Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SIFAT TUHAN PRESPEKTIF ALIRAN KALAM

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Tauhid dan Ilmu Kalam

Dosen Pembimbing :

Lalu Asriadi, M.Pd.I

Disusun Oleh:

KELOMPOK 10
1. Lusty Annisa : (200106080)
2. Nurhidayah : (200106088)
3. Aisha Umul Rauhun : (200106090)

KELAS 1C
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2020

i
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Tauhid dan
Ilmu Kalam “Sifat Tuhan Prespektif Aliran Kalam”

Makalah ini disusun berdasarkan tugas yang diberikan oleh Dosen mata
kuliah Tauhid dan Ilmu Kalam untuk menambah wawasan penulis. Makalah ini
disusun dengan harapan dapat bermanfaat bagi semua kalangan dan terutama bagi
penulis sendiri. Ucapan terima kasih juga tak lupa kami haturkan kepada semua
pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini, antara lain:

1. Allah Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan lancar dan tanpa gangguan.
2. Lalu Asriadi, M.Pd.I selaku Dosen mata kuliah Tauhid dan Ilmu Kalam yang
telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
3. Keluarga yang senantiasa mendukung kami.
4. Teman-teman yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah.

Semua pihak yang telah terlibat yang tak dapat kami sebutkan satu-
persatu. Kami menyadari makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Untuk
itu, kami mengaharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak agar
kedepannya kami lebih baik lagi dalam menyusun sebuah makalah

Senin, 26 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1

KATA PENGANTAR........................................................................................... 2

PETA KONSEP.......................................................................................................3

DAFTAR ISI........................................................................................................... 4

BAB I PENDAHUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Malasah..................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Konsep Sifat Tuhan................................................................................3


B. Sifat Tuhan Prespektif Aliran Kalam.....................................................4
1. Sifat Tuhan Prespektif Mu’tazilah...................................................4
2. Sifat Tuhan Prespektif Asy’ariyah...................................................6
3. Sifat Tuhan Prespektif Maturidiyah.................................................9
4. Sifat Tuhan Prespektif Syi’ah Rafidhah.........................................10
BAB III PENUTUP................................................................................................12

A. Kesimpulan..........................................................................................12
B. Saran.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

iii
BAB I PENDAHUAN

A. Latar Belakang

Islam mengajarkan tentang keimanan yang kita kenal dengan


Tauhid. Tauhid artinya, mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati ke-
Esa-an Allah SWT. selain Tauhid, ada juga ilmu Kalam. Dimana, salah satu
pembahasan ilmu kalam ialah membahas mengenai sifat-sifat Tuhan. Seiring
dengan perkembangan zaman dan semakin majunya IPTEK yang semakin
memudahkan segala aktivitas kehidupan manusia, manusia cenderung
berpikir rasional dan lebih mementingkan kehidupan dunia dan bersikap
materialistic.

Manusia mulai melupakan fitrahnya sebagai makhluk ciptaan


Allah dan melupakan konsep ketuhanan itu sendiri dan acuh tak acuh pada
keberadaan Tuhan. Manusia beranggapan bahwa mereka tidak pernah
melihat, mendengar atau merasakan Tuhan dengan pancaindera mereka.
Manusia lupa bahwa Tuhan itu tidak terlihat yang berarti bahwa ke-
existensian-Nya tidak bisa dirasakan panca indera. Tuhan hanya bisa
diketahui keberadaannya karena adanya alam raya beserta isinya dan
kejadian-kejadian di alam raya yang sudah diciptakan dan diatur sedemikian
rupa oleh Tuhan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagimana konsep sifat Tuhan?
2. Bagaimana sifat Tuhan prespektif aliran Mu’tazilah?
3. Bagaimana sifat Tuhan prespektif aliran Asy’ariyah?
4. Bagaimana sifat Tuhan prespektif aliran Maturidiyah?
5. Bagaimana sifat Tuhan prespektif aliran Syi’ah Rafidhah?
C. Tujuan Maslah
1. Mengetahui konsep sifat Tuhan
2. sifat Tuhan prespektif aliran Mu’tazilah
3. Mengetahui sifat Tuhan prespektif aliran Asy’ariyah
4. Menhetahui sifat Tuhan prespektif aliran Maturidiyah
5. Mengetahui sifat Tuhan prespektif aliran Syi’ah Rafidhah

