Anda di halaman 1dari 14

Menu  Search

Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari


Be Peace Today

ULUN DANU : Melestarikan Air Sebagai Sumber Kehidupan

(Penglukatan dengan air suci dan paweton manusia, banten sesayut manut dina sapta
wara)

Oleh : 

Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari

Ida Pedanda Istri Raka Wanasari

Grhya Wanasari – Sanur

Agama dihayati secarah Utuh :

Agama harus dihayati, dicamkan, direnungkan dan diwujudkan dalam perilaku kehidupan
sehari-hari. Agama bukan hanya diomongkan, melainkan dilaksanakan dengan penuh
keyakinan yang bermuara pada logika dan rasa batin (atmanastuti). Ada dua komponen
yang terpadu dalam agama yaitu: rasa dan rasio. Didalam perpaduan ini, rasa (baca : rasa
batin) mendominasi, karena Sang Hyang Widhi tidak membedakan orang yang pintar
dengan orang yang bodoh, melainkan membedakan orang yang batinnya suci dengan orang
yang batinnya kotor. Dalam hal ini ada dua istilah yang dapat diangkat, yaitu: ahli agama
dan agamawan. Ahli agama belum tentu agamawan, tetapi agamawan sudah tentu tahu
agama walaupun sangat minim. Karena itu agamawan lebih tinggi nilainya dari pada akhli
agama. 

Metoda yang baik untuk mewujudkan agama dalam kehidupan adalah melaksanakan Catur-
Marga (bhakti-marga, karma-marga, jnana-marga dan yoga-marga) secara utuh, karena hal
itu merupakan suatu kesatuan. Tidaklah dibenarkan apabila Catur-Marga itu dilaksanakan
secara terpisah-pisah, karena kualitas sumber daya manusia umat tidak sama kuatnya,
maka adanya penonjolan salah satu marga itu dapat dipahami, namun harus tetap dalam
konteks kesatuan Catur-Marga itu secara utuh. 

Kita memahami, bahwa agama Hindu memiliki tattwa, susila, upacara dan acara. Inipun
harus diwujudkan secara nyata didalam kehidupan sehari-sehari, karena semuanya itu
merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Apabila menonjolkan tattwa (baca:
filsafat) saja tanpa diwujudkan dengan susila, ini akan dapat memunculkan kemunafikan.
Apabila menonjolkan susila saja tanpa melaksanakan upacara (dalam arti luas), ini sulit
menamakan apakah mereka beragama atau tidak. Apabila upacara saja tanpa disadari
tattwa dan susila, ini dikatakan dogmatis. Demikian pula apabila melaksanakan acara
(tradisi) saja tanpa didasari tattwa dan susila, ini dikatakan buta. 

Maka dari itu kewajiban kita umat Hindu haruslah melaksanakan agama secara utuh,
mencakup tattwa, susila, upacara dan acara, sehingga suatu kesempurnaan akan dapat
dicapai didalam kehidupan ini. caranya adalah : tattwa harus dicamkan, susila harus
dijadikan pedoman dan arahan berperilaku, upacara harus dilakukan atas dasar Catur-
Marga, dan acara harus dihormati sebagai nilai luhur warisan budaya bangsa. Dengan
demikian kesejahteraan batin dan kemantapan rohani serta kestabilan jiwa akan dapat
dicapai dalam kehidupan. 

Air merupakan suatu benda yang tidak bisa dipisahkan dari mahluk hidup dan kehidupan di
muka bumi ini, yang merupakan sumber kehidupan bagi seluruh mahluk hidup tidak
terkecuali. Begitu pula tanah sebagai tempat untuk berpijak semua mahluk hidup yang
berfungsi sebagai ibu pertiwi tempat kembalinya segala sesuatu untuk melebur dan
memusnahkan segala kekotoran yang ada di muka bumi ini dan menjadi sumber air.
Sehingga air merupakan segala bagi mahluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan serta
manusia sehari-hari sangat membutuhkan, bahkan untuk lebih lengkap dalam tubuh
diperlukan ukuran tertentu, sehingga organ tubuh berfungsi dengan baik, karena mahluk
hidup kalau tanpa air maka sangat menderita hidupnya karena kekeringan.

Sedangkan kesucian berasal dari kata suci yang berarti sejati, murni, utama, inti, dan sari.
Kesucian sebenarnya sangat penting sekali untuk menjadi dasar maupun gerak langkah
dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat pada era globalisasi sekarang ini, yang menjadi
pemacu kemajuan zaman yang sangat berpengaruh terhadap pergaulan dan tata kehidupan
manusia yang sudah jelas menimbulkan kecendrungan yang bersifat baik maupun buruk,
serta tidak ketinggalan terjadinya pembauran budaya, baik budaya asli maupun asing saling
berbaur pada tempat yang sama sehingga terjadi akulturasi budaya.

Yang menjadi kekhawatiran adalah usaha untuk bisa mempertahankan budaya yang telah
menjadi dasar setiap langkah dari nenek moyang. Walau budaya zaman dahulu ada segi
negatifnya namun perlu disaring oleh keturunannya hingga sekarang, seperti halnya budaya
mabuk-mabukan (matuakan), budaya berjudi, yang jelas-jelas sekarang sudah dilarang.
Oleh karena itu hanya budaya positif saja yang patut dijalankan, dan.ini vvajib diteruskan
untuk generasi muda sekarang. Budaya positif itu seperti belajar menari, belajar
mejejahitan, belajar makidung, dan sebagainya yang perlu diperdalam sehingga di masa
depan ada penerus yang menggantikan. Walaupun pada hari-hari biasa banyak kesibukan
yang dijalani seperti mengikuti pelatihan, mengikuti les atau kursus bahasa maupun
pelajaran sekolah juga tidak ketinggalan para pekerja yang sibuk bekerja, namun hal ini
tidak menutup kemungkinan untuk terus melestarikan budaya yang sudah menjadi
kewajiban bagi umat Hindu seperti mejejahitan baik untuk saat upacara di hari-hari suci
tertentu seperti Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon, serta rerahinan lainnya maupun untuk
persiapan hari-hari besar agama.

