Anda di halaman 1dari 2

BAHASA

Bahasa Melayu sudah sejak lama menjadi bahasa antara (linguafranca) di


kepulauan nusantara. Hal ini disebabkan karena bahasa Melayu mempunyai ciri-ciri
demokratif. Berdasarkan atas bukti-bukti dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Melayu nusantara yang telah dikembangkan sebagai bahasa
Melayu baku sejak masa kejayaan Raja AH Haji di Kesultanan Melayu Riau. Pada
perkembangan selanjutnya dan hingga saat ini, bahasa Melayu bukanlah merupakan
bahasa kesukuan, seperti bahasa Bugis, Minangkabau, Mandailing, Sunda, Sasak,
Batak, Jawa, Bidayuh, Dayak, Kadazan, dan Aceh. Sungguhpun para ahli ilmu bahasa
dan kebudayaan selalu menganggap mereka sebagai suatu rumpun yang dikenal
sebagai orang Melayu, namun bangsa Melayu sebenarnya hidup terpisah dalam
beberapa subkelompok, dan mungkin dialek bahasanya juga sebanyak subkelompok
itu. Mereka bernaung di bawah kekuasaan sosial politik kesultanan yang wilayah
kekuasaannya mengalami pasang surut.

Menutur Hamidy (1994: 12) bahasa Melayu di Riau memiliki enam dialek,
yaitu: 1) dialek Melayu masyarakat terasing, 2) dialek Melayu Petalangan, 3) dialek
Melayu Pasir Pengarayan (Rokan), 4) dialek Melayu Kampar, 5) dialek Melayu
Rantau Kuantan, dan 6) dialek Melayu Kepulauan Riau. Lebih lanjut Hamidy
(1994:16) menyatakan bahwa dialek Melayu kepulauan Riau disebut juga dengan
dialek Riau-Johor, sebab kerajaan Riau, Johor, Pahang, dan Lingga pernah bergabung
dalam satu kerajaan yaitu kerajaan Melayu sebelum dibagi dua oleh Belanda dan
Inggris dalam perjanjian London tahun 1824. Dialek ini disebut dialek Melayu Riau-
Lingga (setelah perjanjian London) yang daerah kekuasaannya meliputi pesisir pantai
Timur Sumatera sampai ke pulau-pulau Natuna dan Anambas di Laut Cina Selatan.

SISTEM RELIGI

Pada masyarakat melayu, mereka membedakan antara agama dan


kepercayaan. Menurut masyarakat melayu, Agama yang dianggap oleh mereka adalah
agama-agama besar yang diakui oleh pemerintah. Seperti Islam, Kristen, Khatolik,
Hindu dan Budha. Sementara keyakinan-keyakinan seperti penyembahan pada ‘dewa-
dewa’ dan kepercayaan akan kekuatan yang dimiliki makhluk halus (jin, hantu,
jembalang, sikodi dan lainnya) hanya dianggap sebagai suatu kepercayaan saja.
Seperti yang terdapat pada suku ‘terasing’ – Suku Talang Mamak, Suku Akit, Suku
laut, dan sebagainya. Maupun kepercayaan yang juga mencangkup masalah upacara-
upacara yang lahir dari kebiasaan-kebiasaan lama orang melayu, seperti tepung tawar,
mati tanah dan lainnya.

Dalam masyarakat Melayu, yang disebut dengan kepercayaan itu bukan saja
kepercayaan lama yang menjadi peninggalan masa lampau, tetapi juga kepercayaan
populer Islam, yaitu sebagian perlakuan orang Melayu berhubung dengan kuasa luar.
Dalam perlakuan agama orang Melayu terdapat persepsi terhadap agama resmi yang
mereka anut  dan kepercayaan lama, namun persepsi ini tentu saja berbeda antara satu
tempat dengan tempat yang lain. Hubungan antara agama resmi dengan kepercayaan
dalam masyarakat Melayu bisa dilihat dalam berbagai upacara yang dilakukan. Paling
tidak ada tiga unsur yang berkembang dalam masyarakat melayu, yaitu: pertama,
unsur-unsur yang berasal dari ajaran Islam, kedua, unsur-unsur yang berasal dari
kepercayaan lama, ketiga, unsur-unsur yang berasal dari Islam populer.

Praktik Keagamaan :
a.      Agama Islam
Praktik-praktik keagamaan orang melayu, seperti sholat lima waktu subuh,
maghrib,isya,ashar,dan zuhur dilaksanakan secara rutin dalam pola yang sama sesuai
dengan mazhab yang mereka pegang, yaitu Syafi’i. mazhab Syafi’I merupakan
mazhab yang umum dianut oleh orang Melayu.
b.      Agama Budha
Agama Buddha pula turut tersebar di kalangan masyarakat melayu dan ia mempunyai
pertalian dengan agama Hindu. Ini disebabkan agama ini mengalami pengakomodiran
dengan unsur-unsur agama Hindu. Agama ini diasaskan oleh Sidharta Gautama di
India. Agama ini melarang manusia melakukan kekejaman karena ia tidak
mendatangkan sebarang kebaikan.
c.       Agama Hindu
Ajaran ini diterima oleh pemerintah kerana agama ini berpegang teguh kepada konsep
Dewaraja yaitu raja adalah tuhan dibumi yang sekaligus memperkukuhkan kedudukan
raja sebagai pemerintah. Sebagai contoh, terdapat dua buah kerajaan Hindu di Tanah
Melayu yaitu kerajaan Langkasuka dan kerjaaan Kedah Tua. Disamping itu
terdapatnya penyembahan Dewa Siva dan Vishnu, yang dapat dilihat dari pada
pembinaan Candi Bukit Batu Pahat dan Candi Bukit Pendiat di Lembah Bujang,
Kedah.

Referensi :

Hamidy. (1994). Bahasa Melayu. 13(1), 43–50.


http://dx.doi.org/10.1038/ni.1913%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.dci.2013.08.01
4%0Ahttp://dx.doi.org/10.1186/s13071-016-1819-4%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1016/j.actatropica.2017.02.006%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41598-017-
09955-y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/

Deli, M. (n.d.). suatu konsep budaya Melayu {cultural Malay)1. Bukti-bukti


arkeologis dan sejarah. 15–39.

Hasbullah, Islam dan Tamadun Melayu. Pekanbaru : LPM Fak Ushuludin UIN
SUSKA & YPR, 2010.

Ellya Roza, Islam dan Tamadun Melayu, Pekanbaru: Daulat Riau Anggota
IKAPI,2013
http://ISLAM%20DAN%20TAMADUN%20MELAYU/Coretan%20Garis%2
0Lurus%20%20Agama%20dan%20Kepercayaan%20dalam%20kehidupan%2
0m

Anda mungkin juga menyukai