Anda di halaman 1dari 8

KONSEP TUHAN DALAM ISLAM DAN HINDU

Konsep Ketuhanan dalam Agama Hindu

Setiap agama memiliki pokok kepercayaan yang menjadikannya sebuah aliran


keagamaan. Salah satu dan terbesarnya adalah konsep mengenai Tuhan. Tidak ada satu
agamapun yang tidak memiliki Tuhan sebagai sesembahan dan pencipta semesta alam. Ilmu
filsafat yang merupakan ilmu interdisipliner, juga telah mengkaji tentang konsep Ketuhanan
yang ada pada setiap agama. Pandangan mengenai Tuhan atau ajaran Ketuhanan disebut
Theology.1

Dalam agama Hindu, ajaran theologi atau filsafat Ketuhanan yang disebut Tattwa,
sedangkan ilmu yang membahas tentang konsep Ketuhanan dalam agama Hindu disebut
“Brahma Widya”. Dengan demikian, theologi dalam Hindu sama artinya dengan Tattwa. Adapun
tujuan dari kajian filsafat Ketuhanan Hindu adalah untuk mempelajari pokok-pokok pengertian
tentang Tuhan sebagai sumber keimanan dalam penghayatannya seperti yang tertera dalam kitab
weda, mengerti dan menghayati konsep Tuhan dalam Hindu, dan tidak mempermasalahkan
nama-nama dan bahasa yang digunakan untuk menyebutkan Tuhan agama Hindu yang pada
hakikatnya merupakan satu Tuhan dengan sebutan yang banyak.2

Brahma sebagai Tuhan dalam Hindu melalui Ajaran Brahma Widya bersumber pada
kitab suci weda. Brahma Widya sendiri, membahas tentang Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan
semua ciptaannya. Dalam kitab Brahmasutta I.I.2 menyatakan bahwa Tuhan merupakan asal
mula semua yang ada. Sebagai pencipta alam semesta dan seisinya serta tempat ciptaan-Nya
untuk kembali pada-Nya.3 Namun selain mengajarkan ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagaimana umumnya agama-agama lain. Hindu memiliki dua konsep Ketuhanan yaitu Nirguna
Brahman dan Saguna Brahman. Nirguna Brahman merupakan konsep Tuhan tanpa wujud yang
disebut Brahma. Sedangkan Saguna Brahman merupakan konsep Tuhan dalam bentuk pribadi
atau disebut konsep Ketuhanan Trimurti, dan dewa-dewa.4

1
I Wayan Singer, Tattwa (Ajaran Ketuhanan Agama Hindu), (Surabaya: Penerbit Paramitha, 2012), hal.31.
2
I Wayan Singer, Tattwa (Ajaran Ketuhanan Agama Hindu), .........., hal.40-41.
3
I Made Titib, Ketuhanan Dalam Weda, (Denpasar: Pustaka Manikgeni, 1995), hal. 18.
4
Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, (Riau: Pusaka Riau, 2013), hal. 41.
Dalam menyebutkan Tuhannya yang beragam, namun tetap satu Tuhan dengan sebutan
Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Meski bersifat Esa, Tuhan juga berada di
setiap makhluk hidup, dan dimana saja. Karena Tuhan ada di mana saja, tidak ada sesuatu yang
Ia tidak ketahui, dan tidak ada sesuatu yang dapat disembunyikan dari-Nya. Tidak ada kekuasaan
manusia yang dapat melawan Tuhan. Kuasa Tuhan inilah yang merupakan manifestasi Sang
Hyang Widhi Wasa berupa dewa-dewa yaitu Brahma, Wisnu, Siwa sebagai dewa-dewa utama
(Trimurti), serta masih terdapat dewa-dewa lain yang berada pada setiap tempat maupun aspek
kehidupan manusia.5

Demikian Hindu mengajarkan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dengan banyak
manifestasi-Nya berupa dewa-dewa, namun, dewa-dewa tersebut bukanlah Tuhan Sang Hyang
Widhi Wasa. Keberadaan dewa-dewa hanya sebagai perwujudan atau personifikasi dari sifat-
sifat kebesaran dan keagungan Tuhan dalam menciptakan, memelihara dan mengatur alam
semesta.6