Untuk melangkah melaksanakan kewajiban itu, tentu tidak dilupakan hal-hal yang bersifat
kesucian. Umumnya hal yang amat suci itu biasanya dilakukan oleh orang suci atau orang
yang sudah disucikan dengan upacara yang lengkap, yang tidak terpisahkan dengan air
suci. Namun dalam hal ini sebagai umat Hindu perlu untuk mengenalnya, apalagi bagi
generasi muda sekarang agar tidak sembarangan mengambil atau menyentuh benda suci
tanpa memperhatikan kesucian diri terlebih dahulu.

Makna dan Fungsi Air Sebagai Sumber Kesucian :

Dari hal-hal yang pribadi sekalipun segalanya selalu dilakukan pembersihan tangan
sebelum menyentuh kepala atau wajah. Jika di masyarakat, sebelum mengikuti kegiatan
gotong royong dalam persiapan piodalan seperti majejahitan, maka utamakan pembersihan
tangan sebelum menyentuh alat-alat sembahyang. Juga selain itu diwajibkan melukat
dengan Tirtha Penglukatan terlebih dahulu saat memasuki tempat suci atau Pura.

Mengenai makna dan fungsinya maka air mempunyai dua makna yang dipakai pada waktu
sembahyang yaitu air untuk membersihkan mulut dan tangan dalam persiapan
sembahyang dan air yang nantinya berfungsi sebagai sir suci atau tirtha (di beberapa
tempat sering disebut toya). Tirtha atau toya ini ada dua macam yaitu tirtha yang didapat
dengan memohon kepada Tuhan (termasuk Bhatara-Bhatari) dan tirtha yang dibuat oleh
Pendeta dengan puja mantra, yang digunakan untuk sembahyang sehari-hari.

Dalam hal untuk upacara keagamaan air mempunyai beberapa istilah seperti odaka
(odakem) air dalam arti biasa dapat digunakan untuk mencuci tangan, berkumur serta
minum sebagai pelepas dahaga dan sebagainya. Sedangkan Tirtha merupakan air yang
telah disucikan dan kesuciannya diperoleh dengan jalan dimantrai oleh orang yang
berwenang dan bisa juga dengan mengambil di suatu tempat tertentu disertai dengan
upacara keagamaan yang pada beberapa tempat sering disebut dengan wangsuhpada.
Ditinjau dari segi manfaatnya ada 3 jenis tirtha, yaitu :

a. Tirtha yang dimanfaatkan sebagai penyucian terhadap tempat, bangunan-bangunan, alat-


alat upacara ataupun diri seseorang. Tirtha ini diperoleh dengan puja mantra.para pandita.
Yang tergolong pada tirtb: ini adalah Tirtha Penglukatan/pembersihan, Prayascita, dan
sejenisnya,

b. Tirtha yang dimanfaatkan sebagai penyelesaian dalam upacara persem-bahyangan.


Tirtha ini pada umumnya dimohon disuatu pelinggih utama pada suatu pura atau tempat
suci dan disebut dengan Tirtha Wangsuhpada.

c. Tirtha yang dimanfaatkan untuk penyelesaian dalam upacara kematian, misalnya Tirtha
Penembak, Tirtha Pemanah, dan Tirtha Pangentas.

Pemakaian tirtha untuk penyucian bangunan atau tempat upacara dipercikkan tiga kali
mempunyai fungsi sebagai simbul penyucian yang meliputi awal, tengah dan akhir.
Sedangkan untuk memohon berkah selesai persem-bahyangan selain dipercikkan tiga kali
dengan lis/kembang di kepala atau ubun-ubun juga diminum tiga kali sebagai simbul
penyucian terhadap batin. Lalu meraup atau mencuci muka tiga kali sebagai penyucian
terhadap lahir. Sehingga dalam Weda Parikrama dan Surya Sevana dijelaskan, bahwa
maksud dari pemakaian Tirtha itu adalah penyucian secara lahiriah dan rohaniah {lahir
dibersihkan dengan air, rohani dibersihkan dengan kesucian (tirtha). Sedangkan cara
membuat air suci atau tirtha dalam kaitannya sebagai sarana persembahyangan, terdapat
dari salah satu sloka dari Bhagawadgita Bab XI, 26 menyatakan bahwa :

“Patram puspham phalam toyam

Ya me bhaktya prayaccahati

Tad aham briaktyauphritam

Asnami prayatatmanah 

Maksudnya:
Siapa saja yang sujud kepada Aku dengan mempersembahkan sehelai daun, sekuntum
bunga sebiji buah-buahan, Seteguk air, Aku terima sebagai bhakti persembahan dari orang
yang berhati suci.

Dalam Sloka tersebut ditegaskan bahwa dengan mempersembahkan air sebagai sarana
upacara agama disebut dengan toyam atau tirtha atau tirtha karena sebagai air suci yang
secara khusus dipergunakan dalam kaitannya dengan upacara keagamaan yang memiliki
kekuatan magis dan kekuatan religius yang bersumber dari kekuatan Ida Sang hyang Widhi
Wasa. Sehingga dalam fungsinya air sebagai odaka dan sebagai sumber kehidupan
manusia yang disebut dengan Amertha. Dalam persembahyangan dan sehabis
menghaturkan sembah dilanjutkan dengan mohon atau nunas tirtha dengan ketentuan
dipercikkan ke seluruh tubuh tiga kali, diminum tiga kali dan diraup sebanyak tiga kali,
dengan maksud untuk mensucikan bayu, sabda, dan idep.

