OLEH
Ismah Fitri Wijaya (11220140000033)
Muhammad Hafizh Alfatih (11220140000013)
Muhammad Fauzi (11220140000026)
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan sebuah makalah yang bertema “Tauhid Sebagai
Pengembangan Ilmu Dalam Islam” tepat pada waktunya. Shalawat serta salam selalu saya
curahkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sahabat dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada
semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik
moril maupun materiil. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis
DAFTARISI
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................10
BAB II
PEMBAHASAN
Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang Allah SWT yang Maha Esa. Arti kata tauhid
sendiri adalah mengesakan yang dimaksud mengesakan Allah SWT adalah dzat-Nya, asma-
Nya dan af’al-Nya. Jadi, ilmu tauhid mempelajari bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal,
Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa
indonesia, yaitu “keesaan Allah”, dan mentauhidkan berarti “mengakui akan keesaan Allah
mengesakan Allah”. Tauhid adalah bagian paling penting dari keseluruhan subtansi aqidah
ahlus sunnah wal jamaah. Bagian ini harus dipahami secara utuh agar maknanya yang
sekaligus mengandung klasifikasi jenis-jenisnya dapat terealisasi dalam kehidupan.
Ditinjau dari buku Teologi Islam Ilmu Tauhid karya Drs Hadis Purba dan Drs. Salamuddin,
terdapat beberapa pengertian tauhid yang telah dikemukakan oleh para ahli. Beberapa definisi
atau pengertian tauhid tersebut antara lain;
1. Menurut Syaikh Muhammad Abduh, mekemukakan bahwa "Ilmu tauhid adalah suatu
ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib disifatkan
kepada-Nya, sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan daripada-Nya, juga
membahas tentang rasul-rasul-Nya, meyakinkan kerasulan mereka, sifat-sifat yang
boleh ditetapkan kepada mereka, dan apa yang terlarang dinisbatkan kepada
mereka.”1
2. Husain Affandi al-Jisr mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid adalah ilmu yang
membahas tentang hal-hal yang menetapkan akidah agama dengan dalil-dalil yang
meyakinkan."2
3. Ibnu Khaldun mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid berisi alasan-alasan dari aqidah
keimanan dengan dalil-dalil aqliyah dan alasan-alasan yang merupakan penolakan
terhadap golongan bid'ah yang dalam bidang aqidah telah menyimpang dari mazhab
salaf dan ahlus sunnah."3
4. M.T. Thair Abdul Muin menyampaikan bahwa "Tauhid adalah ilmu yang menyelidiki
dan membahas soal yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan bagi sekalian
utusan-Nya; juga menguoas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran
sebagai alat bantu untuk membuktikan adanya Zat yang mewujudkan." 4
Masih banyak sekali definisi atau pengertian tauhid yang telah dikemukakan oleh para ahli.
Meski susunan kata-kata dari penjabaran mereka tidak sama, namun semuanya memiliki
kesamaan yakni masalah tauhid berkisar pada persoalan-persoalan yang berhubungan dengan
Allah SWT, rasul-rasul-Nya, dan hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia setelah
mati.
Jenis-jenis Tauhid :
1
Syaikh Muhammad Abduh (1926:4)
2
Husain Affandi al-Jisr (tt:6)
3
Ibnu Khaldun (tt:458)
4
M.T. Thair Abdul Muin (tt:1)
Tauhid merupakan bagian paling penting dari keseluruhan substansi aqidah ahlus sunnah wal
jamaah. Bagian ini harus dipahami secara utuh agar maknanya yang sekaligus mengandung
klasifikasi jenis-jenisnya, dapat terealisasi dalam kehidupan.
Dalam kaitan ini tercakup dua hal. Pertama, memahami ajaran tauhid secara teoritis
berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an, sunnah dan akal sehat. Kedua, mengaplikasikan ajaran
tauhid tersebut dalam kenyataan sehingga ia menjadi fenomena yang tampak dalam
kehidupan manusia.
Secara teoritis, tauhid dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, Tauhid Asma’Wash-Shifat.
1. Tauhid Rububiyah
Jenis tauhid yang pertama adalah tauhid Rubibiyah. Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan
kepada salah satu nama Allah Swt, yaitu ‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti antara
lain: al-murabbi (pemelihara), an-nasir (penolong), al-malik (pemilik), al-mushlih (yang
memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-wali (wali).
Dalam terminologi syari’at Islam, istilah tauhid rububiyah berarti: “percaya bahwa hanya
Allah-lah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya ia
menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”.
