Anda di halaman 1dari 9

PENGGUNAAN BANTEN SARAD PULAGEMBAL PADA UPACARA

DEWA YADNYA

( KAJIAN ESTETIKA HINDU )

Oleh :

Kadek Andre Roy Nata

( 18.1.3.9.1.01)

Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Email : kadekandre82@gmail.com

Abstrak

Banten Sarad Pulagembal merupakan salah satu sarana upakara yang digunakan oleh
umat Hindu dalam upacara Dewa yadnya pada tingkatan Madya atau Utama.secara
Etimologis Banten Sarad Pulagembal ini terdiri dari kata ‘’Sarad’’ yang artinya Penuh,yang
dimana kata penuh ini bermakna bahwa Banten ini menggambarkan isi alam semesta beserta
makhluk yang ada di dalamnya.selanjutnya kata pula dan gembal, di mana kata pula berasal
dari kata Polo yang dapat diartikan adalah '' otak''. Sedangkan kata gembal dapat diberikan
arti '' berkembang''. jadi kata pulagembal mengandung maksud permohonan agar Sanghyang
Widhi menganugrahkan segala bentuk energi untuk tercapainya kesejahteraan dan kedamaian
terhadap bhuana agung maupun bhuana alit. demikian juga menganugerahkan kecerdasan
bagi manusia,khususnya bagi umat Hindu.proses pembuatan Banten Sarad Pulagembal
membutuhkan waktu lama dan kesabaran yang tinggi,karena hal itulah Banten Sarad
Pulagembal ini dapat dikatakan sebagai sarana upacara yang bermakna teologis sekaligus
memiliki nilai Estetika Hindu ( Satyam, Sivam ,Sundaram ).

Kata Kunci : Banten Sarad Pulagembal, Upacara Dewa yadnya


I. PENDAHULUAN

Agama Hindu merupakan agama yang bersifat fleksibel dan universal dengan ajarannya
bersumber pada Veda. Implementasi ajaran Agama Hindu didominasi dengan ritual
keagamaan, perkembangan ritual keagaman dipengaruhi adat istiadat tradisi dan budaya pada
setiap pelaksanaannya. Aktifitas pelaksanaan ritual keagaman umat Hindu yang ada di
Indonesia khususnya di Bali dilandasakan dengan kearifan lokal atau local genius, yang
disebut dengan tiga kerangka dasar Agama Hindu. Tri kerangka agam hindu yaitu Tattwa,
Susila dan Acara.
Ritual Agama Hindu sebagai bagian akhir dari tri kerangka dasar Agama Hindu
dituangkan dalam pelaksanaan Panca Yadnya yaitu: (1) Dewa yadnya yaitu korban suci yang
dipersembahkan atau dihaturkan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa dengan
segala manifestasinya, pelaksanaan Dewa yadnya dilaksanakan dengan berbagai bentuk.
Dalam kehidupan sehari-hari yadnya dapat dilakukan dengan cara melaksanakan semua
aktivitas didasari oleh kesadaran, keikhlasan, penuh tanggung jawab. (2) Rsi Yadnya yaitu
korban suci yang dipersembahkan atau penghormatan kepada para Pandita atau orang suci,
pelaksanaan Rsi Yadnya sebagai wujud terima kasih atas segala jasa yang telah diberikan oleh
para Rsi dan orang suci pada kita. (3) Pitra Yadnya yaitu korban suci yang dipersembahkan
kepada leluhur atau orang yang sudah meninggal, (4) Manusa Yadnya yaitu korban suci yang
dipersembahkan atau diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia dan kebahagian hidup
manusia. (5) Bhuta Yadnya yaitu korban suci yang dipersembahkan kepada para bhuta kala
agar tercipta kedamaian dan keharmonisan hidup di dunia (Seridana, 2013: 5).
Konsep Panca Yadnya yang bertujuan memiliki makna penciptaan alam semesta dan
mengembalikan unsur alam semesta salah satunya adalah upacara Piodalan. Piodalan adalah
salah satu bentuk upacara dewa yadnya yang ditunjukan kepada Ida Sang Hyang Widhi pada
sebuah tempat suci. Di dalam Piodalan menggunakan berbagai macam sarana dan prasarana
guna untuk menunjang prosesi upacara. Salah satu sarana yang menunjang dalam upacara
Piodalan adalah Sarad Pulagembal.
Sarad Pulagembal yang digunakan dalam kegiatan Upacara Piodalan pada sebuah Pura
biasanya menggunakan Sarad Pulagembal yang menyimbolkan senjata Dewa Nawa Sanga,
manusia laki dan perempuan, kayon, berbentuk lautan, berbentuk tumbuh-tumbuhan, dan
berbentuk yang mencirikan alam semesta .
Banyak masyarakat khususnya umat Hindu yang belum mengetahui tentang apa
sesungguhnya makna filosofis dan makna Estetika yang terkandung dari Banten Sarad
Pulagembal itu sendiri,kebanyakan mereka hanya mengetahui sebatas proses pembuatannya
saja . Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh dan mengangkat menjadi
sebuah karya ilmiah dalam bentuk Artikel Jurnal , yang kemudian peneliti mengangkat judul
“Penggunaan Banten Sarad Pulagembal dalam Upacara Dewa yadnya ( Kajian Estetika
Hindu)”.

