TUHAN
Terdapat definisi tentang Tuhan dalam Kitab Brahma Sutra, berdasarkan pada satu
pengertian bahwa Tuhan adalah asal dari segala yang ada. Kata ini diartikan semua ciptaan, yaitu
alam semesta beserta isinya termasuk dewa-dewa dan lainnya.
Salah satu aspek untuk mempelajari Tuhan adalah berusaha untuk mengenal atau
mengetahui Tuhan. Untuk mengenal dan mengetahui kita memerlukan nama, penggambaran
tentang sifat, hakekatnya atau apapun yang dapat memberi keterangan jelas dalam menghayati
Tuhan.
Tuhan dalam keadaan sebagaimana halnya adalah dalam keadaan tanpa sifat (nirguna atau
sunya). Dalam ilmu filsafat dikatakan sebagai keadaan dalam alam transcendental. Yang
dikatakan trancendental artinya diluar dari kemampuan pikir. Dalam ilmu theologi, bahan
pembicaraan adalah Tuhan dalam aspek Saguna Brahman (Tuhan dengan sifat hakekatnya,
menurut pikiran manusia), bukan dalam Nirguna Brahman yang hanya sebagai hakekat yang
diakui ada, dibuktikan atau tidak. Selain itu dikenal juga istilah Sakala dan Niskala, yang
digunakan untuk saguna dan nirguna. Kata Sakala berarti mempunyai wujud waktu dan ruang.
Kata kala berarti suara atau waktu.
Dari gambaran itu, aspek Tuhan dalam tingkat Saguna atau Sakala, tingkat ini dibedakan
dalam murtinya sebagai Stula (badan) gaibnya, dibedakan antara tiga tingkat, yaitu:
1. Sabda / suara bentuk sabdamaya, disimbulkan dengan gelar Isvara.
2. Pikir / manah bentuk manomaya, disimbulkan dengan gelar Sadasiva.
3. Ilmu (murni) / Cittamaya, disimbulkan dengan gelar Paramasiva.
Terdapat pula gambaran Tuhan menurut alam pikiran manusia secara impiris, pada
hakekatnya tidak sesuai dengan pengertian yang diberikan dalam kitab suci. Penggambaran
Tuhan yang dimaksud itu menyebabkan sifat Tuhan dibawa pada sifat manusiawi, menyebabkan
timbul gambaran Tuhan secara Pantheistis, Tuhan seperti manusia (Purusa) biasa dengan sifat
lebih. Dengan gambaran sebagai manusia, secara abstrak dilukiskan Tuhan sebagai MAHA
MENDENGAR, MAHA MELIHAT, MAHA MENGETAHUI, MAHA KUASA, MAHA
PENCIPTA, MAHA PENGASIH, dan lainnya.
KATA PENGANTAR................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. tujuan.................................................................................................. 1
BAB II PERMASALAHAN..................................................................... 2
BAB IV PENUTUP
1. KESIMPULAN............................................................................. 11
2. SARAN........................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Telah beribu-ribu buku yang telah di cetak oleh beberapa penerbit yang ada dibumi ini.
Dan beberapa ahli telah memperjelas setiap bahasan yang ada di kitab-kitab suci yaitu dengan
tujuan agar apa yang di jelaskan tersebut dapat di mengerti dan di percaya. Demikian pula halnya
dengan penjelasan mengenai Veda, hampir setiap tahunnya di terbitkan mengenai penjelasan dan
setiap penjelasan di ulas kembali agar semakin rinci dan semakin mudah di mengerti.
Satu pokok bahasan saja dapat menjadi beberapa buku, namun hal tersebut membuat
beberapa orang bingung mana lebih dulu yang di baca. Dengan hal tersebut saya berusaha
meringkas dan menyatukan beberapa materi yang terdapat di beberapa buku. Sehingga dengan
harapan pembaca dapat langsung memahami poin-poin yang penting. Namun bukan berarti yang
tidak kami tulis bukan sesuatu yang penting. Bukan demikian. Setelah mengetahui poin-poin
yang akan kami tulis pada bab berikutnya. Penjelasan yang ada pada sumber makalah ini sangat
penting untuk di baca agar semakin di mengerti dan sumber makalah ini penjelasan mengenai
bahasan yang kami tulis lebih akurat dan jelas.
