Anda di halaman 1dari 18

KEUNIVERSALAN AGAMA HINDU

DISUSUN OLEH :

I Putu Brama Arya Di Putra 0913022009

PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2009

KATA PENGANTAR

Om AWighnM Astu Om swastyastu,

Atas asung kherta wara nugraha Brahman, penulisan makalah dharma wacana yang berjudul : Keuniversalan Agama Hindu dapat diselesaikan. Makalah ini berisi kumpulan materi dharma wacana yang pernah penulis ikuti secara langsung di secretariat kmhdi, Labuhan Dalam. Membuat makalh ini penulis juga menggunakan berbagai sumber lain, selain dari nara sumber yang hadir dalam dharma wacana tersebut.

Tuhan Maha Penolong Maha Bijaksana yang selalu memberikan kesulitan sebagai peringatan agar kita memperbaiki cara hidup ini dan kembali menuju jalan yang benar, ingatlah selalu bahwa kenikmatan yang ada di dunia ini tidak akan pernah memberikan keberhasilan dan keddamaian sejati. Kita hanya bisa mendapatkan ketenangan bila kita menjadi orang yang spiritual dan selalu hidup untuk orang lain, memiliki kasih saying, persahabatan dengan semua dan selalu senyum serta jauh dari orang-orang jahat. Tuhan memberikan beberapa tahun untuk berbuat sesuatu dan setelah itu Tuhan akan mengambil kita. Bandar Lampung, 8 Desember 2009

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Om Swastyastu, Om Awighnam Astu Namo Siddham

Masyarakat umum menilai, bahwa Agama Hindu di Indonesia tidak seragam. Hindu yang dipeluk oleh orang Jawa berbeda dengan orang Bali, demikian juga hindu yang dipeluk oleh orang Karo di Sumatera Utara maupun orang Kaharingan dari Kalimantann berbeda dengan Hindu yang dipeluk oleh orang Jawa, begitu seterusnya. Memang ada benarnya, karena Agama Hindu di dunia sekalipun tidak ada yang mengatur keseragaman sekalipun di Indonesia. Dalam masyarakat Hindu, tidak dikenal adanya Imam yang menjadi pusat dari segala kegiatan upacara maupun ajaran-ajaranNya. Karena itu, masyarakat Hindu mempunyai otonomi penuh dalam melaksanakan upacara dan ibadah. Dahulu, yang menjadi pusat upacara dan ibadah agama Hindu adalah Keraton atau Istana. Itulah sebabnya dalam masyarakat Hindu, kita mengenal beraneka ragam bentuk dan jenis upacara maupun cara-cara menjalankan ibadah. Walaupun begitu, semuanya menuju tujuan yang sama yaitu persembahan kepada Hyang Widhi (Brahman).

Agama Hindu yang terdiri dari tiga kerangka dasar, yaitu tattwa (filsafat), etika (susila), dan ritual (upacara), sebagai pegangan umat Hindu dalam menjalankan ibadahnya. Ketiga kerangka dasar ini bila diumpamakan dengan sebuah bangunan, pondasinya diibaratkan tattwa (filsafat), diding atau temboknya diibaratkan etika (susila), dan atapnya diibaratkan ritual (upacara). Dari perumpamaan ini, pondasi dan dindingny yang harus sama, sedangkan atapnya bias berbeda-beda tergantung dari kondisi setempat. Ada yang menggunakan atap dari seng, ada yang menggunakan atap dari genteng dan asbes, dari daun alang-alang, dari ijuk, dan sebagainya. Jadi, dari ketiga kerangka dasar agama Hindu, yan sudah seragam adalah tattwadan etikanya, sedangkan upacaranya bias berbeda-beda. Itulah

sebabnya, pelaksanaan upacara dalam agama Hindu berbeda antara tempat yang satu dengan yang lain, yang disesuaikan dengan desa (tempat), kala 9waktu, patra (keadaan).

B. Tujuan
1. Mengetahui tiga kerangka Hindu dilihat dari ajaran Siva Siddhanta. 2. Mengetahui sumber dan pokok-pokok ajaran Siva Siddhanta. 3. Mengetahui nilai-nilai universal Hindu dalam falsafah hidup orang Jawa. 4. Mengetahui cara menghindari kiamat (pralaya) sesuai konteks Hindu gari Sampradaya. 5. Mengetahui pemahaman ajaran Agama Hindu dari umat Hindu di Indonesia. 6. Memahami hakekat pengendalian indria-indria yang ada dalam tubuh kita.

