Anda di halaman 1dari 20

2.1.

TUHAN
Terdapat definisi tentang Tuhan dalam Kitab Brahma Sutra, berdasarkan pada satu
pengertian bahwa Tuhan adalah asal dari segala yang ada. Kata ini diartikan semua ciptaan, yaitu
alam semesta beserta isinya termasuk dewa-dewa dan lainnya.
Salah satu aspek untuk mempelajari Tuhan adalah berusaha untuk mengenal atau
mengetahui Tuhan. Untuk mengenal dan mengetahui kita memerlukan nama, penggambaran
tentang sifat, hakekatnya atau apapun yang dapat memberi keterangan jelas dalam menghayati
Tuhan.
Tuhan dalam keadaan sebagaimana halnya adalah dalam keadaan tanpa sifat (nirguna atau
sunya). Dalam ilmu filsafat dikatakan sebagai keadaan dalam alam transcendental. Yang
dikatakan trancendental artinya diluar dari kemampuan pikir. Dalam ilmu theologi, bahan
pembicaraan adalah Tuhan dalam aspek Saguna Brahman (Tuhan dengan sifat hakekatnya,
menurut pikiran manusia), bukan dalam Nirguna Brahman yang hanya sebagai hakekat yang
diakui ada, dibuktikan atau tidak. Selain itu dikenal juga istilah Sakala dan Niskala, yang
digunakan untuk saguna dan nirguna. Kata Sakala berarti mempunyai wujud waktu dan ruang.
Kata kala berarti suara atau waktu.
Dari gambaran itu, aspek Tuhan dalam tingkat Saguna atau Sakala, tingkat ini dibedakan
dalam murtinya sebagai Stula (badan) gaibnya, dibedakan antara tiga tingkat, yaitu:
1. Sabda / suara bentuk sabdamaya, disimbulkan dengan gelar Isvara.
2. Pikir / manah bentuk manomaya, disimbulkan dengan gelar Sadasiva.
3. Ilmu (murni) / Cittamaya, disimbulkan dengan gelar Paramasiva.

Terdapat pula gambaran Tuhan menurut alam pikiran manusia secara impiris, pada
hakekatnya tidak sesuai dengan pengertian yang diberikan dalam kitab suci. Penggambaran
Tuhan yang dimaksud itu menyebabkan sifat Tuhan dibawa pada sifat manusiawi, menyebabkan
timbul gambaran Tuhan secara Pantheistis, Tuhan seperti manusia (Purusa) biasa dengan sifat
lebih. Dengan gambaran sebagai manusia, secara abstrak dilukiskan Tuhan sebagai MAHA
MENDENGAR, MAHA MELIHAT, MAHA MENGETAHUI, MAHA KUASA, MAHA
PENCIPTA, MAHA PENGASIH, dan lainnya.

2.2. DEVA DAN DEVATA


Istilah Deva (malaikat) sebagai mahluk Tuhan adalah karena Deva Dijadikan (diciptakan).
Dengan diciptakan ini berarti Deva bukan Tuhan melainkan sebagai semua mahluk Tuhan yang
lainnya pula.
Rudra sebagai salah satu aspek Deva, merupakan unsur hidup dan kehidupan yang disebut
sebagai Rudra prana. Nama Rudra sering diartikan sama dengan Siva (Rudra-Siva).
Devata sebagai istilah mempunyai arti ESA dan tidak pernah diartikan sebagai kata plural
(jamak). Devata atau Ista Deva merupakan asal atau sumber dari semua ciptaan, baik alam
semesta maupun Deva lainnya.

2.3. BERBAGAI TINGKAT ROH ATAU MAHLUK TUHAN


Ada dua istilah yang perlu mandapat perhatian, yaitu berbagai tingkat Deva-deva dan
berbagai tingkat Sadya.pengertian tingkat Deva berarti Deva itupun masih dapat dibedakan
menurut tingkat kedudukannya. Sedangkan tingkat Sadya yaitu tingkat Deva yang lebih rendah
lagi, tetapi sifat mereka bermacam-macam.
Pitara dan Preta, pengertian pitara (pitri, vater) artinya Bapak, atau leluhur. Adapun
pengertian Pitara pada umunya, adalah arwah leluhur yang telah selesai diprabukan dalam
upacara Pitrayajna. Preta adalah calon Pitara. Preta ini didudukan masih terlalu dekat dengan
manusia.
Kelompok kedua, yang disebut di dalam Manava Dharmasastra adalah kelompok Sadya,
dibedakan pula atas tingkat dan jenis nya.
Bhuta (bhutani) di dalam sastra berasal dari kata Krodha atau Kruddha yang artinya marah.
Raksasa adalah sejenis Bhuta pula tetapi sifatnya tidak
sama dengan Bhuta itu. Yatudhana dana Paulastya adalah semacam Raksasa pula yang karena
kesaktiannya ia dapat memperlihatkan dirinya sesuai keinginanya. Pisaca adalah Raksasa pula
tetapi lebih kecil. Asura adalah nama kelompok untuk semua jenis Roh yang sifatnya sama pula
dengan Raksasa.
Om Swastiastu
Puji syukur saya haturkan kepada Ida Sang Hiang Widhi Wasa. karena atas rahmat dan
kehendaknhyalah sehingga saya dapat menyusun makalah ini sebagai syarat untuk
menyelesaikan studi pembelajaran mata kuliah Pendidikan Agama Hindu yang merupakan salah
satu program dari Universitas.
Terima kasih saya ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan
kepada saya sehingga dengan semangat dan berbagai usaha saya dapat menyusun makalah ini.
Meskipun ada beberapa rintangan dan masalah yang telah saya lewati. Namun, semua itu saya
jadikan sebagai acuan untuk lebih menyempurnakan makalah yang saya susun ini.
Meskipun dengan berbagai usaha kami menyusun makalah ini. Kami menyadari bahwa
perlunya kritikan dan sarannya agar makalah ini dapat lebih sempurna dari sebelumnya. Dengan
segala kerendahan hati saya memohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini banyak kata
– kata yang kurang berkenan di hati para pembaca.
Om Santih, Santih, Santih Om
i