Kalau tirtha pada saat dipercik¬kan ke anggota badan yang bermakna penyucian badan
atau stula sarira disebut dengan tirtha kundalini, yang diiringi dengan puja mantra “Om
Bhuda Pawitra ya namah Om Buddha Maha Tirtha ya namah Om Sanggya Maha Toya ya
namah”. Jika tirtha saat diminum yang bermakna untuk penyucian kotoran dari perkataan
atau suksma carira disebut dengan Tirtha Kamandalu, pada saat minum diiringi dengan
puja mantra : “Om Brahma Pawaka Om Wisnu Amertha Om ISwara Jnana”. Tirtha pada saat
diraupkan yang bermakna kesucian dalam kekuatan hidup disebut dengan Tirtha Pawitra
Jati, pada saat diraup diiringi dengan puja mantra

Om Ciwa Sampurna ya namah

Om sada Siwa ya namah

Om Parama Siwa ya namah

Disamping itu fungsi tirtha yang lain seperti sebagai lambang penyucian atau pembersihan,
sebagai lambang pengurip atau penciptaan dan sebagai pemelihara. Dan yang perlu juga
dilakukan adalah rajinnya datang ke tempat mata air suci untuk melebur kekotoran atau
kecemaran, seperti yang ada di sungai maupun di Pura yang ada mata airnya. Hal ini
penting dilakukan agar mendapat ketenangan hidup lahir dan bhatin serta tidak terlalu
berambisi untuk mendapat harta maupun kekuasaan walau itu perlu dan mungkin telah
menjadi suatu harapan, namun sebaliknya diberikan kesadaran dengan jiwa rohani yang
tenang dan kesegaran jasmani yang merupakan kepastian suatu langkah di masa depan
namun perlu diingat juga kembali pada keberuntungan nasib seseorang. Sehingga jika
direnungkan secara mendalam betapa pentingnya nilai-nilai kesucian yang terkandung
pada air yang kelihatannya sepele saja namun mengandung suatu kekuatan yang luar biasa
jika diambil pada sumbernya ataupun di tempat suci. Hal ini juga tergantung pada
kepercayaan masing-masing. Kesucian sebenarnya menjadi dasar segala kecerdasan
karena jika telah melaksanakannya maka kekuatan-kekuatan Tuhan selalu ada padanya,
yang akan memancarkan sinar-sinar kesucian pada wajah bahkan ke seluruh tubuh serta
kemanapun melangkah menjadi lebih yakin akan eksistensi diri alias percaya diri. Oleh
karena itu dalam segala hal sebaiknya sucikan tubuh dan tangan terlebih dahulu sebelum
melaksanakan kegiatan. Sebab dengan melakukan kesucian segalanya menjadi lebih indah.

Makna Pengelukatan Dengan Air Suci Bagi Kehidupan :

Manut Dina SAPTA WARA dan Banten Sesayutnya.

1. RADITE;

Dewanya Bhatara Indra, kalanya sang Dorakala, bhutanya sang Bhuta Catuspata, Wateknya
16, uripnya 5, pangawakan ratu, dora ambeknya, caranya ala sang RADITE, kakayonya kayu
putih/tanjung, manuknya siyung/ dara, satonya tingili, banyonya telaga gadru, iwaknya
tarakata, deleg, tampak, rasinya kumba, kasukanya dening wong, sasananya, yan ngaryanin
sane buat tan mapikolih becik, tan ledang yan wenten anak nganistaang, seneng medhana
punia, tatkala pawetuan nyane banten punika mangda medaging emas, ngangge lambang
”SURYA”, penyakit ira sang RADITE, metu rah ring paturon, mejan, metu nanah, udug, langu,
gerah, mrapah, panestis, lesu, ngibuk, kahangan, borok, edan, ngdohdo, yan Luh
kapejahannya mati manakan, yan muani mati ngamuk, wenang carunin ring paibon, beras 5
catu, artha 500, benang 5 tukel, taluh, nyuh, biyu, soroh 5  dadi. dagingin sesayut Kusuma
Jati, katur ring paibon. 

yan tan tawur ika ageng alanya,

yan langu serana; suruh dumlan maswi, telepekin papelengannya,

yan gerah serana; kapkap, gamongan, sembar akna laranya,   

yan panestis sarana; rwaning awar-awar, rwaning dapdap, sarwa     papetikan, lumurudin,

yan lesu tan arep mangan, tur ngibuk macek-macek awaknya, tan kawasa sirep, serana;
carman juwet, isin rong, wedakakna,, malih sembarnya, dahusa kling, jajar nanah, bras, isin
tingkih matunu, bawang adas,

yan basangnya sakit, serana; nyuh matunu, sari kuning, ganti lungid, sembar wetengnya.

yan edan,serana; dahusa kling, liligundi, tutuh irungnya,

yan Pablegbeg awaknya, serana; tingkih sakamulan, kapkap, nyuh matunu, wedakakna.

Lolohnya, beras barak, bawang tambus, tahap akna.

Panudaning Lara; 

adyus linukat kinurungan / metekep Guwungan  ring marga, pinuja dening MARGA
GAMANA, akeh toyone 16  warna, Banten Pejati saha suci asoroh.

Iti Puja Panglukatan Marga Gamana

      

Om     Kala patyam maha saktyam, rodra kala kriya dustham,

                  Sarwa bhicari moksanam, sarwa marana punah citram,

      Om     Yang Margapati maha siddhyam, sarwa papa ila sampurnam,

      Om     Ang Siwa gamana pramanam

      Om     Yang Margapati maha siddhyam,

                  sarwa lara winasanam ya namah swaha

Yan nuju RADITE, wenang bayuh ring paibon / Kamulan, sarwa lalima, Sesayut Kasuma jati ;
Madasar antuk dulang, duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
putih, ulam nyane ayam putih mapanggang, mapecel mabasa mica ginten, nasine
matanceb sekar putih 5 katih, ayame mapukang-pukang dados 5, winangun urip, magenah
duwur nasine, sesangan, raka-raka sejangkep nyane, panyeneng alit (tahenan) 1, pras alit 1,
Sampyan nagasari, Canang Pahyasan tatebus putih, Daksina asiki, majinah 5555.

