Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGERTIAN TAUHID

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tauhid

Dosen Pengampu : Dr. Zulkarnaen M.Ag

Disusun Oleh Kelompok 1 :

Mhd. Alfi Syahri 0403232104

Devina Tanjung 0403231017

Nurhalizah 0403231010

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (S1)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayahnya kepada kita
untuk berfikir sehingga penyusun dapat melaksanakan tugas untuk pembuatan makalah
dalam upaya untuk memenuhi syarat mata kuliah. Sholawat dan salam kita tujukan kepada
baginda Rasulullah SAW. Sebagai sebaik-baik makhluk yang telah sabar dan keteladanan
yang dimiliki menuntun umat manusia menggapai kebenaran yang hakiki, yakni cahaya
iman dan islam.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan Dosen dan
sebagai wawasan tambahan yang membantu mahasiswa untuk mendiskusikannya. Akan
tetapi dalam penulisan ini penyusun tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan
sehingga kritikan atau saran sangat diharapkan untuk supaya dapat memperbaiki
kedepannya.

Semoga dengan disusunnya makalah ini Allah SWT memberikan hikmah dan
manfa'at di dalamnya, dan penyusun mohon maaf apabila makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, sekian.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Medan, 17 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................4

A. Latar Belakang ........................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah....................................................................................... 4

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................3

1. Pengertian Tauhid .......................................................................................... 6

a) Pengertian Tauhid Menurut Bahasa ............................................................... 6

b) Pengertian Tauhid Menurut Istilah ................................................................ 7

BAB III PENUTUP................................................................................................... 12


A. Kesimpulan ............................................................................................... 12
B. Saran.......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang mempunyai sejarah pergulatan teologi yang panjang.
Dengan rentang sejarah yang panjang itu, teologi Islam pernah menancapkan sebuah fakta
untuk turut serta meramaikan pergulatan intelektual dalam pentas peradaban ilmu
pengetahuan dan politik dunia. Berbagai konsep dan sudut pandang teologis muncul.
Teologi, sebagimana diketahui membahas doktrin-doktrin dasar dari suatu doktrin agama.
Sehingga dalam Islam konsep teologi mutlak menjadi wajib dipelajari setiap muslim yang
telah dikaruniai oleh akal oleh Allah SWT. Teologi dalam Islam juga disebut ilmu tauhid,
yaitu yakni ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat – sifat wajib dan boleh serta
yang wajib ditiadakan bagi-Nya. Penamaan Ilmu Tauhid karena ilmu ini membahas
masalah keesaan Allah SWT, adalah salah satu bagian yaitu I’tiqodun biannallahata’ala
waahidada laasyariikalah.1
Tauhid adalah ajaran inti dari konsepsi ketuhanan dalam agama Islam.
Disimpulkan dalam potongan pertama kalimat syahadatain, lā ilāh illā Allāh, konsep ini
mengajarkan bahwa Allah adalah satu-satunya dan segala-galanya dalam penyembahan
dan penciptaan. Ujungnya jelas, yaitu menolak kemusyrikan (polytheism) karena Allah
tidak mengenal imitator (laysa kamitslihi syay’)2 dan kompetitor (lam yakun lahu kufuw
aḥad).3 Oleh karenanya, mengenal keesaan Allah SWT dan mengesakan-Nya dalam
aktivitas hidup sehari-hari menjadi kewajiban bagi setiap umat Islam.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini yaitu :

1. Apa pengertian Tauhid menurut bahasa ?


2. Apa pengertian Tauhid menurut istilah ?
3. Apa saja pengertian Tauhid menurut pandangan beberapa aliran Islam?
4. Apa saja pengertian Tauhid menurut beberapa teolog Muslim?

1
Muhammad Hasbi, Ilmu Tauhid Konsep Ketuhanan dalam Teologi Islam (Yogyakarta: TrustMedia
Publishing, Cet 1, 2016), hlm. 1.
2
Q. S. al-Syūrā [42]: 11.
3
Q. S. al-Ikhlāṣh [112]: 4.
4
C. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam pembahasan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian Tauhid secara bahasa.


2. Untuk mengetahui pengertian Tauhid secara istilah.
3. Untuk mengetahui pengertian Tauhid menurut pandangan berbagai aliran Islam.
4. Untuk mengetahui pengertian Tauhid menurut beberapa teolog Muslim.

5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tauhid

a. Pengertian Tauhid Menurut Bahasa


Tauhid menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu masdar dari fi’il thulȃthi
mazȋd: wahhada-yuwahhidu-tauhȋdan artinya mengesakan atau menjadikan satu, dari asal
fi’il thulatsi: wahida fulanyauhadu yaitu fulan tetap sendirian. 4
Abul Qasim at-Tamimy berkata dalam kitab al-hujjah: ” Tauhid adalah masdar dari
wahhada yuwahhidu, dan makna wahhadtullaha adalah saya beri’tiqad keesaan-Nya pada
dzat dan sifat-sifat yang tidak ada tandingan dan kesamaan bagi-Nya. Dikatakan juga makna
wahhadtuhu adalah saya tahu Dia Esa. Dikatakan maknanya (juga) adalah meniadakan al-
kaifiyyah (berbentuk tertentu) dan al-kammiyah (berjumlah) bagi-Nya, maka Dia itu Esa pada
Dzat yang tidak terbagi, pada sifat yang tidak ada yang menyerupai-Nya, pada ketuhanan,
kerajaan dan pengaturan yang tidak ada sekutu bagi-Nya, Tidak ada Rabb selain-Nya. Tidak
ada pencipta selain-Nya”.5
Menurut Ibnu al-Mandur bahwa:”Tauhid adalah beriman kepada Allah wahdahu
(yang esa/satu) tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Allah itu adalah al-Wȃhid al-Ahad (Satu lagi
Esa) yaitu memiliki keesaan dan kesendirian. 6 Abu Mansur dan lainnya berkata:” Al-Wȃhid
adalah Dzat yang Esa tidak ada kesamaan dan tandingan, sementara Ahad adalah bersendirian
dengan makna”. 7
Ibnu Athȋr berkata:”Pada nama-nama Allah al-Wȃhid, dia berkata: Dia itu
bersendirian yang senantiasa esa dan tidak ada yang lainnya bersamanya”. 8 Al-Azhary
berkata:” Adapun nama Allah -‘azza wajalla- Ahad maka sesungguhnya tidak ada sesuatupun
disifati ahad selain-Nya….Karena Ahad adalah sifat dari sifat-sifat Allah-‘azzawajalla- Dia
telah memurnikannya untuk dirinya yang tidak ada sesuatupun bersekutu di dalamnya”. 9 Dari
uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tauhid adalah mengesakan atau menjadikan
satu, jadi tauhidullah maksudnya mengesakan Allah pada dzat, perbuatan, nama dan sifat.
Menurut Syeikh Muhammad Abduh, tauhid merupakan suatu ilmu yang membahas

4
Muhammad bin mukrim al-Manḍȗr, lisan al-Arab (Beirȗt, Dar al-Șȃdir, Cet. 1, 1990/1410), jilid 3, 449.
5
Ahmad bin Ali bin Hajar al-asqolany, Fathul- Bȃry (Kairo, Dar al-Raiyan, Cet.2, 1988/1409), Jilid 13,
357.
6
Ibid, jilid 3, 450.
7
Ibid., Jilid 3, 451.
8
Ibid.
9
Ibid.
6
tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan
kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya. Juga
membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkankerasulan mereka, apa yang boleh
dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya
kepada diri mereka. 10

b. Pengertian Tauhid Menurut Istilah


Tauhid menurut istilah di antara kaum muslimin memiliki banyak pendapat:
1) Tauhid dalam pandangan Filosof
Versi Ibnu Sina dan para ahli fisafat Muslim yang terpengaruh dengan filsafat
Yunani seperti Aristoteles dan lainya bahwa tauhid adalah tersebarnya dzat yang tidak
bersifat dan meniadakan semua sifat bagi dzat, maka syirik menurut mereka adalah
menetapkan sifat-sifat bagi dzat karena ini mengharuskan penetapan tiga yang berbeda yaitu
dzat, sifat dan wujud, dan ini mengharuskan banyak sekaligus meniadakan tersebar. Oleh
karena itu mereka meniadakan dzat dan sifat. Dan tidak tersisa kecuali wujud tanpa disandari
sesuatupun padanya sehingga tidak menjadi wujud nyata. Pada akhirnya mereka mengarah
pada suatu perkataan bahwa ilah itu wujud secara mutlaq dengan syarat mutlaq. Dan ini
maknanya sesungguhnya tidak ada ilah (Tuhan) dalam kenyataan, ada-Nya hanya bermuara
dalam pikiran. 11

2) Tauhid dalam pandangan Mu’tazilah


Tauhid dalam pandangan mereka adalah meniadakan sifat bagi Allah, karena
menetapkan sifat bagi-Nya mengharuskan tashbȋh (menyamakan dengan selain-Nya) dan
siapa saja menyamakan Allah dengan makhlu-Nya adalah musyrik. Mereka mencocoki
Jahmiyyah dalam masalah meniadakan (Sifat). 12

3) Tauhid dalam madzhab wihdatul wujud


Versi aliran wihdah al-wujȗd seperti Ibnu Sab’ȋn, Tilmasȃnȋ, Ibnu Araby dan al-
Fȃriḍȋ yang mengatakan bahwa Tauhid adalah menetapkan wujud yang ada adalah wujud

10
M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Departemen P & K, 1989), h. 2.
11
Muhammad Khalil Harras, Sharh al-qașȋdah an-nȗniyah lil imam ibnil al-Qoiyim al-Jauziyyah (Beirut,
Dar al-kutub al-ilmiyah, cet.2, 1995/1415), jilid 2, 48.
12
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqolany, Fathul- Bary, Jilid 13, 357.
7
Allah tidak ada pencipta dan tidak ada yang diciptakan, karena hal ini mengatarkan kepada
penetapan yang ada itu dua, jadi yang ada ini semua adalah wujud Allah sebagaimana
menyatunya gula dengan air. Maka syirik menurut mereka adalah penetapan ada tuhan dan
ada hamba tuhan bahkan mereka katakan al-Qur-‘an adalah kitab shirik karena membedakan
antara pencipta dan yang diciptakan. 13

4) Tauhid dalam pandangan Jahm bin Şofwan.


Versi Jahm bin Șafwan (w.128, H.) dan para pendukungnya bahwa tauhid adalah
membuang semua (nama) dan sifat untuk Allah karena ini mengantarkan kepada penyerupaan
Allah dengan Makhluk, contoh ketika ditetapkan sifat mendengar bagi Allah, makhlukpun
mendengar berarti tidak mentauhidkan Allah karena masih menyamakan Allah dengan
makhluk. Maka syirik menurut mereka adalah menetapkan sifat bagi Allah.14

5) Tauhid dalam pandangan Jabariyyah


Versi aliran Jabariyah bahwa tauhid adalah mengesakan perbuatan Allah dalam
semua kejadian dan meniadakan perbuatan manusia. Jadi manusia hidup ini seperti pohon
yang dihembus angin, bergeraknya bukan karena perbuatannya. Maka shirik tidak ada di
kamus mereka, tidak ada yang disebut pelanggaran shari’at karena shari’at adalah sesuatu
yang sia-sia bahkan merupakan keẓaliman dari Allah kalau menyiksa orang yang maksiat. 15

6) Tauhid dalam pandangan Abu al-Hasan al-Asy’ari


Dalam pemaparannya mengenai aqidah ashhāb al-hadīts dan ahl al-sunnah, Al-
Asy’ari menulis ”bahwa Allah SWT. Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha
Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya.” Pengertian tauhid menurut al-Asy’ari
dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w. 406/1015), yang meringkas pandangan-pandangan
al-Asy’ari, dengan menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti
penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat, ”karena Dia dalam Dzat-
Nya tidak terbagi, dalam Sifat-Nya tidak ada yang menyamai, dan dalam pengaturan-Nya
tidak ada sekutu”. Lebih lanjut Imam al-Haramayn (w. 478/1085) menegaskan bahwa makna
tauhid adalah meyakini keesaan Allah, yang penjelasannya ditujukan untuk membuktikan

13
Muhammad Harras, Sharh al-qașȋdah an-nȗniyah, 49-50. Diolah bahasanya.
14
Muhammad Harras, Sharh al-qașȋdah an-nȗniyah, 50-51. Diolah bahasanya.
15
Muhammad Harras, Sharh al-qașȋdah an-nȗniyah, 52-53. Diolah bahasanya. Ali bin Ismȃ’ȋl, Maqȃlȃt al-
islȃmiyȋn wa ikhtilȃf al-mușallȋn (Beirȗt, al-maktbah al-‘Așriyah, 1990/1411). jilid 1, 338.
8
secara argumentatif keesaan Allah SWT. dan bahwa tidak ada Tuhan selain-Nya. Dalam
membuktikan keesaan Allah SWT. al-Asy’ari menggunakan argumentasi rasional yang
didasari atas ayat al-Qur’an. Misalnya, ketika menjabarkan konsep tauhid, al-Asy’ari terlebih
dahulu mengutip surah al-Syura ayat 11 dan surah al-Ikhlas ayat 4 yang dilanjutkan dengan
argumentasi rasional berdasarkan dua ayat di atas. Dalam bukunya yang lain, al-Asy’ari
memaparkan terlebih dahulu pembuktian mengenai keesaan Allah SWT. dan kemudian
diakhiri dengan kutipan surah al-Anbiya’ ayat 22. Pendekatan yang digunakan al-Asy’ari
dalam memaparkan argumentasi pembuktian tauhid dan aspek aqidah yang lain, dengan
demikian, menggabungkan dalil tekstual dan penalaran rasional. Suatu hal yang kemudian
menjadi ciri pengikutnya.
Penjabaran al-Asy’ari mengenai konsep tauhid dapat dibagi ke dalam tiga aspek; Dzāt,
Sifāt dan Af‘āl (perbuatan). Yang pertama bermakna bahwa Allah SWT. Esa dalam dzat-Nya
dan tidak menyerupai sesuatu apapun selain-Nya. Hujah untuk hal ini adalah al-Qur’an surah
al-Syura ayat 11 dan surah al-Ikhlas ayat 4 yang dilanjutkan dengan penalaran rasional bahwa
keserupaan dengan makhluk akan berkonsekuensi kebaharuan dan kebutuhan terhadap
pencipta atau berkonsekuensi dahulunya makhluk yang menyerupainya, di mana keduanya
mustahil terjadi. Singkatnya, tauhid dzat adalah mengesakan Allah SWT. dalam dzat-Nya
tidak tersusun dari elemen-elemen; internal maupun eksternal, dan tidak ada yang menyamai
dan menyerupai Dzat-Nya.
Yang kedua adalah tawhid al-sifāt, yang berarti bahwa sifat ketuhanan adalah
sebagaimana yang ada dalam al-Qur’an dan Hadis, yang afirmasi terhadapnya sama sekali
tidak menimbulkan penyerupaan (tasybīh), karena Sifat-Nya tidak seperti sifat makhluk,
sebagaimana Dzat-Nya tidak seperti dzat makhluk. Sifat-sifat ini bukanlah sesuatu yang
baharu (muhdats) atau menyerupai sifat sesuatu yang baharu, karena yang demikian akan
berkonsekuensi tiadanya sifat itu sebelum ia ada, yang mengeluarkannya dari ketuhanan.
Salah satu konsekuensi dari tauhid sifat adalah penafian terhadap penggambaran (takyīf). Al-
Asy’ari menegaskan bahwa Ahlussunnah bersepakat untuk ”menyifati Allah SWT. dengan
seluruh sifat yang diatribusikan oleh-Nya dan utusan-Nya, tanpa penentangan, tanpa
penggambaran, dan bahwa beriman terhadapnya adalah wajib, dan meninggalkan
penggambaran adalah keharusan.” Pendeknya, al-Asy’ari mendasarkan pandangannya
dalam masalah ini adalah ayat al-Qur’an dan Hadis, dengan menghindari penyerupaan
(tasybīh).
Selanjutnya adalah tawhīd al-af‘āl, yang mengandung pengertian bahwa yang
9
pencipta segala sesuatu adalah Allah SWT. dan bahwa perbuatan makhluk diciptakan oleh-
Nya. Al-Baqillani (w. 402/1013) mengelaborasi lebih lanjut pengertian tauhid ini ketika
menafsirkan surah al-Buruj ayat 16 dengan menekankan bahwa Allah Swt adalah yang
mencipta seluruh perbuatan hamba dan seluruh peristiwa alam.21 Penekanan dari tauhid ini
adalah kemutlakan kekuasaan Allah Swt, sehingga Dialah satu-satunya yang menciptakan
segala makhluk. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tauhid dalam pandangan al-
Asy’ari bermakna mengesakan Allah SWT. Dalam Dzat, Sifat dan Perbuatan-Nya. Artinya
bahwa Allah adalah Maha Esa dalam dalam berbagai dimensi dari ketiga aspek tadi.
Argumen yang digunakan al-Asy’ari didasarkan atas ayat al-Qur’an maupun Hadis yang
dielaborasi secara rasional. 16

7) Tauhid menurut para Nabi dan Rasul.


Berdasarkan istiqra’ dalil- dalil tauhid terbagi menjadi dua yaitu:
a) Tauhid Qouly I’tiqȃdy atau Tauhid ‘Ilmy Khabary atau Tauhid ma’rifah wal
Ithbȃt yang mencakup Tauhid Rubȗbiyyah dan Tauhid asmȃ’ was- Sifȃt.
b) Tauhid Fi’ly atau Tauhid Ţalaby atau Tauhid Ilahiyyah atau Tauhid ‘Ibȃdah.17
Berkata Syeikh al-Sa’dy: Tauhid Rubȗbiyyah, diambil dari ayat pertama dari surah al-Fatihah
(Segala puji bagi Rabb sekalian alam). 18
Pengertiannya yaitu hamba berkeyakinan bahwa Allah satu-satu-Nya Pencipta,
Pemberi rizki dan Pengatur yang telah mendidik semua makhluknya dengan berbagai nikmat
serta mendidik makhluk khusus yaitu para Nabi dan pengikut setianya dengan aqidah yang
benar, akhlaq yang mulia, ilmu-ilmu yang bermanfaat dan amal-amal yang shalih. Dan inilah
tarbiyah yang bermanfaat bagi hati dan roh yang membuahkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.19
Tauhid Asmȃ’ dan Şifȃt yaitu menetapkan semua sifat kesempurnaaan bagi Allah yang
Dia telah menetapkannya untuk diri-Nya dan yang telah ditetapkan utusan-Nya tanpa
menta’ţȋl, mentamtsȋl dan tanpa mentashbȋh, dan yang telah menunjukkan yang demikian itu
adalah lafadz al-hamdu.20

16
Muhammad Imdad Rabbani, Tauhid Ahlussunnah wal Jama’ah; Antara Imam al-Asy’ari dan Ibn
Taymiyyah, Vol 3, Tafsiyah: Jurnal Pemikiran Islam, 2019, hal 6-9.
17
Muhammad Harras, Sharh al-qașȋdah an-nȗniyah, 55. Diolah bahasanya.
18
Taisȋr, 40.
19
Abdurrahman bin Nasir al-Sa’di, Al-Qoul al-Sadȋd Sharhu kitȃb al-Tauhid (Kaero, Dar al-Furqon, Cet.
1, 1436/2015), 11.
20
Abdurrahman, Taisȋr, 40.
10
Tauhid Ilȃhiyah di ambil dari lafadz Allah dan dari ayat ke empat dari surah al-
Fatihah (Hanya kepadaMulah kami menyembah). 21
Pengertianya: Tauhid al-Ilȃhiyah atau tauhid al-Ibadah Yaitu mengilmui dan
mengakui bahwa Allah punya hak disembah yang wajib dilaksanakan oleh semua makhluk-
Nya, Menyendirikan semua ibadah hanya untuk Allah dan mengikhlaskannya karena-Nya.22

21
Ibid.
22
Abdurrahman, Al-Qoul al-Sadȋd, 11.
11
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan materi sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan bahwa Tauhid
menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu masdar dari fi’il tsulȃtsi mazȋd: wahhada-
yuwahhidu-tauhȋdan artinya mengesakan atau menjadikan satu.
Sedangkan menurut istilah, Tauhid memiliki banyak pengertian yaitu:
a) Tauhid dalam pandangan Filosof Islam
Versi Ibnu Sina dan para ahli fisafat Muslim yang terpengaruh dengan filsafat
Yunani seperti Aristoteles dan lainya bahwa tauhid adalah tersebarnya dzat yang tidak
bersifat dan meniadakan semua sifat bagi dzat, maka syirik menurut mereka adalah
menetapkan sifat-sifat bagi dzat karena ini mengharuskan penetapan tiga yang berbeda
yaitu dzat, sifat dan wujud, dan ini mengharuskan banyak sekaligus meniadakan tersebar.
Oleh karena itu mereka meniadakan dzat dan sifat. Dan tidak tersisa kecuali wujud tanpa
disandari sesuatupun padanya sehingga tidak menjadi wujud nyata. Pada akhirnya
mereka mengarah pada suatu perkataan bahwa ilah itu wujud secara mutlaq dengan
syarat mutlaq. Dan ini maknanya sesungguhnya tidak ada ilah (Tuhan) dalam kenyataan,
ada-Nya hanya bermuara dalam pikiran.
b) Dalam pandangan Abu al-Hasan al-Asy’ari
Dalam pemaparannya mengenai aqidah ashhāb al-hadīts dan ahl al-sunnah, Al-
Asy’ari menulis ”bahwa Allah SWT. Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha
Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya.” Pengertian tauhid menurut al-Asy’ari
dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w. 406/1015), yang meringkas pandangan-
pandangan al-Asy’ari, dengan menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah
menyendiri yang berarti penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan
sifat, ”karena Dia dalam Dzat-Nya tidak terbagi, dalam Sifat-Nya tidak ada yang
menyamai, dan dalam pengaturan-Nya tidak ada sekutu”. Penjabaran al-Asy’ari
mengenai konsep tauhid dapat dibagi ke dalam tiga aspek; Dzāt, Sifāt dan Af‘āl
(perbuatan).

12
B. Saran
Baik bagi penulis, mahasiswa, maupun bagi institusi terkait diharapkan makalah ini
dapat menjadi informasi tambahan yang positif dan mampu menerapkan apa yang telah
dipelajari dan diperoleh, serta mengimplementasikannya langsung melalui praktik di
lapangan. Terlepas dari semua ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami dengan senang
hati menerima segala banyak saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an
Al-asqolany, Ahmad bin Ali bin Hajar. 1988/1409. Fathul- Bȃry. Kairo: Dar al-Raiyan.
Al-Manḍȗr, Muhammad bin mukrim. 1990/1410. lisan al-Arab. Beirȗt: Dar al-Șȃdir.
Al-Sa’di, Abdurrahman bin Nasir. 1436/2015. Al-Qoul al-Sadȋd Sharhu kitȃb al-Tauhid. Kaero:
Dar al-Furqon.
Asmuni, M. Yusran dari Tim penyusun kamus. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen P & K.

Hasbi, Muhammad. 2016. Ilmu Tauhid Konsep Ketuhanan dalam Teologi Islam. Yogyakarta:
TrustMedia Publishing.
Harras, Muhammad Khalil. 1995/1415. Sharh al-qașȋdah an-nȗniyah lil imam ibnil al-Qoiyim
al-Jauziyyah. Beirut: Dar al-kutub al-ilmiyah.
Ismail, Ali binl. 1990/1411. Maqȃlȃt al-islȃmiyȋn wa ikhtilȃf al-mușallȋn. Beirȗt: al-maktbah al-
‘Așriyah.
Rabbani, Muhammad Imdad. 2019. Tauhid Ahlussunnah wal Jama’ah; Antara Imam al-Asy’ari
dan Ibn Taymiyyah. Tafsiyah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol 3, hal 6-9.

14

Anda mungkin juga menyukai