DAFTAR ISI PANCA SRADHA

KATA PENGANTAR................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. tujuan.................................................................................................. 1
BAB II PERMASALAHAN..................................................................... 2

BAB III PEMBAHASAN


1. Percaya akan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa.................... 3 - 4
2. Percaya akan adanya Atman........................................................ 5 - 6
3. Percaya akan adanya Karma Phala.................................................... 7
4. Percaya akan adanya Punarbawa....................................................... 8
5. Percaya akan adanya Moksa...................................................... 9 - 10

BAB IV PENUTUP
1. KESIMPULAN............................................................................. 11
2. SARAN........................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 12

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Telah beribu-ribu buku yang telah di cetak oleh beberapa penerbit yang ada dibumi ini.
Dan beberapa ahli telah memperjelas setiap bahasan yang ada di kitab-kitab suci yaitu dengan
tujuan agar apa yang di jelaskan tersebut dapat di mengerti dan di percaya. Demikian pula halnya
dengan penjelasan mengenai Veda, hampir setiap tahunnya di terbitkan mengenai penjelasan dan
setiap penjelasan di ulas kembali agar semakin rinci dan semakin mudah di mengerti.
Satu pokok bahasan saja dapat menjadi beberapa buku, namun hal tersebut membuat
beberapa orang bingung mana lebih dulu yang di baca. Dengan hal tersebut saya berusaha
meringkas dan menyatukan beberapa materi yang terdapat di beberapa buku. Sehingga dengan
harapan pembaca dapat langsung memahami poin-poin yang penting. Namun bukan berarti yang
tidak kami tulis bukan sesuatu yang penting. Bukan demikian. Setelah mengetahui poin-poin
yang akan kami tulis pada bab berikutnya. Penjelasan yang ada pada sumber makalah ini sangat
penting untuk di baca agar semakin di mengerti dan sumber makalah ini penjelasan mengenai
bahasan yang kami tulis lebih akurat dan jelas.

TUJUAN
1. Untuk melatih diri dalam memecahkan masalah yang sedang berkembang.
2. Melatih diri agar dapat mengembangkan pikiran secara rasional
3. memebentuk kepribadian yang mandiri agar tidak selalu bergantung pada orang lain.
BAB II
PERMASALAHAN
Dalam pembuatan makalah ini ada beberapa topik yang akan di jadikan sebagai bahasan
dalam bab berikutnya antara lain yaitu:
6. Percaya akan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa
7. Percaya akan adanya Atman
8. Percaya akan adanya Karma Phala
9. Percaya akan adanya Punarbawa
10. Percaya akan adanya Moksa

