)
Sesayut Tundung Musuh, (93) Sesayut Saguna Muncar, (94) Sesayut Garuda, (95)
Sesayut Tamba Lesu, (96) Sesayut Semaya Lupa, (97) Sesayut Kumara saguling,
(98) Sesayut Ghana Saguling, (99) Sesayut Gunung Rahun, (100) Sesayut Drman
Anogtog Langit, (101) Sesayut Prayascita, Pasek Pageh, Panca Pandawa, Anom
12
Amukti, (102) Sesayut sakti Tan Keneng Kaungkulan, (103) Sesayut Pamuput
Mrtayunjaya, (106) Sesayut Malik Sadina, (107) Sesayut Pancoran, (108) Sesayut
tidak bisa terlepas dari penggunaan berbagai jenis sarana upacara yang disebut
dari awal sampai akhir selalu menggunakan sarana berupa bebantenan. Salah
satunya disebut Sesayut Pakurenan. Kata Sesayut Pakurenan berasal dari kata,
yaitu sesayut dan pakurenan. Dalam Kamus Agama Hindu disebutkan “Sesayut
rumah tangga.” ( 2009: 390). Bantas (1988 :85), menyatakan bahwa : “Sesayut
13
melambangkan sepasang suami istri mengikat janji suci dalam membentuk rumah
dalam hal ini dapat ditafsirkan sebagai pelaksanaan sesuatu.” Pada sumber lain
dijumpai bahwa: “Kata upacara terdiri dari dua suku kata, kata upa berarti
sekeliling, menunjukkan segala, dan kata cara berarti gerak atau aktivitas. Jadi
menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa” (Purwita, 1992:3).
“Upacara berasal dari kata upa dan car. Upa berarti hubungan dan Car mendapat
akhiran a menjadi kata benda berarti gerakan. Jadi upacara adalah segala sesuatu
adalah wujud ekspresi pikiran dan cetusan hati yang suci dari umat Hindu dalam
menyampaikan persembahan dan terima kasihnya kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkan
kepada umatnya.
mengandung pengertian:
14
Upacara adalah sebuah kata yag berasal dari bahasa Sansekerta yang
berarti mendekati disamping mendekati juga berarti penghormatan. Inti
upacara agama adalah tattwanya memang suatu aktivitas yang
mendekatkan manusia dengan alam lingkungan dengan tujuan untuk alam
yang Butahita artinya alam lingkungan yang sejahtera (Wiana, 1997: 38).
Paramatman, antara manusia dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa beserta semua manifestasi-Nya melalui jalan Yadnya untuk mancapai
suatu jalan untuk mendekatkan diri kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
menciptakan suatu hubungan yang harmonis antar sesama, lingkungan dan dengan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Dalam penelitian ini
Pengertian pawiwahan itu sendiri dari sudut pandang etimologi atau asal usul
katanya, kata pawiwahan berasal drai kara dasar “wiwaha”. Dalam Kamus Bahasa
Indonesia disebutkan bahwa kata wiwaha berasal dari bahasa sansekerta yang
Kebudayaan,1997;1130).
15
kekekalan hidup di akhirat. Untuk mencapai tujuan hidup tersebut, Agama Hindu
menyediakan empat jalan yang disebut Catur Purusa Artha atau disebut juga
Catur Warga.
“Matangnyan prihen tikang bhutahita, haywa tan masih ring sarwa prani,
apan ikang prana ngaranya, ya ika nimithaning kapanggehan ikang catur
warga, nang dharma, artha, kama, moksa hana pwa manghilangken
prana, ridya ra hilang denika, mangkana ikang rumaksa ring bhutahita,
ya ta manggehaken catur warga ngaranya, abhutahita ngaranikang tan
karaksa denika”.
