Anda di halaman 1dari 7

TATTWA

Resume Pertemuan 6

Dibuat Oleh:
Nama : Kadek Suastika
Nim : 2213071001
Prodi : Hukum
Kelas : B1

Fakultas Dharma Duta


Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
2023
Tri Kerangka ajaran agama Hindu terdiri dari Tattwa, Susila dan Upacara. Ketiga kerangka
itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Susila dan Upacara adalah merupakan
realisasi dari ajaran Tattwa yang abstrak dalam sikap prilaku dan kebhaktian yang dapat diamati.
Susila dan Upakara adalah penampakan ajaran Tattwa. Tujuan agama Hindu ialah untuk mencapai
kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan rokhani. Untuk mencapai tujuan itu dapat ditempuh empat
jalan yang disebut Catur Màrga / Yoga. Diantara ketiga jalan itu maka Bhakti Màrga atau Bhakti
Yoga yaitu sujud bhakti kepada Hyang Widhi adalah jalan yang termudah. Bhakti Màrga tidak
memerlukan kebijaksanaan yang tinggi atau jñàna yang tinggi

Masing-masing umat beragama pada hakikatnya mempunyai tujuan yang sama, namun
cara dan tata pelaksanaannya yang berbeda. Tujuan agama Hindu adalah untuk mencapai
Moksartham Jagadhitaya Ca Iti Dharma. Artinya, dharma itu ialah alat untuk mencapai moksa dan
mencapai kesejahteraan hidup di dunia. Moksa adalah kebebasan jiwatman, mengalami
kebahagiaan rokhani yang langgeng, yaitu kebahagiaan tanpa kedukaan (suka tanpa wali duhka).

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tidaklah cukup memahami ajarannya saja, melainkan
harus dilembagakan secara utuh, mulai dari adanya pengetahuan terhadap ajaran agama, kemudian
diikuti dengan proses pemahaman dan pentaatan, serta mencapai puncaknya pada proses
penghargaan serta penjiwaan, penerapan terhadap ajaran agama itu pada kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, ajaran agama yang bersifat normatif itu tidak hanya sebatas wacana, tapi
membumi dan membudaya dalam kehidupan masyarakat, bahkan dirasakan sebagai sesuatu yang
menyatu dalam kehidupan.

Untuk mencapai tujuan agama Hindu maka yang dijadikan sebagai rujukan adalah kitab
suci Weda. Weda diyakini oleh umat Hindu sebagai ajaran yang Sanatana Dharma – kebenaran
yang kekal dan abadi. Ajaran Weda dalam praktik keagamaan di Indonesia diterapkan dan
dibangun dalam tiga kerangka dasar yaitu: tattwa, susila dan acara. Ketiganya merupakan bagian
yang integral yang tidak terpisahkan. Ketiganya mendasari tindak keagamaan umat Hindu.

Tattwa berdasarkan ajaran Hindu berarti kebenaran yang sejati dan hakiki serta
didefinisikan sebagai dasar keyakinan. Sebagai dasar keyakinan Hindu, Tattwa mencakup lima hal
yang disebut Panca Sradha (Widhi Tattwa atau Brahman, Atma Tattwa, Karmaphala Tattwa,
Punarbhawa Tattwa, Moksa Tattwa).

Widhi Tattwa adalah keyakinan tentang Brahman/Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai
Pencipta, Maha Pemelihara dan Pemrelina. Konsepsi ketuhanan dalam agama Hindu disebutkan
dalam untaian kata yang begitu mengagumkan “Ekam Evam Sadviprah Bahuda Wadhanti” (hanya
ada satu Tuhan, hanya orang bijaksana menyebut dengan banyak nama).Dalam ajaran Hindu, ada
dua konsepsi ketuhanan yaitu :
• Ajaran Ketuhanan manistis absolute, yang disebut dengan Nirguna Brahman. Yaitu, Tuhan
yang tidak termanifestasikan, kosong, tidak berwujud, tidak dapat dicapai dengan akal
pikiran dan panca indra, tanpa pribadi dan hanya dapat dicapai dengan keyakinan yang
dalam Bahasa Sanskerta disebut Acintyarùpa yang artinya: tidak berwujud dalam alam
pikiran manusia (Monier, 1993: 9). Dalam bahasa Jawa Kuno dinyatakan: “Tan Kagrahita
dening manah mwang indriya” (tidak terjangkau oleh akal dan indriya manusia).
• Tuhan disebut dengan Saguna Brahman. Yaitu, Tuhan dalam manifestasinya. Dia
berwujud, memiliki aspek, atribut, dan sifat. Pada aspek ini Tuhan Ida Sang Hyang Widhi
dihadirkan dalam berbagai manifestasi / prabawa yang lazim disebut Ista Dewata. Artinya,
Dewata yang diingini hadir pada waktu pemuja memuja-Nya. Ista Dewata adalah
perwujudan Ida Sang Hyang Widhi dalam berbagai wujud-Nya, seperti Brahma, Wisnu,
Iswara, Saraswati, Gana, dan sebagainya.