BAB III
PEMBAHASAN
Panca Sradha berasal dari bahasa sanksekerta yaitu urat kata Panca yang artinya lima dan
Sradha artinya keyakinan. Jadi, Panca Sradha adalah lima dasar keyakinan umat hindu dalam
memanfaatkan kehidupan beragama.
Panca Sradha terbagi menjadi lima bagian yaitu :
1. PERCAYA AKAN ADANYA SANG HYANG WIDHI WASA
Semua agama yang ada di dunia ini percaya kepada adanya Tuhan yang maha esa. dalam
agama hindu di kenal dengan sebutan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kita mengetahui adanya
Tuhan karena kitab Veda mengatakan ada. Bila kita membaca kita agama maka kita di ajarkan
untuk percaya bahwa Tuhan itu ada. Pengetahuan kita tentang Tuhan itu ada berdasarkan agama.
A. Tuhan itu Esa
Sang Hiang Widhi adalah Ia Yang Maha Kuasa, Ia juga Maha Pengasih dan maha
penyayang. Maha pelindung, Maha pencipta, maha kuasa alam beserta isinya. Ia Maha ada.
Sang Hyang Widhi menjiwai segala ciptaannya, sebagaimana di ceritrakan dalam kitab suci
Veda.
Dalam kitab suci di katakan:
1. Eko Dewah Sarwah Bhutesu Jitah
Artninya : Eka Dewah (=satu Tuhan), Sarwa Bhutesu JItah(=ada diseluruh ciptaannya).
Jadi hanya satu Tuhan dan terasa pada seluruh ciptaannya.
2. Ekam Ewa Adwitya Brahman
Kepercayaan atas keesaanTuhan dapat pula kita baca pada kitab-kitab suci Veda, dengan
mengetahui isi Veda, maka kita mengerti bahwa agama hindu mengajarkan menyembah satu
Tuhan. Tuhan itu memiliki bermacam-macam sifat bentuk kekuasaan. Dewa adalah merupakan
bentuk sinar sucinya. Karena itu dikatakan dalam kitab suci Veda EKAM EWA ADWITYA
BRAHMAN artinya: hanya ada satu Tuhan tidak ada yang kedua.
3. Akam Sat Wiprah Bahuda Wadanti
Artinya : Ekam = hanya satu. Sat = kehendak Sang Hyang Widhi. Wiprah = orang
bijaksana. Widanti= menyebutkan. Balunda =banyak. Jadi Tuhan hanya satu oleh orang
bijaksana menyebutkan dengan banyak nama.
4. Tuhan sumber kebenaran
Kebenaran merupakan hukum yang kekal abadi. Orang yang mendapatkan kebenaran
yang tertinggi di sebut Dharmika.
B. Sifat-sifat Tuahan Yang Maha Esa
Dalam agama hindu disebutkan beberapa sifat Tuhan Yang Maha Esa yaitu
1. Tuhan dengan tiga sifat kemahakuasaan di sebut dengan gelar Tri Murti
A. Brahma = Maha Pencipta
B. Wisnu = Maha Pemelihara
C. Siwa = Maha Pemralaya
2. Tuhan dengan delapan sifat kemahakuasaanya di sebut dengan Asta Aiswarya
A. Anima = Maha Kecil
B. Lagima = Maha Ringan
C. Mahima = Maha Besar
D. Prapti = Mencapai segala tempat
E. Prakamya = Mencapai segala kehendaknya
F. Isitwa = Maha Raja / Raja Diraja
G. Wasitwa = Maha Kuasa
H. Yatra Kamawasayitwa = segala kehendaknya tak ada yang dapat menentang atau
menghalangi beliau.
3. Tuhan dengan empat sifat kemahakuasaanya di sebut dengan gelarCadu Sakti
a) Prabu Sakti = Sang Hyang Widhi Maha Kuasa
b) Wibhu Sakti = Sang Hyang Widhi Maha Ada
c) Jnana Sakti = Sang Hyang Widhi Maha Tahu
d) Karya Sakti = Sang Hyang Widhi Maha Karya
2. PERCAYA AKAN ADANYA ATMA
Atman adalah percikan – percikan terkecil dari Brahman (Tuhan), jika di ibaratkan sama
dengan percikan-percikan sinar yang bersumber dari matahari, kemudian terpancar menerangi
segala pelosok alam.
Setelah atman memasuki Angra Sarira (badan) makhluk, maka makhluk menjadi
hidup kemudian di sebut “makhluk hidup” yang di sebut dengan “jiwa raga”. Fungsi atman
terhadap badan wadah dapat di ibaratkan seperti matahati dan bumi. Matahari yang memberikan
kehidupan (Atman) sengankan bumi adalah badan wadah yang memberikan kehidupan.
Dalam Bhisma Parwa ada di sebutkan hubungan Atman dengan badan wadah sebagai berikut :
Kadi Rupa Sang Hyang Aditya yan
Praksa niking sarwa loka
Mangkala ta Sang HYang
Atman Prakasanaken niking