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Sifat Tuhan

Agar pembahasan lebih terfokus perludikemukakan terlebih dahulu


apa yang dimaksud dengan sifat. Yang dimaksud dengan sifat adalah keadaan
yang diberikan kepada sesuatu untuk membedakannya dengan sesuatu yang
lain. Misalnya orang berbicara tentang "pena hitam”. Istilah ini mengandung
dua konsep yaitu "pena" dan "hitam”. Bila dicermati kedua kata itu tidak
sama. Pena ada artinya dan hitam ada artinya dan keduanya berbeda. Pada
kontek ini kata hitam menjadi identitas bagi pena. Istilah hitam bukan satu-
satunya identitas pena.1

Karena ada pena putih, ada pena biru dan sebagainya. Yang jelas
pada istilah "pena hitam" sudah terkandung dua unsur yaitu unsur pena dan
unsur hitam. Kedua unsur itu berbeda tetapi melekat. Unsur pena lain dari
unsur hitam tetapi keberadaan unsur pena dan unsur hitam tidak dapat
dipisahkan secara ril, tetapi dapat dipisahkan secara konseptual. Ketika
analogi itu dipakaikan kepada Tuhan maka pada Tuhan terdapat dua unsur,
yaitu unsur zat Tuhan dan unsur sifat Tuhan. Zat Tuhan berbeda dari sifat
Tuhan, tetapi keberadaan sifat Tuhan itu melekat pada zat Tuhan. Dengan
demikian dalam diri Tuhan terdapat dua unsur yaitu, zat-Nya di satu sisi dan
sifat-Nya di sisi lain. Persoalan seperti inilah yang diperdebatkan
mutakallimun yang sampai sekarang belum pernah berhenti.2
Perdebatan antar aliran kalam tentang sifat-sifat Tuhan tidak
terbatas pada persoalan apakah Tuhan memiliki sifat atau tidak, tetapi juga
pada persoalan-persoalan cabang sifat-sifat Allah, seperti melihat Tuhan dan
esensi al-Qur’an.Dalam Risalah Muhammad Abduh Menyebutkan sifat-sifat
Tuhan. Mengenai masalah apakah sifat itu termasuk esensi Tuhan ataukah lain

1
(M Afrizal, Pemahaman Ke-Esa-an Allah dalam Teologi Islam, (Jurnal Ushuluddin Vol. 20 No.
2, 2013), 116-117)
2
M Afrizal, Pemahaman Ke-Esa-an Allah dalam Teologi Islam, (Jurnal Ushuluddin Vol. 20 No.
2, 2013), 116-117)

3
dari esensi Tuhan, ia jelaskan bahwa hal itu di luar kemampuan manusia untuk
mengetahuinya.3
B. Sifat Tuhan Presfektif Aliran Kalam
Berikut pemaparan mengenai sifat Tuhan menurut Aliran Kalam.
1. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah memandang dirinya sebagai aliran ahlut tauhid
wal ‘adil dengan menafikan sifat-sifat tuhan, tujuannya adalah untuk
menyucikan keesaan tuhan. Golongan mu’tazilah mencoba menyelesaikan
persoalan ini dengan mengatakan bahwa tuhan tidak mempunyai sifat.
Menurut mereka Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai
kekuasaan, tidak mempunyai hajat dan sebagainya. Ini tidak berarti bahwa
tuhan bagi mereka tidak mengetahui, tidak berkuasa, tidak hidup dan
sebagainya. Tuhan tetap mengetahui, berkuasa,dan sebagainya, tetapi
mengetahui, berkuasa, dan sebagainya tersebut bukanlah sifat dalam arti
kata sebenarnya. Artinya tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan
pengetahuan itu adalah tuhan itu sendiri.4
Washil bin Atha’ menegaskan bahwa siapa saja yang menetapkan
adanya sifat qadim bagi Allah, ia telah menetapkan adanya dua tuhan.
Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat, sebab apabila
tuhan memiliki sifat, sifat tersebut harus kekal seperti halnya zat tuhan.
Jika sifat-sifat itu kekal, maka yang kekal bukan hanya satu tetapi banyak.
Tegasnya, kekalnya sifat-sifat membawa pada pemahaman banyak yang
kekal. Selanjutnya paham ini akan membawa kepada paham politheisme
atau syirik.5
Aliran mu’tazilah memberikan daya yang besar kepada akal
berpendapat bahwa tuhan tidak dapat memiliki sifat-sifat jasmani. Mereka
mentakwilkan ayat-ayat yang memberikan kesan bahwa tuhan bersifat
jasmani secara metaforis. Dengan kata lain, ayat-ayat al-Qur’an yang
menggambarkan tuhan bersifat jasmani ditakwil dengan pengertian yang
3
(Rusli Ris’an, Pemikiran Teologi Islam Modern. (Depok: Prenamedia Grup, 2018), 50)
4
(Hudallah, Ilmu Kalam (Jakarta:Kementerian Agama, 2019), 46.)
5
(Hudallah, Ilmu Kalam (Jakarta:Kementerian Agama, 2019), 46.)