2. SOMA:

Dewanya Bhatara Soma, kalanya sang kalajrang, bhutanya sang bhuta ulu kebo,Wateknya
16, uripnya 4, pangawakan sang hyang smara, sada nyepnyepocapanya, pindrih semunya,
wawadon polahnya, mosil tingkahnya, kakayonya pule/sentul, manuknya cangak/siyung,
satonya singha, banyonya telaga sema, iwaknya sepat, rasinya moksala, sekar ujarnya,
becik yan metetanduran, polos, satya, tresnain anak nanging tambet, awinan sering sedih,
tatkala pawetuan nyane banten punika dagingin selaka, ngangge lambang “CANDRA”,
penyakit ira sang SOMA, sirah, sakit weteng, netra, borok, koreng, parang, anyang-anyangan,
hnek ati, sula, rumpuh, gendeng-gendengan, menek tuwun laranya, nyakitang awak, lesu-
ibuk. yan luh mati ngipi, yan muani mati amah tiwang, krepolahnya, kawirangan, iki nagih
carunin ring paibon, beras 4 catu, artha 400, benang 4 tukel, taluh, nyuh, biyu, soroh 4 dadi
asok. dagingin sesayut Citta Rengga, katur ring paibon. yan tan tawur ika ageng alanya,

yan langu, serana; dumlan base, maswi, sembar akna,

lolohnya serana; dumlan kecemcem,yeh juwuk, yeh cuka tahun, bawang putih, isen kapur,
yeh cenana metimbung.   

wedaknya sarana; carman cempaka putih, isin rong, yeh cenana,

urapnya serana; rwaning nyambu putih, bwah jebug, bawang, adas,

wedaknya, serana; bata bang, yeh juwuk, don pokpor, tri katuka.

           

Panudaning Lara;  

adyus linukat kinurungan / metekep Guwungan  ring sumur, pinuja dening SETRA GAMANA,
akeh toyone 16  warna, Banten Pejati saha suci asoroh.

Iti Puja Panglukatan Setra Gamana

Om     Setra Gamanam Pramanam, Sarwa dhurga bhucari winasanam,

Om     Namoni Bhagawatyam, Dhari Dhurga dewyam,


           Murcatam sarwa roghantu, sarwa wighna winasa ya namah.

Om     Yang~Ang~kala Durga ya namah.

Yan nuju COMA, wenang bayuh ring paibon / Kamulan, sarwa Pat, sesayut Citta rengga lan
sesayut nila kusuma jati, 

SESAYUT CITTA RENGGA

Madasar antuk dulang, duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
selem mapucak tunjung biru, ulam nyane ayam selem mapanggang, mapecel mabasa mica
ginten, nasine matanceb sekar selem 4 katih, ayame mapukang-pukang dados 5, winangun
urip, magenah duwur nasine, sesangan, raka-raka sejangkep nyane, panyeneng alit
(tahenan) 1, pras alit 1, Sampyan nagasari, Canang Pahyasan tatebus selem.

SESAYUT NILA KUSUMA JATI:

Madasar antuk dulang, duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
selem klopokan, ulam nyane ayam ireng mapanggang, masambel mica ginten, siniyokan
lenga/minyak, sasrojan, ayame mapukang-pukang dados 5 winangun urip, magenah duwur
nasine, sesanganan, raka-raka sejangkep nyane, daksina 1, jinah 4444, panyaneng alit
(tahenan) 1, Pras alit 1, sampyan Nagasari, Canang pahyasan tatebus ireng.

3. ANGGARA:

Dewanya Bhatara Rudra, Kalanya Dhurga, Bhutanya Bhanaspati, Wateknya 15, uripnya 3,
pawakan guru, mangereh arka arepnya, goroh ucapannya, tan kasoran karepnyapuguh
tingkahnya, kayonya raja, manuknya gagak, satonya garuda, babanyonya telaga sangara,
rasinya geni sara dereh, sampunang ngaryanin sane buat-buat, santukan pacang
ngawinang meweh yan tan matatangaran pisan, jemet mekarya yadin abot napi malih
dangan, tatkala pawetuan nyane banten punika dagingin gangsa, ngangge lambang “ API “,
penyakit irang sang ANGGARA, weteng, gulu, ampru, sasananya gondong, rumpuh, mwatuk,
cekehan, menek tuwun laranya, koreng, sering bengka, bekuk, peceng, babowoh, yan luh
mati mlebuhin, yan lanang mati labuh, ika nagih carunin ring paibon, beras 3 catu, artha 300,
benang 3 tukel, taluh, nyuh, biyu, soroh 3 dadi asok. dagingin sesayut Wira Kusuma, katur
ring paibon. yan tan  tawur ika ageng alanya,

yan mawatuk, serana; sulasih miyik, myana cemeng, dumlan pole, semanggi gunung, sekar
blimbing buluh, montong isen, tenutis, nyuh metunu, ganti lungid,

wedak batisnya serana; pawning kasimbukan, cenana, isen, tri ketuka.

           

Panudaning Lara; 

adyus linukat kinurungan / metekep Guwungan  ring Natar pekarangan, pinuja dening SIWA
GAMANA, akeh toyone 15 warna, Banten Pejati saha suci asoroh.
Iti Puja Panglukatan Siwa Gamana;

          

Om  Siwa Jagat pati Dewyam, Siwa Sada Siwa amertham,

                  Siwa Gamanam pramanam, amertha manggalam pawitram,

           Om  Parama Siwa nirmalam, rogha wighna winasanam,

                    Ila pataka murcatam, lara wighna winasanam,

           Om   Siwa Gamanam premanam, sarwa upadrawa murcatam,

           Om   ya wai namah swaha, swasti suddha ya namah

                     Ung Phat, Ang Ung Mang ya namah.