2. Tauhid Uluhiyah
Jenis tauhid yang kedua adalah tauhid Uluhiyah. Kata Uluhiyah diambil dari akar kata 'ilah'
yang berarti 'yang disembah' dan 'yang ditaati'. Karena ini digunakan untuk menyebut
sembahan yang hak dan yang batil. Pemakaian kata lebih dominan digunakan untuk
menyebut sembahan yang hak sehingga maknanya berubah menjadi: Dzat yang disembah
sebagai bukti kecintaan, penggunaan, dan pengakuan atas kebesaran-Nya. Dengan demikian
kata ‘ilah’ mengandung dua makna: pertama adalah ibadah kedua adalah ketaatan.
realisasi yang benar dari tauhid uluhiyah hanya bisa terjadi dengan dua dasar; Pertama,
memberikan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah SWT, semata tanpa adanya sekutu
yang lain. Kedua, hendaklah semua ibadah itu sesuai dengan perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya melakukan maksiat.
3. Tauhid Asma’Wash-Shifat
Jenis tauhid yang ketiga adalah tauhid Asma’Wash-Shifat. Definisi tauhid al-asma wa ash-
shifat artinya pengakuan dan kesaksian yang tegas atas semua nama dan sifat Allah yang
sempurna. Allah Swt menetapkan sifat-sifat bagi diri-Nya secara rinci. Yaitu dengan
menyebut bagian-bagian kesempurnaan itu satu persatu. Menetapkan sifat mendengar dan
melihat bagi diri-Nya sendiri. Tetapi Allah SWT juga menafikan sifat-sifat kekurangan dari
diri-Nya. Hanya saja penafikan itu bersifat umum. Artinya, Allah SWT menafikan semua
bentuk sifat kekurangan bagi dirinya yang bertentangan dengan kesempurnaan-Nya secara
umum tanpa merinci satuan-satuan dari sifat-sifat kekurangan tersebut.
B. Tauhid sebagai sumber ilmu
Sebelum mendalami kajian tauhid sebagai prinsip ilmu pengetahuan, disini akan
dijelaskan terlebih dahulu mengenai makna tauhid dan ilmu pengetahuan.
Tauhid menurut bahasa artinya mengetahui dengan sebenarnya Allah itu Ada lagi Esa.
Sedangkan kalau berdasarkan menurut istilah, tauhid adalah suatu ilmu yang
membentangkan tentang wujudullah (adanya Allah) dengan sifat-sifat-Nya yang wajib,
mustahildan jaiz (harus), dan membuktikan kerasulan para rasul-Nya dengan sifat-sifat
mereka yang wajib, mustahil dan jaiz, serta membahas segala hujah
terhadap keimanan yang berhubungan dengan perkara-perkara samiyat, yaitu perkara yang
diambil dari Al-Quran dan Hadist dengan yakin.
Sekarang apa itu ilmu? Kata ilmu berasal dari kata serapan dalam bahasa Arab: "(علمilm")
yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Sedangkan menurut istilah, ilmu adalah
pengetahuan yang sistematis atau ilmiah.
Dalam membuat tauhid sebagai sumber ilmu pengetahuan, kita harus mempunyai
iman agar dapat kita jadikan sebagai landasan ilmu pengetahuan. Mengapa iman dijadikan
landasan ilmu pengetahuan? karena iman mengandung pernyataan syahadah yang mencakup
kebenaran tauhid,15 dan adapun kaitannya dengan ilmu sebagaimana dijelaskan dalam al-
Qur’an bagaimana tingginya derajat orang-orang berilmu sehingga disejajarkan kedudukan
mereka dengan malaikat, karena dengan ilmunya, mereka mampu memahami “tidak ada
Tuhan selain Allah”.
Al-Faruqi menyimpulkan bahwa iman bukanlah semata-mata suatu kategori etika, karena
sesungguhnya iman merupakan kategori kognitif yang memiliki hubungan dengan
pengetahuan dengan kebenaran dan prosisi-prosisinya. 16
Setelah semua yang telah kita pelajarai, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu tauhid mengaji
tentang zat dan sifat Allah, perihal kenabian, kematian, dan kehidupan, kiamat dan segala hal
yang terjadi di hari kiamat. Kajian utama ilmu tauhid adalah tentang Allah Yang Qadim
(terdahulu, tanpa ada pemulaan).
