KANDAPAT PELINGGIH
Dari awal terciptanya manusia dalam kandungan banyak sekali unsur-unsur yang
membantunya, sehingga dapat menjadi manusia yang siap untuk lahir. Unsur-unsur
tersebut misalnya : Darah, lamad, yeh nyom, ari-ari yang disebut CATUR SANAK atau
kandapat.
Kandapat/sang catur sanak mempunyai tugas menjaga dan menuntun umat manusia
sesuai dengan maksud serta tujuan dari manusi itu sendiri sejak bayi masih dalam
kandungan (kandapat serjeroning garba) yakni :
1. babu abera
2. babu sugian
3. babu lembana
4. babu kekered
5. bayi itu sendiri bernama I lega perana
KANDAPAT RARE
Setelah berbulan-bulan lamanya sang bayi dalam kandungan yang dibantu oleh sang catur
sanak maka lahirlah bayi itu kedunia yang diantar oleh yeh nyom, getih, banah(lamas) dan
ari ari, maka berubah pula nama kandapat sejeroning garba sekarang menjadi
KANDAPAT RARE. Yakni :
1. I Jelahir
2. I selabir
3. I mokahir
4. I selahir
KANDAPAT BHUTA
Setelah bayi mengalami proses meningkat menjadi anak-anak, maka berubalah nama,
karena meninggali tubuh anak pergi ketempat penjuru atau nyatur desa berubah
perujudan kandapat rare menjadi kandapat bhuta yakni :
1. daitya anggapati
2. daitya merajapati
3. daitya banaspati
KANDAPAT SARI
Setelah meningkat dewasa dan sudah mulai bisa menentukan arah tujuan dan mencari jati
diri dan selalu melindungi,membantu maka perwujudan kandapat bhuta menjadi
kandapat sari :
KANDAPAT DEWA
Setelah mencari ke dalam diri sang sujati maka meningkatkan kesucian,jenana, maka
kandapat sari berubah menjadi kandapat dewa yakni :
1. BETHARA ISWARA
2. BETHARA BRAHMA
3. BETHARA MAHADEWA
4. BETHARA WISNU
5. BETHARA SIWA
Maka akan menuju jalan pelepasan diri dari kemelekatan menuju sang BRAHMAN
1. RING PURWA(timur) : Ngaran aprag, yeh nyom menjadi KULIT NGRAN IBUK,
kulit ngaran ibuk menjadi BHUTA PUTIH, butha putih menjadi ANGGAPATI,
makrane bayune mawisesa, dadi SANG KUSIKA,sang kusika dadi BHATARA
ISWARA, sweta warna, ring pupusuh mulih, lehnya ngawe tuang angina
ngeranayang PANAS – TIS.
3. RING PASCIMA (barat) : SUGIAN NGARAN, lamas dadi BHUTA KUNING dadi
BANASPATI, makrana pageh, dadi sang metri ring UWAT, BHATARA
MAHADEWA ring KARNA mengenah ngerungu
Yan sire arep nunggalan sang CATUR SANAK,sambat aranta kabeh,incepan ring ulu
angen kumpulang ditu rasayang. Suba ditu terusang ke kuncite, ngaran cecokan sirahe
ring ungkur beneng ring lelata, ditu ciptayang kayunta mwang sakaweh ajak bareng
tunggalang sang CATUR SANAK, TUNASANG SAKE AREP, SIDA SAGAWE
NGERAKSA JIWA,KESIDIAN, KETEGUHAN, KESAKTIAN, METAMBAAN
WENANG
1. Awidya (kebodohan)
2. angkuh,congkak, merasa diri lebih dari orang lain, ingin melemahkan dan
mengalahkan orang lain dengan cara yang tidak baik
Sifat dari kandapat sari adalah kebalikan dari kandapat buta, memanfaatkan dalam diri.
1. Sang catur sanak atau kandapat tdk akan menghiraukan diri kita dan tdk mau
membantu dalam segala hal jika kita tidak saying.
5. dalam kehidupan hampa dan tdk berarti dan merasa putus asa atau kecewa,
sandang pangan menjauh, serasa kehidupan seperti penyiksaan.
7. seolah2 merasa diserang dan dimusuhi dan dicurigai sesuai dengan kenyataan
pikiran padahal tidak.
8. melatih jangan pada jam 12 siang atau tengah hari atau jam 12 malam, yang
mengakibatkan kurang baik.