Yan nuju ANGGARA, wenang bayuh ring paibon / Kamulan, sarwa Telu, sesayut Wira
Kusuma lan sesayut Jingga Kusuma Jati,

           

SESAYUT WIRA KUSUMA :

Medasar antuk dulang duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
jingga, ulam nyane ayam biying kuning (buwik ) mapanggang, mapukang-pukang dados 5
winangun urip, magenah duwur nasine,mesamsam don landep-landep, masambel, sesawur
kacang komak, sesangan, raka-raka sejangkep nyane, penyeneng alit (tahenan) 1, pras alit
1, sampyan Nagasari, Canang pahyasan tatebus jingga.

           

SESAYUT JINGGA WATI KUSUMA:

Medasar antuk dulang duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
kuning tinalopokan, ulam nyane ayam biying kuning (buwik) mapanggang, mapukang-
pukang dados 5 winangun urip, magenah duwur nasine, dagingin sesawur sambel cabe,
siniyokan lenga/minyak, matanceb sekar kuranta 3 katih, sesanganan, raka-raka sejangkep
nyane, panyeneng alit (tahenan) 1, Pras alit 1, sampyan Nagasari, canang pahyasan tatebus
kuranta/jingga. 

4. BUDHA:

Dewanya Bhatara Uma, kalanya anggapati, bhutanya sang bhuta ulu kumba, Wateknya 10,
uripnya 7, pawakan mradangga, bodri ambeknya, bobab pasemunya, kakayonya bunut /
wangkal, manuknya dara/babindo, satonya lembu, babanyonya, tlaga budi, iwaknya
bandeng, rasinya astra darung sari, maduwe pakahyunan bersih, polos, susila, seneng
nyimpen, tatkala pawetuan nyane, banten punika mangda madaging besi, ngangge lambang
“ TANAH “, penyakit ira sang BUDHA, abuh, borok, sasananya, busung, barah kebus,
sangkan geringe tan tuna, krengkahing desti, galaking pamali, sering kesedihan, koreng,
ngrasa ngdo hdo, gawe pradnyan, wicaksana, sugih dana upama, yan lanang mati di
payudan, yan wadon mati aperang, ika nagih carunin ring paibon, beras 7 catu, artha 700,
benang 7 tukel, taluh, nyuh, biyu, soroh 7dadi asok. dagingin sesayut Purna Suka, katur ring
paibon. yan tatawur ika ageng alanya,

yan Langu, serana; don pepe, adas, sembar gidatnya.

urapnya serana; empol pandan, rwaning maninjo, bawang adas,

lolohnya serana; sulasih miyik, tata iwak, yeh juwuk, yeh cenana, lengkwas, ginten cemeng,

wedaknya serana; carman dapdap, isin rong.

wedak batisnya serana; babakan cemara, phala raja, isen, yeh arak

      

Panudaning Lara; 

adyus linukat kinurungan / metekep Guwungan  ring pinggiring luwah/tukad, pinuja dening
BUDHA GAMANA, akeh toyone 10  warna, Banten Pejati saha suci asoroh.
Iti Puja Panglukatan Budha Gamana

    

Om     Bhudda Arcanam maha wiryam, Bhudda gamanam pawitram,

               Sarwa Mala Moksanam, Sarira purna jiwitam.

    Om     Bang~Bhudda gamanam ya namah

               Sarwa pataka winasa ya namah

           

Yan nuju BHUDA, wenang bayuh ring paibon / Kamulan, sarwa pitu, sesayut Purna Suka lan
sesayut Pita Kusuma Jati,

SESAYUT PURNA SUKHA:

Medasar antuk dulang, duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
kuning, masamsam dalima wanta, ulam nyane ayam putih syungan mapanggang,
mapukang-pukang dados 5 winangun urip, matanceb sekar cempaka kuning 7 katih,
sesanganan, raka-raka sejangkep nyane, penyeneng alit (tahenan) 1, pras alit 1, sampyan
nagasari, canang pahyasan tatebus kuning.

SESAYUT PITA KUSUMA JATI :

Medasar antuk dulang duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
kuning tinelopokan,ulam nyane ayam putih syungan mapanggang, mapukang-pukang
dados 5 winangun urip, magenah duwur nasine, masesawur sambel isen, siniyokan
lenga/minyak, sekar kuning 7 katih, sesangan, raka-raka sejangkep nyane, penyeneng alit
(tahenan) 1, Pras alit 1, daksina 1, jinah 7777, sampyan nagasari, Canang pahyasan tatebus
kuning.

5.  WRESPATI:

Dewanya Bhatara Guru, kalanya sang kala Anggapati, bhutanya sang bhuta Ulu Singha,
Wateknya 20, uripnya 8, pawakan pati, bodri ambeknya, piranti manahnya, waringin/tanguli
kayunya, manuknya merak/puteh, satonya rase, banyonya tlaga kalpa, iwaknya tri, rebon,
rasinya macan, karya napi ambil becik, tan alah ilon, bares tan sayang ring artha brana,
tatkala pawetuan nyane banten punika mangda medaging prunggu, ngangge lambang “
GUNTUR “ penyakit ira sang WRESPATI, rumpuh, purus, sasananya rumpuh, kuli pedeh,
basang, rasa, tuju, nglikad, nglesu, perot, edan, jenggkel, mati ayan, mati anyud, mati
aperang, ika wenang caruning ring paibon ; beras 8 catu, artha 800, benang 8 tukel, taluh,
nyuh, biyu, soroh 8 dadi asok. dagingin sesayut Kusuma Gandawati, katur ring paibon.       

yan tan tawur ika ageng alanya,

yan dekah, serana; padang lepas, gamongan, beras, isin tingkih, sembar akna

yan wetengnya lara serana; kunyit, musi, kpasilan, sembar wetengnya.

lolohnya serana; akah dapdap, akah siligwi, akah nangka, remek daging, isin rong nguda,
yeh cenana,

wedaknya serana; don dapdap, don kwang, cenana, krikan majagawu, isin rong wayah,

urapnya serana; dumlan maninjo, bawang adas,

yan edan serana; panyuh jaran selem, dawusa kling, jajar tanah, menyan madu, puh
irungnya.

wedaknya serana; tujumusna, luwun jalan, kasuna jangu.