II. PEMBAHASAN

2.1 Banten Sarad Pulagembal sebagai sarana utama Pada Upacara Dewa yadnya

Banten Sarad Pulagembal biasanya dipergunakan pada Banten ayaban tumpeng 21


Bungkul ke atas, dan Banten Sarad Pulagembal ini memiliki makna dan fungsi sebagai
simbol permohonan kehadapan Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya agar
dianugerahkan kekuatan, Kedamaian serta kesejahteraan bhuana agung dan bhuana alit.
Disamping itu juga agar beliau menganugerahkan kekuatan kecerdasan, kebijaksanaan
kepada umat manusia, khususnya umat Hindu. mengenai makna yang penulis dapat
berdasarkan petunjuk sastra sastra agama Hindu ( Lontar Tapeni Yadnya ) yang telah dikaji
berdasarkan kosakata, bukti bahwa Banten Sarad Pulagembal berasal dari kata pula dan
gembal, di mana kata pula berasal dari kata Polo yang dapat diartikan adalah '' otak''.
Sedangkan kata gembal dapat diberikan arti '' berkembang''. jadi kata pulagembal
mengandung maksud permohonan agar Sanghyang Widhi menganugrahkan segala bentuk
energi untuk tercapainya kesejahteraan dan kedamaian terhadap bhuana agung maupun
bhuana alit. demikian juga menganugerahkan kecerdasan bagi manusia, artinya bagi umat
Hindu.

demikian juga Banten Sarad Pulagembal ini juga memiliki makna sebagai kekuatan
alam pada titik '' Nadir'' dari bumi, sehingga menimbulkan kekuatan kekuatan yang ada di
luar angkasa. kalau dipandang dari bhuana alit bahwa Banten Sarad Pulagembal ini sebagai
ubun-ubun yang memberikan pengaruhnya pada otak di bagian kiri sehingga memberikan
kekuatan kecerdasan kepada manusia. dan Dewa yang dipuja dalam Banten Sarad
Pulagembal ini adalah Dewa Gana atau Dewa Ganesha, karena Dewa Ganesha dipercaya
sebagai Dewa sumbernya kecerdasan dan pelebur segala kemalangan.

II.2 Proses pembuatan Banten Sarad Pulagembal

Proses pembuatan Sarad Pulagembal atau proses menghias kerangka Sarad yang
digunakan dalam Upacara Dewa yadnya biasanya diawali dengan mencari hari baik
(padewasan) untuk memulai pertama pengerjaan (ngawit kekaryanan). Hari baik dalam
proses pembuatan Sarad sebaiknya dilaksanakan lima hari sebelum hari acara Yadnya
dilaksanakan, agar kondisi Sarad yang akan dipergunakan masih terlihat baik dan indah,
dikarenakan bahan dasar pembuatan Sarad Pulagembal adalah adonan tepung. Adonan
tepung tersebut jika sudah di bentuk serta direkatkan pada kerangka Sarad, dan terlalu lama
ditempatkan pada tempat yang tidak teduh serta hangat maka adonan yang sudah dibentuk
tersebut bisa berisikan jamuran dan warnanya akan sedikit memudar. Proses pertama
pembuatan Sarad Pulagembal didahulukan oleh seorang Undagi Sarad (pembuat Sarad )
mengaturkan santu daksina ke taksu undagi, dan proses selanjutnya adalah penyucian diri
orang-orang yang membuat Sarad Pulagembal, proses ini bertujuan untuk menjaga
kesucian serta fokus dari seorang pembuat Sarad Pulagembal, sehingga proses pembuatan
Sarad Pulagembal menjadi lancar dan kesucian dari Sarad Pulagembal tersebut terjaga.
Sarad Pulagembal merupakan persembahan yang ditujuakan kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa sebagai manifestasinya segala segala isi di alam semesta ini, dengan demikian
kesucian dalam proses pembuatannya tetap dijaga , sehingga tujuan persembahan Sarad
Pulagembal dapat tercapai. Setelah proses penyucian diri, ada dua tahapan utama didalam
proses pembuatan Sarad Pulagembal adalah sebagai berikut :

