Anda di halaman 1dari 9

Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.

2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
E-ISSN : 2797-3603
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.719

FILOSOFI TIRTA SEBAGAI AIR SUCI DALAM


IMPLEMENTASI UPACARA DEWA YADNYA

Anak Agung Gde Krisna Paramita


Universitas Warmadewa

Abstrak
Ritual sebagai bukti fisik juga bisa disebut wujud simbolik dilandasi dengan praktik
kreasi – kreasi positif yang berdasarkan sastra veda, salah satu ajaran atau sebagai
karangka dasar yang disebut tatwa (kebenaran), etika (Prilaku etis), dan upacara (Ritual/
Praktek nyata). menjadikan adanya suatu pengamalan (bukti nyata) yang memiliki
demensi ialah disebut Yadnya sehingga melahirkan unsur keikhlasan dengan sarana
yang terpenting digunakan yakni diebut air suci lumrahnya bernama tirtha. Dalam
penelitian ini dapat menemukan secara filosofis tirtha sebagai lambang Pesucian pada
upacara Dewa Yadnya memiliki fungsi pada setiap jenis tirta tersebut.
Kata Kunci: Tirtha, Upacara Dewa Yadnya

I. Pendahuluan dalam memahami ajaran Hindu


Berbicara prihal unsur sibolik, (Gunartha:2014:57). Sesuai ajaran itu
Hindu adalah keyakinan yang sangat menjadikan adanya suatu pengamalan
kaya tentang hal tersebut. Sebab semua (bukti nyata) yang memiliki demensi
unsur dari praktik – praktik dalam ialah disebut yadnya.
lintasan religinya secara beragama sosial
tidak terlepas dari unsur sibolik, haluan Yadnya memang sudah lumrah
ini menjadi modal dasar yang wajib dikenal dan tidak asing lagi. Namun
dilaksanakan sebagai refleksi bentuk secara pengertian konperensif (scara
keyakinan atau kepercayaan. Sebagai menyeluruh) yadnya berarti korban, atau
ajaran yang pada dasarnya selalu kita persembahan, dimkasudkan agar
berhubungan dengan sang pencipta atau manusia siap untuk berkorban (Nala dan
Tuhannya. Berbicara dalam basis Wiradmaja2012:214). Dalam hal ini
realitas, sekecil apapun dilakukan pasti pengorbanan dilakukan untuk
dilalui dengan sebuah upacara ritual memuliakan tuhan denga realisasi Dewa
yang bertujuan mematerialkan tuhan yadnya, mewujudkan persembahan tulus
atau mewujudkan tuhan dengan berbagai ikhlas. Implementasinya yang dilakukan
visualisasi. merupakan sebuah kerja simbolis yang
dilaksanakan sebagai konsep dalam
Ritual sebagai bukti fisik juga bisa rangka membuka sublimasi diri, yang
disebut wujud simbolik dilandasi dengan dimana mencakup pada ranah prilaku
praktik kreasi – kreasi positif yang yang melahirkan unsur keiklasan dengan
berdasarkan sastra veda dan mufakat sarana yang terpenting digunakan yakni
lokal setempat dengan kata lain peranan diebut air suci lumrahnya bernama
sistem sosial yang ada (catur dresta). tirtha.
Hal ini juga tidak terlepas dari salah satu
ajaran atau sebagai karangka dasar yang Tirtha dikenal sebagai air suci yang
disebut tatwa (kebenaran), etika (Prilaku digunakan sarana praktik dalam agama
etis), dan upacara (Ritual/ Praktek Hindu, dimana wujud tirtha adalah
nyata). Ketiga acuan ini sebagai pondasi berasal dari air dan tidak bisa dipungkiri
awal atau landasan kita untuk berangkat bahwa kegunaan air diluar konteks

