Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

“RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM (AQIDAH)”

Dosen Pengampu : Adib Faishol, M. Pd.I.

Nama Anggota :

Shoffa Rizqo Magfiroh Asfilianty (2361002)

Rahma Novelita Prasasti (2361003)

Meiliana Fitri Anggraeni (2361042)

Program Studi Pendidikan Agama

STIE PGRI DEWANTARA

JOMBANG 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah- Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM (AQIDAH)” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Bapak Adib Faishol, M. Pd.I. pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang ruang lingkup
ajaran islam (aqidah) bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Adib Faishol, M. Pd.I. selaku
dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas ini,
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Jombang, 08 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2

1.3 Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3

2.1 Aqidah.......................................................................................................3

2.2 Ruang Lingkup..........................................................................................4

2.3 Dalil-Dalil Tentang Aqidah.......................................................................4

2.4 Hadist Tentang Aqidah..............................................................................5

2.5 Bukti Adanya Allah...................................................................................9

2.6 Hal Yang Menguatkan dan Merusak Aqidah..........................................14

BAB III PENUTUP................................................................................................21

3.1 Kesimpulan..............................................................................................21

3.2 Saran........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam sebagai agama dan objek kajian akademik memiliki cakupan dan
ruang lingkup yang luas. Secara garis besar, Islam memiliki sejumlah ruang
lingkup yang saling terkait, yaitu lingkup keyakinan (aqidah), lingkup norma
(syariat), muamalat, dan perilaku (akhlak/ behavior).

H. Masan menjelaskan dalam buku Pendidikan Agama Islam: Akidah


Akhlak, akidah berasal dari bahasa Arab aqada-ya’qudu-aqidatan yang artinya
mengikat atau mengadakan perjanjian. Para ulama mendefinisikan akidah
sebagai sesuatu yang terikat dari hati nurani.

Menurut Taofik Yusmansyah dalam buku Aqidah Akhlaq, landasan akidah


Islam adalah rukun iman, yakni beriman kepada Allah SWT, malaikat-
malaikat- Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan kepada qada
dan qadar- Nya.

Menurut M. Husein Abdullah Aqidah adalah pemikiran yang menyuluruh


tentang alam, manusia, kehidupan, dan semua yang berhubungan dengan
Tuhan, hari kiamat, syariat, dan hisab. Menurut Mahmud Syalton Aqidah
merupakan cara pandang seseorang tentang segala perkara yang tidak diikuti
dengan keraguan apa pun.

Menurut Abu Bakar Jabir Al Jazairy Aqidah adalah kebenaran yang dapat
diterima manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Aqidah ditanamkan
dalam hati dengan keyakinan yang kuat dan menolak segala sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran tersebut.

Mengutip dari buku yang berjudul 'Belajar Aqidah Akhlak' oleh


Muhammad Asroruddin Al Jumhuri, ruang lingkup aqidah Islam meliputi
Uluhiyah, Nubuwwah, Ruhaniyyah, dan Sam'iyah.

Ilahiyat yaitu pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan urusan


ketuhanan, khususnya membahas Allah SWT.

1
Nubuwwat yaitu pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan utusan Allah
(nabi dan rasul Allah).

Ruhaniyat yaitu pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan


makhluk gaib. Misalnya malaikat, setan, dan jin.

Sam'iyyat yaitu pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dunia


gaib. Misalnya surga, neraka, kuburan, dan lain-lain.

Jika diperhatikan, keempat aspek tersebut didasarkan oleh rukun iman


serta ajaran Islam. Maka, dasar-dasar yang dijadikan pedoman hidup umat
Islam adalah Al-Qur'an dan Al Hadis yang juga dijadikan sebagai dasar aqidah
akhlak setiap Muslim.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Jelaskan apa pengertian aqidah?
1.2.2 Jelaskan apa yang dimaksud ruang lingkup?
1.2.3 Jelaskan apa yang dimaksud dalil” tentang aqidah?
1.2.4 Jelaskan apa yang dimaksud hadist tentang aqidah?
1.2.5 Bagaimana bukti adanya Allah
1.2.6 Apa hal yang menguatkan dan merusak aqidah