a. Sifat- sifat tuhan


Dalam agama hindu sendiri memahami arti sifat-sifat tuhan itu dengan melihat
dari suatu gejala-gejala alam, fenomena dan sebuah ungkapan yang membuat mereka
percaya akan tuhan, serta segala pernyataan tentang sifat-sifat tuhan yang jelas ada kitab
suci agama hindu, dan juga pada kata-kata dalam bentuk tulisan yang mengarah pada
sifat-sifat tuhan yang di sebutkan oleh para bijaksanawan.
Sifat tuhan yang pertama dalam agama hindu yakni tuhan itu maha Esa, karena
keesaan itu telah menjadi keyakinannya dalan mencermati segal ciptaannya yang tak
terbatas itu kemudian menimbulkan suatu kekaguman dalam hati mereka dan
menumbuhkan rasa keyakinan bahwa sang pengatur dan pencipta alam semesta ini
memangkah Tuhan Yang Maha Agung, yang mereka beri gelar nama hyang widhi wasa,
Siwa atau Brahma7.
Dalam keesaan itu tersirat tentang kemahakuasaan-Nya seperti dalam hal
menciptakan, memelihara, dan melindungi dan kekuasaan itu di katakan sebagai Trimurti

5
Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, .........., hal. 47.

6
Oka Punia Atmaja, The Hindu Ethics of Holy Veda as Found in Bali, (Jakarta: World Hindu Federation,
1992), hal. 78.
7
I wayan singer, Tattwa (ajaran keesaan agama hindu),(surabaya : penerbit paramitha, 2012) hlm. 46
yaitu sebagai Brahman, Wisnu, Iswara. Semua itu untuk wujud suatu kekausaan-Nya
karena keterbatasan kita menetahui sifat-sifatnya sehingga dalam buku panca sradha
“Sanghang Widhi Wasa berarti yang maha kuasa dan menakdirkan segala yang ada, atau
dikatakan juga sebagai Bhatara Siwa yang memiliki makna pelindung yang termulia, dan
di beri gelar sanghyang Maha Dewa yang berarti Dewa yang maha tinggi dan gelar-gelar
yang lainnya.
Gelar-gelar itu mampu diucapkan dan ditulis dalam bentuk kata maupun aksara
dengan disertai kekaguman seorang umat terhadap penciptanya, sedangkan kekuasaannya
itu telah termanifestasikan dalam wujud Trimurti, yang emudian di simbolkan dalam
aksara Ang, Ung, Mang yang di sinkat menjadi “A.U.M ” yakni sebagai pencipta,
pemelihara dan pamralina, aksara itu menunjukkan keunggulan dankekuatan yang
melebur kembali kepada sumbernya dan kuasa yang di simbolaka dengan aksara “ OM”
(A.U.M)8 selalu diucapkan sebelum melakukan permohonan atau sebelum membaca
mantra-mantra.
Sifat yang kedua yakni tuhan menjadi sumber dari segala sumber, seperti dalam
Kekawin Arjuna Wiwaha terdapat sebuah bait yang mengartikan bahwa tuhan menjadi
asal mula atau sumber dari alam semesta beserta isinya, dengan dikatakan sebagai berikut
itu menumbuhkan keyakinan bahwa semua itu berasal dari sumber yang satu karena itu
diharapkan semua manusia dapat merasakan rasanya persatuan,kebersamaan, dan yang
pada akhirnya akan dapat menciptakan suasana batin yang menghargai kesatuan dalam
sebuah kehidupan9, untuk menumbuhkan persatuan dalam diri itu maka umat hindu
dianjurkan untuk mempelajari “Dharma”10.
Sifat Tuhan yang ketiga yakni Tuha yang berada di mana-mana dan beliau
merupakan kekuatan yang sangat dirasakan, terutama oleh para rohaniawan. Yang
kemudian di Bali kekuatan itu akan di gambarkan oleh para Rsi dalam sebuah tempat-
tempat suci sehingga segala tempat suci itu memiliki makna dan tujuan didirikannya11.
Tempat-tempat suci itu mencerminkan suatau pandangan bahwa Tuhan berada di
mana-mana sehingga diadakan suatu klasifikasi terhadap pura-pura untuk

8
I wayan singer, Tattwa (ajaran keesaan agama hindu),.....hlm. 50.
9
I wayan singer, Tattwa (ajaran keesaan agama hindu),..... hlm. 65
10
I wayan singer, Tattwa (ajaran keesaan agama hindu),..... hlm. 73
11
I wayan singer, Tattwa (ajaran keesaan agama hindu),..... hlm. 80
memperjelaskan kepada umat bahwa setiap tempat suci mempunyai fungsinya tersendiri,
sehingga segala Pura yang ada di Bali kini di bangun atas dasar konsepsi yang dalam agar
menjadi pengingat diamanapun umat hindu berada dapat mengingat bahwa Tuhan ada
dimana-mana sehingga segala perbuatan dan perkataannya mendapatkan berkah dari
Yang Maha Esa12.

b. Manifestasi tuhan dalam agama hindu

Nama-nama yang di beriakan oleh umat hindu terhadap Tuhan yang mereka
percayai itu sanagtlah beragam dan hal itu mereka lakukan semata untuk memuji dan
mengungkapkan besarnya kuasa Tuhan dengan demikian hal itu menjadi salah satu
sarana untuk membayangkan Tuhan terhadap para umat yang memilii keterbatasan
pengetahuan mengenai Tuhan13.