32
Filosofi Tirta Sebagai Air Suci dalam Implementasi Upacara Dewa Yadnya
Anak Agung Gde Krisna Paramita

sebagai wujud tirtha, memang sangat dalam kegiatan keagamaan umat Hindu.
diperlukan wujudnya oleh seluruh Dengan wujud inti dari tirtha yakni air,
ciptaan tuhan baik tumbuh – tumbuhan, merupakan sarana persembahyangan
binatang maupun manusia itu sendiri, yang penting dan diyakini sebagai air
karena air sebagai nutrisi kehidupan bagi pembersihan (pemarisudha) dan jenis air
semesta beserta isinya. anugrah ilahi (Wangsuh pada) yang
dipakai dalam persembahyangan sebagai
Menyinggung persefektif ilmu air suci di sebut tirta. Unsur ini tidak
biologi tentang air, bahwa air merupakan lepas dalam arti menjadi unsur
salah satu kebutuhan pokok sehari-hari terpenting disaaat yadnya dilakukan,
makhluk hidup di dunia ini yang tidak salah satunya yakni dalam konteks
dapat terpisahkan oleh air itu sendiri. penerapan dewa yadnya. Terkait hal itu
Tidak hanya penting bagi manusia, air dalam tulisan makalah ini akan
merupakan bagian yang penting bagi membahas tentang peranan tirtha
makhluk hidup baik hewan dan sebagai sarana penting dalam konteks
tumbuhan. Tanpa air kemungkinan tidak upacara Dewa yadnya dan bagaimana
ada kehidupan di dunia ini, karena semua makna sesungguhnya, sejauh mana
makhluk hidup sangat memerlukan air pentingnya tirtha serta fungsi tirtha yang
untuk bertahan hidup. Manusia mungkin digunakan secara rutinitas oleh umat
dapat hidup beberapa hari akan tetapi Hindu.
manusia tidak akan bertahan selama
beberapa hari jika tidak minum air, II. Metode
karena sudah mutlak bahwa sebagian
besar zat pembentuk tubuh manusia itu Peneliti ini menggunakan jenis
terdiri dari 73% adalah air penelitian kualitatif yang menyangkut
(Suriawiria,1996:28). agama, budaya, dan sosial karena dalam
penentuan datanya tidak menggunaan
Kegiatan sehari-hari manusia tidak perumusan atau data berupa angka, serta
dapat dipisahkan dengan manfaat menggunakan dua jenis data (data primer
penting dari air bagi kehidupan manusia dan data sekunder). Dalam
tersebut. Dijelaskan dalam Kanisius mengumpulkan data digunakan
(2003 :74) air sangat memiliki penentuan informan secara Purposive
kedudukan penting dalam kehidupan Sampling. Metode pengumpulan data
alam makro dan mikro karena hampir yang digunakan adalah observasi,
semua kegiatan manusia ini wawancara (interview), dokumen, dan
membutuhkan yang namanya peranan kepustakaan. Dalam metode analisis data
air, beberapa contoh sederhananya yang diperoleh diklasifikasikan dan
adalah dalam hal kebersihan rumah dan disusun secara sistematis sehingga
lingkungan pastinya kita membutuhkan diperoleh hasil yang disajikan dalam
air untuk mengepel, mencuci baju, bentuk narasi, uraian disertai
mencuci piring dan masih banyak lagi. argumentasi. Langkah-langkah yakni
Maka dari itulah kita tidak boleh Reduksi Data, Display data, dan
menyepelekan manfaat penting dari air Conclusion Drawing/Verification atau
bagi kehidupan manusia begitu pula mengorganisasikan data, menyusun ke
makhluk yang lainya sebagai penghuni dalam pola, memilih mana yang penting
semesta atau jagat raya juga memrlukan dan membuat kesimpulan.
air sebagai nutrisi hidupnya serta layak
mendapatkan air sebagai mana mestinya

Sedangkan tirta atau air suci


III. Pembahasan
merupakan salah satu sarana pokok

33
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
E-ISSN : 2797-3603
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.719