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud aqidah
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud ruang lingkup
1.3.3 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dalil tentang aqidah
1.3.4 Untuk mengetahui apa yang dimaksud hadist tentang aqidah
1.3.5 Untuk mengetahui bukti adanya Allah
1.3.6 Umtuk mengetahui hal yang merusak dan menguatkan aqidah

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Aqidah
Aqidah secara bahasa berasal dari kata ‘aqada-ya’qidu ‘aqidan yang
berarti simpul, ikatan, dan perjanjian yang kokoh dan kuat. Setelah
terbentuk menjadi aqidatan (aqidah) berarti kepercayaan atau keyakinan.
Kaitan antara aqdan dengan ‘aqidatan adalah bahwa keyakinan itu tersimpul
dan tertambat dengan kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung
perjanjian.

Secara istilah aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima


secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu (yang didengar) dan
fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati, dan ditolak segala sesuatu yang
bertentangan dangan kebenaran itu.

Akidah Islam ialah kepercayaan dan keyakinan terhadap Allah sebagai


rabb dan ilah serta beriman dengan nama-namaNya dan segala sifat-
sifatNya juga beriman dengan adanya malaikat, kitab-kitab, para Rasul, Hari
Akhirat dan beriman dengan taqdir Allah sama ada baik atau buruk
termasuk juga segala apa yang datang dari Allah. Seterusnya patuh dan taat
pada segala ajaran dan petunjuknya. Oleh itu, akidah Islam ialah keimanan
dan keyakinan terhadap Allah dan RasulNya serta apa yang dibawa
oleh Rasul dan dilaksanakan dalam kehidupan.

Adapun pengenalan dalam aqidah yakni:

a) Ilmu yang membicarakan perkara-perkara yang berkaitan keyakinan


terhadap Allah swt dan sifat-sifat kesempurnaanNya.
b) Setiap umat Islam wajib mengetahui, mempelajari dan mendalami ilmu
aqidah supaya tidak berlaku perkara-perkara yang membawa kepada
penyelewengan aqidah kepada Allah swt.
c) Akidah sebenarnya adalah aqidah yang berdasarkan pada al-Quran dan
As-Sunnah

3
2.2 Ruang Lingkup
1. Ilahiah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan ilah (Tuhan), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat
Allah, perbuatan-perbuatan (af’al) Allah, dan lain-lain.
2. Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu mukjizat, dan
sebagainya yang berhubungan dengan nabi dan rasul, termasuk
pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah, dan sebagainya.
3. Ruhaniah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan, dan ruh.
4. Sam’iyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui melalui sami, yakni dalil naqli berupa Al-Qur’an dan As-
Sunah, seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur dan sebagainya.
5. Di samping sistematika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti
sistematika arkanul iman (Rukun Iman), yaitu: Iman Kepada Allah,
Malaikat, Kitab-Kitab Suci, Nabi dan Rasul, Hari Akhir, serta Qada’ dan
Qadar.

2.3 Dalil-Dalil Tentang Aqidah


‫َ وا َ َ و ر ُ ج ¸م َ ن ا ˚ل َمي¸ِّ ¸ت‬ َّ ُ ‫¸ض َا َّم‬ ‫َ وا‬ َّ َ ¸ ‫قُ َ م ˚ن ي‬
َ
‫ُ ُ ُ ِّ ن س‬
ّ ‫ْ̊لَ ˚ب صا َم ¸ ا ˚ل‬ ‫˚ن َّي ˚م ك س‬ َ‫˚ْل‬ ‫˚ل ˚ر زق ك‬
‫َر ˚ن ي خ َح ي‬ ‫¸ل ال ˚م‬ ۤ‫م م ال َم ا‬
‫˚ر‬ ˚
˚ ‫َع‬ ‫¸ء‬
‫ول ٰ ل ّالُ َۚفقُ ˚ل اَ َف َل تَتَّقُ ˚و َ ن‬
ُ ˚ ‫َ ت ّ َ و َم ˚ن يَُّدب¸ َ َيسُق‬ ‫َو ر ُ ج‬
‫¸م َ ن ا ِ ُر ا ˚َْل ˚م َر ف ˚و َن‬ ‫ي ¸ ا ˚ل‬
ُ
‫˚ل َ ح ي‬ ¸‫َمي‬ ‫خ‬
¸ ˚

