Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH AGAMA HINDU

HUKUM









DISUSUN OLEH :
AYU GAYATRI GHEARANY
DIV-GIZI 1B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM

D-IV GIZI

TA 2014/2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayahNya kami dapat menyelesaikan Makalah agama hindu. Pada makalah ini, saya
membahas tentang hukum atau hukum agama hindu.
Selanjutnya, kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam
menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan makalah ini.
Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan saya sebagai manusia. Tetapi, kami berharap
makalah ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.

Mataram, 17 Oktober 2014

Penyusun











DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISI.ii
I. HUKUM HINDU
a. Pengertian hukum hindu
b. Sumber hukum hindu
c. Sumber hukum hindu di Indonesia
d. Vyavaharapada
II. HUKUM ACARA
III. SAKSI-SAKSI
IV. SUMPAH DAN JENIS HUKUM
V. HAKIM DAN JAKSA
a. Nama/Istilah hakim
b. Integritas/kepribadian seorang hakim
VI. KOMITMEN TEGAKNYA MORALITAS
DAFTAR PUSTAKA











I. HUKUM HINDU

A. PENGERTIAN HUKUM HINDU
Hukum Hindu adalah sebuah tata aturan yang membahas aspek kehidupan manusia secara menyeluruh yang
menyangkut tata keagamaan, mengatur hak dan kewajiban manusia baik sebagai individu maupun sebagai mahluk
sosial, dan aturan manusia sebagai warga negara ( tata negara )
(http://sastradahat.wordpress.com)
Menurut perspektif Hindu, bahwa hukum Hindu ada 2 jenis hukum, yaitu hukum yang mengatur kelangsungan alam
semesta yang disebut Rta , dan yang kedua hukum yang mengatur hidup dan kehidupan manusia yang disebut
Dharma. Rta mengatur jalannya matahari berputar pada sumbunya, bumi mengintari matahari. Sedangkan dharma
mengatur hidup dan kehidupan manusia. Disamping Dharma mengandung arti hukum atau undang-undang,
peraturan dengan sanksinya, terdapat juga beberapa istilah atau nama lain dari hukum Hindu, yaitu :
Vicara(permasalahan), Acara(tradisi), Prakara(perkara), Vhyavahara(perkara), Daupa(pandangan/pegangan/aturan)
dan lain-lain.

B. SUMBER HUKUM HINDU
Sumber tertinggi hukum hindu adalah kitab suci Veda. Kitab ini merupakan himpunan wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
Kitab suci Veda merupakan sumber hukum Hindu yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang kebenaranya tidak
diragukan lagi.
Veda sebagai sumber hukum hindu mencakup semua aspek hidup dan kehidupan umat manusia, karena memang
Veda diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk kesejahteraan umat manusia.
Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran suci Veda sangat relevan sepanjang jaman, nilai-nilai yang termuat pada
kitab suci Veda, antara lain : pengorbanan (keikhlasan/ kasih saying yajna), kebenaran (satya), kasih sayang
(ahimsa), kemurahan hati (Daksina),sedekah (dana), menghindari judian (Akua/nita), jalan kemuliaan
(Svastipantham), keharmonisan (Sayjnanam), persatuan (Samanaa), kewaspadaan (Jagara), kesucian hati (Daksa),
kemakmuran (Jagadhita), kebajikan (Bhadrah), kemuliaan (Kirti), jasa baik (Yaua), keramahan (Sriyah),
persaudaraan (Maitra), keamanan (Abhayam), tugas dan kewajiban (Svadharma), keberanian (Varma/Viram), profesi
(Varna), tahapan hidup (Asram), kecerdasan (Prajna), kesatuan dengan Yang Maha Esa (Yoga), kebaktian (Bhakti),
dan lain-lain. Ajaran moralitas tersebut juga mengandung tentang ajaran tentang sosial/kemasyarakatan, seperti
profesi (Varnasramadharma), tugas dan kewajiban anggota masyarakat (Catur Aurama), perkawinan (Vivaha),
Swadharma (tugas dan kewajiban bagi setiap individu), pendidikan (Siksavidya), bahasa (Bhasya), seni budaya
(Kala), kepemimpinan/politik (Niti), ekonomi (Vartta), pengobatan (Ayurveda), fisika, astronomi (jyotisa), matematika
(gaoita), dan lain-lain mencakup berbagai cabang ilmu.
Svami Dayananda Sarasvati mengelompokkan pokok-pokok isi Veda ke dalam 4 kelompok atau topic utama, yaitu :
1. Vijnana
Yaitu kelompok pengetahuan yang membahas tentang segala macam aspek pengetahuan baik itu
pengetahuan-pengetahuan alam termasuk didalamnya berbagai silsilah penting. Yang paling menonjol
dalam aspek Vijnana ini adalah aspek yang member keterangan dasar mengenai pandangan filsafat dan
metafisika berdasarkan Veda.