Menurut agama Hindu keyakinan terhadap Hyang Widhi itu timbul pada diri manusia melalui tiga
cara yaitu :
1. Bagi kebanyakan orang keyakinan itu timbul berdasarkan Agama Pramàna atau Úabda
Pramàna yaitu berdasarkan ceritra-ceritra atau ucapan-ucapan dari orang yang dapat
dipercaya seperti para Maha Resi.
2. Terdapat juga beberapa orang yang yakin akan adanya Tuhan (Hyang Widhi)
berdasarkan Anumàna Pramàna yaitu dengan penyimpulan dari sesuatu perhitungan
yang logis.
3. Ada pula orang-orang yang mengenal Tuhan (Hyang Widhi) dengan Pratyakûa
Pramàna yaitu dengan langsung merasakan atau mengalami adanya Tuhan (Hyang
Widhi). Bagaikan menjumpai manusia gaib yang tiada berbeda tetapi dirasakan adanya
Tuhan (Hyang Widhi) dengan pengalaman-pengalaman gaib yang mengherankan.

Tuhan adalah ‚Esa‛, Maha kuasa dan maha ada dan menjadi sumber dari segala yang ada.
Tuhan adalah Maha Esa, Maha Tunggal tidak ada duanya atau bandingannya. Maha Tunggal itu
mengandung pula pengertian bahwa Tuhan itu Maha Besar dan tidak terbatas

Pada praktiknya, Ista Dewata yang dipuja oleh pemujanya sesuai keyakinan yang
mendasari, harapan, dan bahkan profesi. Umat Hindu selalu menghadirkan Hyang Widhi dalam
manifestasinya yang diberikan nama yang berbeda-beda. Misalnya: Ista Dewata yang dipuja
seorang Petani adalah Dewi Sri. Dewi Sri adalah Dewi kesuburan. Petani yang menanam tanaman
berbatang akan memuja Dewa Sangkara. Nelayan memuja Ista Dewata Dewa Baruna, Dewa
Penguasa Lautan. Bagi siswa atau orang terpelajar, mereka memuja Dewi Saraswati, Dewi Ilmu
Pengetahuan. Ista Dewata yang dipuja pedagang adalah Dewa Rambut Sedhana. Mereka berharap
segala usahanya lancar dan memperoleh laba atau untung. Pelaku seni akan memuja Siwa sebagai
Iswara atau Sang Hyang Kawisuara.

Lebih lanjut, dalam ajaran Siwa Siddhanta sebagai paham yang dianut sebagian besar umat
Hindu di Indonesia, mengaplikasaikan ajaran Weda melalui Seha, Puja, Sesana, Indik, dan Tutur.
Sumber-sumber ajaran Siwa Sidanta secara terperinci terdapat pada Bhuwanakosa, Jnana
Siddhanta, Tattwa Jnana, Wrhaspati tatwa, Ganapati Tattwa, Sang Hyang Maha Jnana yang
semuanya ini sudah sangat mudah untuk didapatkan.

Di dalam Siwa Tattwa, Sang Hyang Widhi adalah Ida Bhatara Siwa. Dalam lontar Jnana
Siddhanta dinyatakan bahwa Ida Bhatara Siwa adalah Esa yang bermanifestasi beraneka menjadi
Bhatara - Bhatari.
• “ Eko bhagavan sarvah Siwa karana karanam Aneko viditah sarwah. Catur
vidhasya karanam. Ekatwanekatwa swalaksana bhatara ekatwa ngaranya.
Kahidup makalaksana Siwa tattwa Tunggal tan rwatiga kahidep nira.
Mangekalaksana Siwa karana juga tan paphrabeda. Aneka ngaranya kahidup.
Bhataramakalaksana caturdha. Caturdha ngaranya laksananiram stuhla suksma sunya.”
Artinya: Sifat Bhatara eka dan aneka. Eka artinya ia dibayangkan bersifat Siwa Tattwa. Ia
hanya esa tidak dibayangkan dua atau tiga. Ia bersifat Esa saja sebagai Siwa karana
(Siwa sebagai pencipta), tiada perbedaan. Aneka artinya Bhatara bersifat Caturdha.
Caturdha adalah sifatnya, sthula, suksma dan sunia.

Sumber - sumber lain yang menyatakan Dia yang Eka dalam Beraneka juga kita temukan
dalam banyak mantra - mantra, di antaranya adalah:
• “ Om namah Sivaya sarvaya. Dewa-devaya vai namah. Rudraya Bhuvanesaya.
Siwa rupaya vai namah “ Artinya: Sembah bhakti dan hormat kepada Siwa, kepada Sarwa.
Sembah bhakti dan hormat kepada dewa dewanya. Kepada Rudra raja alam semesta.
Sembah hormat kepada dia yang rupanya manis.
• “Twam Sivas twam Mahadewa. Isvara Paramesvara. Brahma Visnuca Rudrasca. Purusah
Prakhrtis tatha “ Artinya: Engkau adalah Siwa Mahadewa. Iswara, Parameswara.
Brahma, Wisnu dan Rudra. Dan juga sebagai Purusa dan Prakerti.
• “Tvam kalas tvam yamomrtyur. varunas tvam kverakah. Indrah Suryah Sasangkasca.
Graha naksatra tarakah”. Artinya: Engkau adalah Kala, Yama dan Mrtyu. Engkau adalah
Varuna, Kubera. Indra, Surya dan Bulan. Planet, naksatra dan bintang - bintang.
• “Prthivi salilam tvam hi. Tvam Agnir vayur eva ca. Akasam tvam palam sunyam.
Sakhalam niskalam tatha“. Artinya: Engkau adalah Bumi, Air dan juga Api. Angkasa dan
alam sunia tertinggi. Juga yang berwujud dan tak berwujud.

