Siwa Siddhanta merupakan ajaran Hindu yang berpusat pada Siwa sebagai
yang tertinggi. Dalam Siwa Siddanta merupakan ajaran yang bersumber dari
India khususnya bagian selatan. Ajaran ini berkaitan erat dengan Weda,
Upanishad seperti Isa upanisad, Chandogya Upanisad, Brhadaranyaka
Upanisad, Kena Upanisad, Svetasvatara Upanisad, Maitri Upanisad, Prasna
Upanisad, dan sebagainya. Disamping itu juga mendapat pengaruh Purana.
Namun dalam perkembangannya di Indonesia mengalami berbagai
perubahan akibat bersentuhan dengan berbagai paham seperti Surya, Tri
Murti, Ganapati maupun Shakta, termasuk ajaran pemujaan leluhur.
I. PENDAHULUAN
Pentingnya memahami Brahma Widya adalah agar setiap umat
Hindu tidak rancu atau bingung dengan apa yang diyakininya. Ruang
lingkup agama hindu yang paling mendasar adalah keyakinan terhadap
Tuhan (Brahman), Atman, Karma Phala, Punarbahawa, moksa, dan alam
semesta ini sebagai tempat terjadinya semau ini. Jika keliru dalam satu hal
saja, maka tujuan akhirpun akan berbeda. Misalnya jika memandang bahwa
atma atau roh adalah berbeda sama sekali dengan Brahman, maka kata
penyatuan atau moksa itu tidak akan ada. Ruang lingkup pertama yang
harus kita ketahuai adalah siapa yang disebut penguasa alam semsta dalam
agama Hindu? Atau ketika sebagaian besar dari kita membaca purana,
menonton Mahadewa, dengan tidak memiliki bekal yang kuat terhadat
Brahma Widya, mungkinkah kita akan tetap beragama Hindu? Sementara di
eropa model agama purana seperti ini telah masuk museum dan tidak dianut
lagi. Oleh karena itu untuk menghilangkan keraguan terhadap hindu,
khususnya dalam theology maka perlu diskusikan materi berikut.
Sang Hyang Widdhi Wasa, Ia yang menakdirkan yang Maha Kuasa,
sebagai awal, tengah dan akhir dari sarwabhawa (segala yang ada). Ia sangat
sempurna, tanpa cacat, tanpa noda, tanpa awal, tengah, dan akhir.
Bagaimanapun kita memikirkan-Nya sangatlah tidak mungkin
membayangkan Ia yang Maha sempurna dengan pikiran yang sangat
terbatas. Lalu bagaimanakah cara Hindu mengenal siapa yang
disembahnya?
Hindu memiliki tri kerangka dasar yaitu tattwa, etika dan upacara.
Untuk belajar ajaran ketuhanan Hindu Indonesia maka seseorang harus
memahami Siwa tattwa (hakikat Siwa). Sebelum memasuki Siwa Tattwa
perlu dipahami pola pikir yang akan mengantarkan kita belajar Tattwa
Hindu secara benar. Menurut Drs. I Gede Sura, sedikitnya ada tiga pola
pikir:
1. Pola pikir Ilmiah yaitu pola pikir yang didasarkan pada proses ilmiah
atau dikenal juga dengan kebenaran keilmuan. Pola pikir ini sangat
berguna dalam penelitian-penelitian ilmu pengetahuan yang lebih
mengedepankan logika. Orang yang berhasil menerapkan pola pikir ini
dikenal dengan ilmuan. Misalnya Einstein, Thomas Alpha Edison, dsb.
2. Pola pikir Filsafat, didasarkan pada renungan secara mendalam oleh
manusia sehingga kebenaran yang diperoleh adalah kebenaran filsafati,
1
sedangkan sang perenung yang memperoleh jawaban atas pokok
persoalan yang dipecahkan disebut Filosof atau filsuf. Misalnya: Plato,
Aristoteles, dsb
3. Pola pikir Agama yang bersumber dari keyakinan. Karena bersumber
dari keyakinan maka pola pikir agama lebih mengutamakan rasa. Pola
pikir agama sangat dipengaruhi oleh ajaran dari masing-masing agama,
karena itu agama yang berbeda memiliki pola pikir yang berbeda pula.
Pola pikir Agama Hindu akan berbeda dengan pola pikir Islam, Kristen,
Katolik maupun Buddha.
Untuk memperoleh cara berfikir yang sistematis, seseorang harus
memilah-milah sendiri dalam pikirannya apakah ini agama, apakah ini
filsafat ataukan ilmiah. Namun dalam kenyatannya terkadang ada kaitan
antara satu pola pikir dengan pola pikir yang lain, yang mana hal ini akan
menimbulkan kerancuan apabila tidak didasari oleh Wiweka. Campur aduk
pola pikir agama-agama sangat sering terjadi sehingga terkesan adanya
pemaksaan atau penjajahan oleh satu agama terhadap agama yang lain.