4
layak bagi kebesaran dan keagungan Allah. Misalnya, kata istawa dalam
surah Thaha ayat lima ditakwil dengan al-Istila wa al-Ghalabah
(menguasai dan mengalahkan), kata ini dalam surah Thaha ayat 39
ditakwilkan dengan ilmi (pengetahuanKu), kata wajhah dalam surah al-
Qashash ayat 88 ditakwilkan dengan zatuhu ayy nafsuhu (zat-Nya, yakni
diri-Nya), kata yadd dalam surah Shad ayat 75 ditakwilkan dengan al
quwwah (kekuatan).6
Mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan bersifat immateri, tidak dapat
dilihat oleh mata kepala. Karena, pertama tuhan tidak mengambil tempat
sehingga tidak dapat dilihat, kedua bila tuhan dapat dilihat dengan mata
kepala, berarti tuhan dapat dilihat sekarang di dunia, padahal kenyataannya
tidak ada seorangpun yang dapat melihat tuhan di alam ini. 7 Ayat-ayat al-
Qur’an yang dijadikan sandaran dalam mendukung pendapat di atas
adalah;
QS. al-An’am (6) ayat 103:
      
   
Artinya:”Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha
mengetahui.”
QS. al-Qiyamah (75) ayat 23:
   
Artinya:”Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”

Tokoh-tokoh aliran mu’tazilah memberikan pandangan sendiri-sendiri


mengenai sifat-sifat tuhan:
a) An–Nazhzham mendefikan pengetahuan, kekuasaan, pendengaran,
melihat dan qadim dengan dirinya sendiri, bukan dengan kekuasaan,
perkehidupan, penglihatan dan keqadiman. Demikian pula dengan

6
Hudallah, Ilmu Kalam (Jakarta:Kementerian Agama, 2019), 46.)
7
(Hudallah, Ilmu Kalam (Jakarta:Kementerian Agama, 2019), 46.)

5
sifat-sifat Allah yang lain. Lebih lanjut An–Nazhzham memberikan
pendapat bahwa jika ditetapkan bahwa Allah itu adalah zat yang tahu,
berkuasa, hidup, mendengar, melihat, dan qadim yang ditetapkan
sebenarnya adalah zat-Nya (bukan sifatNya).
b) Menurut Abu al-Huzail esensi pengetahuan Allah adalah Allah sendiri.
Demikian pula kekuasaan, pendengaran, penglihatan, dan
kebijaksanaan, dan sifat-sifat yang lain. Ia berkata aku nyatakan Allah
bersifat tahu, artinya aku nyatakan bahwa pada-Nya terdapat
pengetahuan dan pengetahuan itu adalah zatNya.
c) Arti tuhan mengetahui dengan esensinya kata al-Jubba’i, ialah untuk
mengetahui, tuhan tidak berhajat kepada suatu sifat dalam bentuk
pengetahuan atau keadaan mengetahui.
d) Abu Hasyim berpendapat bahwa arti tuhan mengetahui melalui
esensinya, ialah Tuhan mempunyai keadaan mengetahui.8
2. Aliran Asy’ariah
Pelopor aliran ini adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari,
beliau lahir di kota Basrah (Irak) pada 260 H/873 M dan wafat pada
324/935.9 Al-Asy'ari keluar dari aliran Mu'tazilah dan menyusun teologi
baru yang dikenal sebagai aliran Asy'ariyah atau aliran Ahl as-Sunnah
waal-Jama'ah. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa rumusan yang
disusun sebagai paham yang dicetuskannya berbeda dengan paham
Mu'tazilah.10
Menurut aliran Asy'ariyah, tuhan memiliki sifat karena perbuatan-
perbuatannya. Mereka juga mengatakan bahwa tuhan mengetahui,
berkuasa, menghendaki dan sebagainya serta memiliki pengetahuan,
kemauan dan daya. Asy'ariyah berpendapat bahwa sifat-sifat tuhan itu
tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia. Pendapat Asy'ariyah