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang memberi rezeki


kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup
dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah
yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab, “Allah.”
Maka katakanlah, “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?”. (Q.S :
Yunus [10] : 31)

‫وا ˚ل م ت َ و ۚ ٰ ل ّالُ َي ُ َمتَقلََّب ُك ˚م‬ ‫َ و َ̊ست ˚غ ¸لذَ ْۢ ˚نب¸ َك ي ¸ ُم َ و‬


ُ َ ‫˚ؤ‬
‫¸ ˚علَ ُم‬ ‫˚ؤ ̧م ٰن‬ ‫ن ˚ ¸من ¸ل ˚ل‬ ‫ا ¸ف ˚ر‬
4
ُ‫ٰ لّال‬ ¸‫َْلا ا‬ َ‫ا¸ َّْل ٰله‬ ‫̊ع‬
‫َ ˚م َاَّن ه ل‬
‫َفا‬
‫َ و َمث˚ ٰوى ُ ك ˚م‬

Artinya: “mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang


mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan
tempat tinggalmu”. (Q.S : Muhammad [47] : 19)

5
‫َ ˚عبُُد ˚و ¸ن‬ ‫¸م ˚ن ن َ ُ „ل ا¸ َّْل ˚اي ا¸لَ‬ ‫َ و َماا اَ َ‬
‫لا ا¸ ٰلهَ ا¸‬ ‫قَ ˚ب ¸ل ˚ ّر س نُ ˚و ¸ح ˚ي ¸ه اَن‬ ‫˚ر س‬
‫ه‬ ‫َك م‬ ‫˚ نل‬
‫¸ ˚‬ ‫ا‬
‫لا َاَن ˚ا َفا‬ ‫و‬

‫‪Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau‬‬
‫‪(Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada‬‬
‫‪tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku”. (Q.S :‬‬
‫‪Al- Anbiya’ [21] : 25).‬‬

‫َ ش َ ُوه ˚م َي َ‬
‫˚عل ُم ˚و َن‬ ‫ّ‬ ‫¸م ˚ن دُ َّ َ عةَ َ‬ ‫َي ˚م ُ ك َ ُ‬
‫¸هَد ِ¸‬ ‫˚ون¸ ¸ه َفشا ا¸ َّْل م‬ ‫̧ل الَّ ¸ذ ن ع‬
‫ب¸ا ˚ل ق‬ ‫˚‬ ‫ال‬ ‫˚ي َيد˚ ˚و‬
‫َح‬ ‫ن‬ ‫َن‬

‫‪Artinya: “Dan orang-orang yang menyeru kepada selain Allah tidak‬‬


‫‪mendapat syafaat (pertolongan di akhirat); kecuali orang yang mengakui‬‬
‫‪yang hak (tauhid) dan mereka meyakini”. (Q.S : Az-Zukruf [47] : 86).‬‬