BAB II ISI

1. Tiga Kerangka Hindu Dilihat Dari Ajaran Siva siddhanta

Kemajuan ilmu dan teknologi telah melahirkan banyak kemudahan bagi kehidupan manusia diberbagai bidang. Informasi dari berbagai Negara sangat mudah didapat dengan semakin majunya teknologi informasi. Kemudahan-kemudahan ini membantu kita untuk mendapatkan informasi baik informasi mengenai agama.

Dengan mengakses berbagai informasi akan memperkaya pengetahuan yang dimiliki, yang berimplikasi terdapat perbedaan ada dengan yang diakses. Perbedaan yang ada menimbulkan banyak pertanyaan, hal ini wajar saja karena sifat manusia yang memang selalu ingin mengetahui lebih dalam tentang segala sesuatu hal. Salah satu pertanyaan yang sering timbul adalah, Kenapa Hindu Indonesia (Bali) berbeda dengan Hindu India?

Perbedaan antara Hindu Indonesia dengan Hindu India sangat terlihat. Baik dari pakaian sembahyang, hari suci yang dirayakan, maupun hal-hal lain yang bias dilihat dengan kasat mata. Sebagai contoh, di India mayoritas vegetarian, sementara di Indonesia mayoritas non vegetarian. Di Indonesia sembahyang tiga kali yang disebut Tri Sandhya, di India biasanya sembahyang dua kali pagi dan sore.

Sebenarnya seperti apakah spiritual Hindu itu? Agama Hindu, dalam setiap ajarannya selalu mengajarkan kedamaian, dekat dengan alam, mempersembahkan aneka hasil alam kepada Hyang Maha Kuasa, menghormati semua unsure di alam ini. Mulai dari tetumbuhan dengan adanya tumpek wariga, hewan ada tumpek kandang, alat-alat/senjata ada tumpek landep, buku/pustaka ada Saraswati, semua energy atau makhluk-makhluk bawahan yang tampak maupun yang tidak tampak dikenal dengan Buta Yadnya. Menjaga keharmonisan dengan Tuhan dengan upacara Dewa Yadnya, menjalan harmonisasi dengan sesame manusia ada upacara Rsi Yadnya, Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya, melalui sila karma, pesantian, menyama braya. Ketiga hubungan harmonis ini di Indonesia dikenal dengan nama Tri Hita Karana, tiga keharmonisan yang membawa pada suasana kebahagiaan. Keikhlasan dalam segala aktivitas dan keharmonisan adalah inti dari semua aktivitas spiritual Hindu. Keharmonisan inipun terjalin dengan budaya local yang melahirkan energy yang mampu menghadirkan kedamaian di setiap hati sanubari penganutnya. Agam Hindu Dharma total lebur dengan budaya local yang menghasilkan bentuk pemujaan yang berbeda-beda.

SIVA SIDhANTA

Ajaran Siva Sidhanta dipimpin oleh Maha Rsi Agastya di daerah Madyapradesh (India Tengah) kemudian menyebar ke Indonesia. Di Indonesia pengembang ajaran sekta ini berasal dari pasraman Agastya Madyapradesh dikenal dengan berbagai nama antara lain : Kumbhayoni, Hari Candana, Kalasaja, dan Trinawindu atau Bhatara Guru, begitu disebutsebut dalam lontar kuno seperti Eka Pratama. Ajaran Siva Sidhanta artinya kesimpulankesimpulan ajaran Sivaisme.

Ajaran Agama Hindu yang dianut sebagai warisan nenek moyang di Indonesia terutama di Bali adalah ajaran Siva Sidhanta yang kadang-kadang juga disebut Sridhanta. Ajaran ini merupakan hasil dari akulturasi dari banyak ajaran Agama Hindu. Di dalamya kita temukan ajaran Weda, Upanisad, Dharmasatra, Darsana (terutama Samkya Yoga), Purana dan Tantra. Ajaran dari sumber-sumber tersebut berpadu dalam ajaran Tattwa yang menjadi jiwa atau intisari Agama Hindu di Indonesia terutama Siva Sidhanta.

a. Sumber-sumber ajaran Siva Sidhanta

Walaupun sumber-sumber ajaran agama Hindu di Indonesia berasla dari kitab-kitab berbahasa Sansekerta, namun sumber-sumber tua yang kita warisi kebanyakan di tulis dalam dua bahsa yaitu bahasa Sansekerta dan bahasa Jawa Kuno. Kitab-kitab sumber ajaran Siva ini adalah Kitab Bhuwanakosa, Jnana Sidhanta, Tattwa Jnana, Wrhaspati Tattwa dan Sarasamuscaya. Kitab Bhuwanakosa, Jnana Sidhanta, Tattwa Jnana dan Wrhaspati Tattwa adalah kitab-kitab mengupas Tattwa yang mengajarkan Siva Tattwa yang mana kitab-kitab ini menjadi unsure dari isi Puja dan Mantra. Sedangkan Sarasamuscaya adalah kitab yang mengajarkan susila, etika dan tingkah laku.

