Anda di halaman 1dari 10

PENGERTIAN ORANG SUCI (AGAMA HINDU)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Mengamalkan ajaran dalam kehidupan didunia ini didukung oleh beberapa unsur seperti kitab
suci, hari suci keagamaan, orang – orang suci dan tempat suci. Semua unsur/komponen tersebut
saling berkaitan dalam membina kehidupan beragama. Pendalaman dan penghayatan agama
tidak hanya dapat dilakukan dengan mempelajari ajarannya saja, atau melaksanakan ibadahnya
saja ditempat – tempat suci, namun diperlukan orang – orang suci, orang – orang bijaksana untuk
menuntun, membimbing, agar tidak terlalu jauh menyimpang dari hakikat ajaran agama Hindu.
Peraturan dalam agama hindu menegaskan bahwa yang mempunyai kewenangan untuk
memimpin suatu Yajna Adalah orang suci / orang bijaksana, yang dalam hidupnya telah
melakukan peenyucian lahir dan batin melalui suatu upacara padiksan dan pawintenan. Orang
yang telah melakukan upacara padiksan dan pawintenan itu dissebut pandita dan pinandita.
Orang – orang suci agama hindu (Pandita - Pinandita) sangat besar perannya dalam
kehidupan beragama, dijelaskan dalam pembahasannya meliputi pengertian orang suci dalam
agama hindu (Pandita - Pinandita), sasana dan wewenang orang suci dalam agama hindu
(Pandita - Pinandita), dan sekulas riwayat singkat orang – orang suci dalam agama hindu di
Indonesia.
Orang – orang suci dalam agama hindu sangat besar dan penting perannya dalam kehidupan
beragama, membinana umat dan sebagainya. Sejarah agama hindupun telah membuktikan
bagaimana peranan para orang – orang suci hindu pada zaman dulu didalam menyebarkan agama
hindu, didalam membina kehidupan keagamaan di tengah – tengah masyarakat, dan meneruskan
ajaran – ajaran tersebut pada masa berikutnya. Agama hindu yang mendassarkan ajarannya pada
pustaka suci Veda, dalam sejarahnya mulai berkembang dilembah sungai Sindu, India. Dilembah
sungai inilah salah satu contoh peranan orang – orang Suci Hindu, yakni Rsi Bhagawan Wyasa
menerima wahyu dan Ida Sanghyang Widhi Wasa yang kemudian mengabadikan ajaran tersebut
dalam bentuk pustaka suci.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu sebagai berikut :
1.2.1 Pengertian Orang Suci (Pandita dan Pinandita)
1.2.2 Sasana dan Wewenang Orang Suci (Pandita dan Pinandita)
1.2.3 Riwayat Singkat Orang Suci Agama Hindu
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, adapun tujuan dari penulisan makalah
ini yaitu sebagai berikut :

1.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian dari Orang Suci (Pandita - Pinandita)


1.3.2 Untuk Mengetahui Sasana dan Wewenang Orang Suci
1.3.3 Untuk Mengetahui Riwayat Singkat Orang Suci Agama Hindu

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Orang Suci (Pandita - Pinandita)
Semua agama yang ada di Indonesia mempunyai orang suci, orang suci tersebut mampu
dan berwenang untuk memimpin umat dan memimpin suatu upacara religi. Orang Suci
adalah manusia yang memiliki mata batin dan dapat memancarkan kewibawaan rohani, serta
mempunyai kepekaan untuk menerina getaran-getaran gaib, dalam penampilannya dapat
mewujudkan ketenangan dan penuh welas asih yang di sertai kemurnian lahir dan batin dalam
mengamalkan ajaran agama, tidak terpengaruh oleh gelombang hidup suka dan duka.
Didalam kitab suci, Para orang suci hindu disebut Sadhu, Sants, Mahant, atau Bhagavata.
Mereka yang mengajarkan pengetahuan keinsafan rohani kepada masyarakat luas juga disebut
guru atau Acharya. Orang suci adalah juga Pandita dan Pinandita. Berdasarkan sifat yang khas
dapat disebutkan karena kesaktiannya dan kemujizatannya, kesucian perbuatanya serta
idealismenya yang demikian patuh pada fungsinya menyebabkan mereka menjadi orang suci.
Ciri seperti itu adalah indikator sebagai orang suci, juga ciri lainya, yaitu kemampuan
menggubah ayat – ayat suci (sloka – sloka suci) Veda. Ciri dan indikator tesebut menandakan
bahwa orang suci dalam agama hindu mempunyai gelar dan fungsi yang berbeda didalam
kehidupan keagamaan. Kemampuan dan ciri lainya orang suci memiliki sifat – sifat tertentu,
termasuk juga jabatan – jabatan tertentu.