Dampak yang sangat penting adalah lewat 3 tahun maka seseorang yang belajar tdk pada
aturannya maka akan mengalami yang ditulis diatas, apabila tdk diperbaiki selama tiga
tahun maka tempo 7 tahun mulailah perubahan dratis akan dialami yang sangat luar biasa
sangat meyiksa…. Dan apabila masih tdk dilebur dan diperbiki(dilebur oleh orang yang
benar2 tahu dn paham menguasai kandapat) maka lebih 14 tahun maka mati tidak
hiduppun tidak artinya sang dumadi gelap dan sang catur sanak sdh lepas dr tanggung
jawab dari asal usul/wit dan leluhur…..
Kanda pat
secara mitologi Hindu diyakini
sebagai saudara yang menemani manusia semenjak lahir
hingga ajalnya.
Dalam panteon Hindu ajaran kanda pat diyakini sebagai
penjaga kelima arah mata angin, tempat-tempat keramat,
pohon besar, batu besar, pengulun setra, dan juga
bersemayan dalam diri manusi itu sendiri. Kanda Pat yang
diyakini sebagai penjaga arah mata angin adalah ratu
Wayan Tebeng, ratu Made Jelawung, ratu Nyoman Sakti
Pengadangan, ratu Ketut Petung dan ratu Sakti Tangkeb
Langit, Kanda Pat yang bertugas menjaga pohon besar
seperti pohon kepuh, rangdu, bingin, adalah Banaspati
Raja, yang bertugas menjaga batu batu besar adalah
Banaspati, yang bertugas sebagai pengulun setra adalah
Prajapati dan yang bersemayam di dalam manusia itu
sendiri adalah Anggapati.
Umat Hindu meyakini sesuai dengan adat dan tradisi di
pulau Bali, bahwa saudara empat ini/kanda pat selalu
menemani manusia kemanapun iya pergi, dalam literatur
tentang ajian Kanda Pat disebutkan bahwa manusia adalah
saudara tertua(kakak), sedangkan kanda pat adalah adik
dari manusia itu sendiri. Dalam kepercayan umat Hindu di
Bali, Kanda Pat diyakini berstana di pelinggih penunggun
karang dengan nama lain Sang Hyang Catur Sanak, Catur
berati empat dan Sanak berarti saudara, jadi catur sanak
merupakan nama lain dari kanda pat itu sendiri dengan arti
sama yakni empat saudara. Dalam keyakinan Hindu, Kanda
Pat merupakan saudara yang selalu menemani manusia
kemanapun ia pergi. Dalam Lontar Kanda Pat dijelaskan
tentang tata cara memangil Kanda Pat agar ikut bersama
kita sekaligus memproteksi kita dari mala bahaya.
Memanggil Kanda Pat dapat dilakukan dengan
mengucapakan " tabik pukulun adi anggapati, adi prajapati,
adi banaspati lan adi banaspati raja, ngiring adi sareng sami
masemadi ratu sang hyang agama titiang bakti ring cokor
iratu titiang nunas sarengin mangkin titiang jagi...........(diisi
sesuai dengan tujuan kita ketika bepergian)"
Ketika kita di bantu oleh seseorang maka sudah menjadi
Kamimitan berasal dari kawa Wit, (huruf m adalah sekeluarga huruf W). Kamimitan adalah lain
ucapan dari kata kawiwitan, berasal dari kata wit, yang berarti asal atau sumber pula (Wikarman,
1998: 2). Dengan pengertian ini sebenarnya kita sudah dapat menarik atau menyimpulkan bahwa
yang dipuja pada Sanggah Kamulan itu tidak lain yang merupakan sumber atau asal dari mana
manusia itu ada.
Lalu muncul suatu pertanyaan, siapakah yang dimaksud dengan Hyang Kamulan atau kawitan
yang merupakan asal manusia itu? Inilah yang perlu kita telaah secara mendalam dalam uraian
selanjutnya. Namun sebelumnya marilah kita ungkapkan dulu dasar hukum dari pendirian
Sanggah Kamulan itu. Dalam lontar Sivagama kita jumpai suatu uraian tentang pendirian Hyang
Kamulan. Kutipannya sebagai berikut;
Artinya ;
“Bhagawan Manohari pengikut Siva, beliau disuruh oleh Sri Gondarapati, untuk membangun
Sad Khayangan Kecil, sedang maupun besar. Yang merupakan beban kewajiban orang semua.
Lain kewajiban sekelompok orang untuk empat pulih keluarga harus membangun panti. Adapun
setengah bagian dari itu yakni 20 keluarga, harus membangun ibu. Kecilnya 10 keluarga pratiwi
harus dibangun, dan kamulan satu-satunya tempat pemujaan (yang harus dibangun) pada masing-
masing pekarangan.”