Di samping itu juga terdapat banyak lontar-lontar yang menjadi rujukan

dalam

pelaksanaan kehidupan umat beragama dan bermasyarakat terutama di Bali seperti lontar Wariga, lontar tentang pertanian, pertukanagn, organisasi social dan lainnya. Di samping itu juga terdapat kitab-kitab Itihasa dan gubahan-gubahan yang berasal dari purana, seperti Parwa (kisah Maha Bharata), Kanda (Ramayana) dan juga kekawi-kekawin yang menjadi alat pendidikan dan pedoman dalam bertingkah laku bagi masyarakat. Itihasa dan juga purana menjadi sumber dalam kehidupan berkesenian di Bali terutama kesenian yang masuk kategori Wali atau Sakral.

b. Pokok-pokok ajaran Siva Sidhanta

Pokok-pokok ajaran Siva Sidhanta terdiri dari tiga kerangka utama yaitu Tattwa, Susila dan Upacara keaagamaan. Tattwa atau filosofi yang mendasarinya adalah ajaran Siva Tattwa. Di dalam Siva Tattwa, Ida Sang Hyang Widhi adalah Tuhan Siva. DAlam lontar Jnana Sidhanta dinyatakan bahwa Ida Tuhan Siwa adalah Esa yang bermanifestasi beraneka menjadi Dewa.

Sa eko bhagavan sarvah Siva karana karanam Aneko viditah sarwah Catur vidhasya karanam Artinya : Sifat Tuhan eka dan aneka. Eka artinya ia dibayangkan bersifat Siva Tattwa, ia hanya esa tidak tidak dibayangkan dua atau tiga. Ia bersifat esa saja sebagai Sivakarana (Siva sebagai

pencipta), tiada perbedaan. Aneka artinya Tuhan bersifat Caturdha. Cathurda adalah sifatnya, sthula, suksma, dan sunia.

Sumber-sumber lain yang menyatakan Dia yang Eka dalam Beraneka juga kita temukan dalam banyak mantra-mantra, diantaranya : Om namah Sivaya sarvaya Deva devaya vai namah Rudraya Bhuvanesaya Siva rupaya vai namah Artinya : Sembah bhakti dan hormat kepada Tuhan Siva, kepada sarwa. Sembah bhakti dan hormat kepada dewa-dewanya. Kepada Rudra raja alam semesta. Sembah hormat kepada dia yang rupanya manis.

Twam Sivas twam Mahadewa Isvara Paramesvara Brahma Visnuca Rudraca Purusa Prakrthis tatha Artinya : Engkau adalah Siva Mahadewi, Isvara, Paramesvara, Brahma, Wisnu dan Rudra, dan juga sebagai Purusa dan Prakerti.

Tvam kalas tvam yamomrtyur Varunas tvam kverakah

Indrah Suryah Sasangkasca Graha naksatra tarakah Artinya : Engkau adalah Kala, Yama dan Mrtyu, Engkau adalah Varuna, Kubera, Indra, Surya, dan bulan, planet, maksatra dan bintang-bintang.

Dalam manifestasinya, Ista Dewata sebagai Dewa Brahma, Wisnu dan Isvara yang paling mendominasi pemujaan yang ada di Bali. Konsep penciptaan, pemeliharaan dan pemrelina menunjukan Tuhan Siva sebagai apa yang sering disebut Sang Hyang Sangkan Paraning Numadi, yaitu asal dan kembalinya semua yang ada dan tidak ada di jagat raya ini.

Salah satu yang menarik dari keberadaan Tuhan Siva ialah beliau berada dimanamana, di seluruh penjuru mata angin dan pengider-ider. Di timur Ia adalah Iswara, di tenggara Ia adalah Mahesora, di selatan I adalah Brahma, di barat daya Ia adalah Rudra, di Barat ia adalah Mahadewa, di barat laut Ia adalah Sangkara, di utara Ia adalah Wisnu, di timur laut Ia adalah Sambhu dan di tengah Ia adalah Siwa.

