Anda di halaman 1dari 14

1

MENGAPA PENTING MEMAHAMI DAN

MELAKSANAKANTRI KERANGKA DALAM

AGAMA HINDU

Nama : I Komang Fajar Hery Putra

NIM : 2311031429

Absen : 39

Kelas : A2 Bangli

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah


Agama Hindu sebagai agama tertua di dunia selalu mengalami
perkembangan disetiap zamannya. Dalam sejarah Agama Hindu, banyak ahli
sejarah yang mencatat bahwa perkembangan Hinduisme dari setiap zamannya
terus mengalami evolusi yang dimulai dari Zaman Weda (2.000 SM – 1.000 SM),
Zaman Brahamana (1.000 SM – 300 SM), Zaman Purana (300 SM – 700 SM),
Zaman Reformasi Hindu (700 SM – 1.200 SM), dan hingga pada Zaman Hindu
Modern. Namun setiap evolusi perkembangannya, Hinduisme mampu menyerap
dan memfilter terhadap segala perubahan yang terjadi bagaikan air yang terus
megalir mengikuti arus. Pada masing-masing periodenya, evolusi Hinduisme
memiliki implementasi pemujaan tuhan yang berbeda-beda, namun esensinya
tetap sama. Setiap zaman mempunyai karakterisktik tersendiri dalam segala aspek
yang mencakup tata cara pemujaan, ritual, upacara dan yang lainnya
2

Pada zaman weda, kehidupan beragama Hindu mengenal dengan


pemujaan banyak Dewa, seperti Dewa Matahari (Surya), Dewa Bulan (Candra),
Dewa Api (Agni), Dewa Hujan (Indra), dan masik banyak lagi. Pada zaman
brahmana, kehidupan manusia mulai didominasi oleh upacara yajna
(persembahan) yang wajib dilaksanakan sesuai dat istiadadat setempat, mulai
adanya sebuah peraturan dan kewajiban keagamaan, pemujaan terhadap banyak
dewa-dewa sudah mulai dispesifikasi menjadi tiga Dewa utama, yaitu Brahma,
Wisnu, dan Siwa yang disebut Tri Murti. Pada zaman purana, mulai muncul
sekte-sekte yang kadang saling bertentangan, kembali munculnya pemujaan
terhadap banyak dewa sesuai sekte masing-masing (pemujaan kepada 33.000.000
Dewa), munculnya perhitungan tentang yuga (zaman), dan pada zaman purana
inillah muncul perayaan hari raya Agama Hindu. Diprediksikan padan zaman
purana ini juga Agama Hindu menyebar ke Indonesia, khususnya di Bali yang
pada masa itu banyak terdapat sekte-sekte. Setelah melewati tiga zaman (Weda,
Brahmana, Purana), muncullah Zaman Reformasi Hindu (Reformation Of
Hinduism), pada zaman ini ditandai dengan munculnya aliran Filsafat Hindu
(Darsana) sehingga pemikiran umat Hindu pada zaman ini sudah mulai berpikir
ke arah filsofis.

Dewasa ini perkembangan Agama Hindu telah menghadapi masa


medernisasi (Modern Of Hinduism). Kemajuan teknologi dan juga pengaruh
globalisasi telah murubah mind set umat Hindu sedikit demi sedikit. Kebutuhan
hidup yang semakin kompleks membuat umst Hindu pada zaman ini mulai
berpikir secara instant, dalam artian selalu ingin sesuatu yang cepat dengan usaha
yang tidak optimal. Sering terjadi kekeliruan dari segi upacara yajna khususnya
agama Hindu di Bali mengganggap bahwa yajna selalu diidentikan dengan sarana
upakara yang mewah, seperti contoh banten gebogan. Terkadang sering terlihat
pada hari raya keagamaan, banyak umat yang saling berlomba untuk membuat
banten gebogan yang mewah untuk meninggiksn status sosial. Jelas sering sekali
telihat kekeliruan yang terjadi jika dilihat dalam perspektif Acara Hindu. Padahal
secara filosofis (Tattwa), banten gebogan yang mewah tidak akan ada artinya bila
kesucian pikiran yang harusnya tertuju dan terpusat pada Ida Sang Hyang Widhi
3