II. PEMBAHASAN
A. Tuhan Dalam Weda
Didalam Veda kita bisa melihat begitu banyak nama Dewa yang
seringkali bahkan tidak kita temukan pemujaannya dewasa ini. Dewa
berasal dari kata Div yang artinya sinar, Dewa dalam hal ini merupakan
sinar suci dari Sang Hyang Widhi Wasa. Jumlah Dewa-Dewa dalam Reg
Weda I. 139. 11 disebutkan ada 33:
Ye dewaso divy ekadasa stha prthivyam adhy ekadasa stha,
apsuksito mahinaikadasa stha te devaso yajnyamimam jusadhvam.
Artinya:
Wahai para Dewa (33 Dewa), sebelas di sorga, sebelas di bumi, dan
sebelas di langit, semoga engkau bersuka cita dengan persembahan
suci ini.
2
diuraikan dalam Reg Weda Mandala I Sukta 164 Mantra ke-46
yangmenyebutkan:
Indram Mitram Varuna Agni ahur atho divyah sasuparno garutman,
Ekam sad vipra bahudha vadhantyagnim yamam matarisvanam
ahuh.
Artinya:
Mereka menyebutkan Indra, Mitra, Varuna, Agni, dan dia yang
bercahaya yaitu Garutman yang bersayap elok.
Satu itu (Tuhan) sang bijaksana menyebut dengan banyak nama
seperti Agni, Yama, Matarisvan.
3
memberi hidup, menumbuhkan, menjadikan hidup, menjadikan
berkembang, meluap (Pudja, 1999: 14).
Penjelasan mengenai Brahman dapat kita lihat dalam Mandukya
Upanisad, Enlightenment Withhout God, oleh Swami Rama:
Kata Brahman berasal dari akar kata brha atau brhi yang berarti
meluap, mengembang, pengetahuan atau yang meresapi segala.
Kata ini selalu dalam jenis kelamin neutrum (banci), Hal ini
menunjukkan bahwa Tuhan berada diluar konsep jenis kelamin laki-
laki (masculinum) dan wanita (femininum) dari segala sesuatu yang
ersifat dualis. Brahman hadir di mana-mana, maha tahu, maha
kuasa, itulah sifat dasar dari satu kebenaran Mutlak itu. Ia adalah
kebenaran sejati, kesadaran tertinggi, yang tidak pernah
dipengaruhi oleh perubahan sifat duniawi, adalah Brahman itu, Ia
yang menjadikan diri-Nya sendiri dan memenuhi seluruh alam
semesta untuk menampakkan diri-Nya sendiri itulah Brahman.
Brahman itu tidak berbeda dari Sang diri, seluruh umat manusia
hakikatnya adalah Brahman,. Berpangkal dari pandangan ini
seluruh umat manusia pada hakikatnya adalah satu dan sama.
Menempatkan pertentangan dan perbedaan terhadap seluruh umat
manusia adalah suatu kerugian yang sangat besar dan
mengejawantahkan kesatuan di dalam dan di luar akan mencapai
tujuan tertinggi
4
Dengan demikian maka Brahman adalah nama Tuhan yang umum
dalam Upanisad-upanisad. Brahman Bukan hanya maha ada, ada dalam
semua tetapi semua yang ada, ada di dalam Brahman.
5
Ia bersifat Esa saja sebagai Siwa karana (Siwa sebagai
Pencipta)tiada perbedaan.
Aneka artinya Bhattara dibayangkan bersifat Caturdha artinya adalah
stula suksma para sunya.
Uraian yang demikian akan banyak kita jumpai dalam sumber-
sumber Siwatattwa yang lain, yang pada akhirnya mengarahkan kita untuk
menarik kesimpulan Tuhan Itu Satu. Tuhan yang satu ada dalam yang
banyak, dan yang banyak ada dalam yang satu. Atau semua yang ada
bersumber dari Tuhan, ada didalam Tuhan, diresapi oleh Tuhan. Nama
Tuhan didasarkan pada sifat dan fungsi yang dilekatkan pada aspek
kekuatan Brahman. Hal ini dapat kita jumpai dalam lontar Bhuwanakosa
Patalah III sloka76:
Brahmasrjayate lokam
Visnuve palakastitam
Rudratve samharasceva
Tri murttih nama evaca
Artinya:
6
D. SIWA SIDDHANTA DI INDIA
III. SIMPULAN
7
DAFTAR PUSTAKA