TUJUAN
1. Untuk melatih diri dalam memecahkan masalah yang sedang berkembang.
2. Melatih diri agar dapat mengembangkan pikiran secara rasional
3. memebentuk kepribadian yang mandiri agar tidak selalu bergantung pada orang lain.
BAB II
PERMASALAHAN
Dalam pembuatan makalah ini ada beberapa topik yang akan di jadikan sebagai bahasan
dalam bab berikutnya antara lain yaitu:
6. Percaya akan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa
7. Percaya akan adanya Atman
8. Percaya akan adanya Karma Phala
9. Percaya akan adanya Punarbawa
10. Percaya akan adanya Moksa
BAB III
PEMBAHASAN
Panca Sradha berasal dari bahasa sanksekerta yaitu urat kata Panca yang artinya lima dan
Sradha artinya keyakinan. Jadi, Panca Sradha adalah lima dasar keyakinan umat hindu dalam
memanfaatkan kehidupan beragama.
Panca Sradha terbagi menjadi lima bagian yaitu :
1. PERCAYA AKAN ADANYA SANG HYANG WIDHI WASA
Semua agama yang ada di dunia ini percaya kepada adanya Tuhan yang maha esa. dalam
agama hindu di kenal dengan sebutan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kita mengetahui adanya
Tuhan karena kitab Veda mengatakan ada. Bila kita membaca kita agama maka kita di ajarkan
untuk percaya bahwa Tuhan itu ada. Pengetahuan kita tentang Tuhan itu ada berdasarkan agama.
A. Tuhan itu Esa
Sang Hiang Widhi adalah Ia Yang Maha Kuasa, Ia juga Maha Pengasih dan maha
penyayang. Maha pelindung, Maha pencipta, maha kuasa alam beserta isinya. Ia Maha ada.
Sang Hyang Widhi menjiwai segala ciptaannya, sebagaimana di ceritrakan dalam kitab suci
Veda.
Dalam kitab suci di katakan:
1. Eko Dewah Sarwah Bhutesu Jitah
Artninya : Eka Dewah (=satu Tuhan), Sarwa Bhutesu JItah(=ada diseluruh ciptaannya).
Jadi hanya satu Tuhan dan terasa pada seluruh ciptaannya.
2. Ekam Ewa Adwitya Brahman
Kepercayaan atas keesaanTuhan dapat pula kita baca pada kitab-kitab suci Veda, dengan
mengetahui isi Veda, maka kita mengerti bahwa agama hindu mengajarkan menyembah satu
Tuhan. Tuhan itu memiliki bermacam-macam sifat bentuk kekuasaan. Dewa adalah merupakan
bentuk sinar sucinya. Karena itu dikatakan dalam kitab suci Veda EKAM EWA ADWITYA
BRAHMAN artinya: hanya ada satu Tuhan tidak ada yang kedua.
3. Akam Sat Wiprah Bahuda Wadanti
Artinya : Ekam = hanya satu. Sat = kehendak Sang Hyang Widhi. Wiprah = orang
bijaksana. Widanti= menyebutkan. Balunda =banyak. Jadi Tuhan hanya satu oleh orang
bijaksana menyebutkan dengan banyak nama.
4. Tuhan sumber kebenaran
Kebenaran merupakan hukum yang kekal abadi. Orang yang mendapatkan kebenaran
yang tertinggi di sebut Dharmika.