8
(Hudallah, Ilmu Kalam (Jakarta:Kementerian Agama, 2019), 47.)
9
(Wiyani Ardy Novan, Ilmu Kalam, (Bumiayu:Teras, 2013), 147)
10
(Rusli Ris'an, Teologi Islam: Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh-Tokohnya (Jakarta:Kencana,
2019), 110)

6
ini berlawanan dengan paham mu’tazilah yang menyatakan bahwa tuhan
tidak memiliki sifat.11
Asy'ariyah memberi daya yang kecil pada akal dan menolak paham
tuhan memiliki sifat-sifat jasmani, jika sifat jasmani dianggap sama
dengan sifat manusia. Ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan tuhan
memiliki sifat jasmani, tidak boleh ditakwilkan tetapi harus diterima
sebagaimana makna harfiahnya. Oleh sebab itu, tuhan dalam pandangan
Asy'ariyah mempunyai mata, wajah, tangan serta bersemayam di
singgasana. Tetapi, semua dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa
diketahui bagaimana cara dan batasnya).12
Asy’ari berpendapat bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata
kepala kelak di akhirat. Hal ini didasarkan pada pendapat keyakinan
asy’ari yang menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu
yang mempunyai wujud. Karena tuhan memiliki wujud, tuhan dapat
dilihat, lebih jauh dikatakan tuhan melihat apa yang ada. Dengan
demikian, tuhan melihat diriNya juga. Jika tuhan melihat diriNya, tentu
tuhan dapat membuat manusia mempunyai kemampuan melihat diri-Nya.13
Ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan sandaran dalam menopang
pendapatnya adalah;
QS. al-Qiyamah (75) ayat 22-23:
       
Artinya:
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada
Tuhannyalah mereka melihat.

QS. al-A’raaf (7) ayat 143:


     
        
11
(Hudallah, Ilmu Kalam (Jakarta:Kementerian Agama, 2019), 47-48.)
12
(Hudallah, Ilmu Kalam (Jakarta:Kementerian Agama, 2019), 48.)
13
(Hudallah, Ilmu Kalam (Jakarta:Kementerian Agama, 2019), 48.)

7
     
      
       
      
 
Artinya:
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang
telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku
agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-
kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap
di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". tatkala
Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu[565], dijadikannya
gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa
sadar kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada
Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".
3. Aliran Maturidiyah
Aliran Kalam Maturidiyah terpecah menjadi dua bagian, yakni
Samarkand dan Bukhara. Yang disebut belakangan adalah aliran Kalam
yang dipimpin oleh Abu Al-Yusr Muhammad Al-Badawi, pengikut
Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Dan
demikian, golongan Bukhara adalah pengikut aliran Kalam Al-Badawi,
Walaupun sebagai pengikut dan penerus aliran Al-Maturidiyah, Al-
Badawi selalu sepaham dengan Maturidiy.14
Pendapat aliran Maturidiyah mengenai sifat tuhan sama dengan
pendapat Asy'ariyah yang menyatakan bahwa tuhan memiliki sifat.
Maturidiyah berpendapat bahwa sifat-sifat Tuhan itu mulazamah (ada
bersama; inhern) zat tanpa terpisah (innaha lam takun ain al-zat wa la hiya
ghairuhu). Maturidiyah menetapkan sifat bagi Allah tidak harus membawa

14
(Baharudin Nunu, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, ( :Prenada Media, 2017), 131)