Sebagai umat hindu kita wajib memberikan penghargaan kepada para orang suci tersebut,
sehubungan dengan hal itu, wujud penghargaan dan rasa hormat tersebut diantaranya tetuangg
dalam ajaran catur guru (guru bakti) mengkhususkan pada guru pengajian, pada ajaran Panca
Yajna (lima kurban) yaitu Rsi Yajna (kurban suci kepada para Rsi) dan sebagai realisasi dari
ajaran Tri Rna (tiga hutang) yakni pada Rsi Rna (Hutang Kepada Para Rsi). Orang orang suci
yang berjasa dan mengembangkan ajaran agama hindu dapat disebutkan mempunyai beberapa
gelar dan fungsi dari orang –orang suci tersebut. Didalam kitab Reg Veda dan kitab –
kitab Sruti dan Smerti menyebutkan beberapa gelar yang tergolong orang suci, diantaranya
adalah : Rsi atau Maha Rsi, Brahmana, Hotar (Hetri), Udgatri, Purohita, Acarya atau Mahacarya,
Bhatari atau Bhatara dan yang lainya.
Semua gelar itu paling banyak disebut - sebut adalah Rsi atau Maha Rsi. Kitab sruti tidak
menjelaskan arti “Rsi” itu kecuali menyebutkan gelar penerima wahyu ataupenggubah mantra –
mantra yang terdapat dalam sruti itu. Disana sini nama Rsi dikaitkan dengan nama keluarga dan
keturunannya sehingga mantra – mantra itu kadang – kadang menjadi sumber informasi
mengenai sejarah atau silsilah para Rsi yang dikaitkan dengan permulaan penciptaan alam
semesta.
Kitab Purana, seperti Agni Purana secara etimologi menjelaskan arti kata Rsi dan dan arti
kata (V) R yang berarti suara. Istilah inidisarkan pada pengertian analogi yang menganggap
bahwa Rsi sebagai penerima dan kemudian menyampaikan suara yang diterima dari Tuhan
sebagai Wahyu. Veda menyebutkan ada banyak nama – nama Rsi yang terkenal sebagai pemikir
dalam ajaran agama hindu. Rsi – Rsi itu diantaranya Wiswamitra, Wyasa, Kanwa, Agastya,
Walmiki dan lain – lain.
Menurut ilmu bahasa kata Rsi berasal dari akar kata “R” yang berarti “suara gaib” yang
kemudian berarti “Wahyu” (Revolusi). Semua mantra merupakan “wahyu” sruti sehingga para
Rsi yang kedudukanya sebagai penerima wahyu, dikenal dengan Sruta Rsi. Ia juga disebut Satya
Rsi karena suara – suara yang disampaikan berasal dari Tuhan Yang Maha Besar, Satya yang
berarti kebenaran absolut. Oleh karena itu Rsi yang dalam fungsinya menerima maka para Rsi
itupun secara fungsional berkewjiban sebagai : memahami suara, menyampaikan apa yang
didengarkan, menulis apa yang didengar dan dimengerti itu.

Sesuai deengan perkembangan berbagai penguraian istilah, makin jelas bahwa perbedaan
antara Rsi – Rsi itu adalah terletak pada perbedaan kualitatif. Tidak semua Rsi sama ahlinya dan
jasanya. Karena itu dibedakan pengertian Maha Rsi dan Rsi tanpa predikat keistimewaannya.
Selain perbedaan itu, dibedakan dalam tiga kelompokan besar yaitu : Brahma Rsi, Raja Rsi, dan
Dewa Rsi. Didalam kitab Purana kelompok Rsi dibagi atas tiga kelompok yaitu :
1. Brhmarsi (Brahma Rsi) misalnya Wasistha
2. Rajarsi (Raja Rsi) misalnya Wiswamitra
3. Dewarsi (Dewa Rsi) misalnya kasyapa
Pembagian kelompok Rsi tersebut terdapat pula pengertian lain yang kalau ditelusuri
lebih jauh tidak hanya merupakan fungsi, misalnya yang disebut satya Rsi, Sruta Rsi dan Yang
lainnya, semuanya ini disebut Maha Rsi untuk membedakan dari Rsi – Rsi yang timbul
kemudian, dan semua jenis Rsi diatas merupakan induk karena kemudian dari kelompok –
kelompok itu akhirnya berkembang berbagai jenis Rsi.
Seorang brahma Rsi pada hakikatnya bertugas mengembangkan, mempelajari dan
mengembangkan catur Veda, Dharma sastra, Sadangga Veda, Mimansa dan Nyayasasstra.
Dengan penguasaan ilmu yang mengkhususkan dalam bidang itu maka sifat dan fungsinya
sebagai maha Rsi dapat dipertahankan. Ini tidak berarti kelompok kedua Rsi lainya dapat
mengabaikanya, melainkan cukup bila mereka tau walaupun tidak terlalu mendalami sekali.
Kelompok kedua Raja Rsi juga berasal dari brahma Rsi. Raja Rsi diberikan tugas untuk
memelihara dunia, dalam artian usahanya memberikan perlindungan , memerintah sebagai
kepala negara, maka kedudukan mereka tidak lagi sebagai brahma Rsi tetapi menjadi raja Rsi.