Dalam buku “Weda” bahwa Tuhan menjadi asal dari segalanya, dan tempat
kembalinya segala sesuatu, dan dalam buku itu di tuliskan bahwa Tuhan Yang Maha Esa
itu adalam Dewa atau disebut ‘Tat’ atau ‘Sat’ sebagai makhluk tertinggi dengan berbagai
tingkatannya, dan pemikiran dalam buku weda ini menyatakan sebuab konsep
perwujudan dari tanda-tanda Polytheisme pada suatu keyakinan Monotheisme,

Sehingga segala sesuatu yang indah, agung dan mulia kini mulai
dipersonifikasikan atau didewakan dari sifat-sifat kemahakuasaan Tuhan 14 dan semuanya
dianggap sebagai supranatural, dan para dewa yang ada itu menjadi wujud yang
supernatural bagi mereka yang mempercayainya, namun tidak untuk mereka yang
membencinya, dan setiap dewa-dewa itu memiliki sifatnya masing-masing seperti Agni
(dewa api), Dyus(dewa langit), Surya (dewa matahari), Usas (dewa fajar), Prthi (dewa
bumi), Mitra (dewa siang dan langit terang), Varuna ( dewa langit yang gelap dan senja),
Parjanya( dewa awan dan hujan), Maruts ( dewa angin ribut), Vayu (dewa angin), Savitr
(dewa matahari pagi)15, dan masih banyak lagi, dari perwujudan dewa-dewa itu menjadi
suatu simbol kekuatan alam yang kemudian di puja-puja dengan cara memberikan
12
I wayan singer, Tattwa (ajaran keesaan agama hindu),..... hlm. 85
13
I amde titib, ketuhanan dalam weda,... hlm.19
14
Oka unia atmaja, the hindu ethics of holy veda as found in bali, (jakarta: world hindu federation, 1992),
hlm.79
15
I amde titib, ketuhanan dalam weda, (denpasar : manikgeni, 1995), hlm.19
nyanian-nyanyian pujaan, doa, persembahan, sajen-sajen dan korban semua itu untuk
mengambil hati kepada sang dewa.

Simbol kemahakuasaan dan kesucian Tuhan itu di buat dalam bentuk singgasana
yang menjulang tinggi yang dinamakan ‘padmasana’ atau dikatakan juga sebagai
singgasana teratai, hanya ada satu tempat yang maha kuasa pelindung dari segala dharma
yang dapayt disebut sebagai palinggah-palinggih di pura Bali, dan untuk tempat yang
lainnya di sucikan untuk Dewa-Dewi, Roh suci, Nabi, dan Maha Rsi serta arwah leluhur
yang dianggap telah menjadi Dewa, maka keyakinan mereka tetaplah pada Tuhan yang
satu, Tunggal sedangkan Dewa-Dewi itu memiliki kedudukan sama seperti malaikat yang
jumlahnya banyak16.

Dharma menjadi suatu perwujudan Tuhan, dimana ada Dharma disana Tuhan
memperlihtkan diri-Nya secara ghaib, sedangkan ketentraman batin dan ketenangan Jiwa
ialah sumber dari Dharma17, maksudnya pelaksanaan ajaran kerohanian, kebenaran, amal
sholeh, dan kesucian ini dapat membuat Tuhan berada pada segala apa yang dapat di
alami secara langsung, walaupun orang suci, dan Maha Rsi sekalipun tidak dapat
menemui Tuhan melainkan dengan pengalaman ghaib, karena sejatinya Tuhan tidak
dapat di kaji dan di temui melalui ilmu pengetahuan ilmiah, maupun teknologi karena
kehadirann-Nya tidakterjangaku oleh kecerdasan pikiran, perasaan biasa dan akal yang
tajam.