Syekh Al-Khatib al-Baghdady meriwayatkan bahwa Imam Junaid al-Baghdady berkata:
ث ُ َّم بِالد َّالَئِ ِل ا ْلعَ ْق ِليَّ ِة َو ْالبَ َرا ِهي ِْن،س ْو ِل
ُ الر ِ َ ث ُ َّم بِأ َ ْخب،آن
َّ ار ِ س ُك ْونَ أ َ َّوالً بِآيَا
ِ ت هللاِ تَعَالَى ِمنَ اْلقُ ْر َّ ظ ِر ِف ْي َهذَا ْال ِع ْل ِم يَتَ َم
َ ََّوأ َ ْه ُل الن
ْال ِق َيا ِسيَّ ِة.
Ahli nadhar (nalar) dalam ilmu akidah ini pertama kali berpegangan pada ayat-ayat Al-
12
Al-Jurjani, al-Ta’rifāt, (Beirut: Maktabah Lubnan, 1985), 161.
13
Rosenthal, Knowledge Triumphant,.. 61 (note 82).
14
Ismail Raji Al-Faruqi et al, The Cultural Atlas of Islam, Terj. Ilyas Hasan, (T.K: T.P, T.Th), 262.
15
Ibid., 44-45.
16
Ismail Raji Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, Terj. Ilyas Hasan,
(Bandung: Mizan, 2003), 143-144.
Qur'an, kemudian dengan hadits-hadits Rasul, dan terakhir pada dalil-dalil rasional dan
argumentasi-argumentasi analogis.
Dapat kita simpulkan, Alquran dan hadits adalah sumber-sumber yang dapat memperkuat
ilmu tauhid kita.
1. Al-Quran
Al-Qur'an al-Karim adalah pokok dari semua argumentasi dan dalil. Al-Qur'an adalah dalil
yang membuktikan kebenaran risalah Nabi Muhammad dan dalil yang membuktikan benar
dan tidaknya suatu ajaran. Al-Qur'an juga merupakan kitab Allah terakhir yang menegaskan
pesan-pesan kitab-kitab samawi sebelumnya.
Allah memerintahkan dalam al-Qur'an agar kaum Muslimin senantiasa mengembalikan
persoalan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya:
ول
ِ سُ الر ِ ش ْيءٍ فَ ُرد ُّو ُه ِإلَى
َّ هللا َو َ فَإ ِ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِي
Artinya: “Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya).” (QS. al-Nisa' : 59). Mengembalikan
persoalan kepada Allah, berarti mengembalikannya kepada Al-Qur'an. Sedangkan
mengembalikan persoalan kepada Rasul, berarti mengembalikannya kepada sunnah Rasul
yang shahih
2. Hadits
Hadits adalah dasar kedua dalam penetapan akidah-akidah dalam Islam. Tetapi tidak semua
hadits dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah. Hadits yang dapat dijadikan dasar
dalam menetapkan akidah adalah hadits yang perawinya disepakati, dan dapat dipercaya oleh
para ulama. Sedangkan hadits yang perawinya masih diperselisihkan oleh para ulama, tidak
dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah sebagaimana kesepakatan para ulama ahli
hadits dan fuqaha yang mensucikan Allah dari menyerupai makhluk. Menurut mereka, dalam
menetapkan akidah tidak cukup didasarkan pada hadits yang diriwayatkan melalui jalur yang
dha'if, meskipun diperkuat dengan perawi yang lain.
Al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi sebagaimana dikutip Syekh Abdullah Al-Harary dalam
kitabnya Sharihul Bayan menyatakan:
فَالَ يُحْ ت َ ُّج،ق ُر َواتِ َها ِ ث النَّبَ ِو َّي ِة ْال َم ْر ُف ْو َع ِة ْال ُمتَّفَ ِق َع َلى ت َْو ِث ْي َ ْص َّح ِمنَ ا
ِ ال َحا ِد ْي َ ال بِ َما َّ ِي إ ٍِّ ص َحابِ ٍِّي ا َ ْو ت َابِ ِع
َ هلل بِقَ ْو ِل ِّ ِ ُالَ ت َثْ ُبت
ِ ِ الصفَ ُة
ضدُ ُه فَالَ يُحْ ت َ ُّج ِب ِه
ِ ْث آ َخ ُر يَ ْع ٌ ف فِ ْي ِه َو َجا َء َح ِدي ٌ َق ُر َواتِ ِه َحتَّى َل ْو َو َرد َ ِإ ْسنَاد ٌ فِ ْي ِه ُم ْختَل ِ ف فِ ْي ت َْوثِ ْي ْ
ِ َال ِبال ُم ْختَل
َ ْف َو
ِ ض ِعي َّ ِبال
Artinya: Sifat Allah tidak dapat ditetapkan berdasarkan pendapat seorang sahabat atau tabi'in.
Sifat Allah hanya dapat ditetapkan berdasarkan hadits-hadits Nabi yang marfu', yang
perawinya disepakati dapat dipercaya. Jadi hadits dha'if dan hadits yang perawinya
diperselisihkan tidak dapat dijadikan hujjah dalam masalah ini, sehingga apabila ada sanad
yang diperselisihkan, lalu ada hadits lain yang menguatkannya, maka hadits tersebut tidak
dapat dijadikan hujjah.
Dapat kita simpulkan bahwa kita dianjurkan untuk mengikuti hadits yang tidak dhaif, yaitu
yang masih terdapat perselisihan terhadap perawinya. Dalam memperkuat ilmu tauhid kita,
sebaiknya kita meningkatkan informasi kita dari perawi hadits yang marfu’, yaitu yang
perawinya disepakati dapat dipercaya.
Tauhid penciptaan yang terkadang juga disebut sebagai tauhid khâliqiyyah atau tauhid dalam
perbuatan (af’al) dalam terminologi filsafat bermakna bahwa seluruh sistem, sebab-sebab,
akibat-akibat perbuatan dan pekerjaan Allah Swt bersumber dari kehendak-Nya. Seluruh
entitas yang terdapat di alam semesta sebagaimana pada esensinya tidak memiliki kemandirian
eksistensial dalam tataran sebab-akibat juga tidak memiliki kemandirian.
Walhasil, Allah Swt sebagaimana tidak memiliki sekutu dalam zat-Nya demikian juga pada
perbuatan-Nya. Tauhid perbuatan adalah obyek nyata tasbih “Lâ haula walâ quwwata illâ
bilLâh” yang dijelaskan dalam filsafat dengan kaidah “Lâ muattsir fi al-wujûd illâLlâh.”18
Konsep ini juga terkait dengan konsep tauhid rububiyyah, yang menekankan bahwa Allah
adalah satu-satunya yang mengatur dan mengendalikan alam semesta, termasuk semua
makhluk di dalamnya. Kedua konsep ini, tauhid khâliqiyyah dan tauhid rububiyyah, bersama-
sama membentuk konsep tauhid yang menyeluruh dalam Islam.
Terdapat beberapa riwayat yang menegaskan tauhid dalam penciptaan. Salah satunya Imam
Ali As dalam hal ini bersabda, “Dalam penciptaan semut (dan semisalnya) tiada satu pun yang
bersekutu dengan Allah Swt dan tiada satu pun yang menolong-Nya.” 19
Terdapat pu;a imbuhan dari Imam Ali As, “Tiada sekutu bagi Allah Swt yang membantunya
dalam menciptakan berbagai keajaiban dunia.” 20 Dan masih banyak riwayat lainnya.
Menurut Ibnu Rusyd, dari ayat-ayat Alquran (QS 11: 7; QS 41: 11; dan QS 21: 30) dapat diambil
simpulan bahwa alam diciptakan Tuhan bukanlah dari tiada (al-'adam), tapi dari sesuatu yang telah
ada. Ia mengungkapkan hal ini dalam kitabnya Tahafut Tahafut al-Falasifah (Kehancuran bagi
Orang yang Menghancurkan Filsafat). Selain itu, ia mengingatkan bahwa paham qadim-nya alam
tidaklah harus membawa kepada pengertian bahwa alam itu ada dengan sendirinya atau dijadikan
oleh Tuhan.
17
Ali Rabbani Gulpaigani, ‘Aqâid Istidlâli, Site Andisheh Qum.
18
Asfar, jil. 2, hal. 216-219. Nihâyat al-Hikmah, jil. 3, hal. 677. Muthahhari, Majmu’e Âtsâr, jil. 2, hal.
103. Ihsan Tarkasywand, Tauhid wa Marâtib Ân.
19
Nahj al-Balâghah, Khutbah 185.
20
Ibid, Khutbah 91.
Allah mengutus para rasulnya untuk menyampaikan serta mengajarkan untuk bertauhid
kepada Allah SWT. Dalam kitab suci Alquran.
Teungku Muhammad Ali Muda berpendapat dalam buku Pengantar Tauhid mengatakan
bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang ketuhanan (keesaan) Allah SWT,
baik yang berhubungan dengan zat-Nya, dengan perbuatan-Nya, maupun yang berhubungan
antara seorang hamba terhadap-Nya.
Tauhid yang berhubungan dengan zat Allah disebut tauhid uluhiyah, sedangkan yang
berhubungan dengan perbuatan Allah disebut tauhid rububiyah dan yang berhubungan antara
seorang hamba terhadap Allah disebut tauhid 'ubudiyah.