Sebagai Sang Hyang Kala, di timur ia adalah Kala Petak (putih), di selatan I adalah Kala Bang (merah), di barat ia adalah Kala Gading (kuning), di utara Ia adalah Kala Ireng (hitam) dan di tengah Ia adalah Kala Mancawarna.

Dengan demikian hamper tidak ada aspek kehidupan orang Bali yang lepas dari agama Hindu. Dalam pemujaan ini Tuhan dipuja sebagai Ista Dewata, dewa yang dimohon kehadiranyya pada pemujaanya, sehinggga yang dipuja bukanlah Tuhan yang absolute sebagai Brahman dalam Upanisad atau Tuhan Siva sebagai Parama Siva, namun Tuhan yang bersifat pribadi yang menjadi junjungan yang disembah oleh penyembahnya. Ista Dewata ini dipandang sebagai tamu yang dimohon kehadirannya oleh hambanya pada waktu dipuja untuk menyaksikan sembah bhakti utamanya.

2. Nilai-Nilai Universal Hindu Dalam Falsafah Hidup Orang Jawa

Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelum semuanya terjadi di dunia ini Tuhan lah yang pertama kali ada. Tuhan tidak hanya menciptakan alam semesta beserta isinya tetapi juga bertindak sebagai pengatur, karena segala sesuatunya bergerak menurut rencana dan atas ijin serta kehendakNya. Pusat yang dimaksud dalam pengertian ini adalah sumber yang dapat memberikan penghidupan, keseimbangan yang juga dapat member kehidupan dan penghubung individu dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa yang demikian biasa disebut Manunggaling Kawula Lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir, yaitu manusia menyerakan dirinya selaku kawula terhadap Tuhan.

Upaya manusia untuk memahami keberadaannya diantara semua makhluk yang tergelar di jagad raya, yang notabene adalah makhluk, telah membawa manusia dalam perjalanan pengembara yang tak pernah berhenti. Pertanyaan tentang dari mana dan mau kemana (sangkan paraning dumadi) perjalanan semua makhluk terus menggelinding dari jaman ke jaman sejak adanya ada. Pertanyaan yang amat sederhana tetapi mendasar tersebut, ternyata mendapat jawaban yang justru merupakan pertanyaan-pertanyaan baru dan sangat beraneka ragam, bergantung dari kualitas sang penanya.

Sementara untuk sebagian manusia lainnya, semangat pencariannya justru menggebu. Telah muncul kesadaran baru pada mereka, bahwa yang terpenting adalah proses pencarian

itu sendiri. Mereka inilah para pejalan spiritual, sang pencari yang sejati selalu haus akan pengalaman empiris dibelantara pengetahuan tentang hal-hal yang abstrak, absurd dan gaib. Syarat utama bagi para pejalan spiritual adalah kebersediaannya dan kemampuannya menghilangkan atau menyimpan untuk sementara pemahaman dogmatis yang telah dimilikinya, dan mempersiapkan diri dengan keterbukaan hati dan pikiran untuk merambah jagad ilmu pengetahuan (kawruh) non-ragawi.

A. Nilai-nilai Universal Falsafah Hidup Orang Jawa


1. Hakikat Manusia Rila Rila ini merupakan keikhlasan hati, dalam menyerahkan semua hak milik, wewenang dan semua hasil perbuatannya kepada Tuhan dengan legawa. Narima Narima tidak mengharapkan hak milik orang lain serta tidak iri terhadap kesengan orang lain (narimo ing padum). Karena Orang Jawa memandang hidup di dunia ini merupakan cakra menggilingan mangsa yang serba berubah.

Temen (satya wacana) Yang dimaksud dengan temen itu mengandung makna yang baku yaitu menepati janji atau ucapan sendiri baik yang sudah diucapkan maupun yang masih tersimpan dalam niat. Sabar Merupakan perbuatan utama yang harus dimiliki oleh semua orang. Sabar berarti momot, kuat imannya, luas pengetahuannya, tidak picik pandangannya, sehingga layak untuk diumpamakan sebagai samudra pengetahuan.