Dengan kutipan di atas jelaslah bagi kita, bahwa setiap keluarga yang menempati karang
perumahan tersendiri wajib membangun Sanggah Kamulan. Jadi lontar Sivagama inilah yang
merupakan dasar hukum bagi pendirian Sanggah Kamulan itu. Lontar Sivagama adalah
merupakan Pustaka suci bagian Smrti dari Sekte Siva. Oleh karena itu ajaran Siva seperti yang
tercantum pada lontar Sivagama itu wajib diikuti oleh pengikutnya.
Artinya :
”Pada sanggah Kamulan beliau bergelar Sang Hyang Atma, pada ruang kamulan kanan ayah,
namanya Sang Hyang Paratma. Pada kamulan kiri ibu, disebut Sivatma. Pada kamulan ruang
tengah diri-Nya, itu Brahma, menjadi purusa pradana, berwujud Sang Hyang Tuduh (Tuhan yang
menakdirkan).”
Demikian juga lontar Gong Wesi, kita jumpai kutipan yang hampir sama dengan yang tersurat
pada Usana Dewa. Kutipannya adalah sebagai berikut : “ngaran ira sang atma ring kamulan
tengen bapanta, nga, sang paratma, ring kamulan kiwa ibunta, nga, sang sivatma, ring kamulan
madya raganta, atma dadi meme bapa ragane mantuk ring dalem dadi sanghyang tunggal,
nungalang raga” (Rontal Gong Wesi, lembar 4b).
Artinya :
“nama beliau sang atma, pada ruang kamulan kanan bapakmu, yaitu Sang Paratma, pada ruang
kamulan kiri ibumu, yaitu Sang Sivatma, pada ruang kamulan tengah adalah menyatu menjadi
Sanghyang Tunggal menyatukan wujud.”
Dari dua kutipan lontar di atas jelaslah bagi kita, bahwa yang bersthana pada sanggah kamulan
itu adalah Sanghyang Triatma, yaitu; Paratma yang diidentikkan sebagai ayah (purusa), Sang
Sivatma yang diidentikkan Ibu (predana) dan Sang Atma yang diidentikkan sebagai diri sendiri
(roh individu). Yang hakekatnya Sanghyang Triatma itu tidak lain dari pada Brahma atau Hyang
Tunggal/ Hyang Tuduh sebagai pencipta (upti).
Artinya :
“Setelah demikian daksina perwujudan roh suci dituntun pada Sanghyang Kamulan, kalau bekas
roh itu laki naikkan pada ruang kanan, kalau roh suci itu bekas perempuan dinaikkan di sebelah
kiri, disana menyatu dengan leluhurnya terdahulu.”
Dalam rontal Tatwa Kapatian disebutkan bahwa sanghyang atma (roh) setelah mengalami proses
upacara akan bersthana pada sanggah kamulan sesuai dengan kadar kesucian atma itu sendiri.
Atma yang masih belum suci, yang hanya baru mendapat “tirtha pangentas pendem” atau
upacara sementara (ngurug) juga dapat tempat pada Sanggah Kamulan sampai tingkat “batur
kamulan”, seperti disebutkan :
"Mwah tingkahing wong mati mapendem, wenang mapangentas wau mapendem, phalanya polih
lungguh Sang Atma munggwing batur kamulan” (Rontal Tattwa Kapatian, 1a. 1b).
Artinya :
“Dan prihalnya orang mati yang ditanam, harus memakai tirtha pangentas baru diurug, hasilnya
mendapatkan tempat Sang Atma pada Batur Kamulan”
Dari kutipan-kutipan di atas jelaslah bagi kita bahwa Hyang Kamulan yang dipuja pada Sanggah
Kamulan adalah juga roh suci leluhur, roh suci Ibu dan Bapak ke atas yang merupakan leluhur
lencang umat yang telah menyatu dengan Sang Penciptanya, yang dalam lontar Gong Wesi/
Usana Dewa sebagai Hyang Tuduh atau Brahma, yang merupakan asal muasal adanya manusia
di dunia ini.
Pelangkiran / Plangkiran adalah niyasa yang bersifat umum dan tergantung dari letaknya serta
tujuan pemuja untuk menstanakan Bhatara / Dewa siapa yang ingin dipuja.Beberapa keberadaan
pelangkiran tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Di Warung / Toko / Tempat Usaha, stana untuk Bhatara Sri Sedana sebagai pemberi
kemakmuran kepada setiap umat manusia.