Ada juga yang disebut dengan dewa Rsi. Kelompok ini juga berasal juga dari berahma
Rsi, hanya saja kemudian berfungsi untuk menjadi pengaruh para dewa. Dewa Rsi yang terkenal
antara lain adalah Narada dan parwata. Secara mertologis juga dikemukaan bahwa yang disebut
dengan dewa Rsi adalah Rsi yang karena kelahiranya berasal dari kelompok dewa-dewa. Sebagai
contohnya adalah Narayana. Semua para maha Rsi itu berkewajiban untuk membertahankan sifat
keresianya. Sifat-sifat itu meliputi: dirghayusa (panjang umur), matikerti(mampu melaksanakan
keingginan), siddaiswarya (sempurna sejak dalam kandungan), Diwya caksu (mampu
mengetahui jauh atau dekat, masa dulu maupun masa yang akan datatang), Prtyaksa darmanah
(menjadi karena pengetahuan prakyaksa pengetahuan langsung), Gotraprawartaka (mempunyai
keturunan), Satkarmanirala (tidak terhalang melakukan yadnya). Silinah (berpegang teguh
dengan kesusilaan) , Cramedina (gemar dalam tugas rumah tangga dan tidak takut pada makan
sedarhana).
Jika kesembilan tugas itu dipegang dengan tegguh dan dilaksanakan oleh seorang Rrsi
maka ia dapat mempertahankan sifat ke-rsinnya. Dan itu pula menyebabkan ia dikenal terus
menerus sebagai seorang maha rsi. Hal itu pula menjadi latar belang seorang yang telah didiksa
atau diwinten menjadi rsi atau menjadi orang suci harus berpegang teguh kepada brata
(pantangan-pantangan) yang diwajibkan. Pantangan tau brata itu adalah suwatu kewajiban dalam
usaha untuk mengembangkan kesusilaan dan kekuatan batinya agar tetap mampu memelihara
kesucin baik lahir maupun batin ataupun kesucian pikiran, perbuatan dan upacara.
Kitab Brahma Purana, menyebutkan kelompok dan jenis Rsi secara lebih terperinci antara
lain:
1. Rsi diwilayah timur yaitu: Wiswamitra, Yawakrta, Raibhya, Kanwa dan Gangga. Penunjukan
wilayah timur, mungkin bagian darin india timur seperti daerah banggala, yang nama-namanya
tersebar sampai keindonesia yaitu Wiswamitra dan kanwa.
2. Rsi diwilayah selatan: Dattatreya, Namuci, Pramuci, Walmiki, Soma, Kimdu dan Agastia.
Penunjukan wilayah selatan diantaranya daerah dekkan samapai pada ujung pantai selatan.
Hubungan indonesia denggan india selatan sangat banyak pada jaman prasejarah itu , tidak
mengherankan kalau nama-nama seperti Agastia dan Walmiki sangat terkenal diindonesia.
3. Rsi diwilaha barat yaitu : Kamnya, Kawisa, Wrsango, Narada, Wama Dewa, Sambari
Atrawaktra, Suka, Bhrgu, Lomasa dan Mudgalya. Dari daerah wilayah banal ada kaitanya
dengan penyebaran Kafilah dan daerah Hindu dengan membawa nama Bagawan Bhrgu dengan
penyebaran utama di wilayah sumatra. Wilayah barat ini sebagai wilayah penyebaran
Mahabhrata, karenanya terbawa pula nama-nama Rsi terkemuka di Mahabhrata.
4. Rsi diwilayah utara yaitu: Kasyapa , Wasista, Atri, Gautama, Yamadakni, Bharatwaja dan
sanaka. Dari semua nama itu yang banyak berhubungan dengan penyebaran agama Hindu
diindonesia adalah Kasyapa, Wasista, Gautama dam Rsi Bharatwaja. Penyebaran ke indonesia
bersamaan pula dengan penyebaran melalui wilayah timur maupun selatan sebagai dua arus jalan
penyebaran agama Hindu.
Disamping pengelompokan resmi menurut wilayah atau daerah, dapat pula dikelompokan
menurut kedudukan atau fungsinya yaitu: Srula Rsi, Salya Rsi, Brahma Rsi, Dewa Rsi, Tapa Rsi
dan raja Rsi. Ada empat sifat yang menyebabkan Rsi penting artinya bagi kehidupan umat Hindu
yaitu:
1. Widya atau ilmu
2. Satya atau kejujuran , kebenaran.
3. Tapa atau pengendalian diri.
4. Sruta atau penerimaan wahyu.
Keempat sifat ini memperluas fungsi dan kedudukanya dalam perkembangan kehidupan
dan pembinaan umat hindu. Pekembangan selanjutnya terutama pada dekade pembangunan
sekarang ini baik diindonesia atau pun di Bali pengertian Orang Suci dipegunakan Pandita dan
Pinandita.