Wasa telah berubah menjadi arogansi peninggian status sosial belaka. Apalagi
etika Hindunya (Susila) tidak mencerminkan sikap yang baik. Hal ini tentu
menjadi kekeliruan yang harus dibenahi. Seharusnya Tri Kerangka Dasar Agama
Hindu harus sejalan dan berkorelasi satu sama lain, yaitu antara Tattwa, Susila,
dan juga Acara sehingga tercipta keselarasan dan keseimbangan umat manusia
dalam menghadapi pengaruh mederninasi. Tri Kerangka Dasar inilah yang
dijadikan sebaga fondasi utama yang kokoh dalam menghadapi tantangan zaman
yang terus berkembang.

1. 2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, bahwa dapat di simpulkan bahwa
Rumusan Masalah dari paper berikut ini :

1. Jelaskan apa pengertian dari tiga kerangka dasar dalam Agama Hindu?
2. Sebutkan dan jelaskan apa saja bagian- bagian dari tiga kerangka dasar
dalam Agama Hindu?

1. 3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, bahwa dapat di simpulkan bahwa Tujuan
Penulisan dari paper ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa pengertian dari kerangka dalam Agama Hindu


2. Untuk mengetahui apa saja bagian- bagian dari tiga kerangka dasar dalam
Agama Hindu
4

PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Tiga Kerangka Dasar dalam Agama Hindu


Dalam ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal
dengan "Tiga Kerangka Dasar", di mana bagian yang satu dengan lainnya saling
isi mengisi atau berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati
dan diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa.
Sudharta & Puniatmaja (2001:5) dalam buku Upadesa dijelaskan bahwa tiga
kerangka dasar agama Hindu adalah satu kesatuan. Diibaratkan tattwa itu sebagai
kepala, susila itu sebagai hati, dan acara itu sebagai tangan dan kaki agama.

Agama Hindu memiliki tiga kerangka yang menjadi landasan dasar


pelaksanaan aktivitas keagamaan. Tiga kerangka dasar tersebut terdiri dari tattwa,
susila, dan ācarā. Tattwa merupakan inti dari ajaran agama Hindu, filsafat dalam
agama Hindu yang memberi arti dan makna dalam setiap aktivitas keagamaan
yang dilaksanakan. Susila merupakan seperangkat aturan yang menjadi dasar
pelaksanaan aktivitas keagamaan dalam agama Hindu sedangkan ācarā
merupakan serangkaian aktivitas keagamaan dalam agama Hindu sebagai bentuk
implementasi dari tattwa dan susila. Ketiga bagian tersebut saling mempengaruhi
saling memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Tiga kerangka tersebut
memberikan fungsi masing-masing dalam setiap pelaksanaan dan pengamalan
ajaran agama Hindu dalam prakteknya pada kehidupan sehari-hari.

Ācarā atau ritual merupakan kulit luar yang nampak sangat jelas dalam
aktivitas keagamaan umat Hindu secara umum dan di Bali khususnya. Secara
umum dalam pelaksanaan ritual keagamaan umat Hindu senantiasa menyertakan
persembahan berupa upakara sebagai wujud rasa bhakti kehadapan Hyang Widhi
Wasa dengan segala manifestasiNya. Selain itu, upakara sendiri merupakan media
penerapan ajaran agama. Wiana di dalam bukunya menjelaskan bahwa demikian
juga halnya dengan upacara dan upakara agama Hindu sebagai media penerapan
5

Sanatana Dharma menjadi tradisi yang disebut ācarā agama Hindu. Upacara dan
upakara agama Hindu itu adalah salah satu wujud dari acara agama Hindu. Salah
satu unsur dari upacara agama Hindu itu adalah banten dalam tradisi agama Hindu
di Bali (Wiana, 2009).