B. Sifat-sifat Tuahan Yang Maha Esa
Dalam agama hindu disebutkan beberapa sifat Tuhan Yang Maha Esa yaitu
1. Tuhan dengan tiga sifat kemahakuasaan di sebut dengan gelar Tri Murti
A. Brahma = Maha Pencipta
B. Wisnu = Maha Pemelihara
C. Siwa = Maha Pemralaya
2. Tuhan dengan delapan sifat kemahakuasaanya di sebut dengan Asta Aiswarya
A. Anima = Maha Kecil
B. Lagima = Maha Ringan
C. Mahima = Maha Besar
D. Prapti = Mencapai segala tempat
E. Prakamya = Mencapai segala kehendaknya
F. Isitwa = Maha Raja / Raja Diraja
G. Wasitwa = Maha Kuasa
H. Yatra Kamawasayitwa = segala kehendaknya tak ada yang dapat menentang atau
menghalangi beliau.
3. Tuhan dengan empat sifat kemahakuasaanya di sebut dengan gelarCadu Sakti
a) Prabu Sakti = Sang Hyang Widhi Maha Kuasa
b) Wibhu Sakti = Sang Hyang Widhi Maha Ada
c) Jnana Sakti = Sang Hyang Widhi Maha Tahu
d) Karya Sakti = Sang Hyang Widhi Maha Karya
2. PERCAYA AKAN ADANYA ATMA
Atman adalah percikan – percikan terkecil dari Brahman (Tuhan), jika di ibaratkan sama
dengan percikan-percikan sinar yang bersumber dari matahari, kemudian terpancar menerangi
segala pelosok alam.
Setelah atman memasuki Angra Sarira (badan) makhluk, maka makhluk menjadi
hidup kemudian di sebut “makhluk hidup” yang di sebut dengan “jiwa raga”. Fungsi atman
terhadap badan wadah dapat di ibaratkan seperti matahati dan bumi. Matahari yang memberikan
kehidupan (Atman) sengankan bumi adalah badan wadah yang memberikan kehidupan.
Dalam Bhisma Parwa ada di sebutkan hubungan Atman dengan badan wadah sebagai berikut :
Kadi Rupa Sang Hyang Aditya yan
Praksa niking sarwa loka
Mangkala ta Sang HYang
Atman Prakasanaken niking
Sarira sira ta
Marganiya mawenang
Maperewerti
Terjemahan :
Sebagai rupa dan keadaan Sang Hyang Aditya menerangi dunia, demikian Sang Hyang Atma
menerangi badan, dialah yang menyebabkan kita dapat berbuat.
Oleh karena Atman merupakan bagian dari Brahman ( Tuhan) maka sifatnya sangat gaib
(parama suksma) sebagai sifat-sifat Brahma (Hyang Widhi). Adapun sifat atman di nyatakan
dalam Bhagavadgita bagian II, sloka 24,25 sebagai berikut:
v Acchedya : tak terlukai oleh senjata
v Adahya : tak terbakar oleh api
v Asosya : tak terkeringkan oleh angin
v Akledya : tak terbasahkan oleh angin
v Nitya : kekal abadi
v Sarvagatah : ada di mana-mana
v Sthanu : tak beripindah-pindah
v Acala : tak bergerak
v Sanatana : selalu sama
v Avyakta : tak di lahirkan
v Acintya : tak terfikirkan
v Avikara : tak berubah dan sempurna. Tidak laki-laki dan perempuan.
3. PERCAYA ADANYA KARMA PHALA
Karma phala berasal dari bahasa sanseketa, dari akar kata “Kr” yang artinya berbuat,
bekerja, bergerak, bertingkah laku. Sedangkan phala adalah buah atau hasil. Jadi karma phala
adalah buah atau hasil dari perbuatan.