Panudaning Lara;  

adyus linukat kinurungan / metekep Guwungan  ring Panti, pinuja dening SIWA KALPA
GAMANA, akeh toyone 20  warna, Banten Pejati saha suci asoroh.
Iti Puja Panglukatan Siwa Kalpa Gamana.

         

Om     Sada Siwa Gamanam, Parama Siwa Gamanam,

    Suddha atma suddha pawitram, sarwa pataka winasanam

         Om     Sarwa wighna wimurcatam, sarwa klesa winasanam,

        Om     Sada Siwa Nirmala, sarwa klesa wimoksanam

         Om     Sarwa pataka papa sampurnam, Ila rogha winasanam,

         Om     Sada Siwa Parama Siwa Nirmalam, pramanam Ang~Ah,

                     Sarwa pataka purna ya namah.

Yan nuju WREHASPATI, wenang bayuh ring paibon / Kamulan, sarwa Kutus, sesayut
Kusuma Gandawati lan sesayut Pawal Kusuma Jati,    

SESAYUT GANDHA KUSUMA JATI:

Medasar antuk dulang duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
dadu, ulam nyane ayam wangkas mapanggang, mapukang-pukang dados 5 winangun urip,
magenah duwur nasine, peresing tebu ratu, kwangen 8, sesanganan, raka-raka sejangkep
nyane, penyeneng alit (tahenan) 1, pras alit 1, Sampyan Nagasari, Canang pahyasan tatebus
dadu.

SESAYUT PAWAL KUSUMA JATI;

Medasar antuk dulang duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
dadu tinelopokan, ulam nyane ayam wangkas mapanggang, mapukang-pukang dados 5,
winangun urip, magenah duwur nasine, masambel kacicang, siniyokan lenga/minyak,
sesawur, sekar pucuk dadu 8 katih, sasrojan, sesangan, raka-raka sejangkep nyane,
penyeneng alit (tahenan) 1, pras alit 1, daksina 1, jinah 8888, sampyan nagasari, canang
pahyasan tatebus dadu.

Rikala pawetonan nyane ring rahina Wraspati, upakara nyane patut kawewehin antuk banten
salah ukur, riantukan pawetonan nyane matehang piodalan Ida Bhatara Guru, sering pacang
mamilara. Kawentenan upakaran nyane pateh sekadi tetandingan banten Pengambian
sakewanten maweweh bantal pudak 8 besik, yan LANANG sang maweton banten nyane
maulam bebek maguling, yan ISTRI sang maweton banten nyane maulam ayam
mapanggang, sesampune puput natab bebanten nyane, sang maweton raris
ngajeng/ngerayunin ulam nyane matimpal bantal, raka-raka nyane matimpal nasi, sapunika
kawentenan pemargin nyane.

6. SUKRA:

Dewanya Bhatari Shri, kalanya sang kala jrang, bhutanya sang bhuta ulu jagah, Wateknya
20, uripnya 6, pangawakan sang kosaka, kereng ambeknya, asihan tanlad ring manah,
kakayonya ancak/sukun, manuknya kadada, satonya sekunuk, banyunya telaga sunya,
iwaknya kuluma, sapulu, rasinya sara jenuhan, becik yan metetanduran, karya sane liyan
akedik pikolih ipun, susila, seneng metapa, kahanan mayus, tatkala pawetuan nyane banten
punika mangda medaging tembaga, ngangge lambang “ SABEH “,panyakit ira sang SUKRA,
sirah, kulit gatel, kusta, kaku, sasananya ayan, nyakitang awak, semutan, ngancuk-ngancuk,
kepek, polor, sengkok, nyakitang prana, gondong, bungkut, grah merapah, langu, ngereges,
galakin desti, galakin sato, mati senggot sampi, mati amah desti, sering alih leyak, ngendon-
endon, nanging keh kadangnya asih, ika wenang tawurin,ring paibon ; beras 6 catu, artha
600, benang 6 tukel, taluh, nyuh, biyu, soroh 6 dadi asok. dagingin sesayut Wilet Rajabira,
katur ring paibon. 

yan tan  tawur ika ageng alanya,

yan grah, mlapah, langu, kebus, serana; rwaning sembung, rwaning pule, denang uda,
sulasih miyik, myana cemeng, santen, yeh  juwuk purut, isin rong nguda, kuskus apang
lepah, tahap akna.

sembar akna serana; dahusa kling, jajar tanah, isin tingkih mebakar, ketumbah, temutis,
beras barak, bawang adas,

yan prana lara serana; rwaning nangka ijo, jebug garum, kasuna jangu, bebek akna

      

Panudaning Lara; 

adyus linukat kinurungan / metekep Guwungan  ring marga kasma, pinuja dening SETRA
GAMANA, akeh toyone 20  warna, Banten Pejati saha suci asoroh.

Iti Puja Panglukatan Setra Gamana:

Om Setra Gamanam Pramanam, Sarwa dhurga bhucari winasanam,

Om     Namoni Bhagawatyam, Dhari Dhurga dewyam,


            Murcatam sarwa roghantu, sarwa wighna winasa ya namah.

Om     Yang~Ang~kala Durga ya namah.

  

Yan nuju SUKRA, wenang bayuh ring paibon / Kamulan, sarwa Nem, sesayut Liwet Rajabhira
lan sesayut Raja Kusuma Jati.

SESAYUT WILET RAJABHIRA:

Medasar antuk dulang duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
maaru antuk toya cendana mamuncuk tunjung biru, ulam nyane ayam kelawu abu-abu
mapanggang, mapukang-pukang dados 5, winangun urip, magenah duwur nasine, sekar
biru 6 katih, sesangan, raka-raka sejangkep nyane, panyeneng alit (tahenan) 1, Pras alit 1,
sampyan Nagasari, canang pahyasan tatebus biru.