Pandita dalam bahasa sangsekerta berarti orang pandai, cendikiawan, bijakssana, sarjana,
sujana, pendeta. Yang dimaksud dengan pandita adalah pendeta, seorang rohaniawan hindu yang
telah madwijati melalui upacara diksa. Dwijati adalah lahir dua kali pertama lahir atau dilahirkan
dari seorang ibu. Dan kedua dilahirkan pula dan diakui anak oleh seorang guru pengajian
(nabhe). Sedangkan Diksa adalah penyucian seorang welaka menjadi Pandita. Upacara
penyucian ini selain ritual ada juga ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan olah PHDI (Parisada
Hindu Dharma Indonesia). Pandita dibali sering disebut dengan sulinggih, memiliki brata-brata
tertentu untuk melaksanakan yang patut di taatinya dalam hidupnya.
Upacara Diksa bukan lah sekedar merupakan upacara perubahan status belaka dari
seorang walaka menjadi sulinggih. Di dalam upacara itu terkandung makna yang medalam
mennai hubungan batin antara guru nabhe dengan sisyanya (calon diksita). Upacara diksita
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan diri dari pase kehidupan yang belum sempurna
menuju kehidupan baru dalam dunia yang lebih sempurna. Pada kenyataanya orang yang telah
didwijati diberikan bebaagai sebutan tergantung ada ketentuan keluarga dan wangsanya. Ada
yang disebut dengan Pedande, Rsi , Bagawan, Bujangga, Empu dan Dukuh. Semua dwijati itu
memiliki kedudukan sejajar dalam pandangan agama hindu. Keseluruhanya termasuk Pandita
karena semua gelar dwijati itu baru boleh dipakai setelah melalui proses upacara Diksa. Didalam
yajur weda XX, 25 di uraikan tentang diksa itu sebagai beikut:
Dengan melaksanakan brata seseorang akan memperoleh diksa, dengan melakukan diksa,
seseorang akan memperoleh daksina, dengan daksina seseorang melaksanakan sraddah, dan
dengan sraddah seseorang akan memperoleh satya.
Brata adalah suatu janji diri untuk melaksanakan pantangan – pantangan keagamaan agar
mendapat kesucian rohani. Diksa artinya telah memperroleh kesucian atau Dwijati. Daksina
adalah pendapatan yang suci karena didapatkan dari perbuatan yang suci dan terhormat. Sraddha
artinya keyakinan atau keikhlasan untuk mengabdi kepada Ide Sanghyang Widhi Wasa. Satya
artinya kebenaran tertinggi.
Berbeda dengan Pandita, Pinandita adalah seorang rohaniawan hindu tingkat Ekajati.
Seorang calon Pinandita tidak didiksa melainkan diwinten. Dengan demikian statusnya berbeda
dengan Pandita. Pada umumnya seseorang yang telah melakukan upacara Pawintenan memiliki
sebutan tertentu, untuk dibali disebut dengan Pemanggku. Pemangku adalah Rohaniawan hindu
yang tergolong pada tingkatan ekajati. Ekajati dalam bahasa Sansekerta berarti hanya lahir
sekali. Lahir atau dilahirkan dari kandungan ibu.
2.2 Sasana dan Wewenang Orang Suci (Pandita dan Pinandita)
Seseorang yang telah didiksa, maka ia berstatus sebagai orang suci atau dibali sering
disebut sulinggih. Diberi gelar sesuai dengan wangsanya atau keturunannya dan mempunyai
wewenang ngelokapalacraya. Sebelum puncak acara diksitadilakukan , terlebih dahulu seorang
calon harus mempersiapkan diri lahir dan batin. Diantara persiapan itu adalah melakukan
vedadyana dan vedaraksana yaitu mempelajari veda dan menjaga veda. Disamping itu juga
melakukan tirtayatra kepura – pura Kahyangan Jagad dan Dang Kahyangan untuk menyucikan
diri.
Secara Resmi calon diksita itu diuji oleh penguji Parisada Hindu Dharma Indonesia
mengenai pengetahuan agama dan pengetahuan umum lainnya yang akan menunjang tugas –
tugas Diksita nanti. Proses diksita berikutnya dilakukan oleh tiga orang guru yang kesemuanya
adalah Pandita yang cukup senior, baik pengalaman, usia ataupun penguasaannya pada agama.
Ketiga Pandita itu adalah Guru Nabhe, yaitu pandita yang akan memimpin dan
bertnggungbjawab tehadap proses pendiksaan itu. Guru nabhe inilah yang akan napak calon
diksita sehingga menjadi dwijati ataupun pandita guru. Yang kedua adalah guru Wakira yang
mengajar calon diksita tentang segala ilmu pengetahuan, yang harus dikuasai oleh seorang
diksita. Guru yang ketiga adalah guru saksi, yaitu pandita yang bertugas sebagai saksi tentang
segala proses pandiksitaan. Pentingnya guru saksi ini adalah untuk benar – benar menjadi saksi
bahwa segala proses pendiksaan, yang dipimpin pleh guru nabhe berjalan sesuai sastra dan
ketentuan – ketentuan yang berlaku untuk itu. Guru saksi juga wajib mengetahui segala proses
belajar yang diberikan oleh guru waktra.