2. Karma
Yaitu kelompok pengetahuan yang membahas segala aspek pengetahuan mengenai berbagai jenis karma
atau Yajna sebagai cara dalam mencapai tujuan hidup manusia.
3. Upauana
Yaitu kelompok pengetahuan yang membahas segala aspek pengetahuan yang ada kaitannya dengan
petunjuk dan cara melakukan hubungan dengan tuhan.

4. Jnana
Yaitu kelompok pengetahuan yang membahas segala aspek pengetahuan secara umum sebagai ilmu
murni.

Sumber hukum lainnya adalah kitab-kitab Dharmasastra, yakni merupakan kompedium dari hukum hindu.
Kitab-kitb tersebut jumlahnya sebanyak 20 buah dan beberapa yang terkenal adalah:
Manavadharmasastra
Yang dianggap cocok pada zaman Satyayuga dan berlaku umum sepanjang masa.
Yajnavalkyadharmauastra
Yang dianggap cocok pada zaman Traitayuga dan berlakunya terbatas diwilayah tertentu di India
Tengah sampai India Selatan
Saykhalikitadharmasastra
Yang dianggap cocok untuk zaman Dvaparayuga dan berlaku sangat terbatas pada daerah
tertentu saja.
Parasaradharmauastra
Dianggap cocok pada zaman kaliyuga, tetapi tidak menentukan batas pengaruhnya.

Diantara 20 jenis kitab Dharmasastra, maka kitab Manavadharmasastra yang ditulis oleh maharsi Manu ini yang
paling terkenal dan selalu dirujuk oleh kitab-kitab lainya sesudah kitab ini ditulis. Didalam Veda seperti yang ditulis
oleh maharsi Manu dalam kitab Manavadharmasastra (II.6), disebutkan adanya 6 sumber hukum hindu, yaitu Sruti
(Wahyu Tuhan Yang Maha Esa), Smrti, yakni kitab-kitab Dharmasastra, Sila, yakni tingkah laku yang baik dari orang-
orang bijaksana dan suci, Sadacara atau Acara, yakni adat kebiasaan atau tradisi yang baik dari suatu tempat atau
daerah dan Atmanatusti, yakni rasa puas pada diri.