Karma phala berpangkal dari 3 sumber yakni : “manah karma” perbuatan yang di lakukan
oleh pikiran, “wasa karma” perbuatan yang di lakukan dengan cara berbicara, dan “kaya
Karma” perbuatan yang di lakukan secara fisik atau jasmani. Buah dari pikiran, perkataan
danperbuatan yang dilakukan oleh manusia merupakan suatu karma dan setiap karma pasti ada
akibatnya. Perbuatan yang baik akan menghasilkan phala yang baik, perbuatan yang buruk akan
menghasilkan phala yang buruk pula. Berdasarkan inilah timbul istilah hukum Karma
Phala yaitu hukum yang mengatur sebab akibat aksi dan tekasi dimana sebab di situ pasti akan
terjadi akibat
PENGERTIAN PANCA SRADHA
Agama Hindu disebut pula dengan Hindu Dharma, Vaidika Dharma ( Pengetahuan Kebenaran)
atau Sanatana Dharma ( Kebenaran Abadi ). Untuk pertama kalinya Agama Hindu berkembang
di sekitar Lembah Sungai Sindhu di India. Agama Hindu adalah agama yang diwahyukan oleh
Sang Hyang Widhi Wasa, yang diturunkan ke dunia melalui Dewa Brahma sebagai Dewa
Pencipta kepada para Maha Resi untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia di dunia.
Ada tiga kerangka dasar yang membentuk ajaran agama Hindu, ketiga kerangka tersebut sering
juga disebut tiga aspek agama Hindu. Ketiga kerangka dasar itu antara lain :
Tattwa, yaitu pengetahuan tentang filsafat agama
Susila, yaitu pengetahuan tentang sopan santun, tata krama
Upacara, yaitu pengetahuan tentang yajna, upacara agama
Di dalam ajaran Tattwa di dalamnya diajarkan tentang “ Sradha “ atau kepercayaan. Sradha
dalam agama Hindu jumlahnya ada lima yang disebut “ Panca Sradha “.
PEMBAGIAN PANCA SRADHA
Panca Sradha terdiri dari :
Brahman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Widhi
Atman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Atman
Karma, artinya percaya akan adanya hukum karma phala
Samsara, artinya percaya akan adanya kelahiran kembali
Moksa, artinya percaya akan adanya kebahagiaan rokhani.
Untuk menciptakan kehidupan yang damai seseorang wajib memiliki sradha yang mantap.
Seseorang yang sradhanya tidak mantap hidupnya menjadi ragu, canggung, dan tidak tenang.
Cobalah perhatikan kegelisahan dan ketakutan seorang anak di arena sirkus. Anak kecil menjerit
ketakutan ketika disuruh bersalaman dengan seekor harimau, walaupun di dampingi oleh seorang
Pawang. Mengapa ketakutan itu bisa terjadi ?
Tidak lain karena anak kecil itu belum mempunyai kepercayaan penuh bahwa harimau itu akan
jinak dan telah terlatih oleh pawangnya. Jadi kesimpulannya kepercayaan yang mantap dapat
menciptakan ketenangan.
Kata sraddha sering dikaitkan dengan Panca yang artinya lima. Panca sraddha dapat diartikan
dengan lima dasar keperrcayaan agama Hindu.
B. BAGIAN-BAGIAN SRADHA
Bagian-bagian dari Panca Sraddha ada lima, yaitu :
1. Widhi Tatwa atau Widhi Sraddha, keimanan terhadap Tuhan yang maha esa dengan
berbagai manifestasi-Nya.
Tujuan agama Hindu adalah mencapai kesejahteraan dunuawi dan kebahagiaan rohani. Untuk
mencapai tujuan itu dapat ditempuh melalui empat jalan yang disebut Catur Marga. Iantara
keempat jalan itu, bhakti marga atau bhakti yoga yaitu sujud kepada Tuhan adalah jalan yang
termudah. Dengan jalan bhakti tidak memerlukan kebijaksanaan yang tinggi atau jnana. Oleh
sebab itu sebagian besar umat manusia dapat melakukannya.
Untuk menimbulkan rasa bhakti kepada tuhan yang berwujud suksma maka perluyakin dahulu
dengan ada-Nya. Seseorang tidak mungkin akan dapat sujud bhakti kepada Tuhan apabila ia
tidak percaya akan adanya Tuhan. Oleh karena ituterlebih dahulu perlu adanya Sraddha atau
keyakinan.