Ada empat kegiatan Yang paling penting diketahui yang juga merupakan bagian dari
proses diksita yaitu sebagai berikut :
dilakukannya kegiatan amati raga, amati aran, amati sasana dan amati wesa oleh calon diksita.
1. Amati raga yang dimaksud adalah secara simbolis calon diksita dianggap dilepaskan badan
kasarnya dan kemudian akan lahir kembali sebagai dwijati dengan badan yang baru.
2. Amati aran artinya bahwa dalam upacara diksa ini calon diksita mengganti nama welakanya
dengan nama sulinggihnya. Hal ini juga dari proses lahir yang kedua tentu dibarengi dengan
nama baru. Misal namanya Ida Bagus Putra, setelah melalui upacara diksa namanya menjadi Ide
Pedanda Ngurah.
3. Amati sasana artinya sasana sewaktu welaka tidak boleh dilakukan lagi setelah menjadi
sulinggih. Misalnya waktu welaka boleh melakukan jual beli atau kegiatan ekonomi, tetapi
setelah menjadi sulinggih kegiatan tersebut tidak boleh lagidilakukan.
4. Amati wesa artinya, atribut waktu welaka diganti dengan atribut sulinggih. Misalnya, busana
welaka harus diganti dengan busana sulinggih. Tidak hanya pakean melainkan perilaku, sikap,
termasuk warna pakean, yang mengarah pada kesucian.
Calon diksita harus berumur berkisar antara 40 sampai 60 tahun. Puncak upacara
padiksan adalah calon diksita “ditapak” oleh guru Nabhe dengan meletakan telapak kaki nabhe
diatas kelapa calon diksita, usai upacara penapakan selanjutnya calon diksita resmi
menjad “Dwijati atau Pandita” setelah itu yang bersangkutan berhak untuk melakukan ke alam
lokapalasraya, untuk melakukan hal ini dilakukan pula upacara beberapa hari setelah upacara
diksa. Upcara lokapalasraya pertama kali dilakukan dengan upacara ngalinggihang “Veda”
bertempat pamerajan diksita dan disaksika oleh guru waktra dengan gumi saksi. Setelah itu
dilanjutkan tirtayatra kepura – pura Padarman yang berangkutan. Dengan selesainya upacara
ngalinggihang Veda sulinggih yang bersangkutan sudah boleh melaksanakan lokapalasraya
seperti : nibakang dewasa (memberi hari baik dan buruk kepada umat) atau muput suatu upacara
yadnya.
Menjadi seorang sulinggih, calon diksita harus memenuhi beberapa persyaratan yang
ditetapkan yaitu sebagai berikut :
1. Laki – laki yang sudah berumah tangga atau laki – laki yang nyukla brahma cari
2. Wanita yang sudah berumah tangga atau wanita yang tidak kawin (kanya)
3. Pasangan suami istri yang sah
4. Sehat dan bersih secara lariah termasuk tidak cacat jasmani (cedangga)
5. Sehat dan bersih secara batiniah, tidak menderita penyakit saraf atau gila
6. Berpengetahuan luas meliputi pengetahuan umum, paham terhadap bahasa kawi, sansekerta,
indonesia, memahami masalah wariga, tattwa, sasana – sasana dan yadnya
7. Memiliki efiliasi sosial yang baik yakni berkelakuan baik dan bijaksana terhadap sesama, alam
dan pemerintahan serta tidak tersangkut masalah kriminal dan supersif
8. Lulus diksapariksa yang dinyatakan dengan surat oleh pengurus PHDI Kabupaten / provinsi
setempat
9. Sudah mempunyai calon nabhe yang akan menyelesaikan (muput) upacara padiksa
Seorang pandita mempunyai wewenang untuk memimpin upacara yadnya, kewenangan
ini dimuat dalam lontar Bhisma parwa, Udyoga parwa, Bhomantaka, Brahsasana, dan sila
krama. Dalam lontar Udyoga parwa menyebutkan karma pandita telah memiliki ilmu kerohanian
yang sempura dan tinggi, maka beliaupun dapat menyempurnakan pihak lain seperti melakukan
dengan memimpin suatu upacara yadnya. Dan dalam kitab Sila Krama ditekankan bahwa para
pandita hendaknya dapat menguasai dan melaksanakan ajaran yama nyama brata, dimuat sebagai
berikut :
Madatamcchenna piweeca madyam
Pranna hinsenna wadecca mithyam,
Prasya daran imanasapi necched
Tah swargatnicched grhawat prawestu
(Sarasamuccaya, 19256)
Artinya : dan lagi jangan hendaknya mengambil kalau belum ada perjanjian, jangan
engkau minum – minuman yang memabukan, jangan melakukan pembunuhan, jangan berdusta
dalam kata – kata, jangan menginginkan istri orang lain jika bermaksud pulang kesurga.