Sarira sira ta
Marganiya mawenang
Maperewerti
Terjemahan :
Sebagai rupa dan keadaan Sang Hyang Aditya menerangi dunia, demikian Sang Hyang Atma
menerangi badan, dialah yang menyebabkan kita dapat berbuat.
Oleh karena Atman merupakan bagian dari Brahman ( Tuhan) maka sifatnya sangat gaib
(parama suksma) sebagai sifat-sifat Brahma (Hyang Widhi). Adapun sifat atman di nyatakan
dalam Bhagavadgita bagian II, sloka 24,25 sebagai berikut:
v Acchedya : tak terlukai oleh senjata
v Adahya : tak terbakar oleh api
v Asosya : tak terkeringkan oleh angin
v Akledya : tak terbasahkan oleh angin
v Nitya : kekal abadi
v Sarvagatah : ada di mana-mana
v Sthanu : tak beripindah-pindah
v Acala : tak bergerak
v Sanatana : selalu sama
v Avyakta : tak di lahirkan
v Acintya : tak terfikirkan
v Avikara : tak berubah dan sempurna. Tidak laki-laki dan perempuan.
3. PERCAYA ADANYA KARMA PHALA
Karma phala berasal dari bahasa sanseketa, dari akar kata “Kr” yang artinya berbuat,
bekerja, bergerak, bertingkah laku. Sedangkan phala adalah buah atau hasil. Jadi karma phala
adalah buah atau hasil dari perbuatan.
Karma phala berpangkal dari 3 sumber yakni : “manah karma” perbuatan yang di lakukan
oleh pikiran, “wasa karma” perbuatan yang di lakukan dengan cara berbicara, dan “kaya
Karma” perbuatan yang di lakukan secara fisik atau jasmani. Buah dari pikiran, perkataan
danperbuatan yang dilakukan oleh manusia merupakan suatu karma dan setiap karma pasti ada
akibatnya. Perbuatan yang baik akan menghasilkan phala yang baik, perbuatan yang buruk akan
menghasilkan phala yang buruk pula. Berdasarkan inilah timbul istilah hukum Karma
Phala yaitu hukum yang mengatur sebab akibat aksi dan tekasi dimana sebab di situ pasti akan
terjadi akibat
PENGERTIAN PANCA SRADHA
Agama Hindu disebut pula dengan Hindu Dharma, Vaidika Dharma ( Pengetahuan Kebenaran)
atau Sanatana Dharma ( Kebenaran Abadi ). Untuk pertama kalinya Agama Hindu berkembang
di sekitar Lembah Sungai Sindhu di India. Agama Hindu adalah agama yang diwahyukan oleh
Sang Hyang Widhi Wasa, yang diturunkan ke dunia melalui Dewa Brahma sebagai Dewa
Pencipta kepada para Maha Resi untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia di dunia.
Ada tiga kerangka dasar yang membentuk ajaran agama Hindu, ketiga kerangka tersebut sering
juga disebut tiga aspek agama Hindu. Ketiga kerangka dasar itu antara lain :
Tattwa, yaitu pengetahuan tentang filsafat agama
Susila, yaitu pengetahuan tentang sopan santun, tata krama
Upacara, yaitu pengetahuan tentang yajna, upacara agama
Di dalam ajaran Tattwa di dalamnya diajarkan tentang “ Sradha “ atau kepercayaan. Sradha
dalam agama Hindu jumlahnya ada lima yang disebut “ Panca Sradha “.
PEMBAGIAN PANCA SRADHA
Panca Sradha terdiri dari :
Brahman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Widhi
Atman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Atman
Karma, artinya percaya akan adanya hukum karma phala
Samsara, artinya percaya akan adanya kelahiran kembali
Moksa, artinya percaya akan adanya kebahagiaan rokhani.
Untuk menciptakan kehidupan yang damai seseorang wajib memiliki sradha yang mantap.
Seseorang yang sradhanya tidak mantap hidupnya menjadi ragu, canggung, dan tidak tenang.
Cobalah perhatikan kegelisahan dan ketakutan seorang anak di arena sirkus. Anak kecil menjerit
ketakutan ketika disuruh bersalaman dengan seekor harimau, walaupun di dampingi oleh seorang
Pawang. Mengapa ketakutan itu bisa terjadi ?
Tidak lain karena anak kecil itu belum mempunyai kepercayaan penuh bahwa harimau itu akan
jinak dan telah terlatih oleh pawangnya. Jadi kesimpulannya kepercayaan yang mantap dapat
menciptakan ketenangan.