1. Tirtha Secara Filosofi dijelaskan di “kitab upanisad(dalam


Wiana 2012:51) Tatwa, etika dan
Pentingnya pembahasan tentang Upacara diibaratkan seperti sebutir telur
topik tirtha paling tidak wajib diketahui yang memiliki tiga lapisan yakni kuning
secara haluan kata apa sebenarnya arti telur (tatwa), putih telur (susila) dan kulit
dari tirtha tersebut. Secara harfiah arti telur (Upacara), ketiga lapisan ini tidak
dari tirtha berasal dari bahasa sansekerta bisa dipisahkan antara yang satu dengan
yang artinya “air suci”, dalam kamus yang lainnya. Agar sesuai dan terarah
istilah agama Hindu juga memberikan harus wajib didukung dengan berbagai
arti kata yang sama air suci, pemandian jalan, sesuai dengan kaidah ajaran Hindu
suci (Tim Penyusun,2002 : 117). memiliki empat jalan, yang disebut catur
marga. Catur Marga adalah empat buah
Berdasarkan hal itu, anggapan
jalan yang harus ditempuh oleh umat dan
tentang arti kata tirtha dari para ahli
memiliki keutamaan nilai sama yakni
bahasa dalam kamusnya memberikan
bagiannya adanya jnana marga, bhakti
pemahaman arti yang bereda- beda,
marga, karma marga, dan raja marga
namun kalau kita cari inti maksud
(Cundamani 1990:16). Setiap orang
terjemahannya memiliki arti makna yang
sebagai umat bebas memilih keempat
sama. Seperti yang tertuang dalam
jalan ini sesuai kondisi dan situasi
Wiana (1999 : 90-91) para ahli seperti
umatnya. Dalam arti yang mana bisa
Max Muller, Sir Monier William, I
ditempuh tergantung kemampuan umat
Kersten Svo, dalam bahasa Bali, Kamus
secara spritualitasnya masing- masing.
Bahasa lumbrah, Kamus Jawa Kuno
Zuetmulder (1995) menyebutkan arti Namun beragama dalam sistem
tirtha sebagai berikut : Permandian atau sosial khususnya wilayah Bali lebih
sungai, air suci, tempat perziarahan, dominan mempraktikan yadnya melalui
mengunjungi tempat – tempat suci, jalan bhakti dan karma, bhakti yang
bersuci dengan air, permandian, tempat dilandasi oleh cinta kasih dan karma
mandi atau tempat mandi suci. dengan kerja tanpa pamerih (Suhardhana
2014:19). Dari landasan tersebut
Selanjutnya disusul dalam
membuahkan suatu pengamalan dengan
penggalan kalimat dalam lontar panti
berkorban secara tulus ikhlas, jujur,
agama tirtha, disebutkan tirtha ngaran
tanpa paksaan serta teguh dalam
amertha” , yang artinya tirtha memberi
keyakinan sebagai kewajiban –
kehidupan (Tim penyusun,2000 : 60).
kewajiban, nah melalui landasan bhakti
Demikianlah arti tirtha dari beberapa
dan karma ini terwujudnya visualisasi
sumber literatur yang disebutkan dan
yadnya, yang salah satunya
memberikan pengertian bahwasannya
adanya”tirtha” (air suci). Filosofi
tirtha yang artinya air, yang sudah
tentang sarana air suci digunakan dalam
disakralisasikan. Proses sakral yang
kegiatan yadnya berlangsung juga
dilakukan bertujuan untuk memberikan
tersurat dalam kitab suci Bhagawad Gita
unsur nilai spritual terhadap sarana
IX.26, patram puspam phalam toyam ye
obyek yang diacarakan. Acara yang
me bhaktya prayacchati tadaham
dilakukan tidak bisa berdiri sendiri atau
bhaktyaupahritam
tidak lengkap tanpa pondasi lainnya
asnamiprayatatmanah, memiliki arti
yakni adanya tatwa dan susila.
siapapun yang sujud kepada-Ku, sebagai
Kehidupan beragama wajib umat dengan mempersembahkan sehelai
melalui ketiga pondasi ini tidak bisa daun, sekuntum bunga, sebiji buah-
dilakukan sepotong – sepotong karena buahan, seteguh air, akan aku terima