a. Tahapan pertama dalam proses pembuatan Sarad yang di gunakan dalam Upacara
Dewa yadnya adalah pembuatan rangka atau kerangka Sarad, di dalam proses ini
bahan yang digunakan adalah kayu albesia yang berukuran 3 x 5 dengan panjang 4
meter. Pertama pembuatan rangka Sarad, berapa kayu albesia di potong sesuai
dengan ukuran yang sudah ditentukan, setelah proses tersebut kayu albesia tersebut
di rangkai dengan sedemikan rupa sehingga terbentuk kerangka Sarad yang terdiri
dari tiga Palih ( tingkatan), yang pertama palih dasar atau bagaian dari kaki dasar
Sarad, kedua palih pengawak Sarad terdiri dari bagian pedawang, serta palih Gajah,
serta pengawak (badan) bagian ketiga adalah bagian kekayonan. Setelah ketiga
bagaian tersebut selesai, sebagai pelengkap atau hiyasan dari kerangaka pengawak
dan kerangka kekayonan, di buat iyasan atau ornamen-ornamen yaitu sebagai berikut
karang gajah, karang giret, karang guak, patung sembilan dewa (Dewata Nawa
Sangga), patung Bhuta sembilan (butha sanngga), patung rejang , patung baris, dua
patung naga, kepala empas ( kura-kura) dan kepala boma semu ornamen tersebut
dibuat menggunakan kayu gelondongan berjenis albesia, khusus untuk ornamen
kekarangan menggunakan triplek dan papan kayu.
b. Tahapan ke dua dalam proses pembuatan Sarad yang digunakan pada Upacara Dewa
yadnya adalah membuat adodan tepung yang digunakan untuk menghiyas kerangka
pengawak, krangka kekayonan, serta ornamen (kekarangan) patung-patung. Adonan
tepung untuk pembuatan Sarad terdiri dari campuran tepung beras jadi dengan
tempung ketan, komposisi campuran tepung beras dengan tepung ketan untuk
adonan Sarad ini adalah 5 bungkus tepung beras dengan 1 bungkus tempung ketan,
semua komposisi tepung beras serta tepung ketan tersebut dicapur menjadi satu
didalam wadah baskom besar, setelah proses tersebut selesai adonan tepung tersebut
dituang air panas sehingga adonan menjadi setengah matang. Proses selanjutnya
adalah pemberian warna pada adonan tempung, warna yang digunkana adalah
pewarna makanan dan warna yang diperlukan berjumlah sepuluh warana diantaranya
warna putih, warna kuning, warna merah muda, warna merah tua, warna ungu, warna
biru, warna hijau, warna hitam, warna abu-abu. Proses penyampuran adonan dengan
setiap warna tersebut biasanya di sebut dengan Ngulet, proses penyampuran atau
ngulet ini dikerjakan oleh perempuan atau ibu-ibu. Setelah proses ini selesai ,
selanjutnya proses menghiyas ornamen-ornamen dengan adonan tepung sesuai warna
yang sudah ditentukan, dan setelah proses tersebut selesai adonan yang sudah
dibentuk sesuai ornamen atau patung yang berisikan ukiran kemudian dipahat atau
diberikan goresan berpola dengan alat khusus yaitu terbuat dari bekas tempat spidol
yang diruncingkan, setelah proses dipahat ornamen Sarad tersebut masuk dalam
proses akhir yaitu digoreng dalam wajan besar.
Proses pembuatan Sarad Pulagembal, terutama yang digunakan pada upacara Dewa
yadnya biasanya dilaksanakan di Bale banjar, di rumah Undagi, atau wantilan pura,
dikarenakan proses pembuatan Sarad memerlukan tempat yang cukup luas, dan dalam proses
pembuatannya memerlukan tenaga tenaga yang banyak minimal 20 orang.