PENJELASAN MASING – MASING BAGIAN PANCA SRADHA


Brahman ( Percaya akan adanya Hyang Widhi )
Hyang Widhi adalah yang menakdirkan, maha kuasa, dan pencipta semua yang ada. Kita percaya
bahwa beliau ada, meresap di semua tempat dan mengatasi semuanya “ Wyapi Wyapaka
Nirwikara “
Di dalam kitab Brahman Sutra dinyatakan “ Jan Ma Dhyasya Yatah “ artinya Hyang Widhi
adalah asal mula dari semua yang ada di alam semesta ini. Dari pengertian tersebut bahwa
Hyang Widhi adalah asal dari segala yang ada. Kata ini diartikan semua ciptaan, yaitu alam
semesta beserta isinya termasuk Dewa – dewa dan lain – lainnya berasal dan ada di dalam Hyang
Widhi. Tidak ada sesuatu di luar diri beliau. Penciptaan dan peleburan adalah kekuasaan beliau.
Agama Hindu mengajarkan bahwa Hyang Widhi Esa adanya tidak ada duanya. Hal ini
dinyatakan dalam beberapa kitab Weda antara lain :
Dalam Chandogya Upanishad dinyatakan : “ Om tat Sat Ekam Ewa Adwityam Brahman “
artinya Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha sempurna
Dalam mantram Tri Sandhya tersebut kata – kata :
“ Eko Narayanad na Dwityo Sti Kscit “ artinya hanya satu Hyang Widhi dipanggil Narayana,
sama sekali tidak ada duanya.
Dalam Kitab Suci Reg Weda disebutkan “
“ Om Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti “ artinya Hyang Widhi itu hanya satu, tetapi para arif
bijaksana menyebut dengan berbagai nama.
Dalam kekawin Sutasoma dinyatakan :
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa artinya berbeda – beda tetapi satu, tak ada
Hyang Widhi yang ke dua.
Dengan pernyataan – pernyataan di atas sangat jelas, umat Hindu bukan menganut Politheisme,
melainkan mengakui dan percaya adanya satu Hyang Widhi.
Hindu sangat lengkap, dan fleksibel. Tuhan dalam Hindu di insafi dalam 3 aspek utama, yaitu
Brahman ( Yang tidak terpikirkan ), Paramaatma ( Berada dimana-mana dan meresapi segalanya
), dan Bhagavan ( berwujud )
Atman ( Percaya akan adanya Sang Hyang Atma )
Atma berasal dari Hyang Widhi yang memberikan hidup kepada semua mahluk. Atma atau
Sang Hyang Atma disebut pula Sang Hyang Urip. Manusia, hewan dan tumbuhan adalah mahluk
hidup yang terjadi dari dua unsur yaitu badan dan atma.
Badan adalah kebendaan yang terbentuk dari lima unsur kasar yaitu Panca Maha Butha. Di
dalam badan melekat indria yang jumlahnya sepuluh ( Dasa Indria )
Atma adalah yang menghidupkan mahluk itu sendiri, sering juga disebut badan halus . atma yang
menghidupkan badan manusia disebut “ Jiwatman “
Badan dengan atma ini bagaikan hubungan Kusir dengan Kereta. Kusir adalah atma, dan kereta
adalah badan. Indria yang ada pada badan kita tidak akan ada fungsinya apabila tidak ada atma.
Misalnya, mata tidak dapat digunakan untuk pengelihatan jika tidak dijiwai oleh atma. Telinga
tidak dapat digunakan untuk pendengaran jika tidak dijiwai oleh atma.
Atma yang berasal dari Hyang Widhi mempunyai sifat “ Antarjyotih “ ( bersinar tidak ada yang
menyinari, tanpa awal dan tanpa akhir, dan sempurna ). Dalm kitab Bhagadgita disebut sifat –
sifat atma sebagai berikut :
– Achodyhya artinya tak terlukai oleh senjata
– Adahya artinya tak terbakar oleh api
– Akledya artinya tak terkeringkan oleh angin
– Acesyah artinya tak terbasah oleh air
– Nitya artinya abadi, kekal
– Sarwagatah artinya ada dimana – mana
– Sthanu artinya tak berpindah – pindah
– Acala artinya tak bergerak
– Sanatana artinya selalu sama
– Adyakta artinya tak terlahirkan
– Achintya artinya tak terpikirkan
– Awikara artinya tak berjenis kelamin
Jelaslah atma itu sifatnya sempurna. Tetapi pertemuan antara atma dengan badan yang kemudian
menimbulkan ciptaan menyebabkan atma dalam keadaan “ Awidhya “. Awidhya artinya gelap
lupa kepada kesadaran . Awidhya muncul karena pengaruh unsur panca maha butha yang
mempunyai sifat duniawi. Sehingga dalam hidup ini atma dalam diri manusia di dalam keadaan
awidhya.
Dalam keadaan seperti ini kita hidup kedunia bertujuan untuk menghilangkan awidhya untuk
meraih kesadaran yang sejati dengan cara melaksanakan Subha karma. Menyadari sifat atma
yang serba sempurna dan penuh kesucian menimbulkan usaha untuk menghilangkan pengaruh
awidhya tadi. Karena apabila manusia meninggal kelak hanya badan yang rusak, sedangkan
atmanya tetap ada kembali akan mengalami kelahiran berulang dengan membawa “ Karma
Wasana “ ( bekas hasil perbuatan ). Oleh karena itu, manusia lahir kedunia harus berbuat baik
atas dasar pengabdian untuk membebaskan Sang Hyang Atma dari ikatan duniawi.
Sesungguhnya jika tidak ada pengaruh duniawi Hyang Widhi dan Atma itu adalah tunggal
adanya ( Brahman Atman Aikyam )
Karma ( Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala )
Setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia ini baik atau buruk akan memberikan hasil. Tidak
ada perbuatan sekecil apapun yang luput dari hasil atau pahala, langsung maupun tidak langsung
pahala itu pasti akan datang.
Kita percaya bahwa perbuatan yang baik atau Subha karma membawa hasil yang menyenangkan
atau baik. Sebaliknya perbuatan yang buruk atau Asubha karma akan membawa hasil yang duka
atau tidak baik.
Perbuatan – perbuatan buruk atau Asubha karma menyebabkan Atma jatuh ke Neraka, dimana ia
mengalami segala macam siksaan. Bila hasil perbuatan jahat itu sudah habis terderita, maka ia
akan menjelma kembali ke dunia sebagai binatang atau manusia sengsara ( Neraka Syuta ).
Namun, bila perbuatan – perbuatan yang dilakukan baik maka berbagai kebahagiaan hidup akan
dinikmati di sorga. Dan bila hasil dari perbuatan – perbuatan baik itu sudah habis dinikmati,
kelak menjelma kembali ke dunia sebagai orang yang bahagia dengan mudah ia mendapatkan
pengetahuan yang utama.
Jika dilihat dari sudut waktu, Karma phala dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
– Sancita karma phala
Adalah hasil dari perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan
masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang. Bila karma kita pada
kehidupan yang terdahulu baik, maka kehidupan kita sekarang akan baik pula ( senang,
sejahtera, bahagia ). Sebaliknya bila perbuatan kita terdahulu buruk maka kehidupan kita yang
sekarang inipun akan buruk ( selalu menderita, susah, dan sengsara )
– Prarabda karma phala