Dalam lontar Padma Bhuana disebutkan, Bhatara Siwa bermanifestasi menempati arah
mata angin, di antaranya Siwa sebagai Siwa ra, berkedudukan di timur, Brahma di Selatan,
Mahadewa di Barat, Wisnu di Utara, Timur Laut sebagai Sambu, Tenggara sebagai Mahesora,
Barat Daya sebagai Ludra, Barat Laut Sangkara dan di tengah adalah Siwa. Dewa / Bhatara -
Bhatari itu adalah Bhatara Siwa sendiri. Bhatara - Bhatari itulah yang dipuja sebagai Ista Dewata.
Dalam manifestasi beliau yang paling mendominasi pemujaan yang ada di Bali sebagai Dewa
Brahma, Wisnu, dan Iswara.

Konsep penciptaan, pemeliharaan dan pemrelina menunjukkan Bhatara Siwa sebagai apa
yang sering disebut Sang Hyang Sangkan Paraning Numadi. Yaitu asal dan kembalinya semua
yang ada dan tidak ada di jagat raya ini. Realitas tertinggi disebut Siwa, yang merupakan kesadaran
yang tak terbatas, yang abadi, tanpa perubahan, tanpa wujud, merdeka, ada dimana-mana, maha
kuasa, maha tahu, esa tiada duanya, tanpa awal, tanpa penyebab, tanpa noda, ada dengan
sendirinya, selalu bebas, selalu murni dan sempurna. Ia tak dibatasi oleh waktu yang merupakan
kebahagiaan dan kecerdasan yang tak terbatas, bebas dari cacat, maha pelaku dan maha
mengetahui.

Dewa Siwa adalah Tuhan cinta kasih, yang karunianya tak terbatas, cinta kasihnya tak
terbatas dan merupakan penyelamat dan guru. Ia selalu terlibat dalam pembebasan roh-roh dari
perbudakan materi. Ia mengenakan wujud seorang guru yang berasal dari cinta kasihnya yang
mendalam terhadap umat manusia. Ia menghendaki agar semuanya mengetahui tentang Dia dan
mencapai Siwa –pada yang penuh kebahagiaan. Ia menjaga aktifitas dari roh-roh pribadi dan
membantunya dalam pergerakan majunya. Ia membebaskan roh-roh pribadi dari belenggu ikatan.

Kedudukan Dewa Siwa dapat dilihat pada salah satu puja yang dipakai pada saat
sembahyang di sangah merajan: Om Brahma Wisnu Iswara Dewam. Tripurusa Suddhatmakam.
Tridewa Trimurti Lokam. Sarwa Wighna Winasanam. Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu
sebagai Dewa Brahma, Wisnu, Iswara, Tripurusa Maha Suci, Tridewa adalah Trimurti, semogalah
hamba terbebas dari segala bencana.

Selain ke-Tuhanan, Siwa Siddhanta juga memuat beberapa ajaran, di antaranya: ajaran
tentang Atma yang sesungguhnya berasal dari Bhatara Siwa dan akan kembali kepada-Nya juga,
ajaran Karma Phala yang berkaitan dengan Punarbawa atau siklus reinkarnasi, ajaran pelepasan
yang berkaitan tentang Yoda dan Samadhi. Terdapat pula ajaran tata susila yang erat hubungannya
dengan ajaran Karma Phala. Tumpuan dari ajaran tata susila itu adalah Tria Kaya Parisuddha.
Yaitu, Kayika Parisuddha (berbuat yang benar), Wacika Parisuddha (berbicara yang benar), dan
Manacika Parisuddha (berfikir yang benar). Akhir kata, di mana Tuhan selalu dihadirkan, dipuja
dengan penuh sujud bakti, di mana kekuatan Tuhan selalu dihadirkan dalam setiap nama, rupa,
warna, maka di sana akan selalu ada rasa syukur, rasa penuh bakti, rasa penuh cinta, maka akan
hadir keberuntungan serta kebaikan.

Demikianlah keadaan Tuhan (Hyang Widhi), Beliau ada di manamana, meresap pada
segala tempat, tiada tempat yang tidak ditempatiNya. Oleh karena itu manusia tidak dapat lari ke
manapun untuk menyembunyikan segala perbutannya. Kemana lari di sana pasti ada Tuhan
(Hyang Widhi)

Anda mungkin juga menyukai