Untuk tetap menjaga kesucian seorang pandita harus pula memperhatikan larangan yang
tidak boleh dikunjungi. Tempat – tempat yang terlarang bagi seorang pandita, yakni tidak boleh
mengunjungi orang yang mempunyai pekerjaan hina seperti rumah tukang jagal (potong hewan),
terrlebih lagi makan bersama dirumah tukang jagal tersebut. Demikian pula seorang pandita
tidak boleh duduk ditempat perjudian, atau segala jenis permainan yang ada taruhannya, dan
beberapa tempat larangan lainya.
Antara Pandita dengan Pinandita juga mempunyai status dan wewenang yang berbeda
termasuk pula sesananya. Seorang pinandita adalah seorang rohaniawan hindu tingkat ekajati.
Kelahiran sekali tidak didiksa melainkan diwinten. Setelah melalui upacara pawintenan, seorang
pinandita dapat menyelesaikan upacara yadnya tetentu, atau biasanya pada pura tertentu
khususnya pura yang di emongnya (menjadi tanggung jawabnya). Demikian pula untuk upacara
purnama tilem dan upacara – upacara keagamaan lainnya bisa dan diselesaikan oleh pinandita.
Pada umumnya dibali pinandita ini adalah pemangku. Namun apabila ada upacara – upacara
besar seperti upacara – upacara padudusan Agung disebuah pura, atau melakukan tawur dan
sebagainya harus diselesaikan oleh seorang pandita, demikian pula sebagai contoh dalam upara
purnama dalam umat hindu bali, selain oleh pinandita dipuput juga oleh pandita. Demikian juga
pada upacara persembahyangan tertentu disebuah pura dapat pula dipuput oleh pinandita
(pemangku) hanya menangani salah satu tempat suci saja. Untuk hal ini misalnya : Pemangku
Pura Desa atau Pemangku Pura Dalem dan Pura Puseh. Ketiga pemangku ini mempunyai
tanggung jawab penuh terhadap pura yang diamongnya. Karena perbedaan status, sasana dan
wewenang, maka persyaratan pinandita agak lebih longgar jika dibandingkan dengan persyaratan
untuk menjadi pandita. Persyaratan yang perlu diperhatikan untuk menjadi seorang pinandita
antara lain :
1. Laki – laki atau wanita yang sudah berumah tangga
2. Laki – laki / wanita yang mengambil brata sukla brahma cari
3. Pasangan suami istri
4. Bertingkah laku yang baik dalam kehidupan sehari – hari
5. Berhati suci dan berperilaku yang suci
6. Taat dan melasanakan ajaran agama dengan baik
7. Mengetahui ajaran – ajaran agama (wruh ring utpati, sthiti,pralinaning sarwa dewa)
8. Tidak menderita penyakit saraf atau gila
9. Suka mempelajari/ berpengetahuan di bidang kerohanian
10. Dapat persetujuan dari masyarakat setempat
11. Mendapat pengesahan dari PHDI setempat (Kabupaten / Provinsi)
2.3 Riwayat Singkat Orang Suci Agama Hindu
Para Rsi dalam agama hindu yang berhasil menerima wahyu dari Ide Sanghyang Widhi
Wasa penting diketahui oleh generasi pewaris Agama Hindu, dan berikut akan diuraikan tentang
ketujuh Para Maha Rsi yang menerima wahyu dari Ide Sanghyang Widhi Wasa antara lain :
1. Grtsamada, tentang sejarah kehidupan maha Rsi Grtsamada tidak banyak diketahui, namun
demikian Rsi Grtsamada telah berhasil menerima wahyu (sruti) tentang ayat – ayat suci Veda,
yang kemudian dihimpunnya dalam Reg Veda terutama dalam mandala II.
2. Wiswamitra, Maha Rsi Wiswamitra adalah maha Rsi yang kedua menerima wahyu. Wahyu ayat
– ayat suci yang diterima itu kemuadian dihimpun dalam Reg Veda pada mandala III. Nama
maha Rsi Wiswamitra banyak disebut – sebut dalam sejarah Agama hindu.
3. Wama Dewa, dalam cerita disebutkan bahwa Maha Rsi Wama Dewa sejak berada dalam
kandungan ibunya telah mencapai penerapan sempurna, yaitu mampu berdialog Dengan Deva
Indra dan Aditi. Beliau juga telah menerima waahyu ayat – ayat suci (sruti) dan menghimpunnya
dalam Reg Veda pada mandala IV.
4. Atri, maha Rsi Atri menerima wahyu Veda yang dihimpun dalam Reg Veda pada mandala V.
Sejarah dan riwayat maha Rsi Atri tidak banyak diketahui.
5. Bhradwaja, nama Bhradwaja sebagai tokoh Maha Rsi hanya disebut – sebut dalam Purana dan
Ramayana (Ayodya Kanda) Rsi Bharadwaja adalah putra Maha Rsi Atri, dan banyak
dihubungkan dengan Riwayat Hidup Walmiki. Maha Rsi Baradwaja menerima kitab suci Veda
dan kemudian dihimpun dalam Reg Veda mandala VI. Maha Rsi ini disebutkan bersemayam
dipertapaan Citrakuta dimana Rama dan Laksamana (dalam cerita Ramayana) pernah tinggal
untuk sementara.