Adalah hasil dari perbuatan kita pada kehidupan sekarang ini tanpa ada sisanya, sewaktu masih
hidup telah dapat memetik hasilnya, atas karma yang dibuat sekarang. Sekarang menanam
kebijaksanaan dan kebajikan pada orang lain dan seketika itu atau beberapa waktu kemudian
dalam hidupnya akan menerima pahala, berupa kebahagiaan. Sebaliknya sekarang berbuat dosa,
maka dalm hidup ini dirasakan dan diterima hasilnya berupa penderitaan akibat dari dosa itu.
Prarabda karma phala dapat diartikan sebagai karma phala cepat.
– Kriyamana karma phala
Adalah pahala dari perbuatan yang tidak dapat dinikmati langsung pada kehidupan saat berbuat.
Tetapi, akibat dari perbuatan pada kehidupan sekarang akan dan di terima pada kehidupan yang
akan datang, setelah orangnya mengalami proses kematian serta pahalanya pada kelahiran
berikutnya. Apabila karma pada kehidupan yang sekarang baik maka pahala pada kehidupan
berikutnya adalah hidup bahagia, dan apabila karma pada kehidupan sekarang buruk maka
pahala yang kelak diterima berupa kesengsaraan.
Tegasnya cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan
itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Kita tidak dapat menghindari hasil perbuatan
kita itu baik atau buruk. Maka kita selaku manusia yang dilengkapi dengan bekal kemampuan
berpikir, patutlah sadar bahwa penderitaan dapat diatasi dengan memilih perbuatan baik.
Manusia dapat berbuat atau menolong dirinya dari keadaan sengsara dengan jalan berbuat baik,
demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
Samsara ( Percaya dengan adanya kehidupan kembali )
Samsara disebut juga Punarbhawa yang artinya lahir kembali ke dunia secara berulang – ulang.
Kelahiran kembali ini terjadi karena adanya atma masih diliputi oleh keinginan dan kemauan
yang berhubungan dengan keduniawian.
Kelahiran dan hidup ini sesungguhnya adalah sengsara, sebagai hukuman yang diakibatkan oleh
perbuatan atau karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembebasan diri dari samsara,
tergantung pada perbuatan baik kita yang lampau ( atita ) yang akan datang ( nagata ) dan
sekarang ( wartamana ).
Pembebasan dari samsara berarti mencapai penyempurnaan atma dan mencapai moksa yang
dapat dicapai di dunia ini juga. Pengalaman kehidupan samsara ini dialami oleh Dewi Amba
dalam cerita Mahabharata yang lahir menjadi Sri Kandi.
Selanjutnya keyakinan adanya Punarbhawa ini akan menimbulkan tindakan sebagai berikut :
– Pitra Yadnya
Yaitu memberikan korban suci terhadap leluhur kita, karena kita percaya leluhur itu masih hidup
di dunia ini yang lebih halus.
– Pelaksanaan dana Punya ( amal saleh ), karena perbuatan ini membawa kebahagiaan
setelah meninggal.
– Berusaha menghindari semua perbuatan buruk karena jika tidak, akan membawa ke alam
neraka atau menglami kehidupan yang lebih buruk lagi.
Moksa ( Percaya dengan adanya kebahagiaan rokhani )
Moksa berarti kebebasan. Kamoksan berarti kebebasan yaitu bebas dari pengaruh ikatan
duniawi, bebas dari karma phala, bebas dari samsara, dan lenyap dalam kebahagiaan yang tiada
tara. Karena telah lenyap dan tidak mengalami lagi hukum karma, samsara, maka alam
kamoksam itu telah bebas dari urusan – urusan kehidupan duniawi, tidak mengalami kelahiran
lagi ditandai oleh kebaktian yang suci dan berada pada alam Parama Siwa.
Alm moksa sesungguhnya bisa juga dicapai semasa masih kita hidup di dunia ini, keadaan bebas
di alam kehidupam ini disebut Jiwan Mukti atau moksa semasa masih hidup.
Moksa sering juga diartikan berstunya kembali atma dengan Parama Atma di alam Parama Siwa.
Dialam ini tiada kesengsaraan, yang ada hanya kebahagiaan yang sulit dirasakan dalam
kehidupan di dunia ini ( Sukha tan pawali Duhka ).
Syarat utama untuk mencapai alam moksa ini ialah berbhakti pada dharma, berbhakti dengan
pikiran suci. Kesucian pikiran adalah jalan utama untuk mendapatkan anugrah utama dari Sang
Hyang Widhi Wasa. Hal ini dapat dibandingkan dengan besi yang bersih dari karatan, maka
dengan mudah dapat ditarik oleh magnet. Tetapi besi itu kotor penuh dengan karatan maka
sangat sukar dapat ditarik oleh magnet.
Moksa merupakan tujuan akhir yang harus diraih oleh setiap orang menurut ajaran agama Hindu.
Tujuan tersebut dinyatakan dengan kalimat “ Mokharatam Jagadhita ya ca iti Dharma “.
Moksa sebagai tujuan akhir dapat dicapai melalui empat jalan yang disebut Catur Marga yang
terdiri dari :
– Bhakti Marga ( jalan Bhakti )
– Karma Marga( jalan Perbuatan )
– Jnana Marga( Jalan Ilmu Pengetahuan )
– Raja Marga ( Jalan Yoga )
2.1 PENGERTIAN SRADDHA DAN BAGIAN-BAGIANNYA
A. PENGERTIAN SRADDHA
Sebelum secara khusus membahas pendalaman sradhha terlebih dahulu dikaji pengertian
istilah sradhha ini secara sematik dan aplikatif. Ada 2 jenis kata yang sangat dekat dengan bunyi
kata ini, namun maknanya berbeda, yakni kata sradhha, yang berarti upacara terakhir bagi
seseorangsetelah upacara pembakaran jenasah yang disebut antyesti atau mrtyusamskara dan
penyucian roh yang disebut pitrapinda atau sapindikarana (Klostermeier, 1990:180).
Upacara sraddha ini berdasarkan uraian kitab Nagarakrtagama dilaksanakan pula pada jaman
kemasan Majapahit, saat itu Raja Hayam Wuruk melakukan upacara sraddha untuk neneknya
yang bernama Dyah Gayatri. Upacara Sraddha dilaksanakan pula di Bali yang kini disebut
“nuntun atau ngalinggihang Dewahyang” atau upacara “atmasiddhadewata”.
Kata sraddha yang merupakan topik tulisan ini mengandung makna yang sangat luas,
yakni keyakinan atau keamanan. Untuk itu, dalam rangka memperluas wawasan kita tentang
istilah ini, maka dikutipkan beberapa pengertian tentang kata sraddha seperti diungkapkan Yaska
dalam bukunyaNighantu (III.10), sebagai berikut : “Kata Sradhha dari akar kata srat yang berarti
kebenaran (satyanamani), sedang Sayana memberikan interprestasi dalam pengertian berikut :
a) Adaratisaya atau bahumana, penghargaan yang tertinggi (dalam Rg.Veda I.107;V.3).
b) Visvasa, keyakinan atau kepercayaan (Rg.Veda II.12.5).
c) Purusagatobhilasa-visesah, satu bentuk yangistimewa dari keinginan
manusia (Rg.Veda X.151).
d) Sraddhadhanah sebagai karmanustannatatparah. Ia yang memiliki keyakinan di dalam dan
semangat untuk mempersembahkan upacara pemujaan (Atharvaveda VI.122.3).