Budi Luhur

Rangkap rungkuding badan kalingan dening solah becik. Gagap pengsuling lesan, kalingan dering raos manis, warni awon kalingan dening manah sareh. Sipat kuciwa kalingan dening nitya sumeh. Taliti sudra kalingan dening berbudi bawa laksana. (Simuh, 1998 : 346)

Artinya : Pakaian kotor dan kuat dapat di tutup dengan tingkah laku sopan dan menarik. Kekeliruan kata-kata dapat dihilangkan dengan perkataan manis (mengalah dalam bertutur kata). Cacat badan yang membuat kecewa dapat ditutupi dengan sifat ramah. Keturunan orang rendah dapat ditutupi dengan watak dermawan ikhlas, serta menepati kata yang diucakan.

B. Hubungan Sesama Hidup

a. Aja Dumeh Ini merupakan pedoman mawas diri bagi semua orang Jawa yang sedang mendapat anugerah dari Tuhan agar seseorang selalu ingat kepada sesamanya. Aja dumeh kuasa, tumindake daksura lan daksia marang sapadha padha Artinya : Janganlah mentang-mentang sedang kuasa, segala tindak tanduknya pongah dan congkak serta sewenang-wenang.

Aja dumeh pinter tumindak keblinger Artinya : Janganlah mentang-mentang diakui pintar, lalu bertindak menyeleweng. Aja dumeh kuat lan gagah, tumindak sarwa gegabah Artinya : Janganlah mentang-mentang kuat dan gagah lalu bertindak semaunya sendiri. Aja dumeh sugih, tumindak lali karo sing ringkih Artinya : Janganlah mentang kaya, melupakan yang lemah.

Aja dumeh menang, tumindak sewenang-wenang Artinya : Janganlah mentang-mentang dapat mengalahkan lawan, lalu berbuat aniaya terhadap yang kalah.

b. Menghindari Aji Mumpung

Mumpung kuat lan gagah, banjur tanpa arah-arah Artinya : Memanfaatkan kesempatan selagi kuat dan berkuasa, sehingga tindakannya tanpa pedoman. Mumpung pinter banjur sembrana nerak wewaler Artinya : Memanfaatkan kesempatan karena merasa paling pintar, sehingga tindakannya semaunya sendiri dan melanggar peraturan yang berlaku. Mumpung kuasa sapa sira sapa ingsun Artinya : Memanfaatkan kesempatan selagi berkuasa sehingga tidak ingat lagi kepada teman dan saudara. Mumpung sugih, banjur nyenyamah karo sing ringkih Artinya : Memanfaatkan kesempatan karena kaya raya, sehingga bertindak angkara murka terhadap mereka yang melarat.

Mumpung menang, banjur ngawiyah hak liyan kanthi sewenang-wenang Artinya : memanfaatkan kesempatan selagi memperoleh kemenangan, lalu menginjak-injak hak orang lain secara sewenang-wenang.

c. Tepa Selira (Tat twam ASi) d. Sapa gawe nganggo, Sapa nandur ngunduh (Hukum Karmapala)

e. Tega larane,ora tega patine (ahimsa, paitri) f. Wong temen ketemu, wong salah seleh (satya) g. Suradira jaya ningrat lebur dening pangastuti (satyam eva jayate) h. Tekun, teken, tekan (karma dharma jagadhita)

3. Cara Menhindari Kiamat (Pralaya) Sesuai Konteks Hindu garis Sampradaya

Secara umum mungkin kita tahu bahwa di Bali umat Hindu memuja para dewa, dan mereka berpikir bahwa mantra tersebut adalah pujian untuk para dewa. Kita bisa kaji lebih jauh bahwa mantra-mantra yang selama ini menjadi warisan leluhur kita adalah pujian untuk Tuhan Sri Wisnu, misalnya mantra Tri Sandya ; Om narayana evedam sarvam.. dan mantra bhargodevasa dhimahi.., narayana adalah sri Wisnu sendiri, dalam bhagawata purana dijelaskan bhargo devasa adalah Radha dan Krsna.

Dijelaskan dalam bhagavad gita B. G 8. 20 Yanti dewa-vrata devan Pitrn yanti pitr-vratah Bhutani yanti bhutejya Yanti mad-yajno pi mam Orang yang menyembah dewa akan dilahirkan diantara para dewa, orang yang menyembah leluhur akan pergi ke leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan ditengah-tengah makhluk seperti itu, dan orang yang menyembah-Ku akan hidup bersamaKu.

Di sini disampaikan pemujaan kepada para dewa, para leluhur ataupun hantu itu memang ada, itu tergantung dari masing-masing tingkatan seseorang. Namun bila kita sudah mengetahui siapa Tuhan kita yang tertinggi, kita dapat memuja Beliau, dan pulang kembali kepada Tuhan.