SESAYUT  RAJA KUSUMAJATI:

Medasar antuk dulang duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
pelung tinelopokan, maulam ayam serawah biru mapanggang, mapukang-pukang dados 5,
winangun urip, magenah ring duwur nasine, masambel cabu bungkut, siniyokan
lenga/minyak lurungan, sekar teleng biru 6 katih, Sesanganan, rak-raka sejangkep nyane,
penyeneng alit (tahenan) 1, Pras alit 1,daksina 1, jinah 6666, sampyan nagasari, canang
pahyasan tatebus biru.

7.  SANISCARA:

Dewanya Bhatari Dhurga, kalanya sang kala Barong, Bhutanya sang Bhuta Raksasa,
Wateknya 16, uripnya 9, pawakan sang rawa carna, cawuh ambeknya, cupar pasemunya,
precidra manahnya, kakayunya cenana/kepuh rangdu, manuknya cangak/tuktuk pukuh,
satonya uwek, banyunya telaga soca, iwaknya rebon, rasinya dupa sara, cekalan, sandar,
maduwe kahyun becik, patut mangda tangar, wikan, miwah kaanggen pasayuban, kreng
polahnya, sudira polahnya, dreman, dana upama, tatkala pawetuan nyane, banten punika
mangda kadagingin tembaga, ngangge lambang “ ANGIN “, penyakit ira sang SANISCARA,
purus, cangkem, ring weteng, sasananya kacurnan, sarang duni ngawak, ngelempuyeng,
peleyokan, pamalinan, kepek, hempuk, parang, menek tuwun laranya, makwa, gumigil,
kongkangan, tuju, rumpuh, mati kailangan, mati ring payudan, yan wadon mati kacadang,
mati tumbak dusta, ika nagih carunin ring paibon ; beras 9 catu, artha 900, benang 9 tukel,
taluh, nyuh, biyu, soroh 9 dadi asok. dagingin sesayut Kusuma gandayuda, katur ring
paibon.   

yan tan tawur ika ageng alanya,

yan gring teka, serana; juwuk purut, juwuk linglang, isen kapur, temu poh, temutis, cenana,
myana cemeng, sulasih miyik, ginten cemeng, tahap akna

wedaknya serana; carman tibah, tabya bun bungkut, beras barak, tri katuka.

sembar akna serana; kapkap buah jebug.

wedaknya malih serana; carman ancak, menyan madu, ketumbah, yeh cenana.

yan prana lara serana; carman kpah, don nangka ijo, jebugarum, tri ketuka, sekar 7 warna

           

Panudaning Lara; 

adyus linukat kinurungan / metekep Guwungan  ring carik, pinuja dening GIRI GAMANA,
akeh toyone 9  warna, Banten Pejati saha suci asoro.

Iti Puja Panglukatan Giri Gamana

   

 Om   Namoni Bhagawatya, wananta giri dhurga kala sanghari,

              Maha Kali mamestha kampayam, sarwa satru sigra nasty.

    Om    Sarwa dhurga winasanam, sarwa papa wimurcatam,

              klesa dosa winasa ya, Hung phat ya namah swaha.

Yan nuju SANISCARA, wenang bayuh ring paibon / Kamulan, sarwa Siya, sesayut Kusuma
Yuda lan sesayut Geni Bang Kusuma Jati.

SESAYUT KUSUMA GANDHAYUDHA:

Medasar antuk dulang duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
barak, maulam ayam biying bang karma mapanggang, mapukang-pukang dados 5,
winangun urip, mapecel peresing tebu cemeng, mabasa mica ginten, sekar barak 9 katih,
sesanganan, raka-raka sejangkep nyane, penyeneng alit (tahenan) 1, pras alit 1, sampyan
nagasari, canang pahyasan tatebus barak.

  

SESAYUT GNI BANG KUSUMAJATI:

Madasar antuk dulang duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
barak tinelopokan, maulam ayam biying mapanggang, mapukang-pukang dados 5,
winangun urip, magenah duwur nasine, masesawur sambel cabe ginoreng tan tineresan,
sekar pucuk bang 9 katih, sesanganan, raka-raka sejangkep nyane, penyeneng alit (tahenan)
1, pras alit 1, daksina 1, jinah 9999, sampyan nagasari, canang pahyasan tatebus barak. 

Singkatnya :

SESAYUT PURNNA SUKHA :

Madasar antuk dulang, duwur nyane susunin antuk aled sesayut, duwur nyane dagingin nasi
kuning, masamsam dalima wanta, ulam nyane ayam putih syungan mapanggang,
mapukang-pukang dados 5 winangun urip, matanceb sekar cempaka kuning 7 katih,
sesanganan, raka-raka sejangkep nyane, penyeneng alit (tahenan) 1, pras alit 1, sampyan
nagasari, canang pahyasan tatebus kuning. sesayut puniki anggen rikala mabayuh
Pawetonan ring rahina Budha.

SESAYUT KUSUMA YUDHA :

Upakara ini juga dihaturkan kepada Sang Hyang Pasupati pada Hari Tumpek Landep.
Alasnya memakai kulit sesayut, diatasnya berisi Nasi Merah, memakai Ulam seekor Ayam
Bulu Merah Kuning dipanggang, kemudian dipotong-potong disusun krmbalu seperti
semula, memakai Bumbu Pecel, Mica, Ginten, diperciki Cuka dan Aur Tebu Hitam,
Rerasmen, Raka-Raka, Sampyan Sesayut dari Daun Andong Merah berisi Porosan, Bunga
Merah 9 tangkai, Kembang Rampai. Selesai dihaturkan diayabkan sebanyak 9 kali.

SESAYUT KUSUMA JATI (Manut Dina Sapta Wara) :

Sesayut Sweta Kasuma Wang untuk yang lahir (otonan) pada Hari Minggu : Sege putih
makelopekan sinusanang iwak ayam putih mapanggang tur mapukang-pukang dadi 5
pukang, genahnya winangun urip, sambel lenga, tadamasan, sekar putih kuning, panyeneng
tabenan, sedah woh, abang payas, tatebus petak apasang, daksina 1, segehan 1, jinah
5555.