Kata sraddha sering dikaitkan dengan Panca yang artinya lima. Panca sraddha dapat diartikan
dengan lima dasar keperrcayaan agama Hindu.

B. BAGIAN-BAGIAN SRADHA
Bagian-bagian dari Panca Sraddha ada lima, yaitu :
1. Widhi Tatwa atau Widhi Sraddha, keimanan terhadap Tuhan yang maha esa dengan
berbagai manifestasi-Nya.
Tujuan agama Hindu adalah mencapai kesejahteraan dunuawi dan kebahagiaan rohani. Untuk
mencapai tujuan itu dapat ditempuh melalui empat jalan yang disebut Catur Marga. Iantara
keempat jalan itu, bhakti marga atau bhakti yoga yaitu sujud kepada Tuhan adalah jalan yang
termudah. Dengan jalan bhakti tidak memerlukan kebijaksanaan yang tinggi atau jnana. Oleh
sebab itu sebagian besar umat manusia dapat melakukannya.
Untuk menimbulkan rasa bhakti kepada tuhan yang berwujud suksma maka perluyakin dahulu
dengan ada-Nya. Seseorang tidak mungkin akan dapat sujud bhakti kepada Tuhan apabila ia
tidak percaya akan adanya Tuhan. Oleh karena ituterlebih dahulu perlu adanya Sraddha atau
keyakinan.
Kitab suci Yayur Veda XIX.30 menyebutkan sebagai berikut:
Ҫraddhaya satyam apnoti
Ҫraddham satye prajapati
Artinya:
Dengan sraddha orang akan mencapai Tuhan.
Tuhan menetapkan, dengan craddha menuju saya.
Adapun kemahakuasaan dan kemaha-sempurnaan-Nya/Hyang Sadaҫiwa antara lain meliputi :
“Guna, Sakti, dan Swabhawa”. Guna tersebut meliputi tiga sifat yang mulia; Ҫakti meliputi
empat kekuatan yang disebut “Ҫadhu ҫakti dan Swabhawa tersebut meliputi delapan kemaha-
kuasaan yang disebut “Astaiҫwrya”.

a. Guna dari Tuhan (sadaҫiwa)


Guna atau sifat mulia dari Tuhan (sadaҫiwa) ada tiga macam, antara lain:
1. Durasrawana artinya berpendengaran serba jauh.
2. Durasarwajna artinya berpengetahuan serba sempurna.
3. Duradarsaana artinya berpandangan serba luas.

b. Ҫakti dari Tuhan (sadaҫiwa)


Ҫakti dari Tuhan (sadaҫiwa)ada empat yang disebut “Ҫadhu-Ҫakti” yang terdiri dari:
1. Wibhu ҫakti artinya Tuhan bersifat “maha-ada”
2. Prabu ҫakti artinya tuhan bersifat “maha-kuasa”
3. Jnana ҫakti artinya Tuhan bersifat “maha-tahu”
4. Kriya ҫakti artinya Tuhan bersifat “maha-karya”
c. Swabhawa dari Tuhan (sadaҫiwa)
Ada delapan swabhawa (kewibawaan/kemaha-adaan atau kemaha-muliaan) Tuhan (sadaҫiwa)
yang disebut dengan “Astaiswarya” yang terdiri dari:
1. Anima berarti sekecil-sekecilnya (lebih kecil dari atom)
2. Laghima berarti ringan seringan-ringannya (lebih ringan dari udara)
3. Mahima berarti maha besar (dapat memenuhi ruangan)
4. Prapti berarti serba sukses (dapat mencapai segala sesuatu yang dikehendaki)
5. Prakamya berarti segala keinginannya dapat tercapai
6. Isitwa berarti maha raja atau Raja diraja
7. Wasitwa berrti Maha Kuasa dengan mengatasi segala-galanya
8. Yatrakamawasayitwa berarti segala kehendak tak ada dapat menentang.

Demikian delapan sifat keagungan Hyang Widhi / Tuhan (sadaҫiwa) sebagai maha pengasih dan
penyayang alam semesta beserta dengan isinya.

2. Atma tatwa atau Atma Sraddha, keimanan terhadap Atma yang menghidupkan semua
makhluk
Atma adalah hidupnya hidup dari manusia, asalnya adalah dari Sang Hyang Widhi Waҫa / Tuhan
Yang Maha Esa. Atma yang bersemayam dalam tubuh manusia disebut “jiwatman”. Dalam
filsafat bagian yang menguraikan tentang atma disebut atma Tattwa.
Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan
prabhawabawanya sebagai “Brahma” (Dewa Pencipta). Tuhan Yang Maha Esa bersifat Maha
Ada, Maha Kekal, tanpa awal dan akhir disebut Wiyapaka Nirwikara. Wiyapaka berarti meresap,
mengatasi, berada disegala tempat, pada semua makhluk, juga pada manusia. Sedangkan
nirwikara berarti mengatasi sifat yang berubah-ubah. Ini menunjukkan, bahwa ia (Tuhan) berada
dimana-mana berada dan meresapi semua makhluk termasuk manusia. Alam semesta ciptaan-
Nya disebut dengan nama Bhuwana Agung (makrokosmos) dan jasmani manusia disebut
Bhuwana Alit (mikrokosmos).
Adapun sifat-sifat atma itu adalah sebagai berikut:
1. Acchedya berarti tak terlukai oleh senjata
2. Adahya berarti tak terbakar oleh api
3. Akledya berarti tak terkeringkan oleh angin
4. Asesya berarti tak terbasahkan oleh air
5. Nitya berarti abadi
6. Sarwagatah berarti ada dimana-mana
7. Sthanu berarti tak berpindah-pindah
8. Acala berarti tak bergerak
9. Sanatana berarti selalu sama
10. Awyakta berarti tak dilahirkan
11. Acintya berarti tak terpikirkan
12. Awikara berarti tak berobah

Itulah sifat-sifat atma yang ada dalam diri kita, dengan sifat-sifat tertentu sesuai dengan
fungsinya.