C. SUMBER HUKUM HINDU DI INDONESIA
Pada zaman kejayaan Majapahit dikenal beberapa kitab agama sebagai acuan atau sumber tegaknya hukum saat
itu. Kitab-kitab tersebut antara lain : Agama, Adigama, Purwagama, Purwadigama, Kutaragama, Rajapatigundala
,Kutaramanava, kitab-kitab sasana seperti Sivasana, Putrasasana dan lain-lain.
Diantara kitab-kitab agama, maka kitab dengan judul agama yang paling terkenal (diterjemahkan oleh Prof. Slamet
Mulyono dengan nama Perundang-undangan Majapahit). Kitab ini sebenarnya merupakan terjemahan dari
Kutaramanava. Kitab ini mengetengahkan berbagai azas hukum yang dianut Bhagavan Bhrgu yang bersumber pada
ajaran Manu. Isinya sebagian besar memuat penafsiran dari ajaran yang terkandung dalam Manavadharmasastra
yang setelah dipertimbangkan diterapkan menurut contoh-contoh atau kondisi di Indonesia. Kitab ini menjelaskan
sejarah dan latar belakang berlakunya hukum-hukum adat di Indonesia dengan mendasarkan kepada hukum Manu
(Manavadharmasastra). Kitab inilah yang paling luas isinya dan paling banyak dikenal. Kitab yang kedua adalah
Adigama, kitab ini banyak persamaannya dengan Kutaramanava dan menurut Prof. Dr. Yamin Adigama lebih tua
umurnya dibandingkan dengan Kuparamanava. Adapun kitab Purwadigama banyak jenisnya dan lebih umum dikenal
dengan nama kitab-kitab sasana seperti Sivasasana, Putrasasana, Rajasasana dan lain-lain, sifatnya khusus atau
acara.




D. VYAVAHARAPADA
Di dalam kitab Manavadharmauastra (VIII.4-7) dikenal dengan adanya 18 titel hukum, dengan nama masing-masing
sebagai berikut :
1. Anadana (hutang piutang)
2. Niksepa (deposito)
3. Asvamivikraya (penjualan harta tak bertuan)
4. Sambhuya (perikatan antar firma)
5. Dattasyayanapakarma (hibah)
6. Vetana (upah)
7. Danamsamvida (tidak melaksanakan perjanjian)
8. Vyatikrama ( pembagian hasil jual beli)
9. Krayavikraya anusaya (perselisihan antara majikan dengan buruh)
10. Simavivada (perselisihan tentang perbatasan)
11. Parusya (penghinaan)
12. Danda (ancaman dengan kekerasan)
13. Steya (pencurian)
14. Sahasa (perampokan/pencurian dengan pemberatan)
15. Strisaygrahana (perzinahan)
16. Stripundharma (kewajiban suami-istri)
17. Vibhaga (waris)
18. Dyuta (judi)


II. HUKUM ACARA

Di dalam kitab Manavadharmasastra (VIII.1-2) dinyatakan ketua majelis hakim yang memutuskan perkara harus
memasuki ruang sidang pengadilan, dengan memelihara wibawanya, diikuti oleh para anggotanya, para ahli sebagai
pembantunya. Disitu, baik dengan cara duduk/berdiri, dengan mengangkat tangannya dengan tidak memperlihatkan
pakaian serta hiasan. Ia memeriksa berkas perkara dari mereka yang berperkara.
Dinyatakan pula bahwa pengadilan tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan (VIII.43,44 dan 45) bukan oleh karena
pemerintah atau aparat pemerintah, mereka dapat menilai perkara atau merahasiakan sesuatu yang diajukan
(kepadanya) oleh orang lain (yang berperkara). Sebagai seorang pemburu yang membuntuti menjangan yang luka
melalui tetesan-tetesan darahnya, demikianlah halnya hakim menyelidiki kebenaran dengan mempertimbangkan
bukti-buktinya. Bila melakukan tugas pengadilan, ia harus penuh perhatian terhadap kebenaran, terhadap hal yang
disengketakan, terhadap dirinya sendiri (kata hatinya), kemudian terhadap saksi-saksi, tempatnya (tkp) , waktunya
dan segala-galanya.
Dinyatakan pula hakim hendaknya memeriksa yang berperkara dengan cermat : Dengan mengetahui apa yang
layak dan yang tidak layak, kebenaran, tentang apa yang dinamakan adil dan tidak adil, hendaknya ia memeriksa
sungguh-sungguh, sebab-sebab tuntutan menurut hukum dari mereka yang berperkara menurut hukum dari
golongan yang berlaku. Dengan melihat ekspresi, supaya diketahui kebenaran batinlah dari mereka yang berperkara,
misalnya pula melalui suara mereka,warna wajah, gerak-geriknya, sorot pandang matanya dan tingkah laku mereka.
Gerak-gerik pikiran terlihat melalui gejala-gejalanya, lenggak-lenggoknya, tingkah lakunya, kata-katanya dan
perubahan cahaya mata dan air mukanya (VII.24-26). Disini hakim dituntut pula untuk memahami psikologi lebih
mendalam, sehingga lebih jernih dalam melihat kebenaran.