Sangat jelas disini, Tri Kerangka Dasar agama Hindu antara satu dengan
lainnya saling terikat dan berhubungan.Tattwa menjadi landasan teologis dari
semua bentuk pelaksanaan ajaran agama Hindu. Susila menjadi landasan etis dari
semua perilaku umat Hindu dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia,
dan dengan alam lingkungannya. Sedangkan acara menjadi landasan prilaku
keagamaan, tradisi, dan kebudayaan religius. Acara mengimplementasikan tattwa
dan susila dalam wujud tata keberagamaan yang lebih riil dalam dimensi
kebudayaan. Tanpa adanya acara, agama hanyalah seperangkat ajaran yang tidak
akan nampak dalam dunia fenomenal. Secara sosio-antropologis, acara menjadi
identitas suatu agama karena ia melembaga dalam sebuah sistem tindakan.
Sebaliknya, tattwa (Ketuhanan) sangat abstrak sifatnya, demikian halnya dengan
susila yang tidak hanya dibentuk oleh agama, melainkan juga oleh tradisi, adat,
kebiasaan, tata nilai dan norma-norma social (Somawati & Diantary, 2021).

Persembahan bagi umat Hindu pada umumnya menggunakan berbagai


sarana untuk memantapkan hati dalam pelaksanaannya. Sarana-sarana tersebut
merupakan visualisasi dari ajaran-ajaran agama yang tercantum dalam kitab suci.
Sarana persembahan tersebut yaitu ada berupa daun, bunga, buah, ada juga air dan
dupa, ikan, hewan, wewangian, biji-bijian dan yang lainnya. Umat Hindu Bali
biasanya merangkai berbagai sarana tersebut dalam bentuk upakara atau banten.
Setelah dipersembahkan, upakara yang telah dipersembahkan kepada Hyang
Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya tersebut disebut prasādam atau di Bali
disebut dengan lungsuran. Inilah yang kemudian dinikmati oleh umat Hindu
sebagai anugerah Hyang Widhi Wasa. Apabila dikaji lebih lanjut, selain
merupakan sarana pelaksanaan ācarā agama Hindu, upakara yang telah
dipersembahkan (prasādam) mengandung nilai filosofis, ajaran susila dan
merupakan sarana pembentukan karakter umat Hindu
6

2. 2 Bagian-Bagian Tiga Kerangka Dasar dalam Agama


Hindu
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bagian-bagian Tiga Kerangka Dasar
dalam Agama Hindu tersebut adalah sebagai berikut :

a) Tattwa (filsafat)

Tattwa adalah inti kebenaran dasar agama Hindu yang mengandung cara
dalam melaksanakan ajaran agama dengan mendalami pengetahuan dan filsafat
agama. Tattwa merupakan hal yang penting dalam membangun kepercayaan dan
keyakinan terhadap keberadaan Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dasar
keyakinan ini mencakup lima hal yang disebut Panca Sradha. Dengan memaknai
Tattwa sebagai bentuk keyakinan bahwa Tuhan adalah maha segalanya, maka
akan membuat manusia untuk hidup berdampingan, saling menjaga dan
mengasihi, baik kepada manusia maupun kepada ciptaan Tuhan lainnya.

Tattwa (filsafat) merupakan dasar keyakinan (sradha) dalam teologi


Hindu. Dalam pengertian sederhana, tattwa dapat diartikan sebagai filsafat Agama
Hindu, namun pada pengertian yang lebih spesifik, Tattwa lebih dari sekedar
filsafat karena di setiap kebenarannya harus di sadari oleh suatu keyakinan.
Seperti contohnya, atma yang dibungkus oleh jiwa pada badan halus manusia
hidup dan dapat bernafas. Dalam sudut pandang filsafat, hal ini perlu di cari
kebenarannya hingga menemukan pembuktian yang jelas. Jika ditinjau dari sudut
pandang tattwa, atma pada jiwa manusia harus diyakini kebenarannya, sebab
apabila dicari pembuktian yang jelas, akan susah mengungkapkan bentuk atma
karena bentuknya abstrak. Itulah yang menjadi perbedaan dan persamaan Tattwa
dan filsafat.