‫‪2.4‬‬ ‫‪Hadist Tentang Aqidah‬‬


‫و َ ت َي ˚و „م إ¸ذ˚‬ ‫َ لَّ‬
‫َ‬ ‫صى َ‬ ‫َ ر ُس‬ ‫ُجلُ ¸‬ ‫‪َ :‬ب ̊ي َن‬ ‫ً ضا‬ ‫َر َع‬ ‫ُ‬ ‫َع‬
‫َسلَّم َذا‬ ‫لُال عَل‬ ‫˚و ¸ل‬ ‫˚و ع‬ ‫َن َما ˚ح‬ ‫َقا َل‬ ‫¸ض َي ˚نهُ‬ ‫ع‬ ‫˚ن‬
‫˚ي‬ ‫لال¸‬ ‫س ˚ن َد‬ ‫ُن‬ ‫لال أَ ˚ي‬ ‫َم‬
‫¸ه‬ ‫َر‬
‫َ جلَ َس‬ ‫َ علَ ˚ي ̧ه َّ سَف َ َ ي ˚ع ¸م َّنا أَ َحد‬ ‫َ س َّ ش ˚ع ¸ر‬ ‫َ َ ر َ َ ¸ض ال َ‬ ‫َ َ‬
‫طل‬
‫‪َ ,‬حَتّى‬ ‫َأثَ ُر ال ¸ر ْو ¸رفُُه‬ ‫ْ‪َ ,‬‬
‫ل ُي َرى‬ ‫َوا ¸د‬ ‫ش‬ ‫عَل ُج ش ب ¸ثِّ َيا‬ ‫َع‬
‫َ‬
‫ل‬ ‫ال‬ ‫¸ب ¸د‬ ‫˚ي ل ¸د َيا‬
‫˚يد‬ ‫˚يد‬ ‫نَ ا‬
‫‪ ُ :‬م َح َّمُد‬ ‫خذ ˚ي ¸ه‬‫ف¸ َ‬‫َ َلعى َ‬ ‫صى َ َ و َسلَّم ‪,‬فأ ُ ر ˚ك َبتَ ُ ر ‪َ ,‬و َ َ َّكف‬ ‫إ¸لَى ال َّن ¸ب ِّ َ لَّ‬
‫َاي‬ ‫‪َ ,‬و َقا َل‬ ‫˚ي ¸ه ˚ك َبتَ َو ض ̊ي ¸ه‬ ‫˚س نَ د‬ ‫لُال عَل‬ ‫ي¸‬
‫َ‬
‫إ¸لى ˚ي ¸ه‬ ‫ي‬ ‫˚‬
‫َع‬ ‫¸ه‬
‫˚ش هدَ َأ ˚ن َْلإ َلهَ َ و ُ م َح َّمًدا‬ ‫˚سل ُم َأ‬
‫َ‬ ‫َ‪:‬ا‬ ‫صى َ َ و‬ ‫َ لَّ‬ ‫َ ر ُس‬ ‫َ‬
‫˚سل ¸م َ‪,‬فقَا‬ ‫َع‬ ‫أَ ˚خ ¸ب‬
‫¸‬ ‫َ‬
‫َ‬
‫إ¸ْلَّ لالُ أ َّن‬ ‫˚ن ت‬ ‫لُال عَل َ لَّسم ¸إل‬ ‫˚و ُل‬ ‫َل‬ ‫¸ن ا‬ ‫˚ر ¸ ن ˚ ي‬
‫˚ي‬ ‫لال¸‬ ‫¸إل‬
‫¸ه‬
‫َ س ¸ب ˚يلً َ ص َد ˚ق ُت‬ ‫َ اض َن ‪َ ,‬وَت ُح َ ت ̊س َ َ ت‬ ‫َ ي ال َّز ُ َ‬ ‫َّ َلصَة ‪ُ َ ,‬‬
‫وت‬ ‫‪َ .‬ر ُ س ˚و ُل لال¸‬
‫اَ‪.‬ق َل ‪:‬‬ ‫إ¸ تَ ط إ¸لَ‬ ‫َّج ا ˚ل َب ˚ي‬ ‫َكاَة ‪َ ,‬وت ص ر‬ ‫̊ؤ ¸ت‬ ‫‪َ ,‬وتُ ¸ق ˚ي ُم ال‬
‫˚ي‬ ‫¸ن ا‬ ‫َم‬
‫˚ ¸ه‬ ‫˚و‬
‫ع‬ ‫َم‬