34
Filosofi Tirta Sebagai Air Suci dalam Implementasi Upacara Dewa Yadnya
Anak Agung Gde Krisna Paramita

sebagai bhakti persembahan dari orang 2. Jenis – Jenis Tirtha Dalam Dewa
yang berhati suci (Pudja, 2013). Yadnya
Secara pemahaman tirtha diyakini Praktik Dewa Yadnya secara
oleh umat memiliki kekuatan spritual, makna ialah memuliakan Tuhan, dengan
karena secara proses diperoleh dari dua mempersembahkan rasa syukur umat
cara, dijelaskan dalam Putra (1991 :12) atas karunia-Nya. Sarana tirtha dalam
sebagai berikut : implementasi yang dilakukan wajib
digunakan dalam hal adanya
a) Dimatrai oleh Pendeta atau orang persembahyangan. Ada dua jenis tirtha
yang dianggap wajar untuk secara lumrah dikenal oleh umat pada
maksud tersebut. Tirtha ini masih persembahyangan yakni tirtha
diangap “penglukatan” atau pembersihan (pemarisudha) dan tirtha
pembersihan terhadap diri wangsuh pada. Seperti penjelasan diatas
seseorang serta alat – alat dan yang sudah dikemukakan bahwa air
sesajen yang akan dipergunakan merupakan sarana yang sangat penting
dalam suatu upacara. sebagai simbol dalam persembahyangan
b) Dimohon disuatu pelinggih atau seperti yang dijelaskan dalam
tempat yang diangap suci oleh Suhardhana (2005;17) sebagai berikut :
umat Hindu. Tirtha semacam ini
dianggap sebagai “anugrah” a) Air merupakan lambang
karena kesucian atau kekuatan penyucian diri dan amertha atau air
spritualnya diyakini berasal dari kehidupan dan kehidupan dan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa kebahagiaan. Ada dua jenis air
dalam berbagai manifestasi-Nya kehidupan yang dikenal air
yang dipuja pada pelinggih atau digunakan membersihkan panca
tempat bersangkutan. indra kita dan air kebahagiaan
yang disebut tirtha.
Penjelasan diatas terkait
pemahaman yadnya dalam teks b) Air biasa dengan sesajen (banten )
Bhagawad Gita tersurat kata toyam yang dan mantra dengan permohonan
artinya air. Air yang dimaksud ialah warenugraha kepada Tuhan dapat
tirtha itu sendiri sebagai salah satu dijadikan tirtha amertha yang
sarana utama dalam yadnya. Hal yang dapat memberikan kebahagiaan
perlu diketahui juga bahwa tirtha umat yang memuja-Nya. Karena
memiliki pengertian melakukan itu tirtha dikatakan sebagai
perziarahan atau melakukan perjalanan mempunyai fungsi pembersihan
mengujungi tempat – tempat suci seperti diri dari kekotoran dan
penjelasan diatas. Hal ini juga memiliki pencemaran fikiran, sebagai tirtha,
makna secara aplikasi beragama Hindu air suci itu menjadi benda sakral
yang sudah mentradisi dilakukan di Bali diyakini mampu mensucikan
adalah tirtha yatra. Tirtha yatra yang pikiran dan perasaan.
dijelaskan dalam kamus istilah agama
Hindu adalah perjalanan suci ketempat – Selain itu juga ada tirtha yang
tempat suci (Tim Penyusun, 2002:18). dibuat oleh sulinggih (Dwijati) atau
Pemahaman ini secara istilah disebut disebut juga Sang Diksita khususnya
sebagai ajaran dharma sedhana yang untuk tirtha pembersihan dalam tradisi
dimana dalam pengamalannya menitik loka disebut sebagai tirtha Griya karena
beratkan kepada prilaku – prilaku diperoleh dari seorang Sulinggih dan
pengamalan kerohanian untuk juga ada tirtha yang didapat melalui
melakukan pendakian spritual Hindu. memohon (nuur) oleh Pemangku,
pemangku dalang Balian (Wiana,
35
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
E-ISSN : 2797-3603
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.719