Sesayut Nila Kasuma Jati : untuk yang lahir (otonan) pada Hari Senin : Nasi ireng
makelopekan, iwak ayam ireng mapanggang mapukang-pukang dadi 5 pukang,
tumpangakna ring luhuring sega, genahnya winangun urip, misi sesayut, sambel mica,
ginten cemeng, siniyokan lenga, sasrojan, panyeneng tahenan, daksina 1, tatebus selem
apasang, jinah 4444.

Sesayut Jinga Wati Kasuma : untuk yang lahir (otonan) pada Hari Selasa : Nasi kuning
kurenan tinalopekan, iwak ayam klawu kuning mapanggang, dadi 5 pukang, tumpangakna
ring luhuring sega winangun urip genahnya, dagingin sesahur sambel cabe, siniyokan lenga,
sekar kuranta, tatebus kuranta, panyeneng tahenan, daksina jinah 3333.

Sesayut Pita Kasuma Jati : untuk yang lahir (otonan) pada Hari Rabu : Nasi kuning mulus
tinalopokan. iwak ayam putih siungan mapanggang dadi 5 pukang, tumpangakna ring sega,
masesawur sambel isen, siniyokan lenga, sesamejan sekar kuning, panyeneng tahenan,
tatebus kuning, tatebus kuning, jinah 7777 genahnya manca desa.

Sesayut Pawal Kesuma Jati : untuk yang lahir (otonan) pada Hari Kamis : Nasi dadu
tinalopokan iwak ayam wangkas putih mapanggang dadi 5 pukang, genahan manca desa,
iwaknya tumpangakna ring sega, siniyokan lenga, sambel kacicang, sesawur, sekar pucuk
dadu, sasrojan, panyeneng tabesan, tatebus dadu, jinah 8888.

Sesayut Raja Kesuma Jati : untuk yang lahir (otonan) pada Hari Jumat : Nasi pulung
tinalepokan, iwak serawah biru goreng mapanggang dadi 5 pukang, cabe bungkut,
siniyokan lenga lurungan, sasrojan sekar teleng biru, panyeneng tahenan, tatebus biru,
daksina jinah 6666

Sesayut Gni Bang Kesuma Jati : untuk yang lahir (otonan) pada Hari Sabtu : Nasi bang
tinalopokan, iwak ayam biying mepangang dadi 5 pukang, tumpangakna ring luhuring sega,
genahnya manca desa, sesawur sambel cabe magoreng, tan tinerasen, sekar bang,
panyeneng tahenan, tatebus bang apasang, sasrojan, lis, daksina, jinah 9999.

(Berdasarkan lontar Tenung Wrehaspati Kalpa)

Berdasarkan Saptawara:

Redite:Dewanya Sang Hyang Indra. Kalanya Sang Dorakala. Butanya Sang Butha
Catuspada. Bebayuhan di Paibon, soroh 5 (lima). Sesayut Kusumajati. Air 16 warna. Puja
Marga gamana

Soma:Dewanya Betara Soma (Dewi Ratih). Kalanya Kala Jerang. Butanya Buta Ulukebo.
Bebayuhan di Paibon, soroh 4 (pat). Sesayut Citarengga. Air 16 warna. Puja Setra gamana.

Anggara:Dewanya Bethara Rudra. Kalanya Durga. Butanya Banaspati. Bebayuhan di


Paiobon soroh 3 (telu). Sesayut Wirakusuma. Air 15 warna. Puja Siwa gamana.

Buda:Dewanya Betari Uma. Kalanya Sang Anggapati. Butanya Ulukumba. Bebayuhan di


Paibon soroh 7 (pitu). Sesayut Purnasuka. Air 10 warna. Puja Budha gamana.

Wrehaspati:Dewanya Betara Guru. Kalnya Anggapati. Butanya Buta Ulusinga. Bebayuhan di


Paibon soroh 8 (kutus). Sesayut Kusuma Gandawati. Air 20 warna. Puja Siwa Kalpa
gamana.

Sukra:Dewanya Betari Sri. Kalanya Sang kalajerang. Butanya Buta Ulugajah. Bebayuhan di
Paibon soroh 6 (nem). Sesayut Rajabira. Air 20 warna. Puja Setra gamana.

Saniscara:Deanya Betari Durga. Kalanya Barong. Butanya Raksasa. Bebayuhan di Paibon


soroh 9 (siya). Sesayut Kusumayuda. Air 9 warna. Puja Giri gamana.

Sumber :

Lontar Tenung Wrhaspati

Lontar Wrhaspati Kalpa

Lontar Pewetonan Bhaya Khalaning Rare

Lontar Bhaya Panghidep Pati

Lontar Indik Panyepihan, Sambutan, Otonan, Ngangkid dsb. Druwen Grhya Gede Puseh
Sanur, Grhya Wanasari Sanur.

Buku dan Catatan PHDI Pusat

Buku2 Indik Pebayuhan Oton dari berbagai sumber a.l. : Dra. Ni Made Sri Arwati, MSi, Ida
Ayu Surayin, Ida Bagus Putu Sudarsana, IN Singgin Wikarman, Dll.

Share this:

   


Like

Be the first to like this.

Search

DAFTAR ISI

(no title)
Notes
Siva Tattva Purana
Tattwa Buddha
Tutur Saraswati
Lontar Wrhaspati Kalpa
Sejarah Wangsa di Bali
SENTANA PAPERASAN
Lontar Andhabhuvana
Siwa Sesana
Kakawin Putra Sasana
TUTUR USANA DEWA
(no title)
Indik Lontar Sasab Merana
MAKNA SIWARATRI
Lontar Sanghyang Ajnana Wisesa
Lontar Sanghyang Kawuwusan Jati
Lontr Sanghyang Aji Rajapeni
Lontar Sipta Sunya Tan Pamaya
Lontar Tatwa Budha

Categories

Articles
Gallery

View Full Site

Blog at WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai