Anda di halaman 1dari 19

TAUHID DAN URGENSINYA

BAGI KEHIDUPAN MUSLIM


(Makalah)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliah : AIK 1 (kemanusiaan dan keimanan)
Dosen pengampu : Iswati S.Pd.I.,M.Pd.I.

Kelompok 6

1. Athaya Sabrina Gunawan (23610190)


2. Muhammad miftachul hudda (23610175)

JURUSAN S1 MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT. Tuhan Alam Semesta, Tuhan yang telah
mengajarkan apa yang tidak diketahui oleh manusia, dan Tuhan yang
menggenggam nyawa setiap insan di dunia. Solawat serta salamtak lupa kami
haturkan kepada Baginda Rasulullah SAW., seorang Rasul yang diutus
kepermukaan bumi ini untuk menjadi pengajar bagi setiap manusia yang tidak
tahu, menjadi pembela bagi setiap manusia yang tertindas, dan sebagai petunjuk
bagi setiap manusia yang tersesat.

Kami menyusun Makalah ini dengan judul “Tauhid dan Urgensinya Bagi
Kehidupan Muslim”, guna menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu untuk mata kuliah, aik 1 (kemanusiaan dan keimanan) Iswati, S.Pd.I.,
M.Pd.I.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya kami mengalami banyak kesulitan


mulai dari kesulitan mencari sumber referensi yang tepat dengan kebutuhan kami,
dan kesulitan-kesulitan lainnya. Namun semua kesulitan ini menjadi tidak berarti
lagi tatkala kami membangun kerja sama kelompok yang baik, dan tentunya
dengan bantuan dari berbagai pihak lainnya makadari itu kami juga, berharap
dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua dan
utamanya kepada kami, sehingga dapat menambah wawasan kita khususnya
dalam bidang kemanusiaan dan keimanan.

Metro, November
2023

2
Penulis

DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………….. 1

KATA PENGANTAR……………………………………………………... 2

BAB I………………………………………………………………………. 4

A. LATAR BELAKANG……………………………………………... 4
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………...5
C. TUJUAN…………………………………………………… ……... 5
D. MANFAAT………………………………………………………... 5

BAB II……………………………………………………………………... 6

A. PENGERTIAN TAUHID………………………………………….. 6
B. PEMBAGIAN TAUHID…………………………………………... 6
C. MAKNA KALIMAT LAA ILAAHA ILA-ALLAH DAN
KONSEKUENSINYA DALAM KEHIDUPAN……………………9
D. TAUHID SEBAGAI LANDASAN BAGI SEMUA
ASPEK KEHIDUPAN…………………………………………….. 15

BAB III…………………………………………………………………….. 17

A. KESIMPULAN……………………………………………..……... 17
B. SARAN…………………………………………………….. ……... 17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………..…….. 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembahasan mengenai Tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam Agama
Islam, dimana Tauhid mengambil peran penting dalam membentuk pribadi-
pribadi yang tangguh, selain itu juga sebagai inti atau akar daripada 'Aqidah
Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih dikenal kalimat syahadat atau juga disebut
kalimah thayyibah (laailaahaillallah) begitu masybur dikalangan umat islam.
Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan kalimat tersebut dalam setiap
shalat wajibnya yang lima waktu.

Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang
terkesampingkan dalam kehidupan. Kecenderungan masyarakat yang hedonis
dengan persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi
suatu hal yang menyita perhatian manusia daripada hal-hal lainnya. Termasuk
masalah keberagaman sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi di tengah tengah umat islam, dengan keadaan yang
semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan kita
semua akan pentingnya peran agama islam sebagai agama paripurna yang tidak
mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dapat mengatur urusan-urusan duniawi
yang menjadikan 'Aqidah sebagai landasan berfikirnya. Diharapkan dari penulisan
makalah ini selain pengetahuan yang lebih luas tentang tauhid sebagai intisari
peradaban yang telah mengantarkan umat islam menuju kejayaan demi kejayaan
yang tidak pernah tertandingi.

4
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Tauhid?