Praktek yoga pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengendalikan indria-indria. Unsur pusat yang mengendalikan semua indria ialah pikiran. Karena itu, pertama-tama seseorang harus berlatih untuk mengendalikan pikiran dengan cara mempergunakan pikiran dengan kesadaran Krsna. Kegiatan kasar pikiran diucapkan melalui indria-indria lahiriah, baik indria yang memperoleh pengetahuan maupun indria yang bekerja menurut keinginan. Kegiatan halus dalam pikiran ialah berpikir. Merasakan dan menginginkan. Diri seseorang dicemari atau menjadi bening menurut kesadarannya. Kalau pikiran seseorang dipusatkan pada Tuhan Sri Krisna (nama, sifat, bentuk, kegiatan, rekan-rekan dan perlengkapan Krisna), maka segala kegiatannya menguntungkan baik yang halus maupun yang kasar.

Banyak orang menganggap bahwa bhakti yoga adalah cara yang paling mudah dan remeh untuk mencapai kepada Tuhan. Karena itu banyak orang yang mengejek dan menganggap bahwa seorang bhakta adalah mereka yang kurang cerdas (kekurangan jnana) dan tidak mampu melakukan perbuatan (karma) yang lebih tinggi. Sesuai namanya mereka menganggap bahwa Raja yoga adalah yoga yang tertinggi. Tetapi kalau benar bhakti adalah jalan termudah, mengapa orang tidak berbondong-bondong melakukannya? Mengapa memilih jalan yang sulit? Dalam Bhagavad-gita Sri Krisna menyatakan bahwa bhaktya mam abhijanaty. Seseorang hanya dapat mengenal dan mencintai Tuhan hanya dengan bhakti.

BAB III PENUTUP

Agama Hindu memiliki tiga batang tubuh (tiga kerangka dasar) yang terdiri dari : 1. Tattwa : Filsafat 2. Etika 3. Ritual : Susila : Upacara

Untuk tattwa dan susila, akan kita temukan banyak persamaan di seluruh penganut agama Hindu dimanapun mereka berada. Sumber utama dari tattwa adalah Kitab Suci Veda. Kemudian dijelaskan dalam Upanisad, Dharmasastra, Itihasa/Wiracarita seperti Mahabharata dan Ramayana, Bhagavad Gita, Yoga Wasista, Wrehaspati Tattwa, sarasamuscaya, Srimad Bhagavadtam, dan sebagainya.

Dalam Etika yang merupakan perwujudan nyata dari aplikasi tattwa yang telah dipelajari pun tak tampak kesamaan, semua orang Hindu akan berusaha untuk tidak menyakiti atau menyiksa makhluk lain (Ahimsa). Semua orang Hindu berusaha memperlakukan manusia yang lain seperti saudaranya. Vasudaiva Kutum Bakam, semua makhluk dilahirkan bersaudara. Tat Twam Asi artinya : kamu adalah aku, aku adalah kamu, bila aku menyakitimu, sama dengan aku menyakiti diriku sendiri. Selalui berkata jujur (Arjawa), setia pada kata hati (SAtya Hredaya), setia pada janji (Satya Samaya), setia pada perkataan (Satya Wacana), bertanggung jawab terhadap perbuatannya (Satya Laksana), setia pada kawan (Satya Mitra). Persamaan Ajaran yang bias dijumpai antar sekte di agama hindu baik yang ada di berbagai daerah di Indonesia maupun di India adalah lima keyakinan yang dikenal dengan nama Panca Sradda yaitu : 1. Percaya dengan adanya Tuhan/Brahman. 2. Percaya dengan adanya atman 3. Percaya dengan adanya hokum Karma Pala 4. Percaya dengan adanya Reinkarnasi/Punarbawa/Samsara 5. Percaya dengan adanya moksa

Panca Sradda merupakan inti kepercayaan agama Hindu, dan dapat kita jumpai dengan berbagai bahasa sesuai dengan wilayah dimana penganutnya berada. Inilah keuniversalan agama Hindu, dengan catur marga, dengan ajaran yang ada bias menjalankan aktivitas keyakinannya dengan tenang. Jangan sampai sudut pandang yang berbeda kita paksakan ke semua orang yang memiliki pandangan yang berbeda pula.

Om Santi, santi, santi om

Anda mungkin juga menyukai