2.3. Unsur Unsur Estetika Hindu ( Satyam, Sivam, Sundaram ) pada Banten Sarad
Pulagembal

Telah dijelaskan bahwa agama secara filosofis dan historis bukanlah tahayul,
melainkan pembahasan sraddha sebagai keyakinan mendasar. Pengenalan agama demikian
pentingnya bukan saja demi sekedar paham dan bangga atas eksistensi agama sebagai awal
mula pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan untuk melihat apa tindak
lanjut sebagai ‘follow ups’ atau ‘what’s next’ dari pemahaman terhadap filosofi keberadaan
agama. Agar dapat berbuat demikian, marilah melihat salah satu pilar pengokoh dharma
sebagai dasar mengisi rumah keyakinan tersebut. Satyam Sivam Sundaram  adalah salah satu
pilar pengokoh dharma seperti telah dijelaskan di atas.

2.3.1 Kosep Satyam ( Kebenaran dari sumber Kitab suci ) Pada Banten Sarad
Pulagembal

Konsep Satyam dalam pandangan agama Hindu tiada lain adalah konsep ajaran tattwa
(filsafat) tentang sumber kebenaran sesuatu yang bersumber dari kitab suci ataupun sastra-
sastra suci. Adapun aspek Satyam atau kebenaran dalam Banten Sarad Pulagembal seperti
yang telah dipaparkan diatas dijelaskan didalam berbagai literature antara lain yaitu dalam
lontar Tutur Sang Hyang Aji Tapeni, Lontar Tapeni Yadnya, Dewa Tattwa, dan lontar
Pelutaning Yadnya. Dimana kesemuanya tersebut memuat tentang hal-hal yang berkaitan
dengan keberadaan Sarana atau upakara yang digunakan dalam Upacara Yadnya salah
satunya ialah Banten Sarad Pulagembal tersebut.

2.3.2 Konsep Sivam ( Kesucian ) pada Banten Sarad Pulagembal

Aspek Sivam merupakan aspek kesucian, dimana setiap karya seni khususnya karya seni
yang berhubungan atau digunakan sebagai sarana dalam suatu acara atau prosesi keagamaan
pasti memiliki nilai-nilai kesucian.
Merujuk dari penjelasan diatas dapat dipaparkan bahwa setiap instrument atau hasil karya
seni yang ada kaitannya dengan aktivitas keberagamaan khususnya Hindu sudah dapat
dipastikan mengandung unsure kebenaran, selain unsure kebenaran instrument tersebut
pastinya juga mengandung unsure kesucian. Begitu juga dengan Banten Sarad Pulagembal
sebagai instrument keagamaan memiliki unsure kesucian. Dimana pada dasarnya Banten
Sarad Pulagembal adalah sebagai sarana pelengkap dalam Upacara Dewa yadnya,seperti
yang sudah dipaparkan di atas Banten Sarad Pulagembal digunakan pada Banten Ayaban
Tumpeng 21 Bungkul ke atas.

Aspek sivam (kesucian) dalam Banten Sarad Pulagembal ini juga terletak dalam proses
pembuatannya yaitu mulai dari mempersiapkan bahan sampai memulai proses pembuatannya
harus didasari atas penentuan hari baik atau Dewasa Ayu seperti sebelum membuat Banten
Sarad Pulagembal seorang Undagi Sarad (pembuat Sarad ) terlebih dahulu mengaturkan
santu daksina ke taksu undagi, dan proses selanjutnya adalah penyucian diri orang-orang
yang membuat Sarad Pulagembal, proses ini bertujuan untuk menjaga kesucian serta fokus
dari seorang pembuat Sarad Pulagembal, sehingga proses pembuatan Sarad Pulagembal
menjadi lancar dan kesucian dari Sarad Pulagembal tersebut terjaga

2.3.3 Konsep Sundharam ( Keindahan ) pada Banten Sarad Pulagembal

Dalam agama Hindu keindahan merupakan hasil dari kreativitas manusia baik
sengaja atau tidak,pada prinsipnya adalah untuk memenuhi kepuasan bathin atau rohani sang
pembuat banten itu sendiri dan bagi masyarakat yang memakainya.Tanpa keindahan
(estetika),hidup manusia akan terasa kaku dan kehilangan nilai rasa ,oleh karena itu
kehadirannya karya estetika sangat dibutuhkan manusia sebagai penghalus rasa dalam
kehidupannya.