Artinya:
Oleh karenanya usahakanlah kesejahteraan makhluk hidup itu jangan tidak
belas kasihan, karena kehidupan itu menyebabkan tetap terjaminnya catur
warga yaitu Dharma, Artha, Kama, Moksa, ada yang disebut mau
mencabut nyawa makhluk, betapa itu tidak musnah olehnya. Demikianlah
orang menjaga kesejahteraan makhluk itu, ia itulah yang disebut
menegakkan catur warga, dinamakan tidak mensejahterakan makhluk
hidup jika sesuatunya itu tidak terjaga olehnya (Pudja, 1985: 77).
lahir bathin serta saling mengasihi antar sesama makhluk. Keseimbangan hidup
antar sesama akan menjamin tercapainya tujuan hidup pribadi melalui Catur
Agar empat tujuan hidup yang tertuang dalam Catur Purusa Artha bisa
tercapai, maka ada empat tingkatan hidup yang harus dilalui yang disebut Catur
Asrama, yang terdiri dari: Brahmacari (kehidupan yang melajang dan menuntut
mulai melepaskan diri dari keduniawian, pada jaman dulu pergi ke hutan),
16
Jadi, setelah selesai dalam kegiatan menuntut ilmu, maka umat Hindu
Nomor 1 tahun 1974, dijelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
Maha Esa.
Agama Hindu secara absolut mengacu pada Kitab Suci Weda, khususnya Weda
Sruti yang disebut Manawa Dharma Sastra.” Lebih lanjut dikiatakan: “Di Bali
sendiri segala hal yang menyangkut perkawinan Hindu atara lain disuratkan di
dalam Lontar Kuno Dresti, Eka Pertama, Adi Parwa, dan lain-lain” (Widana,
merupakan suatu hal yang sakral. Sejalan dengan pendapat tersebut, Surayin
(2004: 78), mengatakan bahwa: “Kehidupan perkawinan di Bali pada jaman dulu
mejangkepang didasarkan atas persetujuan kedua orang tua mereka, namun dalam
orang tua. Namun pada saat ini, perkawinan yang masih lazim dilaksanakan
adalah ikatan lahir bathin antara pria dan wanita untuk membentuk rumah tangga
yang didasari rasa suka sama suka serta sifatnya sangat sakral. Untuk itu siapa pun
17
yang akan melakukan perkawinan sepatutnya baik calon pengantin pria maupun
rasa terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa
diwujudkan dalam bentuk Panca Yadnya. Salah satu Yadnya yang ditujukan
bertujuan untuk menyucikan bibit laki-laki dan perempuan (kama petak dan kama
manusia. Yadnya ini bertujuan untuk menyucikan bibit manusia agar terlahir anak
yang berbudi luhur (suputra). Semakin banyak lahir orang yang berbudi luhur,
18
maka semakin tentram pula dunia ini. Sebaliknya, jika banyak terlahir manusia
pada keluarga wanita bahwa nanti akan datang keluarga si pria untuk
bertemu.
2. Mapiteges/ Mempertegas
3. Prosesi Pengambilan
pengatin pria di luar kamar. Dengan melakukan petunjuk tokoh adat dan
19
5. Mejauman
1. Upacara medengen-dengenan/Mekala-kalaan
Upacara ini sebagai upacara pokok dalam perkawinan karena upacara ini
20
2.4 Pengertian Desa Adat
suatu kehidupan adat yang tergabung dalam wilayah yang disebut Desa Adat.
Desa Adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang
mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup
masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan
tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta
kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri
(Tim,2002: 163).
hidup bagi tiga asrama yaitu: Brahmacari, Grahasta dan Wana Prasta. Kata desa
berasal dari bahasa Sansekerta dari akar kata dis yang artinya patokan atau
petunjuk rohani.”