Tatwa berasal dari bahasa sansekerta, Tattwa memiliki berbagai


pengertian seperti : kebenaran, kenyataan, hakekat hidup, sifat kodrati, dan segala
sesuatu yang bersumber dari kebenaran. Agama Hindu mempunyai kerangka
7

dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep
pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat
yang disebut Tattwa. Tattwa dalam Agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh
pikiran manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana.
Ada 3 (tiga) cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana. Tri Pramana ini
adalah tiga cara untuk memperoleh pengetahuan, antara lain :

1) Agama pramana : Percaya didasarkan keterangan para orang suci;


2) Anumana Pramana : Percaya dengan menarik kesimpulan dari adanya
tanda-tanda; dan
3) Pratyaksa Paramana : Percaya berdasarkan kenyataan.

Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat
menerima kebenaran hakiki dalam tattwa, sehingga berkembang menjadi
keyakinan dan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut
dengan sradha. Dalam Hindu, sradha dibagi menjadi 5 (lima) esensi, disebut
Panca Sradha. Panca sradha adlah 5 keyakinan dalamagama hindu, yang mana
bagian-bagiannya adalah sebagai berikut :

1) Sradha brahman, yaitu keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha


Esa sebagai maha pencipta, maha kuasa dan maha pengampun.
2) Sradha atman, yaitu keyakinan terhadap atma sebagai sumber hidup
dari seluruh makhluk berasal dari brahman. Bersifat abadi, tidak
berubah tidak mati, sebagaimana sifat-sifat tuhan atau brahman. Ada
dalam setiap makhluk.
3) Sradha karma phala, yaitu keyakinan terhadap bahwa setiap perbuatan
mendapatkan pahala atau hasil.
4) Sradha punarbhawa, yaitu keyakinan terhadap kelahiran kembali ke
dunia. Kualitas kelahiran kembali kedunia ditentukan oleh kualitas
karma masing-masing orang.
5) Sradha Moksa, yaitu keyakinan terhadap adanya kebahagiaan yang
kekal abadi, yaitu bersatunya kembali atma kepada Brahman. Inilah
yang menjadi tujuan tertinggi setiap umat Hindu.
8

Berbekal Panca Sradha yang diserap menggunakan Tri Pramana ini,


perjalanan hidup seorang Hindu menuju ke satu tujuan yang pasti. Kearah
kesempurnaan lahir dan batin yaitu Jagadhita dan Moksa. Ada 4 (empat) jalan
yang bisa ditempuh, jalan itu disebut Catur Marga. Catur Marga ialah tempat jalan
atau cara mengamalkan agama Hindu (Veda) dalam kehidupan dan dalam
bermasyarakat. Oleh karena keadaan dan kemampuan lahir-batin umat Hindu
tidak semua sama maka Veda mengajarkan Catur Marga (empat jalan) agar semua
umat dapat beragama sesuai kemampuannya. Bagian-bagian Catur Marga antara
lain :

1) Bhakti Marga : Mengamalkan agama dengan melaksanakan bhakti atau


sembahyang, cinta kasih terhadap sesama ciptaan Tuhan, baik sesama
manusia maupun dengan makhluk lain yang lebih rendah dari manusia
yang disertai sarana bhakti. Jadi apabila orang telahbersembah yang
dan hidup kasih sayang terhadap sesama makhluk itu berarti telah
mengamalkan ajaran Veda melalui jalan bhakti.
2) Karma Marga : Mengamalkan agama dengan berbuat Dharma atau
kebajikan seperti mendirkan tempat suci (pura) dan merawatnya,
menolong orang yang kesusahan, melaksanakan kewajiban sebagai
anggota keluarga atau anggota masyarakat dan berbagai kegiatan sosial
(subhakarma) lainnya yang dilandasi dengan ikhlas dan rasa tanggung
jawab. Itulah pengalaman agama dengan kerja (karma).
3) Jnana Marga : Mengamalkan agama dengan jalan mempelajari,
memahami, menghayati, menyebarkan agama dan ilmu pengetahuan
ketrampilan (IPTEK) dalam kehidupan sehari-hari. Jadi berdiskusi,
memberi ceramah atau menyebarkan ajaran agama, mengajarkan
ketrampilan positif berarti sudah mengamalkan agama melalui Jnana
Marga.
4) Raja Marga : Mengamalkan agama dengan melakukan Yoga,
bersemadi, tapa atau melakukan Brata (pengendalian diri) dalam segala
hal termasuk upawasa (puasa) dan pengendalian seluruh indria.
9