6. Wasistha, Telah menerima wahyu ayat – ayat Suci Veda yang kemudian dihimpun dalam ayat –
ayat Reg Veda dalam mandala VII. Didalam cerita Mahabharata, nama Rsi Wasistha sama
terkenalnya dengan nama Maha Rsi Wiswamitra.
7. Kanwa, Maha Rsi Kanwa merupakan maha Rsi yang ketujuh dalm menerima wahyu Veda dan
wahyuyang telah diterima kemudian dihimpun dalam ayat – ayat Reg Veda mandala VIII. Maha
rsi kanwa inilah yang ceritanya banyak disebut dalam kisah cintanya Sakuntala. Dimana dalam
kisah itu Maha Rsi Kanva yang menunggu dan memelihara serta membesarkan bayi perempuan
yang kemudian nanti diberinama Sakuntala.
Selain Sapta Rsi penerima wahyu Veda, ada juga beberapa maha rsi yang dalam kehidupan
agama Hindu dikenal dan disebut – sebut dalam kitab suci karena peran dan jasanya diantaranya
adalah :
1. Bhagawan Bhrgu, adalah seorang Maha Rsi yang didalam kitab Purana dianggap sebagai putra
Brahma dan sebagai pendiri dari warga atau bangsa beliau yang disebut bangsa Bhagawan.
2. Rsi Agastya, dalam Penyebaran agama hindu Rsi Agastia adalah terkenal jasa – jasanya.
Menurut Kitab suci Purana dan Mahabharata beliau lahir dikasi (Beranes) sebagai penganut siwa
yang taaat. Beliau dikatakan sebagai pemegang obor yang memberi penerangan suci didaerah
pelosok. Beliau meninggalkan kota Kasi menuju keselatan sebagai darmadutha menyebarkan
Agama Hindu.
3. Bhagawan Brhaspati, menurut beberapa kitab purana Bhagawan Braspati adalah putra
Bhagawan Angirasa (Angira). Bhagawan Angira terkenal sebagai orang suci, Manasaputra itu
diciptakan oleh Brahma melalui pikirannya. Nama – nama Mana Saputra dan Dewa Brahma
antara lain Marici, Bhregu, Angira, dan lain – lain.
4. Mpu Tantular, adalah seorang Rsi yang tinggi Pribadinya dan juga seorang pujangga besar
Hindu, hasil karyanya banyak tersebar, satu diantaranya yaitu Sotasoma. Karya ini
menggambarkan bahwa Ide Sanghyang Widhi Wasa satu bukan dua, sekalipun ada yang
mengatakan Siva dan Budha. Mpu tantular adalah putra dari Mpu Bahula, cucu dari Mpu
Bharadah yang saudara kandung dengan Mpu Kuturan. Mpu Tantular memiliki empat putra yaitu
: Mpu Kanawawika, Mpu Asmaranatha, Mpu Sidhimantra, dan Mpu Kepakisan, Mpu yang
terakhir merupakan leluhur dari Dalem Waturenggong. Kerajaan Gelgel di Bali.
5. Mpu Kuturan, didalam cerita calon Arang, disebutkan seorang tokoh yaitu Mpu Kuturan. Beliau
hidup di Zaman kerajaan Erlangga. Mpu Kuturan ini memiliki saudara kandung yaitu Mpu
Bharadah. Kedua Mpu ini adalah penasehat Raja Erlangga.
6. Mpu Bharadah, adalah adik kandung Mpu Kuturan. Nama Mpu Bharadah sangat harum baik
dalam tulisan – tulisan sejarah kehidupan Agama Hindu di Nusantara. Mpu Bharadah sendiri
pernah datang ke Bali. Hal ini dapat dibuktikan dengan disebutnya Nama Mpu Bharadah pada
Batu bertulis yang terdapat dipura batumadeg di Besakih tahun 1007.
7. Dang Hyang Astapaka, adalah Seorang Pandita Budha yang datang dari Majapahit ke Bali.
Beliau menyebrang dari blambangan Jawa Timur dengan mengendarai Perahu menuju daerah
Bali Timur. Dalam perjalanan beliau sempat singgah di pulau Serangan ( di sebelah selatan Pula
Bali) dan kemudian di tempat tersebut didirikan sebuah pura bernama Pura Sakhyana yang
berarti tempat Sakhyamuni atau Budha.
8. Dang Hyang Markandeya, adalah orang yang Pertama kali datang ke Bali untuk menyebarkan
agama Hindu. Dang Hyang Markandya adalah putra dari Pasangan Sang Mrakanda dengan Dewi
Manaswini, dan merupakan cucu dari sang Niata. Beliau berasal dari Jawa Timur. Memiliki
Pasraman di kaki Gunung Rawung yang sebelumnya melaksanaan pertapaan digunung raung
wilayah sekitar Pegunungan Dieng.