III. SAKSI-SAKSI
Dalam memutuskan perkara, majelis hakim hendaknya memeriksa saksi-saksi dan bukti-bukti
(Manavadharmasastra VIII.51). Adapun yang dapat dijadikan saksi adalah :
a. Orang yang telah berkeluarga
b. Orang yang memiliki keturunan laki-laki
c. Penduduk pribumi
d. Orang professional, ahli didalam bidangnya masing-masing
e. Orang yang intergritasnya tidak diragukan (tidak tamak,dengki, angkuh dan sejenisnya)
f. Siapapun yang mengetahui sesuatu perkara lebih lanjut dinyatakan mereka dapat dijadikan sanksi, adalah :
a. Mereka yang mempunyai kepentingan dalam perkara itu
b. Teman akrab,sekutu dan lawan dalam bersengketa
c. Mereka yang berdosa, pernah dihukum dan orang yang sakit keras
d. Seorang penguasa (raja), mekanis, dan pemain drama
e. Seorang yang belajar Veda
f. Seorang yang tertekan
g. Orang yang namanya tidak baik
h. Orang yang memiliki jabatan tertentu
i. Orang yang lanjut usia
j. Seorang anak
k. Orang yang cacat panca indranya
l. Orang yang sangat kesedihan
m. Orang mabuk
n. Orang gila
o. Orang yang kelaparan
p. Pemarah dan pencuri
seorang saksi yang menyatakan kebenaran dalam kesaksiannya memperoleh tempat yang terindah (sorga) sebagai
rahmat setelah kematiannya dan di dunia ini memperoleh nama baik yang tiada melebihi, kesaksian seperti itu
diperoleh oleh para pandita. Ia yang memberikan kesaksian palsu, terambat jerat belenggu dewa Varuna, tak
berdaya selama hidupnya, karena itu hendaknya orang-orang memberi kesaksian yang benar. Dengan kebenaran
seorang saksi disucikan, dengan kebenaran kebajikannya akan tumbuh, karena itu, kebenaran harus dikatakan oleh
seorang saksi dari semua profesi. (Manavadharmauastra VIII.81-83)

IV. SUMPAH DAN JENIS HUKUMAN
Di dalam kitab Manavadharmauastra dan kitab-kitab Dharmauastra lainya disebutkan adanya beberapa jenis
hukuman, antara lain berupa denda (membayar dengan mata uang atau benda tertentu), siksaan badan atau
pada bagian-bagian badan tertentu (Manavadharmasastra VIII.125) pembuangan kesuatu tempat atau daerah
tertentu, pemotongan anggota badab dan hukuman mati.