2. Apa saja pembagian jenis jenis Tauhid?
3. Apa makna dari kalimat laa illaha illa-Allah dan Konsekuensinya dalam
kehidupan?
4. Bagaimana peran tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan?

C. Tujuan

1. Untuk memahami dan mempelajari pengertian tauhid


2. Untuk mengetahui apa Pembagian jenis jenis Tauhid
3. Untuk memahami dan memperlajari makna Laa illaha illa-Allah dan
konsekuensinya dalam kehidupan
4. Untuk Memahami dan mempelajari tauhid sebagai landasan bagi semua
aspek kehidupan

D. Manfaat Penulisan

1. Membuat kita semakin mengetahui tentang Allah dengan segala hal


yang adapada-Nya.
2. Membuat kita semakin taat dalam melaksanakan perintahNya, dan menjauhi
segala laranganNya.
3. Membuat kita semakin meningkatkan dan memperteguh keimanan kita

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tauhid

“Tauhid”, secara bahasa, adalah kata benda (nomina) yang berasal dari perubahan kata
kerja wahhada-yuwahiddu, yang bermakna “menunggalkan sesuatu”. Sedangkan
berdasarkan pengertian syariat, “tauhid” bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal yang
menjadi kekhusuan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rubbiyah, uluhiyah, dan
asma’ wa shifat. (Al- Qaul Al-Mufid, 1:5). Pengertian kata tauhid berasal
dari bahasa arab, bentuk masdar dari kata wahhada yuwahhidu yang secara etimologis
berarti keesaan, yakni percaya bahwa Allah SWT itu satu. Tidak lain adalah Lauhidullah
(mengesakann Allah SWT).

Jadi pernyataan/pengakuan. Bahwa Allah Swt itu esa/satu. LaailahaillAllah (tiada tuhan
selain Allah). Ilmu tauhid merupakan ilmu pengetahuan yang paling tinggi derajatnya
dalam agama islam. Karena ilmu tauhid merupakan induk pokok bagi semua ilmu
pengetahuan dalam agama islam. Bahwa para ulama menyebutkan bahwa agama islam
adalah agama tauhid. Ilmu ini menerangkan serta membahas keesaan Dzat Allah SWT
hukum yang mempelajari ilmu tauhid adalah Fardhu’ain. Ilmu tauhid disebut juga ilmu
Usuluddin, ilmu akidah,ilmu ma-rifat, adapula yang menyebutnya ilmu sifat 20 karena
didalamnya dibicarakan 20 sifat wajib bagi Allah SWT.

B. Pembagian Tauhid

1. Tauhid Rububiyah, adalah keyakinan yang pasti bahwa hanya Allah semata Rabb
dan Pemilik segala sesuatu, tidak ada sekutu bagi-Nya, Dia-lah Yang Mahapencipta,
Dia-lah yang mengatur alam dan yang menjalankannya. Dia-lah yang menciptakan
para hamba, yang memberi rizki kepada mereka, menghidupkan dan mematikannya.
Dan beriman kepada qada' dan qadar-Nya serta ke-Esaan-Nya dalam Dzat-Nya.
Ringkasnya bahwa tauhid Rububiyah Allah Ta'ala dalam segala perbuatan-Nya.

Dalam dalil syar'i telah menegaskan tentang wajibnya beriman kepada Rububiyyah
Allah Ta'ala seperti dalam firman-Nya, "Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam"
(Al-Fatihah:2)

6
Macam tauhid ini tidak diperselisihkan oleh orang-orang kafir Quraisy dan para
penganut aliran dan agama. Maksudnya mereka semua beri'tiqad bahwa Pencipta
alam semesta ini hanyalah Allah semata.

Yang demikian itu, karena hati manusia secara fitrah mengakui Rububiyyah-Nya
oleh karena itu, seseorang tidak menjadi orang yang bertauhid sehingga ia mengakui
dan konsisten dengan macam kedua dari ketiga macam tauhid tersebut.

2. Tauhid Uluhiyah, yaitu mengesahkan Allah Ta'ala melalui perbuatan para hamba,
dinamakan juga dengan tauhid ibadah. Maknanya adalah keyakinan yang pasti bahwa
Allah adalah Ilah(sesembahan) yang haq dan tidak ada ilah selainNya, segala yang
diibadahi selain-Nya adalah bathil, hanya Dia-lah yang patut diibadahi, baginya
ketundukan dan ketaatan secara mutlak. Tidak boleh siapapun dijadikan sebagai sekutu-
Nya dan tidak boleh bentuk ibadah apapun diperuntukannya kepada selain-Nya, seperi
shalat, puasa, zakat, haji,do'a, dan isti'anah (meminta pertolongan), nadzar, menyembelih,
tawakal, khauf (takut), harap, cinta dan lain-lain dari macam-macam ibadah yang zahir
(tampak) maupun bathin. Ibadah kepada Allah harus dilandasi dengan rasa cinta, cemas,
dan harap secara bersamaan. Beribadah kepada-Nya dengan sebagian saja dan
meninggalkan sebagian lainnya adalah kesesatan.

Allah Ta'ala berfirman, "Hanya kepada Engkau-lah kami beribadah dan hanya kepada
Engkau-lah kami memohon pertolongan." (Al-Faatihah: 5).

Dan firman-Nya pula, "Dan barangsiapa beribadah kepada ilah yang lain di samping
Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya
perhitungannya disisi Rabb-nya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu adalah
beruntung." (AlMukminun: 117).

Tauhid Uluhiyyah adalah inti dakwah yang diserukan oleh para Rasul. Dan
pengingkaran terhadap hal itu merupakan penyebab dari berbagai malapetaka yang
menimpa ummat-ummat terdahulu.
Tauhid Uluhiyyah merupakan awal dan akhir agama, bathin dan lahirnya. Juga
merupakan tema pertama dakwa para Rasul dan yang terakhir. Oleh karenanya diutuslah
para Rasul, diturunkannya kitab-kitab samawi, disyari'atkan jihad, dibedakan antara orang
muslim dengan orang kafir, dan penghuni surga dengan penghuni neraka.

7
Itulah makna firman Allah, "...Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Allah..." (Ash-Shaafffat: 35).

Allah Ta'ala berfirman, "Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelummu,
melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada ilah (yang hak) melainkan
Aku, maka beribadah kamu hanya kepada-Ku." (AlAnbiyaa': 25)

Yang menjadi Rabb Yang Maha Pencipta, Pemberi Rizki, Yang Menguasai, Yang
Mengatur, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, yang disifati dengan semua sifat
kesempurnaan, yang suci dari segala kekurangan, segala sesuatu (berada) di tangan-Nya
maka pasti Dia adalah Rabb Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak boleh ibadah
itu dipalingkan kecuali kepada-Nya semata. Allah Ta'ala berfirman, "Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (Adz-
Dzariyaat: 56).
Tauhid Uluhiyyah merupakan konsekuensi dari tauhid Rububiyyah. Hal tersebut
karena orang-orang musyrik tidak menyembah Rabb yang Esa, akan tetapi mereka
menyembah banyak rabb bahkan mereka menganggap rabb-rabb tersebut dapat
mendekatkan mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Walaupun demikian,
mereka mengakui bahwa rabb-rabb tersebut tidak ada mendatangkan mudharat maupun
manfaat. Oleh karena itu, Allah tidak menggolongkannya sebagai orang-orang kafir sebab
mereka mempersekutukanNya dengan salain-Nya dalam ibadah.

3. Tauhid Asma Wa Sifat,yaitu keyakinan dengan pasti bahwa Allah SWT mempunyai
asmaul husna (nama-nama yang baik), dan sifat-sifat yang mulia. Dia memiliki semua
sifat yang sempurna dan suci dari segala kekurangan. Dialah Yang Maha Esa dan sifat-
sifat tersebut, tidak dimiliki oleh makluk-Nya.
Ahlus Sunnah wal Jama'ah: Mengetahui Rabb mereka dengan sifat-sifatNya
yang terdapat dalam al-Qur-an dan as-Sunnah. Mereka menyifati Rabb-nya seperti apa
yang Allah SWT telah sifatkan untuk diri-Nya dan seperti apa yang disifatkan oleh Rasul-
Nya SAW, tidak melakukan tahrif (penyelewengan) ungkapan-ungkapan dari konteks
pengertian yang sebenarnya, ataupun ilhad (AlIlhad yaitu berpaling dari kebenaran; dan
termasuk kategori ilhad adalah: ta'thil (mengabaikan), tahrif (menyimpangkan), takyif
(menfisualiasikan) dan tamstil (menyerupakan) sifat Allah. Ta'thil: Tidak menetapkan
sifat-sifat Allah atau menetapkan sebagaiannya dan menafikan sisanya, Tahrif: Merubah

8
nash baik sifat secara lafazh kepada makna yang lafazhnya tidak menunjukkan kepadanya
kecuali dengan kemungkinan makna yang marjub (tidak kuat). Maka setiap tahrif adalah
ta'thil dan tidak semua ta'thil adalah tahrif, takyif: Menjelaskan hakekat sifat, atau
(bertanya dengan lafazh bagaimana), Tamstil: Menyerupakan sesuatu dengan Allah dari
segala segi) dalam nama-nama-Nya dan ayat-ayatNya, dan mereka menetapkan bagi
Allah apa yang telah ditetapkan untuk dirinya-Nya tanpa tamstil, takyif, ta'thil dan tahrif.
Dasar mereka dalam semua masalah ini adalah firman Allah, "Tidak ada sesuatupun yang
serupa denganNya, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (As-Syuura:
11).
Dan firman-Nya, "Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang
dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapatkan
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (Al-A'raaf: 180)

C. Makna Kalimat Laa Ilaaha Ila-Allah dan Konsekuensinya Dalam


Kehidupan

Kalimat Laa ilaah illa-Allah mengandung dua makna, yaitu makna penolakan segala
bentuk sesembahan selain Allah SWT, dan makna menetapkan bahwa satusatunya
sesembahan yang benar hanyalah Dia semata. Berkaitan dengan kalimat ini Allah SWT
berfirman : Artinya : “Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwasanya tidak ada sesembahan
yang benar selain Allah”. (QS. Muhammad:19) Berdasarkan ayat diatas, bahwa
memahami makna syahadat adalah wajib hukumnya dan mesti didahulukan daripada
rukun-rukun islam yang lain.
Rasulullah SAW juga menugaskan : “Barang siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illa-
Allah dengan ikhlas maka akan masuk ke dalam surga.” (HR. Ahmad). Yang dimaksud
dengan ikhlas disini adalah memahami, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat
tersebut sebelum yang lainnya. Rasulullah sendiri mengajak paman beliau Abu Thalib
menjelang detik-detik kematiannya dengan ajakan : “Wahai pamanku, ucapkanlah Laa
ilaah illa-Allah, sebuah kalimat yang aku akan jadikan sebagai hujjah di hadapan Allah”.
Akan tetapi, abu Thalib enggan untuk mengucapkan dan meninggal dalam keadaan
musyrik. Selama 13 tahun di Makkah, Nabi Muhammad SAW mengajak orang-orang
dengan perkataan beliau: “Katakanlah Laa ilaah illa-Allah”. Kemudian orang-orang kafir
menjawab : “beribadah kepada sesembahan yang satu, tidak pernah kami dengar dari
orang tua kami”. Orang Quraisy di zaman Rasulullah sangat paham makna kalimat

9
tersebut, dan barang siapa yangmengucapkan tidak akan menyeru/ berdoa kepada selain
Allah.

Syarat-syarat Laa Ilaaha Illa-Allah

Bersaksi dengan Laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat. Tanpa syarat-syarat
itu kesaksian tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengikrarkannya. Secara singkat
tujuh syarat itu ialah:
a. ‘Ilmu (mengetahui), yang menafikan jahl (Kebodohan)
b. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan)
c. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan)
d. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan)
e. Ikhlas, yang menafikan syirik
f. Shidq (jujur), yang menafikan kidzb (dusta)
g. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian)

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

a. Syarat pertama : ‘Ilmu (mengetahui)


Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa
yang ditetapkan serta menafikan ketidaktahuannya tentang hal tersebut.
Artinya : “ Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat
memberi syafaat; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang
mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)”. (QS. Az-Zukhruf:86)
Maksudnya orang yang bersaksi dengan Laa ilaaha illa-Allah dan memahami dengan
hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya, tetap tidak mengerti apa
maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.

b. Syarat kedua : Yaqin (Yakin)


Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan kalimat Laa ilaaha illa-Allah
itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu. Allah SWT berfirman:

10
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu”. (QS. Al-Hujurat:15)

Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapa yang
engkau temui di balik tembok (kebun) ini, yang menyaksikan bahwa tiada Ilah selain
Allah dengan hati yang meyakininya, ia tidak berhak masuk surga.

c. Syarat ketiga: Qabul (Menerima)


Menerima kandungan dan konsekuensi dari Laa ilaaha illa-Allah; menyembah
Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Siapa yang mengucapkannya,
tetapi tidak menerima dan menaati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan
Allah SWT:

Artinya : Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: Laa ilaaha illa-
Allah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah SWT) mereka
menyombongkan diri. Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus
meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?”. (QS. Ash-Shafat:
35-36)

d. Syarat keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh) Allah SWT berfirman:

Artinya : “ Dan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang dia orang
yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang
kokoh” .( QS. Luqman: 22)

e. Syarat kelima : Shidq (Jujur)


Yaitu mengucapkan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga
membenarkannya. Manakala lisannya mengucapkan , tetapi hatinya mendustakan, maka
ia adalah munafik dan pendusta. Allah SWT berfirman :
Artinya : “ Di antara manusia ada yang mengatakan : “ Kami beriman kepada Allah dan
hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya
menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit,

11
lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta”. (QS. Al- Baqarah : 8-10)

f. Syarat keenam : Iklas


Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan jalan tidak
mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadis
Rasulullah dikatakan :” Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang
mengucapkan laa ilaaha illa-Allah karena menginginkan ridha Allah”. (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)

g. Syarat ketujuh : Mahabbah (kecintaan)


Maksudnya mencintai kalimat laa ilaaha illa-Allah, juga mencintai orangorang
yang mengamalkan konsekuensinya. Allah SWT berfirman : Artinya : “Dan di antara
manusia ada orang-orang yang menyembah tandingantandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman
sangat beriman sangat cinta kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah:165)

Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih sedangkan ahli
syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan isi
kandungan laa ilaaha illa-Allah.

Konsekuensi Laa ilaaha illa-Allah

Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang
dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan beribadah
kepada Allah semata tanpa unsur kesyirikan sedikit pun , sebagai keharusan dari
penetapan illa-Allah.

Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehingga mereka


menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan , baik berupa makluk, kuburan ,
pepohonan , bebatuan serta para thaghut lainnya. Dengan kata lain, orang tersebut
mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.

12
Konsekuensi kalimat syahadat la ilaha illallah sangat banyak. Intinya adalah
mengimplementasikan segala peribadatan lahiriah dan batiniah hanya untuk Allah
subhanahu wa ta’ala.
Di antara konsekuensi kalimat la ilaha illallah adalah sebagai berikut.
A. Melaksanakan tugas dan hikmah penciptaan seluruh makhluk.
Tugas dan hikmah ini tersurat dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,
‫َوَم ا َخ َلۡق ُت ٱۡل ِج َّن َو ٱِإۡل نَس ِإاَّل ِلَيۡع ُبُدوِن‬
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.”
(adz-Dzariyat: 56)
B. Menyembah hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun dari kalangan makhluk.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
‫ِإَّياَك َنۡع ُبُد َو ِإَّياَك َنۡس َتِع يُن‬
“Hanya kepada-Mulah kami menyembah dan hanya kepada-Mulah kami meminta.” (al-
Fatihah: 5)
‫َو ٱۡع ُبُدوْا ٱَهَّلل َو اَل ُتۡش ِرُك وْا ِبِهۦ َش ًٔٔ‍ۡيا‬
“Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (an-
Nisa: 36)
C. Berdoa dan meminta hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
‫َو َقاَل َر ُّبُك ُم ٱۡد ُعوِنٓي َأۡس َتِج ۡب َلُك ۚۡم ِإَّن ٱَّلِذ يَن َيۡس َتۡك ِبُروَن َع ۡن ِع َباَد ِتي َسَيۡد ُخ ُلوَن َج َهَّنَم َداِخ ِريَن‬
Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Ghafir: 60)
‫ َوِإَذ ا اْسَتَع ْنَت َفاْسَتِع ْن ِباِهلل‬،‫ِإَذ ا َس َأْلَت َفاْس َأِل َهللا‬
“Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika kamu meminta tolong, minta tolonglah
kepada Allah.” (HR. at-Tirmidzi no. 2516 dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu anhu)
D. Memasrahkan segala urusan kepada Allah dan menggantungkan segala hasil usaha
kepada-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
‫َو َع َلى ٱِهَّلل َفَتَو َّكُلٓو ْا ِإن ُك نُتم ُّم ۡؤ ِمِنيَن‬
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal jika kamu benar-benar orang yang
beriman.” (al-Maidah: 23)
E. Tumbuhnya rasa takut hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