Berdasarkan uraian di atas maka Desa Adat merupakan suatu lembaga adat
di Bali yang bersumber pada Agama Hindu dan kebudayaan Bali di mana dalam
tiap-tiap Desa Adat memiliki suatu ikatan dalam memelihara Kahyangan Tiga
yang terdiri dari Pura Puseh, Pura Desa dan Pura Dalem sebagai realisasi
21
BAB III
METODE PENELITIAN
dapat memahami objek yang menjadi sasaran penelitian yang dilakukan. Cara
atau jalan dalam penelitian yang bersifat ilmiah lazim disebut metode. Menurut
Usman (1996: 42) mengatakan bahwa: “Metode adalah suatu prosedur atau cara
Sedangkan Subagyo (2004: 54) mengatakan bahwa metode berasal dari bahasa
Yunani, yaitu methodos yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Latin metode
berasal dari kata methodos. Sedangkan methodos itu sendiri berasal dari akar kata
meta yang berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah dan hodos berarti jalan,
cara, arah. Di sini dapat ditekankan metode berarti suatu cara untuk menuju atau
mencapai tujuan. Dalam pengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai
adalah suatu cara atau jalan untuk mengetahui sesuatu degnan menggunakan
bahwa: “Penelitian adalah suatu upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang
hati, dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran” (Mardalis, 2006: 24). Lebih
lanjut Subagyo, (2004: 55) mengatakan bahwa “Penelitian berarti usaha untuk
mencari kembali dengan suatu metode tertentu dan dengan cara hati-hati,
maka dapat dipetik bahwa metode penelitian adalah cara atau jalan untuk
menemukan, menyusun dan menguji data berdasarkan prosedur yang ada guna
penelitian yang tepat, maka akan diperoleh data yang valid dan kebenarannya bisa
Penelitian adalah suatu usaha mencari kebenaran atas gejala yang terjadi.
23
jenis, antara lain: Menurut tujuannya, penelitian terbagi atas: Penelitian Terapan,
pengembangan ilmu.
biologi, pertanian, dan penelitian lainnya sesuai dengan jumlah ilmu pengetahuan.
Survey, yaitu penelitian yang dilakukan pada popolasi besar maupun kecil, tetapi
data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,
penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi yang
yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain
24
dengan metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek alami (sebagai lawannya) dimana peneliti adalah sebagai
yaitu suatu proses penelitian yang dilakukan pada, atau analisis terhadap masalah-
mengembangkan metode kerja yang paling efisien, sehingga biaya produksi dapat
ditekan dan produktifitas lembaga dapat meningkat. Tujuan utama penelitian ini
iklim kerja, dan pranata. 7) Penelitian Evaluasi, yaitu bagian dari proses
dengan standar dan program yang telah ditetapkan. 8) Penelitian Sejarah , yaitu
yang berlangsung di masa lalu. Sumber datanya bisa primer, yaitu orang yang
penelitian yang tarafnya sampai menerangkan gejala yang diteliti serta disusun
penelitian inferensial, yaitu penelitian yang tarafnya sampai uji coba hipotesis
25
serta temuannya bersifat thesa. Sedangkan menurut filosofinya, penelitian terbagi
yang timbul dari suatu objek melalui perasaan dan pemahaman mendalam serta
penelitian adalah suatu usaha untuk mencari kebenaran informasi yang dapat
penggambaran keadaan, proses dan peristiwa tentang bentuk, fungsi, dan makna
mendapatkan suatu data yang akurat dalam suatu penelitian. Sugiono (2006: 14)
26
mengatakan bahwa: “Subyek penelitian adalah setiap individu yang mendukung
dan benda-benda organik.” Senada dengan pendapat tersebut Azwar (1997: 34)
yaitu yang memiliki data mengenai variabel yang diteliti.” Sedangkan Subagyo
untuk menentukan sumber utama data penelitian baik itu berupa manusia, hewan,
adalah suatu cara pengambilan subyek penelitian dimana subyek yang akan diteliti
terdiri dari sejumlah individu mewakili jumlah yang lebih besar” (Hadi, 1989: 4).
Sampel dalam jumlah yang lebih besar disebut Populasi. Teknik pengambilan
27
(1) Sampling menurut Proporsi (Proportional Sampling) adalah cara
pengambilan sampel didasarkan atas besar kecilnya atau proporsinya
bagian-bagian populasi dari suatu populasi. (2) Sampling menurut lapisan
(Stratified Sampling) adalah pengambilan sampel itu mempertimbangkan
adanya tingkatan-tingkatan atau strata dari suatu populasi. (3) Sampling
menurut tujuan (Purpusive Sampling) adalah cara pengambilan sampel
berdasarkan kepada ciri-ciri atau sifat-sifat suatu populasi yang diketahui.