1999:92). Selanjutnya dijelaskan juga 3. Fungsi Tirtha Sebagai Lambang


dalam Tim Penyusun (2002:117) didapat Penyucian
dengan memohon kepada Tuhan serta
segala manifestasi beliau demikian juga Tirtha secara relaitas tindakan
tirta di dapat oleh pendeta (Sang Dwi kegiatan Hindu sangat banyak memiliki
Jati) dengan segala puja doa mantra fungsi Berbicara terkait fungsi menurut
beliau. Tirta berarti : air suci, kamus besar bahasa indonesia pastilah
permandian suci, amerta, laut. mengarah pada suatu obyek yang
memiliki kegunaan sesuai penerapan
Tirtha kehidupan atau disebut yang ingin dilakukan (Tim Penyusun,
tirtha amertha secara implementasinya 2004 : 225). Maka dari itu dalam hal ini
ditunjukan dengan tradisi melasti/melis membahas tentang fungsi tirtha sebagai
setiap 1 tahun sekali menurut kelender penyucian. Dimaksud sebgai penyucian
Bali. Upacara melasti ini menjadi ialah contoh dalam wujud upakara
landasan utama memperoleh tirtha sering disebut bebantenan. Secara
amertha, dijelaskan dalam lontar penerapan yang sudah rutinitas
sundarigama dan lontar sanghyang aji dilakukan bebantenan sebelum di
swamandala ialah :“Melasti ngarania persembahkan terlebih dahulu disucikan
prawatek Dewata Anganyutaken secara simbolis dengan tirtha
laraning jagat, papa klesa, letuhing pembersihan yang dibuat oleh Pendeta.
bhuana, ngamet sarining amertha ring
telenging segara. Kewajiban mensucikan upakara
atau bebantenan yang akan
Memiliki arti bahwa melasti dipersembahkan dengan tirtha seorang
adalah meningkatkan bhakti pada Pendeta / Sang Rumage Diksita, termuat
Dewata untuk menghanyutkan dalam lontar tutur gong wesi, yang
penderitaan masyarakat, menghilangkan isinya ialah : saluwir bebanten yadnya
kekotoran diri atau papa klesa dan matirthakaryan Padanda Putus tan
menghilangkan kotornya alam semesta ketampi aturaniya, memiliki arti : segala
dengan mengambil sari – sari kehidupan sesaji atau upakara yadnya kalau tidak
ditengah lautan (Wiana, 2013 : 94). Dari disucikan dengan tirtha yang dibuat oleh
penjelasan ini adanya tradisi melasti di Pendeta utama, tidak akan diterima
masing – masing desa pakraman yang persembahannya (Sudira, 2006 : 82).
ada di Bali tepatnya sebelum hari raya Oleh sebab setiap upakara yadnya atau
nyepi dilaksanakan. Tujuannya tidak ada sesaji sebelum digunakan sebagai sarana
lain untuk menyucikan alam makro persembahan dipercikan tirtha
maupun mikro (bhuna agung kelawan penglukatan. Hal ini menjadikan tradisi
bhuana alit). Menyucikan lingkungan diterapkan di Bali dengan adanya tirtha
Desa Pakraman pada waktu upacara Griya yang digunakan untuk sarana
melasti. Prosesi melasti secara tirtha penglukatan.
mentradisi dilakukan dengan mengusung
Arca dan juga Pralingga yang Istilah penglukatan ini sesungguh-
melambangkan visualisasi manefestasi nya berasal dari kata “kukat” dalam
Tuhan serta kemahakuasaan Tuhan. bahasa jawa kuna berarti membebaskan
Mengingat Arca dan Pralinga yang di (Zuetmulder, 1995). Fungsi tirtha
usung kelaut (segara) diyakini memiliki penglukatan adalah tahap awal atau
unsur sakral serta memiliki nilai pertama untuk membebaskan segala
kesucian sangat di istimewakan dalam sesuatu yang berhubungan dengan
sistem sososial Hindu yang ada di Bali. upacara keagamaan itu sendiri, dari
kekotoran fisik dan spritual. Dengan
36
Filosofi Tirta Sebagai Air Suci dalam Implementasi Upacara Dewa Yadnya
Anak Agung Gde Krisna Paramita