Kitab suci Yayur Veda XIX.30 menyebutkan sebagai berikut:
Ҫraddhaya satyam apnoti
Ҫraddham satye prajapati
Artinya:
Dengan sraddha orang akan mencapai Tuhan.
Tuhan menetapkan, dengan craddha menuju saya.
Adapun kemahakuasaan dan kemaha-sempurnaan-Nya/Hyang Sadaҫiwa antara lain meliputi :
“Guna, Sakti, dan Swabhawa”. Guna tersebut meliputi tiga sifat yang mulia; Ҫakti meliputi
empat kekuatan yang disebut “Ҫadhu ҫakti dan Swabhawa tersebut meliputi delapan kemaha-
kuasaan yang disebut “Astaiҫwrya”.
Demikian delapan sifat keagungan Hyang Widhi / Tuhan (sadaҫiwa) sebagai maha pengasih dan
penyayang alam semesta beserta dengan isinya.
2. Atma tatwa atau Atma Sraddha, keimanan terhadap Atma yang menghidupkan semua
makhluk
Atma adalah hidupnya hidup dari manusia, asalnya adalah dari Sang Hyang Widhi Waҫa / Tuhan
Yang Maha Esa. Atma yang bersemayam dalam tubuh manusia disebut “jiwatman”. Dalam
filsafat bagian yang menguraikan tentang atma disebut atma Tattwa.
Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan
prabhawabawanya sebagai “Brahma” (Dewa Pencipta). Tuhan Yang Maha Esa bersifat Maha
Ada, Maha Kekal, tanpa awal dan akhir disebut Wiyapaka Nirwikara. Wiyapaka berarti meresap,
mengatasi, berada disegala tempat, pada semua makhluk, juga pada manusia. Sedangkan
nirwikara berarti mengatasi sifat yang berubah-ubah. Ini menunjukkan, bahwa ia (Tuhan) berada
dimana-mana berada dan meresapi semua makhluk termasuk manusia. Alam semesta ciptaan-
Nya disebut dengan nama Bhuwana Agung (makrokosmos) dan jasmani manusia disebut
Bhuwana Alit (mikrokosmos).
Adapun sifat-sifat atma itu adalah sebagai berikut:
1. Acchedya berarti tak terlukai oleh senjata
2. Adahya berarti tak terbakar oleh api
3. Akledya berarti tak terkeringkan oleh angin
4. Asesya berarti tak terbasahkan oleh air
5. Nitya berarti abadi
6. Sarwagatah berarti ada dimana-mana
7. Sthanu berarti tak berpindah-pindah
8. Acala berarti tak bergerak
9. Sanatana berarti selalu sama
10. Awyakta berarti tak dilahirkan
11. Acintya berarti tak terpikirkan
12. Awikara berarti tak berobah
Itulah sifat-sifat atma yang ada dalam diri kita, dengan sifat-sifat tertentu sesuai dengan
fungsinya.
3. Karmaphala tatwa aatau karmaphala Sraddha, keimanan terhadap kebenaran hukum sebab
akibat atau buah dari perbuatan.
Tiada sebab tanpa akibat dan tiada karma tanpa phala. Setiap perbuatan pasti ada phalanya,
perbuatan baik pasti berakibat baik dan perbuatan buruk pasti berakibat buruk. Hasil dari pada
perbuatan pasti seimbang dengan perbuatan tiap-tiap manusia itu sendiri.
Kata karma berasal dari bahasa sansekerta, dari kata ‘kri’ yang artinya berbuat, bekerja ;
sehingga segala kegiatan kerja adalah karma. Kata phala berarti buah, jadi karmaphala dapat
diartikan hasil daari perbuatan. Hukum rantai sebab kibat perbuatan (karma) dan phala perbuatan
(karmaphala) ini disebut dengan Hukum Karma.