(4) Sampling menurut jumlah (Quota Sampling) adalah cara pengambilan
sampel yang dilakukan dengan menentukan jumlah atau quota yang
digunakan terlebih dahulu tanpa memperhitungkan adanya populasi.
(Arikunto, 2006: 138-141).
penentuan subyek penelitian adalah suatu data yang dicari secara akurat sehingga
metode / cara khusus yang digunakan untuk menentukan sumber utama tersebut
sangat tepat. Merujuk pada sifat-sifat populasi yang telah diketahui, maka dalam
penelitian ini digunakan purpusive sampling dengan memilih para prajuru desa,
pemuka agama dan tokoh masyarakat Desa Adat Umanyar yang dipandang layak
dipakai narasumber dalam artian paham dan mengetahui terhadap masalah yang
diteliti yaitu tentang bentuk, fungsi, dan makna Sesayut Pakurenan dalam
Karangasem.
“Metode pendekatan subjek penelitian adalah suatu cara yang khusus digunakan
untuk mengadakan pendekatan terhadap subjek penelitian.” Jenis gejala yang akan
diselidiki atau gejala yang menjadi obyek penelitian sangat tergantung dari
28
pendekatan yang digunakan dalam suatu penelitian. Usman, (1995: 23)
pendekatan subyek penelitian dilakukan karena gejala yang akan diteliti sifatnya
Ada tiga klasifikasi gejala dalam penelitian, yaitu gejala empiris, gejala buatan
dan gejala yang bersifat khusus. Atas dasar jenis gejala tersebut, terdapat pula tiga
phenomena).
digunakan untuk meneliti gejala buatan yang dirancang meneliti sesuai dengan
kebutuhannya.
3. Metode klinis (clinical method) adalah suatu cara pendekatan terhadap gejala
pendekatan yang khusus diselidiki. Dan yang digunakan dalam penelitian ini
yang diteliti sudah ada secara wajar, dengan jalan meneliti bentuk, fungsi, dan
29
Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. Banten ini sudah ada sejak dulu
Ridwan (2004: 20) mengatakan bahwa: “Jenis data meliputi data kuantitaif
yang berupa angka-angka dan data kualitatif yaitu data yang berhubungan dengan
Hadi (1997: 66) mengungkapkan bahwa: “Data kualitatif adalah data yang diukur
secara tidak langsung, sedangkan data kuantitatif adalah data yang dapat diukur
dan dihitung secara langsung dan berupa angka-angka.” Selain itu Subagyo (2004:
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa data kualitatif adalah data yang
lainnya untuk mendapatkan data valid yang berwujud pernyataan atau berupa
kata-kata. Sedangkan data kuantitatif data yang dapat diukur secara langsung
Data yang dihimpun berupa hal-hal yang berhubungan dengan bentuk, fungsi, dan
30
3.5.2 Sumber Data
Sumber data merupakan salah satu bagian yang paling vital dalam penelitian.
dihasilkan data yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Jika ditinjau dari
sumber memperoleh data, maka jenis data dapat dibedakan menjadi dua yaitu data
Subagyo (2004: 88) mengatakan bahwa: “Data primer adalah data yang
wawancara, observasi dan alat lainya, data primer dapat diperoleh dan digali dari
sumber utamanya (sumber asli) baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif”
“Data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari subjek penelitian, baik data kualitatif maupun kuantitatif.
Dengan demikian data primer merupakan bahan mentah yang masih bersifat
murni dengan tingkat objektivitas yang lebih tinggi, dan siap untuk dianalisa.
yang diperoleh dari perpustakaan, data ini biasanya digunakan untuk melengkapi
data primer” (Subagyo, 2004: 88). Sedangkan Azwar, (1997: 91), memberikan
pendapat bahwa: “Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain
31
tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitinya. Data sekunder
biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang sudah tersedia.”