kenyataan kekotoran yang ditibulkan Sarana tirtha sudah secara jelas


dari pikiran (upadrawa) dan perkataan dipaparkan diatas, namun secara peranan
(ujar ala), tirtha pembersihan inilah kedudukan memiliki keutamaan. Bisa
yang membebaskan suatu kenyataan dikatakan sebagai peranan yang utama
segala obyek sudah benar – benar suci. sebagai simbol dalam upacara Dewa
Yadnya. Sebelum membahas kedalam
Unsur lainnya juga Sang Diksita haluan tersebut terlebih dahulu berbicara
atau Pendeta diasaat membuat tirtha tentang apa simbol. Berbicara tentang
penglukatan menggunakan mantram simbol adalah suatu hal atau keadaan
“Apsu Dewa”, yang ditujukan keada yang merupakan pengantaran dan
Dewi Gangga untuk menyucikan segala pemahaman tentang objek. Menurut
yang berhubungan dengan hal – hal Victor Tuner, simbol adalah suatu hal
negatif. Di samping itu ada pula yang diterima dengan persetujuan umum
mantram yang digunakan untuk ngelukat sebagai yang mewakili atau yang
segala sesajen dengan mantram : om menjadi ciri khas dari suatu yang
sidhi guru sarasat, om sarwa wighnaya dipenuhi dengan kualitas enologi atau
namah, sarwa klesa, sarwa roga-sarwa gatio terdapat dalam kenyataan atau
satru-sarwa papa winasa ya namah pikiran. Simbol-simbol dalam agama
swaha (Wiana,1999 : 96). Hindu dengan berbagai bentuk wujud
Memperhatikan mantram ini pada nama dan fungsinya mengandung arti
hakekatnya bertujuan sama dengan untuk mendekatkan umat kepada yang
mantram ”Apsu Dewa diatas, bertujuan dipuja melalui sarana – sarana tertentu
agar upacara dapat terlepas dari godaan sebagai media sakralisasi yakni, Tuhan
/hambatan, penyakit, cacat dan papa Yang Maha Esa, manifestasi-Nya, para
supaya lenyap. dewata, roh-roh suci, para rsi dan roh
suci leluhur yang telah disucikan sesuai
Mantram – mantram diatas adalah
ajaran Hindu (Titib, 2003:63-67).
mantaram untuk membuat tirtha
penglukatan dibuat oleh Pendeta, Peranan tirtha memang sangat
sedangkan kalau pembuatan tirtha oleh menjadi sentral dalam kegiatan
Pemangku atau Pinandita dibuat melalui keagamaan Hindu, seolah – olah tanpa
memohon kehadapan Dewa Siwa hadirnya tirtha atau air suci saat prosesi
dengan mengucapkan seha Mangku. yadnya terasa yadnya yang di
Tirta berfungsi untuk membersihkan diri aplikasikan kurang lengkap. Senada
dari kekotoran maupun kecemaran dengan hal tersebut menjadikan simbol
pikiran. Dengan cara dipercikkan pada sarana tirtha menjadi memiliki peranan
tubuh, diminum dan dibasuhkan di muka penting serta kesakralan tirta
merupakan simbolisasi pembersihan berdasarkan kemauan umat karena
bayu, saba dan idep (Tim Penyusun, keyakinan dan kepercayaan penuh.
2000 : 71). Tirta bukan air biasa, tirta Landasan ini tersurat dalam lontar siwa
adalah benda materi yang disakralkan gama ialah, “kirang banten atuku dening
dan bisa menumbuhkan perkembangan mantra, kirang mantra atuku dening
fikiran yang suci. Penjelasan ini juga adnyana, kirang adnyana atuku dening
tersurat dalam teks lontar widi sastra, tirtha”(Putra, 2000 : 110) .
menjelaskan manfaat tirtha
menyebabkan fikiran baik (idep suci), Memperhatikan sumber sastra
Prilaku teladan (ambek rahayu) dan tersebut jelas sekali bagaimana
berbicara penuh kesejukan (sabda sesungguhnya posisi tirtha, karena
menak). makna yang terkandung dalam konteks
penerapan prosesi yadnya terkadang
4. Peranan Keutamaan Tirtha sebagai umat tidak tau bahkan awam
Dalam Dewa Yadnya
37
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
E-ISSN : 2797-3603
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.719