Di kamar tidur, stana untuk Kandapat;
Di dapur, stana untuk Bhatara Brahma;
Sumur/jeding/kran air, untuk Bhatara Wisnu;
Di pasar tempat berjualan, untuk Bhatari Dewa Ayu Melanting;
Di kantor, untuk Bhagawan Panyarikan atau Dewi Saraswati, dst.
Juga dijelaskan fungsi pelangkiran untuk anak yang baru lahir sampai diupacarai 3 bulan,
maka dibuatkan pelangkiran dari ulatan lidi/ ibus yang dinamakan berbentuk bulat,
digantungkan di atas tempat tidur bayi. Itu adalah stana Sanghyang Kumara, manifestasi
sebagai perwujadan Bhatara Siwa yang ditugasi ngemban para bayi. Setelah upacara 3
bulanan sampai terus dewasa – tua, pelangkiran diganti dengan bentuk yang dipakukan
ke tembok. Ini pelinggih Kanda-Pat (bukan Hyang Kumara lagi).
Pelangkiran juga untuk ‘pengayatan’
Sanggah Pamerajan, yang jauh dari rantau.
Bhatara Dewa Ayu Melanting, bagi para pedagang.
Taksu, bagi para pregina.
Bhagawan Panyarikan, untuk di ruangan rapat/ pertemuan dll.
Dalam lontar Aji Maya Sandhi disebutkan ketika manusia sedang tidur maka Kanda Pat itu
keluar dari tubuh manusia dan bergentayangan, ada yang duduk di dada, di perut, di tangan dsb.
sehingga mengganggu tidur manusia; oleh karena itu perlu dibuatkan pelangkiran untuk stananya
agar mereka dapat melaksanakan tugas sebagai penunggu urip.
Jika itu dilaksanakan maka manusia akan tidur dengan tenang dan nyenyak karena sudah ada
yang menjaga dari segala bentuk gangguan roh jahat.
pelangkiran dari kayu di atas tempat tidur, sebagai stana Kandapat, sedangkan Kandapat
diwujudkan dalam bentuk daksina lingga, yakni sebuah daksina yang dibungkus dengan kain
putih/kuning. Kemudian dihaturi banten tegteg-daksina-peras-ajuman (pejati) dan setiap bulan
purnama dibaharui/diganti, daksina lingganya tidak perlu diganti (biarkan selamanya di situ)
Setiap hari dihaturi banten saiban/jotan
Setiap mau meninggalkan rumah pamit ke Kandapat dan pulangnya membawa oleh-oleh
makanan/kuwe, dll. sekedarnya saja, tanda ingat.
Kalau gajian/mendapat hasil uang, dihaturkan dahnulu di situ, biarkan semalam, keesokan
harinya baru ‘dilungsur’ .
wa
Setiap mau tidur sembahyang, seraya memohon ke Kandapat menjaga kita selama tidur.
Artinya :
Oh Sanghyang Widhi Wasa, Tuntunlah Kami Dari Jalan Sesat Ke Jalan Yang Benar, Dari
Jalan Gelap Ke Jalan Yang Terang Hindarkan Kami Dari Kematian Menuju Kehidupan
Sejati.
Pelinggih yang ada di Sanggah/merajan dapat di bagi ke dalam beberapa bagian antara
lain ;Pelinggih Merajan Kemulan rong Tiga
A. Beberapa Lontar yang membahas tentang Pelinggih rong tiga antara lain
1. Lontar Usana Dewa
Adapun kutipannya adalah sebagai berikut,………..Di Sanggah Kemulan adalah Ida Sang Hyang
Atma, di sebelah kanan adalah ayah dalam Paramatmadan sebelah kiri adalah ibu sebagai
Siwatma dan di tengah adalah Tri Brahma yang menjadi ibu dan ayah berbadan Sang Hyang
Tuduh….
…….Jika setelah selesai melakukan Pitra Yadnya,maka wajib mendak nuntun Dewa Pitra dan
distanakan di sebelah kanan laki – laki sedangkan untuk Dewa Pitra yang wanita sebelah kiri.
Itulah yang disebut denganstana leluhur…
……..Jika setelah melaksanakan sebuah Upacara Pitra Yadnya tidak melakukan pendak tuntun
Dewa Pitra maka sang leluhur tersebut tidak mendapat tempat. Inilah yang akan menyebabkan
keturunaannya sakit tidak ada habisnya dan tidak akan bias disembuhkan dengan obat apapun
sebelum Pitranya mendapatkan tempat yang tetap….