Semua itu terecangkup pada kalimat 'La Ilaha Illallah" yang bermakna Lâ ma'bûda bihaqqin
illallâh atau apabila diterjemahkan berarti tiada tuhan selain Allah.
Allah SWT telah berfirman melalui sejumlah ayat dalam Al-Qur'an bahwa Dia adalah Tuhan
Yang Maha Esa.
Artinya: "Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada tuhan selain Dia Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang."
Artinya: "Jika mereka berpaling (dari keimanan), katakanlah (Nabi Muhammad), "Cukuplah
Allah bagiku. Tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah
Tuhan pemilik 'Arasy (singgasana) yang agung."
5. Surah Ibrahim Ayat 52
٥٢ ࣖ بِ اال ْلبَا ِ اس َو ِليُ ْنذ َ ُر ْوا ِب ٖه َو ِليَ ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ َما ه َُو ا ِٰل ٌه َّو
َ ْ احد ٌ َّو ِليَذ َّ َّك َر اُولُوا ِ َّٰهذَا بَ ٰل ٌغ ِلِّلن
Artinya: "(Al-Qur'an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia agar mereka diberi
peringatan dengannya, agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa,
dan agar orang yang berakal mengambil pelajaran."
Artinya: "Seandainya Allah hendak mengambil (makhluk-Nya sebagai) anak, pasti akan
memilih yang Dia kehendaki dari apa yang Dia ciptakan. Mahasuci Dia. Dialah Allah Yang
Maha Esa lagi Maha Mengalahkan."
Artinya: "Katakanlah (Nabi Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia
seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha
Esa." Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah melakukan amal
saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu dalam beribadah kepada
Tuhannya."
Referensi
1. Abu al-Hamid ibn Muhammad al-Ghazali, Ih}ya’ ‘Ulūm al-Dīn, (Beirut: Dar al-Fikr, 1999),
Vol 1, 33.
2. Ali Rabbani Gulpaigani, ‘Aqâid Istidlâli, Site Andisheh Qum.
3. Al-Isfahani, Mufradāt Alfāz} al-Qur’ān, Safwan ‘A. Dawudi (ed), (Damaskus, Dār al-Qalam,
1992), 80.
4. Al-Jurjani, al-Ta’rifāt, (Beirut: Maktabah Lubnan, 1985), 161.
5. Asfar, jil. 2, hal. 216-219. Nihâyat al-Hikmah, jil. 3, hal. 677. Muthahhari, Majmu’e
6. Âtsâr, jil. 2, hal. 103. Ihsan Tarkasywand, Tauhid wa Marâtib Ân.
7. Athir al-Din al-Abhari, Tanzīl al-Afkār fī Ta’dīl al-Asrār, Ms. Laleli 2562 (ter-tang
gal 686/1287), beg; Ms. Aya Sofya 2526, Vol. 13 a, merujuk kepada al-Talwihāt
karya al-Suhrawardi, sebagaimana dicatat oleh Roshental, Knowledge Triumphant,
61(note 82).
8. Husain Affandi al-Jisr (tt:6)
9. Ibid, Khutbah 91.
10. Ibnu Khaldun (tt:458)
11. Ibid., 44-45.
12. Ismail Raji Al-Faruqi et al, The Cultural Atlas of Islam, Terj. Ilyas Hasan, (T.K: T.P, T.Th),
262.
13. Ismail Raji Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, Terj. Ilyas Hasan,
(Bandung: Mizan, 2003), 143-144.
14. Konsep ini memberikan penegasan dalam penetapan sesuatu yang wajib sekaligus
menafikan sifat-sifat yang berlawanan. Lihat Ibn Taimiyah, al-Risālah (Beirut: al-Maktab al-
Islami, 1391), 5-7.
15. Muhammad bin Shalih al Utsaimin, Syarh} Tsalātsah al-Us}ūl, (T.K: T.P, 2004), 39.
16. M.T. Thair Abdul Muin (tt:1)
17. Nahj al-Balâghah, Khutbah 185.
18. Rosenthal, Knowledge Triumphant,.. 61 (note 82).
19. Syaikh Muhammad Abduh (1926:4)
20. Ulasan ini menunjukkan penegasan adanya ikrar akan kebenaran Allah sebagai Rabb. Lebih
lanjut lihat Muhammad bin ‘Abd al-Wahab, Kasyf al-Syubhāt (Riyadh: Mu‘assasah al-
Nur, T.Th), 10