tentang upakara yang dihaturkan. pengamalan yang aktual menuju


Apakah sudah pas atau ada yang kurang. pendakian spritual dengan cara
Belum juga mantra yang dilantunkan, mengunjungi tempat – tempat suci (Pura
beserta titik fokus yang dihayati Khayangan). Kegiatan aktual ini juga
mempunyai solusi bermuara pada tirtha. tidak lepas pada tujuannya, yang
Biasanya tirtha dipercikan dan bermuara pada pencarian air suci demi
diminum, nah setelah diminum disebut kesejukan hidup lahir maupun bathin.
nunas tirtha, terkesan dan tersa hal yang
berbeda dari sebelumnya, dalam arti Pemahaman tentang Tirtha Yatra
pikiran bertambah tenang, hati terasa secara konferhensif sudah sering
damai, getaran spiritual muncul dan ada diaktualisasikan oleh umat Hindu,
juga fakta setelah nunas tirtha orang sebagain besar umat Hindu yang bersifat
yang sakit berangsur – angsur pulih dari hiterogen dalam sistem sosial perna
sakitnya (Tim Penulis, 20015:06). mengamalkan ajaran Tirtha Yatra.
Pemahaman tersebut yang memberikan Karena konsep ajaran Tirtha Yatra
filosofi makana bahwa kekuatan air suci sangat utama dan juga memiliki
yang disebut tirtha memiliki kekuatah kedudukan peran yang sangat utama,
magis positif yang rahasia dan seperti tersurat dalam teks sastra
memberikan konteibusi spiritual. saramuscaya sloka 279 adapun isinya
sebagai berikut : Apan Mangke
Berikutnya adanya pemahaman Kotamaning Tirtha Yatra, atyanta
konteks Piodalan dengan tradisi di Bali pawitra, lwih sangkeng kapawananing
sebagai kegiatan Dewa Yadnya memiliki yadnya, wenang ulah akena ring
pemaknaan sebagai hari jadi suatu daridra. Arti dari teks sastra diatas
tempat suci atau bisa di artikan sebagai adalah sebab keutamaan Tirthayatra itu,
upacara ucapan rasa syukur umat amat suci, lebih utama dari pada
biasanya dirayakan setiap 6 bulan sekali pensucian dari yadnya, karena
atau 1 tahun sekali menurut pedoman Tirthayatra dengan mengunjungi tempat
kalender bali. Hal yang menarik disini – tempat suci dapat pula dilakukan oleh
adalah penyebutan kata Piodalan juga orang miskin (Kajeng, 2009 : 212).
lumrahnya disebut sebagai Petirtan dan
juga sering disebut sebagai Petoyan. Sekarang terkait tentang sikap
Secara arti kata antara Petirtan dan metirta harus betul – betul dihayati dan
Petoyan keduanya memiliki arti tentang dilaksanakan dengan benar, mengingat
air, namun secara filosofi literatur belum isi dari uraian diatas bahwa tirta tersebut
ditemukan apa sesungguhnya, mengapa memiliki makna dan tujuan
kata Piodalan disebut juga sebagai pengelukatan dan pebersihan. Caranya
Petirthan dan Petoyan. dijelaskan dalam Suhardhana (2005 : 50-
51) adalah sebagai berikut :
Nah hal ini apabila dikaji
menggunakan teori kemungkinan bisa
a) Tirta dipercikan ke ubun – ubun
jadi penyebutan nama Patirthan dan
sebanyak tiga kali sambil
Petoyan digunakan sebagai penyebutan
mengucapkan mantra dalam hati
saat upacara Dewa Yadnya karena unsur
(japa), mantranya :Ong Hrang
dari kegiatan tersebut tidak terlepas dari
Hring Sah Parama Siwa Merta
peranan air dan secara implementasi
Yenamah Suaha, memiliki makna
memang demikian adanya. Senada
memohon peleburan dosa agar
dengan hal tersebut pula adanya konsep
dikaruniai kebahagiaan lahir dan
tentang Tirtha Yatra, secara harfiah arti
bathin.
dari Tirtha Yatra merupakan suatu
38
Filosofi Tirta Sebagai Air Suci dalam Implementasi Upacara Dewa Yadnya
Anak Agung Gde Krisna Paramita