adalah data pendukung yang diperoleh secara tidak langsung dalam bentuk
dua sumber, yaitu sumber data primer dan skunder. Data primer diperoleh melalui
fungsi, dan makna Sesayut Pakurenan dalam Upacara Perkawinan di Desa Adat
merupakan suatu cara digunakan dalam memperoleh data terkait dengan obyek
penelitian.” Cara atau teknis pengumpulan data sangat menentukan kualitas dan
kevalidan data yang diperoleh dalam suatu penelitian. Apabila teknis penentuan
data memenuhi persyaratan, maka sudah barang tentu data yang didapatkan akan
(2006: 41) menyatakan bahwa: “Metode pengumpulan data adalah suatu cara
32
pencatatan dokumen.” Dalam penelitian ini dipakai metode wawancara, observasi,
wawancara terdapat tiga hal penting yaitu informan, materi wawancara dan
kegiatan mencari data dengan cara bertanya langsung/lisan pada informan baik
dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Hal ini dilakukan untuk
diwawancarai berkaitan dengan penelitian ini adalah prajuru adat, tokoh agama,
tokoh masyarakat, dan orang-orang yang dianggap faham tentang bentuk, fungsi,
33
62) mengatakan bahwa: “Metode observasi adalah suatu cara untuk memperoleh
melakukan observasi terjun langsung ke lapangan atau ambil bagian dalam obyek
observasi.
dari kata dokumen yang artiya barang tertulis. Metode dokumentasi berarti cara
mengumpulkan data dengan cara mencatat data-data yang sudah ada.” Sedangkan
dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan
34
Berdasarkan pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa metode pencatatan
adalah mengambil data dengan mencatat segala macam literatur, buku, awig-awig,
yang telah terkumpul dari berbagai sumber menjadi seperangkat informasi atau
hasil penyajian baik itu dalam temuan-temuan untuk membuktikan dan menguji
penelitian dapat dilakukan. Pada tahap ini data diolah sedemikian rupa sampai
”Secara garis besarnya ada dua metode analisis dalam mengolah data
penelitian, yakni: analisis statistik dan analisis non statistik” (Riyanto, 2001: 105).
35
3.7.1 Analisis Statistik
penghitungan secara statistik. Metode analisis statistik terdiri atas dua jenis, yaitu:
inferensial adalah proses analisa data sampel dan hasilnya akan digeneralisasikan
Metode analisis data non statistik sering disebut metode pengolahan data
Senada dengan pendapat tersebut, Hadi (2007: 50) mengatakan bahwa: “Metode
deskriptif adalah suatu metode pengolahan data dilakukan dengan jalan menyusun
36
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa metode deskriptif
adalah metode pengolahan data dengan menyusun fakta-fakta yang mana dalam
penelitian ini digunakan metode analisis deskriptif dengan teknik induksi dan
37
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Ida Bagus Oka Punya. 2001. Upadesa. Denpasar: Upada Sastra.
______. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme
Hingga Postrukturalisme Persfektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
http://www.infoskripsi.com/Resource/Jenis-jenis-Penelitian-Ilmiah.html
Idrus. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.
Karmini, Ni Wayan, dkk. 2002. Agama Hindu Untuk SMU. Bandung: Ganeca.
Penyusun, Tim. 1997. Panca Yadnya. Denpasar: Proyek Peningkatan Sarana dan
Prasarana Kehidupan Beragama.
Putra, Ny. I Gusti Mas Agung. 1982. Yadnya dan Permasalahannya. Denpasar:
Pemerintah Daerah Tingkat I Bali.
Seken, I Ketut. 2007. Modul Mata Kuliah Acara Agama Hindu. Amlapura: STKIP
Agama Hindu Amlapura.
______. 2004. Metode penelitian dalam teori dan praktek, Jakarta: Rineka Cipta
39
Subandi, I Wayan. 2006. Rekonstruksi Makna Perayaan Saraswati dalam
Perspektif Pendidikan Keberagamaan Umat Hindu di Desa Pakraman
Cempaga dan Sidembunul Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli. IHDN
Denpasar.
Sunarto, dkk. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
Surayin, Ida Ayu Putu. 2004. Manusa Yadnya. Surabaya: Penerbit Paramitha.
Surpha, I Wayan. 2002. Seputar Desa Pakraman dan Adat di Bali. Surabaya:
Paramitha.
Teguh. 2001. Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grapindo
Persada
40