Demikian juga halnya dalam ber-yadnya dengan membuat upakara banten berupa
Sarad Pulagembal.Sarad Pulagembal merupakan banten yang menyimbolkan wujud syukur
umat kepada Tuhan atas rahmat dan karunia beliau,dan jika dicermati secara teliti Sarad
Pulagembal merupakan sarana dalam Upacara Yadnya Yang memiliki nilai Estetika atau
Seni yang Tinggi,dimana proses pembuatan Sarad Pulagembal itu sendiri membutuhkan
ketelitian dan kesabaran yang sangat besar.Banten Sarad Pulagembal ini terdiri berbagai
macam bentuk jajan atau kue berupa ornament yang disusun sedemikian rupa.bentuk
ornament jajan Sarad merupakan hasil gubahan atau deformasi dari makhluk hidup maupun
benda mati yang ada di dunia seperti bentuk manusia,binatang,tumbuhan,benda benda sehari
hari.komposisi warna jajan Sarad Pulagembal disusun sedemikian menariknya sehingga
kelihatan megah.bentuk jajan Sarad Pulagembal sering berbentuk seperti Kayon (Gunung).

Banten Sarad Pulagembal juga bisa dikatakan sudah memenuhi beberapa kategori
benda yang termasuk seni,dilihat dari adanya unsur-unsur Seni seperti :
Keseimbangan,Irama,Proporsi,Kesatuan. Dari segi warna,Banten Sarad Pulagembal
memiliki warna yang cerah dan beragam,dimana meskipun warna jajan tersebut beragam
tetapi itu tidak mengganggu irama keindahan.

III. KESIMPULAN

dari hasil pemaparan penelitian di atas maka dapat disimpulkan Banten Sarad
Pulagembal adalah satu jenis upakara besar yang hampir selalu dibuat ketika pelaksanaan
Yadnya dalam tingkatan Madya dan lebih-lebih utama. kebesaran Yadnya itu ( setidaknya
dilihat dari jenis dan tingkatan material) acapkali diwakili oleh keberadaan atau penampilan
saran itu sendiri. makanya penempatan Sarad Pulagembal itu pun akan selalu mengambil
lokasi di pusat kegiatan Yadnya. perihal makna Banten Sarad Pulagembal ini dapat diulas
dari berbagai aspek. diantaranya aspek arti, seni, dan esensi filosofinya. dari aspek arti
kata,Sarad mengandung pengertian '' sarat'' (penuh). karenanya Sarad itu memberi gambaran
konkret tentang isi sepenuhnya dari arti dunia. Itulah sebabnya berbagai isi alam bergambar
dan terwakili melalui Banten ini. di sini isi alam tidak digambarkan sebenarnya melainkan
digambar sedemikian rupa dengan sentuhan seni tingkat tinggi dan menggunakan bahan
jajan (tepung beras).

dalam proses pembuatannya secara umum Banten Sarad Pulagembal mengambil


bentuk kayon ( gunung), di mana gunung disimbolkan sebagai kemakmuran ataupun
kesejahteraan yang diberikan oleh Sang Hyang Widhi wasa kepada semua makhluk hidup.

Adapun nilai estetika Hindu pada Banten Sarad Pulogembal yaitu


1. satyam
Konsep Satyam dalam pandangan agama Hindu tiada lain adalah konsep ajaran tattwa
(filsafat) tentang sumber kebenaran sesuatu yang bersumber dari kitab suci ataupun
sastra-sastra suci.dimana Banten ini Banyak dijabarkan pada lontar lontar yang erat
kaitannya dengan Upakara.
2. Sivam
dalam Banten Sarad Pulagembal ini juga terletak dalam proses pembuatannya yaitu
mulai dari mempersiapkan bahan sampai memulai proses pembuatannya harus didasari
atas penentuan hari baik atau Dewasa Ayu
3. Sundharam
Dalam Banten Sarad Pulagembal ini Unsur keindahannya sangat banyak dari segi
proporsi,keseimbangan,Irama, dan Kesatuan,semuanya membentuk harmoni ataupun
kumpulan yang mengandung nilai Estetika.

DAFTAR PUSTAKA

Putu Surayin, Ida Ayu .2007 . Bahan dan Bentuk Sesajen. Surabaya : Paramita

Sudarsana, I.B. Putu. 2010. Himpunan Tetandingan Upakara Yadnya. Denpasar :

Yayasan Dharma Acarya.

Sri Arwati, Ni Made. 2005 . Perwujudan upakara untuk Upacara Agama Hindu.

Denpasar : CV Kayumas Agung

Anda mungkin juga menyukai