Akaranam kathakaryam
Samsaretha bhavisyasti (Dewi Bhagawadgita 1,5,74)
Artinya :
Mungkinkah (suatu) perbuatan tiada sebab (dan akibatnya) di dalam (lingkaran)
samsara (lahir dan mati) disini.
Hukum Karma yang mempengaruhi seseorang bukan saja akan diterimanya sendiri, akan
tetapi juga akan diwarisi oleh anak cucu atau keturunannya juga. Adapun segala bekas-bekas
atau kesan-kesan dari segala gerak atau perbuatan yangtercatat atau melekat pada suksma sarira
disebut dengan karma wasana. Karma berarti perbuatandan wasana berarti bekas-bekas atau sisa-
sisa yang masih melekat. Karma wasana artinya bekas-bekas atau sisa-sisa perbuatan yang masih
melekat.
(Karma wasana) itulah yang menyebabkan adanya penjelmaan yang berbeda-beda ada
penjelmaan Dewa (roh suci), ada penjelmaan Widyadhara (roh yang bijaksana), ada penjelmaan
Raksasa (roh angkara murka), ada penjelmaan Daitya (roh yang keras hati), ada pula penjelmaan
naga (roh yang mempunyai watak berbelit-belit, seperti ular), dan ada banyak lagi macamnya
yoni (benih-benih penjelmaan atau karma waasana) itu, yang merupakan sumber penjelmaan,
oleh karena itu, (maka) masing-masing (makhluk) berbeda-beda sifatnya. (Wrhaspati tatwa 3,35)
Berdasarkan cepat lambatnya untuk menikmati hasil dari karmanya, maka karmaphala dapat
dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Sancita Karmaphala adalah phala perbuatan yang terdahulu yang belum habis dinikmati
dan masih merupakan benih untuk menentukan kehidupan sekarang. Jadi orang lahir kedunia ini
sudah membawa phala dari karmanya yang lampau.
b. Prarabda Karmaphala adalah karma yang dilakukan pada saat hidup sekarang ini dan
hasilnya telah habis pula dinikmati dalam masa penjelmaan hidup ini.
c. Kryaman Karmaphala adalah karma yang hasilnya belum sempat dinikmati dalam waktu
berbuat dan akan dinikmati kelak dalam penjelmaan yang akan datang.
Dengan adanya 3 jenis karmaphala tersebut maka seseorang dalam hidupnya itu selalu berbuat
baik, walaupun hasilnya tidak dapat dinikmati pada saat berbuat. Tegasnya cepat atau lambat
dalam kehidupan kini atau kemudian, segala sesuatu hasil perbuatan, pasti akan diterima, karena
hal ini sudah merupakan hukum sebab akibat.
5. Moksa tatwa atau moksa sraddha, keimanan terhadap kebebasan yang tertinggi bersatunya
Atma dengan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa.
Moksa adalah suatu istilah untuk menyebutkan atma manusia telah kembali dan
menjadi satu dengan Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa, dimana ia tidak mengalami kelahiran
kembali, bebas dari punarbhawa atau samsara, serta mencapai kebahagiaan tertinggi.
Moksa adalah tujuan akhir bagi penganut agama Hindu. Umat Hindu
menghendaki agar bisa hidup hanya sekali saja didunia ini, demikian ia dapat mengenyam
kehidupan yang abadi dengan kebahagiaan yang langgeng. Didalam Bhagawadgita disebutkan
sebagai berikut:
Apuryamanam acala pratkstham
Samudram apah prawisanti yadwat
Tadwat kania yanm prawsyanti sarve
Sa santun apnoti na kama kami (BG.II.70)
Artinya :
Ibarat air masuk ke samudra, walau terus menerus, namun tetap tenang tidak bergerak, demikian
juga orang yanag berjiwa tenang mencapai kedamaian walaupun semua ketenangan yang masuk
pada dirinya, tetapi bukan orang yang melepas hawa nafsu.