13
Adapun rasa takut kepada selain-Nya, tidak lebih dari takut yang bersifat tabiat, bukan
ibadah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
‫ِإَّنَم ا َٰذ ِلُك ُم ٱلَّشۡي َٰط ُن ُيَخ ِّو ُف َأۡو ِلَيٓاَء ۥُه َفاَل َتَخاُفوُهۡم َو َخاُفوِن ِإن ُك نُتم ُّم ۡؤ ِمِنيَن‬
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain adalah setan yang menakut-nakuti (kalian) dengan
kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy). Karena itu, janganlah kamu takut
kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang beriman.”
(Ali Imran: 175)
F. Berlepas diri dari segala sesuatu yang diagungkan selain Allah subhanahu wa
ta’ala.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
‫َو َلَقۡد َبَع ۡث َنا ِفي ُك ِّل ُأَّمٍة َّرُس واًل َأ ٱۡع ُبُدوْا ٱَهَّلل َو ٱۡج َتِنُبوْا ٱلَّٰط ُغ وَۖت‬
‫ِن‬
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah taghut itu.” (an-Nahl: 36)
‫ة ِفٓي ِإۡب َٰر ِهيَم َو ٱَّلِذ يَن َم َع ٓۥُه ِإۡذ َقاُلوْا ِلَقۡو ِم ِهۡم ِإَّنا ُبَر َٰٓء ُؤ ْا ِم نُك ۡم َوِمَّم ا َتۡع ُبُد وَن ِم ن ُدوِن ٱِهَّلل َك َفۡر َنا ِبُك ۡم َو َبَدا‬ٞ‫َقۡد َكاَنۡت َلُك ۡم ُأۡس َو ٌة َحَس َن‬
‫َبۡي َنَنا َو َبۡي َنُك ُم ٱۡل َع َٰد َو ُة َو ٱۡل َبۡغ َض ٓاُء َأَبًدا َح َّتٰى ُتۡؤ ِم ُنوْا ِبٱِهَّلل‬
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang
yang bersama dengannya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “Sesungguhnya
kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah. Kami ingkari
(kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian untuk
selama-lamanya hingga kamu beriman kepada Allah saja.” (al-Mumtahanah: 4)
‫َلُك ۡم ِد يُنُك ۡم َوِلَي ِد يِن‬
“Bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku.” (al-Kafirun: 6)
‫ ِإاَّل ٱَّلِذ ي َفَطَرِني َفِإَّن ۥُه َسَيۡه ِد يِن‬٢٦ ‫َوِإۡذ َقاَل ِإۡب َٰر ِهيُم َأِلِبيِه َو َقۡو ِمِهٓۦ ِإَّنِني َبَرٓاٌء ِّمَّم ا َتۡع ُبُد وَن‬
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Sesungguhnya
aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah)
Dzat Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.”
(az-Zukhruf: 26—27)
G. Membersihkan amalan-amalan dari noda yang akan mengotori keikhlasan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
‫ه َٰو ِح ٌۖد َفَم ن َك اَن َيۡر ُجوْا ِلَقٓاَء َر ِّبِهۦ َفۡل َيۡع َم ۡل َع َم اًل َٰص ِلًحا َو اَل ُيۡش ِرۡك ِبِع َباَد ِة َر ِّبِهٓۦ‬ٞ ‫ُقۡل ِإَّنَم ٓا َأَن۠ا َبَشٌر ِّم ۡث ُلُك ۡم ُيوَح ٰٓى ِإَلَّي َأَّنَم ٓا ِإَٰل ُهُك ۡم ِإَٰل‬
‫َأَح َۢد ا‬
Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa. Barang
siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan

14
janganlah mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (al-Kahfi:
110)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
‫ َتَر ْكُتُه َوِش ْر َك ُه‬،‫ َم ْن َعِمَل َع َم اًل َأْش َرَك ِفيِه َم ِع ي َغْيِري‬، ‫َأَنا َأْغ َنى الُّش َر َكاِء َع ِن الِّش ْر ِك‬
“Aku adalah Dzat yang tidak butuh kepada sekutu. Barang siapa melakukan amalan yang
dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku, niscaya Aku akan meninggalkannya dan
perbuatan syiriknya itu.” (HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu)
H. Mencintai Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya di atas segala kecintaan.
Seandainya pun dia mencintai selain Allah subhanahu wa ta’ala, dia mencintainya karena
Allah dan tidak keluar dari cinta yang manusiawi.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
‫ُقۡل ِإن ُك نُتۡم ُتِح ُّبوَن ٱَهَّلل َفٱَّتِبُعوِني ُيۡح ِبۡب ُك ُم ٱُهَّلل َو َيۡغ ِفۡر َلُك ۡم ُذ ُنوَبُك ۚۡم َو ٱُهَّلل َغ ُفوٌر َّر ِح يٌم‬
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku; niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Ali Imran: 31)

D. Tauhid Sebagai Landasan Bagi Semua Aspek Kehidupan

Tauhid dalam pandangan Islam merupakan akar yang melandasi setiap aktivitas
manusia. Kekokohan dan tegaknya tauhid mencerminkan luasnya pandangan,timbulnya
semangat beramal dan lahirnya sikap optimistik. Sehingga tauhid dapat digambarkan
sebagai sumber segala perbuatan (amal shalih) manusia.
Sebetulnya formulasi tauhid terletak pada realitas social. Apapun bentuknya,tauhid
menjadi titik sentral dalam melandasi dan mendasari aktivitas. Tauhid harus
diterjemahkan ke dalam realitas historis-empiris. Tauhid harusnya dapat menjawab semua
problematika kehidupan modernitas,dan merupakan senjata pamungkas yang mampu
memberikan alternatif yang lebih anggun dan segar. Tujuan tauhid adalah memanusiakan
manusia. Itu sebabnya dehumanisasi merupakan tantangan tauhid yang harus
dikembalikan pada tujuan tauhid,yaitu memberikan perubahan terhadap masyarakatnya.

15
Perubahan itu didasarkan pada citacita profetik yang diderivikasikan dari misi historis
sebagaimana tertera dalam firman Allah :

Artinya: “Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk
mengekkan kebaikan,mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah”. (QS.Ali
‘Imran: 110).

