ADAT YANG BERKAITAN DENGAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA YANG SAMPAI SAAT INI MASIH DILAKSANAKAN DI INDONESIA UPACARA MAPANDES (POTONG GIGI)
PENGERTIAN UPACARA MAPANDES
Upacara Mapandes mengandung pengertian bagi kehidupan umat Hindu yaitu : Pergantian prilaku untuk menjadi manusia sejati yang telah dapat mengendalikan diri dari godaan pengaruh Sad Ripu (enam musuh dalam diri pribadi). Potong gigi adalah upacara keagamaan Hindu-Bali bila seorang Anak sudah beranjak dewasa, dan diartikan juga pembayaran hutang oleh Orang Tua ke Anaknya karena sudah bisa menghilangkan keenam sifat buruk dari diri manusia. Upacara ini termasuk apa yang disebut dengan istilah upacara manusa yadnya. LATAR BELAKANG UPACARA MAPANDES Setiap manusia dipenuhi dengan banyak ritual dalam hidupnya. Umat Hindu khususnya berbagai upacara/ritual dilakukan mulai dari dalam kandungan hingga ia meninggal dunia. Dan salah satu yang harus dilaluinya adalah Upacara Mepandes (Potong Gigi). Upacara Mepandes merupakan salah satu ritual yang terpenting bagi setiap individu manusia umat Hindu. Upacara ini menandai satu babak hidup memasuki usia dewasa secara niskala. Upacā ra Mepandes disebut pula Metatah, dan Mesangih. Bila kita mengkaji lebih jauh, upacā ra Mapandes dengan berbagai istilah atau nama seperti tersebut di atas, merupakan upacā ra Śarīra Saṁ skara, yakni menyucikan diri pribadi seseorang, guna dapat lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Sang Hyang Widhi Wasa, Dewata dan Leluhur. Di Bali upacā ra Mapandes, dapatlah dipahami bahwa upacā ra ini merupakan upacā ra Vidhi-vidhana yang sangat penting bagi kehidupan umat Hindu, yakni mengentaskan segala jenis kekotoran dalam diri pribadi, melenyapkan sifat-sifat angkara murka, Sadripu (enam musuh dalam diri pribadi manusia) dan sifat-sifat keraksasaan atau Asuri-Sampad lainnya. PROSESI PELAKSANAAN UPACARA MAPANDES Adapun urutan di dalam proses pelaksanaan upacara potong gigi / mapandes adalah sebagai berikut : 1. Ngekeb, yang artinya disini tidak boleh keluar meten atau di gedong sampai menjelang upacara potong gigi keesokan harinya. 2. Pada saat yang tepat, biasanya sebelum tengah hari, ketika pemimpin upacara potong gigi sudah mempersiapkan banten dan perlengkapan lainnya, peserta potong gigi akan dituntun oleh orang tuanya menuju bale adat. Yang diupacarai terlebih dahulu mabhyakala dan maprayascita. Setelah itu dilanjutkan dengan muspa ke hadapan Siwa Raditya memohon kesaksian. 3. Naik ke bale tempat mepandes mengarah ke hulu dengan terlebih dahulu menginjak caru sebagai lambang keharmonisan, mengetukkan linggis tiga kali (Ang, Ung, Mang) sebagai symbol mohon kekuatan kepada Hyang Widhi dan ketiak kiri menjepit caket sebagai symbol kebulatan tekad untuk mewaspadai sad ripu. Direbahkan diatas kasur masih lengkap dengan pakaian adat kebesaran. Pelaksana upacara mengambil cincin yang dipakai ngerajah pada bagian-bagian seperti: dahi, taring, gigi atas, gigi bawah, lidah, dada, pusar, paha barulah diperciki tirtha pesangihan. Kemudian yang pertama dilakukan adalah, menggigit tebu untuk mengganjal rahang sehingga tidak tertutup selama proses pengikiran gigi. Selanjutnya adalah secara simbolis memahat dengan pahat kecil 6 gigi bagian atas, 2 taring, 2 gigi depan dan 2 gigi sebelahnya. 4. Kemudian dengan penuh konsentrasi sangging atau ahli potong gigi secara adat akan menyucikan peralatannya dan melakukan tugasnya. Gigi taring dan 4 gigi bagian atas akan dikikir secara perlahan untuk membuatnya rata. Kemudian mereka yang potong gigi akan diberi cermin untuk melihat apakah giginya sudah rata, taringnya sudah tidak lancip lagi 5. Selanjutnya dilakukan kumur suci, dengan menggunakan tirta yang dibuat dengan doa tertentu. Dilanjutkan dengan membung air kumuran itu ke dalam kelapa gading yang sudah dikasturi. Kasturi maksudnya dilubangi dengan pisau tajam yang sudah disucikan dengan simetres berbentuk segi enam dan sudah ditulisi aksara Ardhanareswari yang nantinya akan di pendem/ditanam di belakang Sanggah Kemulan. 6. Selanjutnya peserta potong gigi diberikan sirih yang sudah diberikan mantra suci, mereka harus menggigitnya sebanyak 3 kali. 7. Barulah kemudian mereka boleh turun ke halaman, tapi sebelumnya menginjak dulu banten pengelukatan sebanyak tiga kali. 8. Dilanjutkan dengan mebyakala sebagai sarana penyucian serta menghilangkan mala untuk menyongsong kehidupan masa remaja. Selanjutnya menuju ke hadapan Sang Muput Upacara, disini dilakukan meeteh-eteh persediaan, yaitu : Maprascita, Matirtha penglukatan, Pebersihan dan Pekuluh, Mejaya – jaya, Ngayab banten oton, Ngayab banten pawinten dan dilanjutkan dengan Mapedamel. 9. Kemudian dilanjutkan dengan mapinton ke Pura Khayangan Tiga, ke Pura Kawitan dan ke Pura lainnya yang menjadi pujaannya. MAKNA/TUJUAN DILAKSANAKANNYA UPACARA MAPANDES 1. Melenyapkan kotoran diri dan cemar pada diri pribadi seorang anak yang menuju tingkat kedewasaan. Kotoran dan cemar tersebut berupa sifat negatif yang digambarkan sebagai sifat Bhū ta, Kā la, Pisaca, Raksasa dalam arti jiwa dan raga diliputi oleh watak Sad Ripu, sehingga dapat menemukan hakekat manusia yang sejati. 2. Dengan kesucian diri, seseorang dapat lebih mendekatkan dirinya dengan Tuhan Yang Maha Esa, para Dewata dan Leluhur. Singkatnya seseorang akan dapat meningkatkan Śraddhā dan Bhakti kepada-Nya. 3. Menghindarkan diri dari kepapaan, menghindarkan diri dari hukuman di alam neraka nanti, yang dijatuhkan oleh Bhatara Yamadhipati berupa menggigit pangkal bambu petung. 4. Merupakan kewajiban orang tua (ibu-bapa) yang telah mendapat kesempatan dan kepercayaan untuk menumbuh-kembangkan kepribadian seorang anak. Kewajiban ini merupakan Yajñ a dalam pengertian yang luas (termasuk menanamkan pendidikan budhi pekerti, menanamkan nilai-nilai moralitas dan agama) sehingga seseorang anak benar-benar menjadi seorang putra yang suputra