8
kepada pengertian anthropomorphisme, karena sifat tidak berwujud yang
terpisah dari zat, sehingga berbilang sifat tidak akan membawa pada
berbilangnya yang qadim (taaddud al-qudama). Tampaknya paham
Maturidiyah tentang makna sifat tuhan cenderung mendekati paham
mu’tazilah. Perbedaannya, al-Maturidi mengakui adanya sifat-sifat tuhan,
sedangkan mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat tuhan.15
Aliran Bukhara berpendapat Tuhan tidaklah mempunyai sifat-sifat
jasmani. Ayat-ayat Al-Qur'an yang menggambarkan Tuhan mempunyai
sifat-sifat jasmani haruslah diberi ta'wil. Sedangkan golongan Samarkand
mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, tetapi tidak lain dari Tuhan.
Dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi gambaran Tuhan bersifat
dengan menghadapi jasmani ini, Al-Maturidi mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan tangan, muka, mata, dan kaki adalah kekuasaan Tuhan.16
Aliran Maturidiyah Bukhara sependapat dengan Asy'ariyah dan
Maturidi Samarkand bahwa tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Al-
Bazdawi tokoh Maturidiyah bukhara mengatakan bahwa Tuhan kelak
memperlihatkan diri-Nya untuk kita lihat dengan mata kepala, sesuai
dengan apa yang tuhan kehendaki.17
4. Aliran Syi’ah Rrafidah
Sebagian besar tokoh syi’ah menilai bahwa pengetahuan itu
bersifat baru, tidak qadim. Mereka berpendapat bahwa tuhan tidak tahu
terhadap sesuatu sebelum kemunculannya. Sebagian dari mereka
berpendapat bahwa Tuhan tidak bersifat tahu terhadap sesuatu sebelum
tuhan menghendakinya. Ketika tuhan menghendaki sesuatu, Tuhan pun
bersifat tahu. Jika tuhan tidak menghendaki, maka tuhan tidak bersifat
tahu. oleh karenanya mereka menolak bahwa tuhan senantiasa bersifat
tahu. Makna Tuhan berkehendak menurut mereka adalah bahwa tuhan
mengeluarkan gerakan (taharraka harkah). Ketika gerakan itu muncul,
tuhan bersifat tahu terhadap sesuatu itu.
15
(Hudallah, Ilmu Kalam (Jakarta:Kementerian Agama, 2019), 49.)
16
(Baharudin Nunu, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, ( :Prenada Media, 2017), 133)
17
Hudallah, Ilmu Kalam (Jakarta:Kementerian Agama, 2019), 49.)

9
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa pengetahuan merupakan
sifat zat tuhan dan bahwa tuhan tahu tentang diri-Nya sendiri, tetapi tuhan
tidak dapat di sifati tahu terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa Tuhan senantiasa mengetahui dan
pengetahuanNya merupakan sifat zatNya. Tuhan tidak dapat bersifat tahu
terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada, sebagaimana manusia tidak
dapat bersifat melihat dan mendengar sesuatu sebelum bertemu dengan
sesuatu itu sendiri.
Mayoritas tokoh syi’ah rafidhah mensifati Tuhan dengan
perubahan. Mereka beranggapan bahwa tuhan mengalami banyak
perubahan. Sebagian mereka mengatakan bahwa tuhan terkadang
memerintahkan sesuatu lalu mengubahnya. Terkadang tuhan menghendaki
melakukan sesuatu kemudian mengurungkannya karena ada perubahan
pada diri-Nya. Perubahan ini bukan dalam arti naskh, tetapi dalam arti
bahwa pada waktu yang pertama tuhan tidak tahu apa yang akan terjadi
pada waktu yang kedua.18

18
Hudallah, Ilmu Kalam (Jakarta:Kementerian Agama, 2019), 48.)

10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan

Konsep sifat Tuhan terdapat dua unsur, yaitu unsur zat Tuhan dan
unsur sifat Tuhan. Zat Tuhan berbeda dari sifat Tuhan, tetapi keberadaan sifat
Tuhan itu melekat pada zat Tuhan. Dengan demikian dalam diri Tuhan
terdapat dua unsur yaitu, zat-Nya di satu sisi dan sifat-Nya di sisi lain. Salah
satu bagian dari Ilmu Kalam adalah sifat-sifat Tuhan. Dimana sifat Tuhan
merupakan bagian dari Tuhan itu sendiri. Sifat-sifat Tuhan merupakan esensi
Tuhan itu sendiri atau yang lainya adalah diluar kemampuan manusia untuk
mengetahuinya. Esensi merupakan satu-satunya sumber dari segala yang ada.
Dari pengertian itu ternyata menimbulkan pendapat-pendapat dari beberapa
aliran seperti:

1. Aliran Mu’tazilah
Aliran mu’tazilah memandang dirinya sebagai aliran ahlut tauhid
wal ‘adil dengan menafikan sifat-sifat tuhan, tujuannya adalah untuk
menyucikan keesaan tuhan. Untuk itu, siapa saja yang menetapkan adanya