‫ُ س ¸ل ¸ه‬ ‫˚و ¸م‬ ‫‪:‬أَ ˚ن َملَ ¸ئ َك ¸ت ¸ه ‪¸ ,‬بالل¸‬ ‫َ ع ¸ن‬ ‫ا‬ ‫‪َ,‬قا َل‬
‫‪َ ,‬وا ˚ل َي‬ ‫َو ُكتُ ¸ب ¸ه ‪َ ,‬و ُر ‪َ ,‬و‬ ‫م ا ¸إل ˚ي‬ ‫¸ن‬
‫‪6‬‬
‫ف َ ˚خ ¸ب ˚ر ¸ن ˚ي‬:َ‫أ‬ ‫قاَ َل‬. ‫َ ص ¸ُِّدقُه‬ ‫َ ي ˚سَئُلُه َ وُي‬ ‫َلُه َفَع ¸ج ˚ب َنا‬
َ
‫َكأ َّن َك‬ ‫ َأ ˚ن َت ˚عُبَد َلال‬: ‫َ سا ¸ن‬ ‫َع‬ ‫ف َ ˚خ ¸ب‬:َ‫أ‬ ‫َش ِّ¸ر ¸ه َ َ ت‬ ‫ َو ت ¸اب ˚ل َقد˚ َ خ‬, ‫اآل ¸خ ¸ر‬
‫قَا َل‬, ‫¸ن ا‬ ‫˚ر ¸ ن ˚ ي‬ ‫َقا َل‬. ‫ ص‬: ‫قَا َل‬. ‫¸ر ˚ي ¸ر‬ ‫˚ؤ ¸م َن‬
‫¸إل ˚ح‬ ‫َد‬ ‫¸ه َو‬
‫˚ق‬
‫قَا َل‬. ‫َ ع ¸ة َ ما ا ˚س ُؤ َ ¸بَأ ̊ع َل ¸م َّسا ¸ئ ¸ل‬ َ ‫ف َ ˚خ ¸ب َ ع‬:َ‫َ ك أ‬ َ ‫ َت َر ُاه فَإ¸ ˚ن َل ˚م َت ُك ˚ن َت‬:
‫َم َن ال‬ ‫ ˚ل َم ˚و ع‬: ‫َقا َل‬ ّ ‫َقا َل ˚ر ¸ن ˚ي ¸ن‬. ‫َراهُ َفإ¸ َّنُه ي‬
‫ُل ˚ن‬ ‫ال س‬ ‫َر‬
‫َه‬ ‫ا‬ ‫ا‬
‫ا‬
‫ُ ح َفاَة ا ˚لعُ َراَة ا ¸ر َعا َّ َ َ اط َولُ ˚و ˚ي ا ˚لبُ ˚ن َيا ¸ن‬ َ‫ َوأ‬, ‫َ ر َّبتَ َها‬ ‫أَ ˚ن َت ¸َلد ا َأل‬: ‫َما‬ َ‫َ ع ˚ن أ‬ ‫ف َ ˚خ ¸ب ˚ر‬,َ‫أ‬
¸‫َن ف‬ ‫˚لعالََة َء ال شا َيت‬ ‫˚ن تَ َرى ا ˚ل‬ ُ َ
‫مة‬ ‫َل‬ ‫َقا‬, ‫¸ن ˚ي َرا ¸ت َها‬
َ
¸
‫ء‬
‫ َفإ َّنُه ¸ج ˚ب ¸ر ˚ي ُل‬: َ‫لال َو َ ر ُس ˚ولُُه أ‬:
ُ ‫ُ ع َم ُر َ م َّ اس ¸ئل؟ ُق‬ : ‫َفل َ م ¸ل ًّيا‬, ‫ثم َا ˚ن َ َ ق‬
¸
‫َقا َل‬. ‫˚علَ ُم‬ ‫˚ل ُت‬ ‫أََتد˚ ¸ر ¸ن‬, ‫َاي‬ ‫ثُ َّم َقا َل‬, ‫ط ¸ب ˚ث‬
‫ال‬ ‫˚ي‬ ‫ُت‬ ‫َل‬
‫َأَتا ُك م ُيع ¸لِّ ُم ُك م ¸د ˚ي َن ُك ُ م ˚س ¸ل م‬
˚ َ ˚
‫ َر َواه‬. ‫˚م‬