Demikianlah tattwa Hindu Dharma. Tidak terlalu rumit, namun penuh


kepastian. Istilah-istilah yang disebutkan di atas janganlah dianggap sebagai
dogma, karena dalam Hindu tidak ada dogma. Yang ada adalah kata bantu yang
telah disarikan dari sastra dan veda, oleh para pendahulu kita, agar lebih banyak
lagi umat yang mendapatkan pencerahan, dalam pencarian kebenaran yang hakiki.

b) Susila (etika)

Susila merupakan kerangka dasar Agama Hindu yang kedua setelah


filsafat (Tattwa). Susila memegang peranan penting bagi tata kehidupan manusia
sehari-hari. Realitas hidup bagi seseorang dalam berkomunikasi dengan
lingkungannya akan menentukan sampai di mana kadar budi pekerti yang
bersangkutan. la akan memperoleh simpati dari orang lain manakaladalam pola
hidupnya selalu mencerminkan ketegasan sikap yang diwarnaioleh ulah sikap
simpatik yang memegang teguh sendi- sendi kesusilaan.

Kata Susila terdiri dari dua suku kata: "Su" dan "Sila". "Su" berarti baik,
indah, harmonis. "Sila" berarti perilaku, tata laku. Jadi Susila adalah tingkah laku
manusia yang baik terpancar sebagai cermin obyektif kalbunya dalam
mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Jadi, pengertian Susila menurut
pandangan Agama Hindu adalah tingkah laku hubungan timbal balik yang selaras
dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang
berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang.

Pola hubungan tersebut berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Iaadalah
engkau) mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama,menolong orang
lain berarti menolong diri sendiri, dan sebaliknya menyakitiorang lain berarti pula
menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial demikian diresapioleh sinar tuntunan kesucian
Hyang Widi dan sama sekali bukan atas dasarpamrih kebendaan. Dalam hubungan
ajaran susila beberapa aspek ajaran sebagai upaya penerapannya sehari-hari
diuraikan lagi secara lebih terperinci.
10

1. Tri Kaya Parisudha adalah tiga jenis perbuatan yang merupakan landasan
ajaran Etika Agama Hindu yang dipedomani oleh setiap individu guna
mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya.
2. Panca Yama dan Nyama Bratha adalah lima kebaikan yang harusdilakukan
dan lima keburukan yang harus dipantang.
3. Tri Mala adalah tiga sifat buruk yang dapat meracuni budi manusia yang
harus diwaspadai dan diredam sampai sekecil-kecilnya.
4. Sad Ripu adalah enam musuh yang di dalam diri manusia yang selalu
menggoda, yang mengakibatkan ketidakstabilan emosi.
5. Catur Asrama adalah empat tingkat kehidupan manusia dalam Agama
Hindu, disesuaikan dengan tahapan-tahapan jenjang kehidupan yang
mempengaruhi prioritas kewajiban menunaikan dharmanya.
6. Catur Purusa Artha adalah empat dasar tujuan hidup manusia.
7. Catur Warna adalah empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam
kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma)
seseorang.
8. Catur Guru adalah empat kepribadian yang harus dihormati oleh setiap
orang Hindu.
c) Acara (pelaksanaan/yadnya)

Acara adalah kegiatan suci yang dilaksanakan dengan tulus ikhlas


berdasarkan dharma. Upacara yang baik adalah upacara yang selalu memberikan
peningkatan rasa syukur kepada Tuhan dan semesta alam pada diri umatnya.
Upacara merupakan tindakan atau tingkah laku yang baik dalam kaidah hukum
yang dianut dalam umat Hindu, seperti halnya adat istiadat, praktik, dan aturan
yang dilakukan dalam hubungan diri dengan Tuhan. Hal ini sangat terlihat saat
pelaksanaan yajna atau pelaksanaan upacara keagamaan Hindu yang melibatkan
umat sebagai pribadi, keluarga dan melibatkan masyarakat.