V. HAKIM DAN JAKSA

a. Nama/istilah hakim
Di masa yang silam, kekuasaan yudikatif diletakan di tangan raja atau kepala Negara. Ia bertugas
memutuskan semua perkara (vyavahara) yang timbul dalam masyarakat. Untuk praktisnya, raja
dibantu oleh majelis hakim yang terdiri dari para brahmana ahli, baik sebagai lembaga yang berdiri
sendiri maupun sebagai pembantu pemerintah (raja) dalam memutuskan perkara pada sidang
pengadilan (Dharmasabha) untuk menetapkan hukum-hukumnya yang berlaku pasti.
Lembaga lainya yang memegang peranan penting sebagai badan legislative menurut hukum itu
adalah adanya lembaga parisada (majelis vipra/brahmana). Lembaga ini tidak mempunyai fungsi
yudikatif seperti lembaga sabha , melainkan lembaga parisada ini menurut Manavadharmauastra
dan yang juga diterapkan pada zaman majapahit, hanya untuk mengatasi pertikaian-pertikaian bila
ada dua peraturan yang bertentangan satu dengan yang lainnya. Jadi bila dibandingkan dengan
tata cara modern, parisada adalah lembaga legislative agama hindu yang membantu pemerintah
(raja) di dalam menemukan kebenaran kaidah-kaidah yang bertentangan secara intern. Lembaga
pembantu lainnya adalah Vidhata yaitu lembaga dewan eksekutif yang terbatas pada bidang-
bidang tertentu dan lebih kecil dari pada dewan menteri (cabinet).
Mengingat kepala yudikatif adalah seorang raja, maka istilah untuk hakim adalah
raja,natha,napati,brahmana, yang mengandung makna orang-orang yang integritasnya tidak
diragukan lagi, disamping itu juga dikenal istilah praorivavaka yang disamping berarti pengadilan
tinggi juga berarti hakim (Manavadharmasastra IX.234). istilah lainnya adalah Dhamaupapati yang
berarti penegak hukum, juga Adhyaksa, yang dalam perkembangannya kini kata ini berubah
menjadi jaksa yakni penuntut umum.

b. Integritas/Kepribadian seorang hakim
Integritas seorang hakim sangat menentukan dalam menetapkan suatu keputusan, sebab
keputusannya itu tidak hanya dipertanggung jawabkan kepada sesame umat manusia, tetapi lebih
dari hal itu dan sangat utama adalah pertanggung jawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa baik
pada masa hidupnya kini maupun di akhirat nanti. Dalam kitab suci veda maupun sastra hindu
dinyatakan seorang hakim harus memahami kitab suci veda, karena veda merupakan sumber
hukum tertinggi, disamping fungsi utamanya sebagai kitab suci yang menuntun hidup manusia
untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Dalam kitab slokantara 24 disebutkan bahwa

Ia yang mengetahui ajaran suci veda,
Berasal dari keluarga baik-baik, dengan sepenuh hati
Melaksanakan ajaran agama, yang selalu adil, ialah yang patut dijadikan
Penegak kebenaran/ hakim atau jaksa

Berdasarkan uraian tersebut maka integritas seorang hakim harus mencerminkan pengalaman
agama secara murni yang senantiasa merupakan perwujudan ahlak mulia.


VI. KOMITMEN TEGAKNYA MORALITAS
Berbicara moralitas, seorang hakim dituntut untuk memiliki komitmen untuk melaksanakan ajaran
agamanya dengan baik dan ajaran moralitas pada umumnya. Hukuman yang ditetapkan dengan tidak
bijaksana sesuai kebenaran dan rasa keadilan. Hakim yang menerima suap akan senantiasa sengsara
dan kelak ketika meninggal dunia dibawa kea lam neraka. Demikianlah seorang hakim berada pada
posisi yang dilematis bila ia sangat terikat oleh godaan duniawi berupa materi atau dorongan nafsu
untuk kaya, menguasai sesuatu dan ingin selalu memuaskan indria, ia akan mudah menyimpang dari
kebenaran dan sanksinya bagi umat beragama, tidak hanya neraka di kelak kemudian hari, tetapi
sesungguhnya menderita tekanan batin ketika hidup di dunia ini.








DAFTAR PUSTAKA

Pudja, G. 1980. Pengantar Hukum Hindu. Mayasari: Jakarta
----- 1981. Hukum Kewarisan Hindu yang diresepir ke dalam hukum adat di Bali &
Lombok, Junasco, Jakarta.
---- 1975. Pengatar Tentang Perkawinan Menurut Hukum Hindu, Mayasari: Jakarta.
Sudharta, dan G. Pudja. 1986. Manavadharmauastra, Kompedium Hukum Hindu,
Hanuman Sakti: Jakarta
Titib, I Made. 1986. Veda, Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan, Paramita:
Surabaya

Anda mungkin juga menyukai