9. Dang Hyang Dwijendra, adalah seorang Pandita Hindu beliau sangat dihormati di Bali karena
kesuciannya, keunggulan budinya, ketinggian rohaninya, karena jasa – jasa dan pengabdian
beliau terhadap agama Hindu. Memberikan kesejahteraan rohani dan mengatasi kesengsaraan
hidup.
Dang Hyang Dwijendra berasal dari Jawa Timur yakni Kerajaan Majapahit. Dang Hyang
Asmaranata adalah nama ayah beliau. Dang Hyang Dwijendra dijadikan menantu oleh
Danghyang Penataran di Daha. Di Daha Dang Hyang Dwijendra mengadakan Dharma Yatra
(Perjalanan Suci) ke Arah Timur menuju Pasuruan.
Dang Hyang Dwijendra sangat terkenal karena pengabdiannya dalam pembinaan umat
hindu di Indonesia terutama di Lombok, Jawa, Bali dan Sumbawa. Hal ini diwujudkan karena
perjalanan Sucinya (Tirta Yatra). Di Bali beliau mendapat gelar Pendeta Sakti Wauh Rauh dan
Dang Hyang Nirata. Di Lombok dengan Gelar Pangeran Sangupati dan di Sumatra dengan gelar
Tuan Semeru. Untuk mengingatkan Pendalaman Agama beliau mendirikan beberapa Pura
diantaranya : Pura Purancak, Rambut Siwi, Pilaki, Batu Klotok, Mesceti, Ulu Watu, Pati Tenget,
Tanah Lot, Air Jeruk dan Pojok batu. Juga Pura Suranadi di Lombok. Serta sebagai cikal bakal
lahirnya Brahmana Siwa yang ada di Bali. Beliau moksa di pura Ulu Watu, Badung.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
1. Orang Suci adalah manusia yang memiliki mata batin dan dapat memancarkan kewibawaan
rohani, serta mempunyai kepekaan untuk menerina getaran-getaran gaib, dalam penampilannya
dapat mewujudkan ketenangan dan penuh welas asih yang di sertai kemurnian lahir dan batin
dalam mengamalkan ajaran agama, tidak terpengaruh oleh gelombang hidup suka dan duka.
2. Orang suci adalah juga Pandita dan Pinandita. Berdasarkan sifat yang khas dapat disebutkan
karena kesaktiannya dan kemujizatannya, kesucian perbuatanya serta idealismenya yang
demikian patuh pada fungsinya menyebabkan mereka menjadi orang suci.
3. Ada empat sifat yang menyebabkan Rsi penting artinya bagi kehidupan umat Hindu yaitu:
Widya atau ilmu, Satya atau kejujuran/kebenaran, Tapa atau pengendalian diri, Sruta atau
penerimaan wahyu.
4. Di Bali pengertian Orang Suci dipegunakan Pandita dan Pinandita. Pandita dalam bahasa
sangsekerta berarti orang pandai, cendikiawan, bijakssana, sarjana, sujana. Yang dimaksud
dengan pandita adalah pendeta, seorang rohaniawan hindu yang telah madwijati melalui upacara
diksa. Sedangkan Seorang pinandita adalah seorang rohaniawan hindu tingkat ekajati seperti
pemangku.
5. Ada Tujuh Maha Rsi yang berhasil menerima wahyu Veda dari Ide Sanghyang Widhi Wasa
yaitu : Rsi Grtsamada, Wiswamitra, Wama Dewa, Atri, Bhradwaja, Wasistha, dan Kanwa.
6. Selain Sapta Rsi penerima wahyu Veda, ada juga beberapa maha rsi yang dalam kehidupan
agama Hindu dikenal dan disebut – sebut dalam kitab suci karena peran dan jasanya diantaranya
adalah : Bhagawan Bhrgu, Rsi Agastya, Bhagawan Brhaspati, Mpu Tantular, Mpu Kuturan, Mpu
Bharadah, Dang Hyang Astapaka, Dang Hyang Markandeya, dan Dang Hyang
Dwijendra.

1.2 Saran
Para Orang Suci hendaknya selalu menjaga kesucian dan selalu berperan aktif dalam
menyebarkan ajaran Veda, serta senantiasa selalu ikhlas dalam melayani umat (ngeloka pala
sraya).
Bagi seluruh umat Hindu Hendaknya menghormati dan menjalankan ajaran - ajaran dari Para
Orang Suci.

DAFTAR PUSTAKA

Susila, I Nyoman, DKK. 2009. Acara Agama Hindu. Jakarta : Departemen Agama RI.
Supriadi, Ida Bagus. 2004. Buku Pelajaran Agama Hindu. Surabaya : Paramita
http://blogspot.com/2012/11/orang-suci-Hindu. (Diakses pada tanggal 20 Oktober 2014)

Anda mungkin juga menyukai