Kehidupan yang harmonis adalah tujuan dilaksanakannya upacara dalam


Hindu. Doa dan semua sarana upacara dan upakara dalam yajna atau korban suci
11

yang tulus ikhlas ditujukan untuk memperoleh kedamaian dan keharmonisan alam
semesta karena umat Hindu mempunyai keyakinan bahwa dirinya adalah bagian
dari alam semesta tersebut. Upacara tidak hanya berfokus pada pelaksanaan
persembahan atau ritual saja, tetapi juga pada proses mempersiapkan ritual
tersebut, baik sarana dan prasarana yang tentunya akan melibatkan banyak orang
yang berbeda dalam keyakinan, sehingga umat Hindu harus mempunyai dasar
bagaimana bertingkah laku yang baik yang akan membuat hidup damai dan
sejahtera bagi umat hindu dan umat yang lain.
Agama Hindu banyak sekali mempunyai hari raya. Semua hari raya itu
mengingatkan umat-Nya untuk mendekatkan diri ke hadapan Hyang Widhi Wasa
memohon keselamatan dan tuntunan kehidupan, karena pada dasarnya semua
yang ada itu adalah merupakan ciptaan Beliau. Manusia sebagai makhluk hidup
yang paling sempurna dan tinggi tingkatannya, bila di bandingkan dengan sesama
ciptaan-Nya, memegang peranan yang amat penting, yaitu sebagai subyek yang
menciptakan keharmonisan dalam kehidupannya.
Keharmonisan dimaksud adalah berupa keseimbangan antara lahir dan
bathin. Dalam ajaran agama Hindu, hal ini dilaksanakan melalui upacara. Upacara
merupakan salah satu kerangka dari agama Hindu yang paling jelas kegiatannya
dapat disaksikan dimasyarakat. Pelaksanakan upacara tidak dapat dipisahkan
dengan etika (susila) dan tattwa (filsafat). Karena ketiga kerangka agama itu
merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Semua agama mempunyai upacara.
Tanpa upacara, maka kegiatan agama itu tidak akan tampak kehidupannya
dimasyarakat. Upacara dalam agama Hindu, adalah merupakan rangkaian
kegiatan manusia dalam usaha menghubungkan diri dengan Hyang Widhi Wasa
guna memohon tuntunan hidup dan keselamatan secara lahir dan bathin. Dalam
pelaksanaan upacara-upacara tersebut, dilengkapi dengan upakara, banten, atau
sesajen, yang fungsinya sebagai sarana konsentrasi atau pemusatan pikiran, karena
telah diyakini bahwa kemampuan manusia sangat terbatasadanya. Semua jenis
upakara mengandung makna simbolis filosofis yang tinggi dan mendalam, bila di
kaji secara mendalam lagi. Dalam (Bhagawadgita.IX.26) dijelaskan bahwa
“patram puspam phalam toyam yo me bhaktyã prayacchati, tad aham
12

bhaktyaupahrtam asnãmi prayatãtmanah”.


Artinya: Siapapun yang dengan sujud bhakti kehadapan-Ku mempersembahkan
sehelai daun, sebiji buah-buahan, seteguk air, aku terima sebagai bhakti
persembahan dari orang yang berhati suci. Dalam upakara-upakara agama hindu
tidak pernah lepas dari bahan-bahan tersebut yaitu daun, buah, air.

Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena
getaran jiwa atau rohani dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran
sastra suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya dapat pula diartikan memuja,
menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan), pemberian, dan
penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa yang dimiliki demi
kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan Sang
Hyang Widhi Wasa. Di dalamnya terkandung nilai-nilai :

1) Rasa tulus ikhlas dan kesucian;


2) Rasa bakti dan memuja (menghormati) Sang Hyang Widhi Wasa, Dewa,
Bhatara, Leluhur, Negara dan Bangsa, dan kemanusiaan;
3) Di dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan masing-
masing menurut tempat (desa), waktu (kala), dan keadaan (patra); dan
4) Suatu ajaran dan Catur Weda yang merupakan sumber ilmu pengetahuan
suci dan kebenaran yang abadi.
13