3. Karmaphala tatwa aatau karmaphala Sraddha, keimanan terhadap kebenaran hukum sebab
akibat atau buah dari perbuatan.
Tiada sebab tanpa akibat dan tiada karma tanpa phala. Setiap perbuatan pasti ada phalanya,
perbuatan baik pasti berakibat baik dan perbuatan buruk pasti berakibat buruk. Hasil dari pada
perbuatan pasti seimbang dengan perbuatan tiap-tiap manusia itu sendiri.
Kata karma berasal dari bahasa sansekerta, dari kata ‘kri’ yang artinya berbuat, bekerja ;
sehingga segala kegiatan kerja adalah karma. Kata phala berarti buah, jadi karmaphala dapat
diartikan hasil daari perbuatan. Hukum rantai sebab kibat perbuatan (karma) dan phala perbuatan
(karmaphala) ini disebut dengan Hukum Karma.
Akaranam kathakaryam
Samsaretha bhavisyasti (Dewi Bhagawadgita 1,5,74)
Artinya :
Mungkinkah (suatu) perbuatan tiada sebab (dan akibatnya) di dalam (lingkaran)
samsara (lahir dan mati) disini.
Hukum Karma yang mempengaruhi seseorang bukan saja akan diterimanya sendiri, akan
tetapi juga akan diwarisi oleh anak cucu atau keturunannya juga. Adapun segala bekas-bekas
atau kesan-kesan dari segala gerak atau perbuatan yangtercatat atau melekat pada suksma sarira
disebut dengan karma wasana. Karma berarti perbuatandan wasana berarti bekas-bekas atau sisa-
sisa yang masih melekat. Karma wasana artinya bekas-bekas atau sisa-sisa perbuatan yang masih
melekat.
(Karma wasana) itulah yang menyebabkan adanya penjelmaan yang berbeda-beda ada
penjelmaan Dewa (roh suci), ada penjelmaan Widyadhara (roh yang bijaksana), ada penjelmaan
Raksasa (roh angkara murka), ada penjelmaan Daitya (roh yang keras hati), ada pula penjelmaan
naga (roh yang mempunyai watak berbelit-belit, seperti ular), dan ada banyak lagi macamnya
yoni (benih-benih penjelmaan atau karma waasana) itu, yang merupakan sumber penjelmaan,
oleh karena itu, (maka) masing-masing (makhluk) berbeda-beda sifatnya. (Wrhaspati tatwa 3,35)
Berdasarkan cepat lambatnya untuk menikmati hasil dari karmanya, maka karmaphala dapat
dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Sancita Karmaphala adalah phala perbuatan yang terdahulu yang belum habis dinikmati
dan masih merupakan benih untuk menentukan kehidupan sekarang. Jadi orang lahir kedunia ini
sudah membawa phala dari karmanya yang lampau.
b. Prarabda Karmaphala adalah karma yang dilakukan pada saat hidup sekarang ini dan
hasilnya telah habis pula dinikmati dalam masa penjelmaan hidup ini.
c. Kryaman Karmaphala adalah karma yang hasilnya belum sempat dinikmati dalam waktu
berbuat dan akan dinikmati kelak dalam penjelmaan yang akan datang.

Dengan adanya 3 jenis karmaphala tersebut maka seseorang dalam hidupnya itu selalu berbuat
baik, walaupun hasilnya tidak dapat dinikmati pada saat berbuat. Tegasnya cepat atau lambat
dalam kehidupan kini atau kemudian, segala sesuatu hasil perbuatan, pasti akan diterima, karena
hal ini sudah merupakan hukum sebab akibat.

4. Samsara tatwa atau samsara sraddha, keimanan terhadap kelahiran kembali


Kelahiran berulang-ulang ke dunia ini membawa akibat suka dan duka. Punarbhawa atau
samsara ini terjadi karena jiwatman masih dipengaruhi oleh karma wasana. Bekas-bekas
perbuatan (karma wasana) itu ada bermacam-macam. Jika bekas-bekasitu hanya bekas-bekas
keduniawian, maka jiwatman itu lahir kembali. Kelahiran dan hidup ini adalah samsara yang
digambarkan sebagai hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan atau karma di masa kelahiran
lampau.
Jangka waktu dari samsara tergantung dari perbuataan baik buruk kita pada masa lampau
(atita), yang akan dating (nagata), dan yang sekarang (wartamana). Selama kita terikat pada
unsur-unsur keduniawian dan jiwa masih terikat oleh unsur-unsur duniawi, maka jiwaa akan
terus menerus menjelma dari suatu tubuh ketubuh yang lainnya.

5. Moksa tatwa atau moksa sraddha, keimanan terhadap kebebasan yang tertinggi bersatunya
Atma dengan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa.
Moksa adalah suatu istilah untuk menyebutkan atma manusia telah kembali dan
menjadi satu dengan Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa, dimana ia tidak mengalami kelahiran
kembali, bebas dari punarbhawa atau samsara, serta mencapai kebahagiaan tertinggi.
Moksa adalah tujuan akhir bagi penganut agama Hindu. Umat Hindu
menghendaki agar bisa hidup hanya sekali saja didunia ini, demikian ia dapat mengenyam
kehidupan yang abadi dengan kebahagiaan yang langgeng. Didalam Bhagawadgita disebutkan
sebagai berikut:
Apuryamanam acala pratkstham
Samudram apah prawisanti yadwat
Tadwat kania yanm prawsyanti sarve
Sa santun apnoti na kama kami (BG.II.70)
Artinya :
Ibarat air masuk ke samudra, walau terus menerus, namun tetap tenang tidak bergerak, demikian
juga orang yanag berjiwa tenang mencapai kedamaian walaupun semua ketenangan yang masuk
pada dirinya, tetapi bukan orang yang melepas hawa nafsu.

Anda mungkin juga menyukai