Tuhid dalam islam


Dalam Islam, konsep keesaan Tuhan ada dua, konsepsi Aqidah dan konsepsi Tauhid
(monoteisme). Aqidah adalah keyakinan yang terikat kuat dalam hati, bersifat mengikat dan
mengandung perjanjian. Hasan al-Bana mengemukakan bahwa Aqidah adalah beberapa perkara
wajib dipercayai kebenarannya oleh hati yang menumbuhkan ketenteraman jiwa dan menjadi
keyakinan yang tidak terdapat sedikitpun di dalamnya keraguan.18 Tauhid adalah dasar agama
Islam, yang di dalamnya mencakup keyakinan teoritis dan tingkah laku praktis, maka ia tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya, keduanya merupakan bentuk Ketauhidan yang paten.
16
Oka unia atmaja, the hindu ethics of holy veda as found in bali,...., hlm.80
17
Oka unia atmaja, the hindu ethics of holy veda as found in bali,.... hlm.93
18
Tim Penyusun, Konsep Ketuhanan dalam Islam, Skripsi, hal. 5-6
‫ ٌد‬E‫تَوْ ِح ْي‬-ُ‫يُ َوحِّ د‬-َ‫ َو َّحد‬merupakan asal kata tauhid, yang berarti mengesakan. Menurut istilah,
tauhid adalah mempercayai akan ke-Esaan Allah dalam rububiyah, uluhiyah, dan dalam asma’
wa shifat. Maknanya yang mutlak adalah memurnikan dan mensucikan seluruh ibadah hanya
untuk Allah SWT. Dalam segi bahasa, tauhid berarti menjadikan sesuatu itu satu saja,
meniadakan semua yang ada, dan menetapkannya satu saja.19 Isi terpenting dari aqidah ahlu
sunnah wal jama’ah adalah Tauhid. Ajaran tauhid dibagi menjadi tiga, Tauhid Rububiyah,
Tauhid Uluhiyah, Tauhid Asma’ wal Shifat.
1. Tauhid Rububiyah
Rububiyah diambil dari salah satu nama Allah SWT, yaitu rabb, artinya pemelihara,
penolong, pemilik, tuan, dan wali. Istilah tauhid rububiyah dalam syari’at Islam
berarti “meyakini bahwa hanya Allah satu-satunya pencipta, pemilik dan pengatur
alam raya, yang dengan iradah-Nya ia menghidupkan dan mematikan.” Tauhid
rububiyah diingkari oleh orang-orang dualism dan matrialis.20
2. Tauhid Uluhiyah
Allah merupakan ma’bud, yaitu yang berhak untuk disembah tanpa menyekutukan-
Nya. Allahlah yang berhak untuk dipatuhi secara mutlak. Semua yang ada di dunia ini
harus tunduk dan taat kepada Allah sebagai sang penguasa.21
3. Tauhid Asma’ wa shifat
Makna tauhid asma’ wa shifat adalah percaya dan beriman kepada nama-nama Allah
SWT dan sifat-sifat-Nya. Allah mengingkari segala sesuatu yang itu menyerupai diri-
Nya, dan membenarkan bahwa Dia maha awal dan maha akhir. Maka Dia diberikan
nama dan sifat yang itu Dia berikan untuk dirinya dalam Al-Qur’an, ataupun yang
dibenarkan dan disampaikan Rasulullah SAW dalam hadits-haditsnya.22

KEMAHAKUASAAN ALLAH
Kemahakuasaan Allah adalah tentang kemuliaan, keagungan, dan kehormatan serta
kehendaknya yang tidak bisa dibandingkan dan ditentang oleh apapun dan siapapun. Tafakkur
19
Lailatul Khodariyah, Konsep Tauhid dalam Surat An-Naas: Kajian Komparatif Tafsir Mafatih Al-Gaib
dan Al-Maragi, Skripsi, Jurnal IAIN Salatiga, Hal. 17
20
Lailatul Khodariyah, Konsep Tauhid dalam Surat An-Naas….., Hal. 25
21
Itah Miftahul Ulum, Konsep Tauhid Menurut Muhammad Bin Abdul Wahab dan Implikasinya bagi
Tujuan Pendidikan Islam, Jurnal Unswagati Cirebon, 2013, Hal. 97
22
Azwar, Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid dalam Asma’ Wa Al-Shifat Menurut Shalih Bin Fauzan Bin
Abdullah Al-Fauzan, Tesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Riau, 2011, Hal. 73
tentang kemahakuasaan Allah SWT adalah hal yang wajib dilakukan setiap makhluk khususnya
manusia yang memang diberikan akal pikiran, tidak lain dan tidak bukan untuk memikirkan dan
mentadaburi setiap hal kecil yang ia temui. Allah memerintahkan kepada manusia untuk berpikir,
yang Dia sematkan dalam banyak firman-Nya, salah satunya pada surat Al-Baqarah ayat 219:

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
"Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya
kamu berpikir.”23