Kuntowijoyo memberikan tiga muatan dalam ayat ditas sebagai karakteristik ilmu
social profetik,yakni kandungan nilai humanisasi,liberasi dan transendensi. Tujuannya
supaya diarahkan untuk merekayasa masyarakat menuju cita-cita social-etiknya di masa
depan. Lebih lanjut Kuntowijoyo menjelaskan humanisasi adalah memanusiakan
manusia. Menurutnya,era sekarang ini banyak mengalami proses dehumanisasi karena
masyarakat industrial ini menjadikan kita sebagai bagian dari masyarakat abstrak tanpa
wajah kemanusiaan. Apalagi di tengah-tengah mesin politik dan mesin pasar.
Sementara ilmu teknologi juga berkecenderungan reduksionistik yang melihat
manusia secara parsial. Tujuan liberatif adalah liberalisasi bangsa dari kekejaman
kemiskinan,keangkuhan teknologi dan pemerasan kelimpahan. Kita menyatu rasa dengan
mereka yang miskin,yang terperangkap dalam kesadaran teknokratis,dan mereka yang
tergusur oleh kekuatan ekonomi raksasa. Kita ingin bersama-sama membebaskan diri dari
belenggu yang kita bangun sendiri.
Adapun tujuan transendensi adalah menambah dimensi transcendental dalam
kebudayaan. Kita sudah banyak menyerah kepada arus hedonisme,materialisme dan
budaya yang dekaden. Kita senyatanya membersihkan diri dengan mengingatkan kembali
dimensi transcendental yang menjadi bagian sah dari fitrah kemanusiaan.
Ketika tauhid dipahami sebagai pandangan hidup,maka salah satu konsekuensinya
adalah tauhid menjadi sumber semangat ilmiah. Pemahaman ini tentu tidak sekedar
didasarkan pada pengetahuan tauhid sebagai landasan dan pijakan sematamata,melainkan
lebih jauh lagi bahwa tauhid menjadi titik sentral yang melahirkan semangat perjuangan.
Dalam konteks perjuangan,tauhid merupakan kekuatan yang menopang segala
aktivitas yang akan kita lakukan. Tauhid sebagai semangat ilmiah,maka dapa didekati
dengan dua pendekatan,yaitu pendekatan teologis dan pendekatan filosofis. Pendekatan
teologis berarti kita dituntut untuk memiliki komitmen pribadi,loyalitas (kesetiaan) dan
sebagai actor sekaligus spectator. Sementara pendekatan fiosofis berarti kita dituntut
untuk peka terhadap isu social keagamaan,dan sekaligus meresponnya melalui aksi nyata.

16
Dua pendekatan di atas adalah bagaimana kita mendasarkan tauhid sebagai sumber
cita-cita dan semangat perjuangan. Setiap perjuangan yang dilakukan harus
mendatangkan sebuah kemaslahatan bukan sebuah kemadharatan. Visi tauhid adalah
membentuk masyarakat yang mengejar nilai-nilai utama dan mengusahakan keadilan,
yang pada gilirannya memberikan inspirasi manusia-tauhid untuk mengubah dunia
sekelilingnya agar sesuai kehendak Allah. Sedangkan misi tauhid adalah membentuk
serangkaian tindakan agar kehendak Allah tersebut terwujud menjadi kenyataan dan ini
merupakan bagian integral dari komitmen itu. Sehingga menjadi wajib bagi kita untuk
menegakkan suatu orde social yang adil serta berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari yang telah teruraikan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tauhid merupakan
inti pokok agama islam sebagai pengakuan umat islam terhadap pencipta yang mutlak
dan tidak ada yang dituju selainya.Untuk itu dalam firman Allah dan sabda Nabi
Muhammad SAW dikatakan : “orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan

17
iman mereka dengan kezaliman(syirik), mereka itulah oarng yang mendapat keamanan.
Mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An-nam:82)
Rosullullah bersabda,“Allah ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, seandainya enkau
datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku
dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan suatu apa pun, maka Aku akan
memberimu ampunan sepenuh jagad itu pula,” (HR.Tirmidzi 3540)

B. Saran

Semoga setelah mempelajari dan memahami pembahasan ini kita dapat mengambil
hikmah betapa pentingnya ajaran tauhid ini bagi umat islam dan merupakan faktor
terpenting untuk mengembalikan kejayaan islam pada umat ini.. Untuk itu, kita sebagai
generasi penerus perjuangan Islam harus berusaha sekuat tenaga untuk
mengimplementasikan konsep tauhid dalam semua segi kehidupan kita. Pada akhirnya
kita berharap dan berdo'a kepada Allah SWT supaya mengembalikan kejayaan ummat ini
dengan konsep tauhid yang kita amalkan

DAFTAR PUSTAKA

Aziz,Abdul. Pelajaran Tauhid Untuk Pemula. Terjemahan Ainul Haris Umar Arifin
Thayib. Jakarta: Yayasan Al-sofwa. 2000.

https://asysyariah.com/konsekuensi-kalimat-syahadat-la-ilaha-illallah/

18
.

19

Anda mungkin juga menyukai