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tri kerangka dasar agama hindu merupakan tiga hal yang harus dijalankan
oleh umat Hindu khususnya di Bali. Tiga hal inilah yang menjadi dasar umat
Hindu dalam menjalani kehidupan beragama. Ketiganya yaitu Tattwa, Susila dan
Acara atau Ritual. Tattwa dan Susila menjiwai jalannya suatu upacara atau ritual
dengan kata lain upacara atau ritual merupakan wujud visualisasi dari tattwa dan
Susila dalam ajaran agama hindu. Upacara dalam hal ini adalah upacara yadnya,
upacara yang dilaksanakan dengan rasa tulus iklas atau korban suci yang
dilaksanakan dengan tulus iklas. Landasan kebenaran dari pelaksanaan yadnya
haruslah berdasarkan tattwa dari yadnya tersebut. Dimana tattwa yadnya tertuang
dalam susastra suci Hindu yang kebenarannya bersifat mutlak dan tak
terbantahkan. Dalam pelaksanaan yadnya juga harus dilakukan dengan
berpedoman pada ajaran Susila Hindu, agar yadnya yang dilaksanakan benar-
benar penuh dengan rasa tulus iklas tanpa pamrih. Filsafat dalam agama hindu
disebut dengan Tattwa, jadi tattwa yadnya dalam masyarakat Hindu di Bali adalah
Siwa Tattwa. Ajaran Siwatattwa dijabarkan dalam konsep Panca Sraddha, yaitu
lima sistem kepercayaan agama Hindu yang lebih tepat dikategorikan sebagai
tattwa, Panca Sradha dipercaya, diimani, dan dijadikan pedoman perilaku
keagamaan umat Hindu di Bali. Tatwa atau esensi dari yadnya yang kita lakukan
adalah bertolak ukur dari diri sendiri. Jika manusia mampu untuk mengendalikan
pikiran dan tindakan serta dapat menolong orang yang sedang kesusahan adalah
besar yadnya tersebut.

3.2 Saran

Dari penjelasan mengenai kerangka tiga dasar agama hindu


makasebaiknya umat Hindu bisa menjadikan tiga kerangka dasar agama
14

hindumenjadi pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan sehari-


sehari agar tercapainya kehidupan yang teratur, damai, sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA

Phalgunadi, I Gusti Putu. (2013). Sekilas Sejarah Evolusi Agama Hindu.


Denpasar: Widya Dharma
Tim Penyusun. (2013). Swastikarana Pedoman Ajaran Agama Hindu Dharma.
Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Gunawijaya, I. W. T. (2019). Kelepasan dalam Pandangan Siwa Tattwa Purana.
Jñānasiddhânta: Jurnal Teologi Hindu, 1(1).
Mantik, Agus S. 2007. Bhagawad Gita. Surabaya: Paramita.
Darmayasa. (2013). Bhagavad-Gītā (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan
Dharma Sthapanam.
Donder, I. K. (2012). The Essence Of Animal Sacrifice In Balinesse Hindu Ritual.
International Journal of Multidisciplinary Educational Research (Volume
1, Issue 4, September 2012), 1-27.
Widyoko, Widadi Nur. (2021). Memahami Ajaran Sanatana Dharma.,
https://kemenag.go.id/read/memahami-ajaran-sanatana-dharma-kvml7
Pujayana, I Wayan Agus. (2020). Mencapai Kehidupan Harmonis dengan Tatwa,
Susila, https://kemenag.go.id/read/mencapai-kehidupan-harmonis-dengan-
tatwa- susila-dan-acara-9np6a
Sudirga, Ida Bagus. (2010). PELAJARAN AGAMA HINDU UNTUK KELAS X
SMAKURIKULUM KTSP, Surabaya:”PARAMITA”
http://bigsmiled.blogspot.co.id/2012/06/4-jalan-mencari-tuhan-agama-
berasal.html

http://materiagamahindu.blogspot.co.id/2014/09/catur-marga-yoga.html

Anda mungkin juga menyukai