11
sifat qadim bagi Allah, ia telah menetapkan adanya dua tuhan. Mu’tazilah
berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat, sebab apabila tuhan
memiliki sifat, sifat tersebut harus kekal seperti halnya zat tuhan. Apabila
tuhan memiliki sifat, sifat tersebut harus kekal seperti halnya zat tuhan
Menurut aliran ini pengetahuan Tuhan adalah Tuhan, yaitu Dzat atau
esensi Tuhan. Aliran mu’tazilah memberikan daya yang besar kepada akal
berpendapat bahwa Tuhan tidak dapat memiliki sifat-sifat jasmani,
dengan mentakwilkan ayat-ayat yang memberikan kesan bahwa Tuhan
bersifat jasmani secara metaforis. Mu’tazilah juga berpendapat bahwa
Tuhan karena bersifat immateri, tidak dapat dilihat oleh mata kepala.
2. Aliran Asy’ariah
Menurut aliran ini Allah mempunyai sifat, tapi sifat Allah tidak
sama dengan sifat manusia. Pendapat Asy'ariyah ini berlawanan dengan
paham mu’tazilah yang menyatakan bahwa tuhan tidak memiliki sifat.
Asy'ariyah memberi daya yang kecil pada akal dan menolak paham tuhan
memiliki sifat-sifat jasmani, jika sifat jasmani dianggap sama dengan sifat
manusia. Ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan tuhan memiliki sifat
jasmani, tidak boleh ditakwilkan. Asy’ari berpendapat bahwa Tuhan dapat
dilihat dengan mata kepala kelak di akhirat. Hal ini didasarkan pada
pendapat keyakinan asy’ari yang menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat
dilihat adalah sesuatu yang mempunyai wujud.
3. Aliran maturidiah
Menurut mereka Tuhan tetap mempunyai sifat di dalam zat-Nya.
Namun sifat Tuhan tersebut tidak bisa menggambarkan dzat Tuhan,
karena sifat tidak berwujud yang terpisah dari zat. Aliran Bukhara
berpendapat Tuhan tidaklah mempunyai sifat-sifat jasmani. Sedangkan
golongan Samarkand mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, tetapi
tidak lain dari Tuhan. Artinya, ayat-ayat yang memberi gambaran Tuhan
bersifat dengan menghadapi jasmani ini, Al-Maturidi mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan tangan, muka, mata, dan kaki adalah kekuasaan

12
Tuhan. Aliran Maturidiyah Bukhara sependapat dengan Asy'ariyah dan
Maturidi Samarkand bahwa tuhan dapat dilihat dengan mata kepala.
4. Syi’ah Rafidhah
Menurut Syi’ah Rafidhah, Alloh bersifat tahu jika ia menghendaki
sesuatu dan bersifat tidak tahu jika tidak menghendaki-Nya. Sebagian dari
mereka berpendapat bahwa pengetahuan merupakan sifat zat tuhan dan
bahwa tuhan tahu tentang diri-Nya sendiri, tetapi tuhan tidak dapat di
sifati tahu terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada. Mayoritas tokoh
syi’ah rafidhah mensifati Tuhan dengan perubahan. Mereka beranggapan
bahwa tuhan mengalami banyak perubahan. Sebagian mereka mengatakan
bahwa tuhan terkadang memerintahkan sesuatu lalu mengubahnya
B. Saran
Semoga materi kami dapat di pahami oleh pembaca, kami
membutuhkan saran dan kritikan dari pembaca pada umumnya dan dosen
khusuhnya karena makalah kami ini jauh dari kesempurnaan dan agar kami
dapat memperbaiki makalah-makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

M, Afrizal. 2013. Pemahaman Ke-Esa-an Allah dalam Teologi Islam. Jurnal


Ushuluddin Vol. 20 No. 2.
Rusli, Ris’an. 2018. Pemikiran Teologi Islam Modern. Prenamedia Grup: Depok
__________.2019. Teologi Islam: Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh-Tokohnya
Kencana: Jakarta
Wiyani, Ardy Novan. 2013. Ilmu Kalam.Teras: Bumiayu
Rozak Abdul dan Rosihoh, Anwar. 2010. Ilmu Kalam. Pustaka Setia: Bandung
Hudallah. 2019. Ilmu Kalam. Kementerian Agama: Jakarta.
Baharudin Nunu. 2017. Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan. Prenada
Media: Jakarta

13
14

Anda mungkin juga menyukai