5. Palinggih Utama
Selain Palinggih Mrajan Kemulan Rong Tiga ada beberapa palinggih yang ada di mrajan yang
biasanya berfungsi sebagai penghayatan atau panyimpangan .menurut pedoman sastra ada
beberapa lontar yang menyebutkan hal tersebut antara lain
…………….Jika rumah tersebut termasuk rumah sedang dan juga besar, maka membangun
tempat bernama sanggah dengan kemulan dan palinggih taksu, atau tugu. Jika palinggihnya
ingin ditambah dengan konsep madya, maka ada palinggih lagi bernama Pelik sari dan Gedong.
Jika Utamaning nista, ada yang disebut dengan Sapta Lingga yaitu Kemulan, Taksu, Gedong,
Tugu, Peliksari, Gedong Catu, dan manjang saluang.
Pada umumnya Umat Hindu di Bali membedakan mrajan dengan sanggah alit melalui jumlah
kepala keluarga. Jika 5 – 10 KK bernama sanggah alit, dengan Tri lingga yakni Kemulan, taksu
dan Tugu. Jika Mrajan Agung maka jumlah kepala keluarganya 20 KK atau 40 KK dan terdiri
dari Panca lingga
Disebutkan mengenai mrajan dengan hulu pekarangan bernama Sanggah Dengen. Juga ada
disebutkan plangkiran dengan jumlah rong tiga. Menurut pertemuan wewaran .yang tiada lain
adalah stana dari Sanh Hyang Tri Purusha.
Menurut lontar ini setelah melakukan sebuah Upacara Pitra Yadnya, maka lakukan upacara
pendak tuntun DewaPtra, dan diajum dengan menggunakan banten selama dua belas hari dan
banyaknya banten sesuai dengan piodalan Dewa
B. Palinggih Pokok yang terdapat di Mrajan
Pelinggih Pokok yang ada di mrajan adalah palinggih kemulan namun dapat ditambah dengan
palinggih yang lain seperti taksu. Bangunan pelinggih yang dimaksud adalah sebagai berikut ;
1. Palinggih Kemulan
Bangunan ini adalah sebuah palinggih dengan atap dan rong yang berjumlah tiga, ada juga yang
menggunakan tiang (saka) namun aja juga dengan palinggih kemulan jajar, tanpa tiang. Jika
diruntun dari konsep Tri Angga maka atap rong tiga adalah utamaning angga, sedangkan tiang
adalah madyanya, dan bataran palinggih adalah nistaning angganya. Kayu yang dipergunakan
untuk membuat pelinggih biasanya adalah kayu tertentu antara lain ; Kayu Cendana, Kayu Patih
penengen, kayu cempaka kuning, majagau, taru pala, kayu sasih, kayu sabho, kayu bhujangga,
kayu buni sari, kayu jempinis, kayu bayur, kayu gentawas, kayu cemara, kayu naga sari,
sedandkan atapnya biasanya memakai ilalang atau Duk atau genteng.
Palinggih Taksu dibangun dengan atap dan rong satu dengan empat tiang di setiap
sudutnyasedangkan posisinya berada di sebelah kanan kemulan menghadap kea rah selatan . ini
merupakan stana dari Sang Kala Raja yang memberikan sebuah kewibawaan.
Berupa bangunan seperti tugu dengan batu paras, batu cadas atau batu bata dengan rong satu
bertempat di sebelah kiri sanggah kemulan, pelinggih ini merupakan stana dari Sang Hyang
Catur Sanak yang berfungsi sebagai keamanan secara niskala.
C. Palinggih yang lainnya menyesuaikan dengan kondisi dan situasi mrajan tersebut yang
neliputi ;
a. Jika terdapat palinggih panca lingga maka harus dibuatkan pelik sari dan gedong sari
b. Palinggih Sapta Lingga maka harus ada palinggih Panca Lingga dan Juga Gedong Catu serta
manjang saluang
c. Eka Dasa Lingga, Sapta Lingga harus diberi palinggih Pasarean, LimasSari, Ratu Ngurah, dan
Padma Pangubengan.
d. Palinggih yang lain jika memungkinkan dapat membangun padma sari sebagai Palinggih
Pangayat.
Selain dari Palinggih utama tersebut terdapat juga palinggih bangunan seperti Bale singasari,
Bale Sambyangan, Bale Panca Resi, Male Murda Manik, Bale Gede, dan juga yang lain
sedangkan untuk di bagian barat dibangun tempat yang disebut Piyasan, untuk gedong
penyimpenan, dan untuk sang pendeta melakukan Puja.