b) Minum tirta sambil mengucapkan yang memberikan kebahagiaan sejati


doa didalam hati. Minum pertama kepada umat-Nya yang bhakti kepada-
mantra :Ong Atma Paripurna Nya.
enamah swaha, minum kedua
mantra : Ong Jiwata Paripurna
IV. Penutup
Yenamah Suaha, minum ketiga,
mantra Ong Sarira Paripurna Berdasarkan isi Makalah yang
Yenamah Suaha. ditulis, dengan mengacu pada berbagai
sumber yang berbentuk literatur, penulis
Pada waktu meraup digunakan makalah dapat menyimpulakan hasil
tangan tangan yang diusapkan dimulai tulisannya, sebagai berikut :
dari dahi turun sampai ke dagu ( artinya
1. Air sebagai lambang penyucian
mohon pengelukatan), kemudian dari
(tirtha) jasmani dan rohani,
dagu naik keatas sampai ke ubun –
disebut sebagai amertha, sebagai
ubun (artinya memohon
air kehidupan dan kebahagiaan
pebersihan), demikian berulang kali
karena sebagai umat tidak bisa
sebanyak tiga kali. Dan terakhir ke dada
Hidup tanpa air, air memiliki
sambil mengucapkan mantra dalam hati,
peranan yang sangat utama serta
dijelaskan oleh Informan Ida Pedanda
kedudukan air berarti dalam segala
Gede Pemaron yakni, raup pertama :
ruang lingkup kehidupan.
Ong Ksemung Siwa Merta Yenamah,
Raup kedua : Ong Ksemung Sadha 2. Air suci diyakini sebagai anugrah
Siwa Yenamah dan Raup ketiga : Ong dengan konteks dalam kegiatan
Ksemung Parama Siwa Mertha Hindu memohon waranugraha
Yenamah,. melalui persembahan dan
pengucapan mantram (utamane
ganggastava).
Demikian tata cara metirta yang
baik, sesuai dengan etika menurut 3. Tirtha memiliki kedudukan dan
sumber – sumber sastra yang ada. peranan yang sangat penting dalam
Sehingga pengamalan Dalam Teks mengimplementasikan wujud
sastra “silakrama” disebutkan upaya pengorbanan karena merupakan
penyucian stula sarira, antakarena sarira sarana yang memberi implikasi
dan suksma sarira, semasih hidup kesejukan hidup sehinga
sebagai berikut : Adbhir Gatrani implementasi pikiran yang baik,
Sudyanthi, M’anah Satyena Sudyanthi, perkataan yang baik serta
Widyattapobhyam Bhrtatma Budhir, perbuatan yang baik bisa
Jnanena Sudyati. Dengan artinya ialah, dilaksanakan secara terarah.
tubuh dibersihkan dengan air (tirta),
pikiran dibersihkan dengan kejujuran,
roh (Atma) dibersihkan dengan ilmu,
DAFTAR PUSTAKA
akal dibersihkan dengan kebijaksanaan.
____________.2012. Mengapa Bali
Bertitik tolak dengan pemahaman Disebut Bali. Denpasar: Paramita
diatas yang menjelaskan keutamaan Cundamani, 1990,Pengantar Agama
tirtha, sesungguhnya sangat memiliki Hindu Untuk Perguruan Tinggi,
peranan dalam merealisasikan wujud Jakarta:Yayasan Dharma Sarathu.
Dewa Yadnya, sebagai sumber Gunarta, I Made, 2014, Kearifan Bali
kehidupan yang diperoleh dari mata air, bicara melalui tindakan,Gianyar,
akan berubah menjadi tirtha amertha Yayasan Kryasta Guna.
39
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
E-ISSN : 2797-3603
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.719

Kajeng dkk, I Nyoman. 2009.


Saramuscaya Dengan Teks
Bahasa Sansekerta Dan Jawa
Kuna. Jakarta : Paramita
Kansius. 2003, Telaah Kualitas Air.
Anggota IKPI Yogyakarta
Nala, I Gusti Ngurah & Wiratmadja, I
G.K. Adia, 2012, Murda Agama
Hindu, Program Bimbngan
Masyarakat Hindu, Upada Sastra.
Pudja, G. 2013, Bhagawad Gita
(Pancama Veda), Paramita:
Surabaya
Putra, I Gusti Agung Mas. 1991. Muspa
Dan Pemuspan. Cetakan III
Sudira, I Made. 2006. Tutur Gong Wesi
: Paramita Surabaya
Suhardana, 2005. Pedoman Sembahyang
Umat Hindu, Surabaya, Paramita.
Surawiri, Unus, 1996. Air Dalam
Kehidupan Dan Lingkungan Yang
Sehat. Alumni.
Tim Penulis, 2015. Revitalisasi Agama
Tirtha Di Bali. Pustaka Ekspres
Fakultas Ilmu Agama Dan
Kebudayaan UNHI Denpasar.
Tim Penyusun, 2002.Kamus Istilah
Agama Hindu, Pemerintar Prov.
Bali
Tim Penyusun, 2014, Kamus Bahasa
Indonesia Edisi BaruJakarta,
Pandom Media Nusantara
Tim Penyusun. 2000. Arti dan Fungsi
Sarana Upakara. Denpasar :
Milik Pemerintah Propinsi Bali.
Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-
Simbol dalam Agama Hindu.
Surabaya: Paramita.
Wiana, I Ketut. 1999. Arti Dan Fungsi
Sarana Persembahyangan.
Denpasar: Paramita.
Zoetmulder.P.J, 1995, Kamus Jawa
Kuno- Indonesia, Jakarta,
Gramedia Pustaka Umum.

40

Anda mungkin juga menyukai