Allah memberikan argumen tentang kemahakuasaan dan kemahaesaan-Nya, salah


satunya dengan mengungkap proses penciptaan diri manusia dan akhir dari perjalanan hidupnya.
Menurut al-Razi, manusia diciptakan dari pertemuan antara sperma laki-laki dan ovum wanita,
yang keduanya diciptakan dari saripati darah, yang darah berasal dari saripati makanan yang
dimakan manusia, baik dari unsur nabati ataupun hewani, yang mana keduanya tumbuh, hidup
dan berproduksi di tanah, maka dapat dikatakan manusia itu tercipta dari tanah, seperti halnya
adam as. yang awalnya diciptakan Allah dari tanah.24

Oleh karena itu, Allah memiliki sifat mutlak atau absolut dan sempurna. Seperti yang
disebutkan dalam asma’ul husna, bahwa Allah Maha Kuasa, Maha menyaksikan, Maha
mengawasi, Maha memelihara, Maha mengetahui, Maha memelihara. Dalam perspektif Islam,
Allah sama sekali tidak memiliki kelemahan, cacat, keburukan, atau kekurangan. Kesempurnaan
Allah jelas tergambar melalui sifat-sifat-Nya yang baik (asma’ul husna) dan nama-nama-Nya
yang agung.25

Perspektif Islam memandang Tuhan juga bersifat tunggal. Tunggal dalam wujud, tidak
ada yang setara dengan-Nya, tidak ada yang mendampingi-Nya, tidak berganda dan tidak
berbilang, hanya satu. Selain itu, Allah juga bersifat Maha Sempurna tidak memiliki sifat

23
QS. Al-Baqarah: 219
24
Khotimah Suryani, Keesaan Allah Perspektif Al-Qur’an (Penafsiran surah Al-An’am ayat 1-83), Skripsi,
diakses dari Media Publikasi Neliti, Hal. 81.
25
M. Kholid Muslih, Worldview Islam Pembahasan Tentang Konsep-konsep Penting dalam Islam,
(Ponorogo: Direktorat Islamisasi Ilmu Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor, 2019), cetakan ke-3, hal. 48.
kekurangan, aib atau cacat. Ia tidak bermula dan tidak berakhir, tidak dapat diindra, namun dapat
dirasakan zhahir dan bathin.26

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa, konsep Ketuhanan dalam Islam, yaitu Allah sebagai
Tuhan semesta alam dan seisinya bersifat mutlak, absolut, Maha segalanya, Maha Sempurna,
Tunggal, tidak ada yang setara, tidak bermula dan tidak pula berakhir, kekal adanya.27

Daftar pustaka

Atmaja, Oka Punia. The Hindu Ethics of Holy Veda as Found in Bali, (Jakarta: World Hindu Federation,
1992).

Azwar, Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid dalam Asma’ Wa Al-Shifat Menurut Shalih Bin Fauzan Bin Abdullah Al
Fauzan, Tesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Riau, 2011.
Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, (Riau: Pusaka Riau, 2013).
Khodariyah, Lailatul. Konsep Tauhid dalam Surat An-Naas: Kajian Komparatif Tafsir Mafatih Al-Gaib dan Al
Maragi, Skripsi, Jurnal IAIN Salatiga.
Muslih, M. Kholid. Worldview Islam Pembahasan Tentang Konsep-konsep Penting dalam Islam, (Ponorogo:
Direktorat Islamisasi Ilmu Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor, 2019), cetakan ke-3.
Singer, I Wayan. Tattwa (Ajaran Ketuhanan Agama Hindu), (Surabaya: Penerbit Paramitha, 2012).
Suryani, Khotimah. Keesaan Allah Perspektif Al-Qur’an (Penafsiran surah Al-An’am ayat 1-83), Skripsi, diakses
dari Media Publikasi Neliti.
Tim Penyusun, Konsep Ketuhanan dalam Islam, Skripsi,

Titib, I Made. Ketuhanan Dalam Weda, (Denpasar: Pustaka Manikgeni, 1995).


hal. 5-6

Ulum, Itah Miftahul. Konsep Tauhid Menurut Muhammad Bin Abdul Wahab dan Implikasinya bagi Tujuan
Pendidikan Islam, Jurnal Unswagati Cirebon, 2013.
QS. Al-Baqarah: 219

26
M. Kholid Muslih, Worldview Islam Pembahasan Tentang Konsep-konsep Penting dalam Islam, ..........,
hal. 54.
27
M. Kholid Muslih, Worldview Islam Pembahasan Tentang Konsep-konsep Penting dalam Islam, ..........,
hal. 61.

Anda mungkin juga menyukai