Artinya: Dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata : “ketika


kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang
sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda
bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang
mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan
kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi,
kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang
Islam.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Islam adalah,


engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan

7
hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah;
menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan
engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu
melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia
yang bertanya ia pula yang membenarkannya.

Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.

Nabi menjawab: ”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah;


malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman
kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”

Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau


beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau
tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”

Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”

Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang


bertanya.”

Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”

Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya;


jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju
(miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam
mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”

Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi
bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya
tadi?”

Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau


bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.”
[HR Muslim, no.8]

8
A. Pemahaman Terhadap Hadis Dasar Aqidah.
1. Memperindah pakaian dan penampilan ketika masuk masjid,
menghadiri majlis ilmu dan sopan santun ketika berhadapan dengan
para ulama. Sesungguhnya Jibril alaihissalam datang sebagai guru
mengajar manusia dengan penampilan dan tutur katanya.
2. Islam secara etimology atau bahasa : tunduk dan berserah
diri sepenuhnya kepada Allah swt. Sedangkan menurut syariat : yang
didirikan atas lima pondasi, yaitu : bersaksi bahwa tiada tuhan selain
Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, berpuasa dibulan ramadhan dan haji ke Baitullah.
3. Iman menurut bahasa : yakin, sedangkan menurut syariat: keyakinan
yang kokoh akan keberadaan Allah sebagai pencipta dan bahwa
Dialah satu-satu Dzat yang berhak diibadahi. Membenarkan adanya
makluk Allah berupa para malaikat. Membenarkan kitab-kitab samawi
yang diturunkan oleh Allah. Membenarkan para rasul Allah yang
Allah utus untuk manusia menunjuki jalan yang benar. Membenarkan
adanya hari akhir.
4. Islam dan Iman. Dari pembahasan diatas dapat diketahui Islam dan
Iman dua hakikat yang berbeda. Namun adakalanya syariat
memperluasnnya dengan menyebutkan salah satunya
untuk menunjukkan keduannya. Tidak asa iman tanpa Islam dan tidak
ada Islam tanpa adanya iman. Dan keduanya saling berkaitan erat,
karna iman itu mesti ada didalam hati dan amal (Islam) yang
dikerjakan oleh anggota badan.
5. Ihsan adalah ikhlas dan berbuata sebaik mungkin (itqan). Yaitu
mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah menyempurnakan
pelaksanaannya seakan-akan melihat Allah saat beribadah. Jika tidak
mampu melakukan yang demikian maka ingatlah bahwa Allah itu
melihat, menyaksikan perkara yang kecil dan yang besar.

9
B. Perkataan Ulama Tentang Hadis Dasar Aqidah
1. Imam An-Nawawi
Sabdanya
‫ ي˚ ¸رن˚ ¸خب˚ أَ َ ¸إل‬iman menurut bahasa adalah
‫˚ي‬ ‫ع‬
‫¸ن َما‬
‫ا ¸ن‬
kepercayaan secara umum. Secara syariat adalah ungkapan tentang
kepercayaan khusus, yaitu mempercayai Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, Hari akhirNya dan qadar baik
dan burukNya. Adapun Islam ialah ungkapan tentang melakukan
berbagai kewajiban, yaitu kepatuhan pada amalan zahir.
Sabdanya ِ ‫خب َفأَْ َ ع ِ ن ن‬
ِ ْ ِ‫ ي ْرن‬. Ini maqam musyahadah, karna orang
‫ا ِإلْ ي‬
‫َما‬
yang ditakdirkan dapat melihat Al-Malik (Allah), ia malu berpaling
kepada selainNya dalam shalat, dan menyibukkan hatinya pada
lainNya.
2. Imam Ibnu Daqiq
Iman adalah hadis agung yang mencakup semua tugas amalan
zahir dan bathin. Ilmu-ilmu syariat semuanya merujuk kepadanya dan
bercabang darinya, karena hadis ini, meskipun ringkas, berisikan ilmu
dan sunnah. Ia sebagai induk sunnah, sebagaimana al-fatihah disebut
Ummul Quran (induknya al-Quran), karena meskipun ringkas tapi
berisikan isi-isiAl-Quran.
3. Syaikh Ibnu Utsmain
Penjelasan bahwa Islam memiliki lima rukun yang harus
dibangun, dan keislaman tidak sempurna apabila tidak melaksanan
lima rukun Islam tersebut. Karna Nabi Muhammad menjawab dengan
demikian :
Rasulullah menjawab, "Islam itu engkau bersaksi bahwa
sesungguhnya tiada Tuhan selain Alloh dan sesungguhnya
Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat,
mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon dan
mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu

10
melakukannya."·
Iman mencakup enam perkara, yaitu :

11
Rasulullah menjawab, "Engkau beriman kepada Alloh, kepada
para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya,
kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk".
Orang tadi berkata, "Engkau benar".
Penjelasan tentang ihsan, yaitu manusia beribadah kepada Allah
dengan peribadatan (menginginkan dan mencari), seolah-olah paling
sempurna. Jika tidak sampai pada keadaan ini, maka kepada derajat
kedua, yaitu beribadah kepada Allah dengan peribadatan takut)
terhadap siksaNya. Karna itu nabi besabda “jika kamu tidak
melihatnya, maka ia melihatmu”.

2.5 Bukti Adanya Allah


Adanya Allah swt adalah sesuatu yang bersifat aksiomatik (sesuatu
yang kebenarannya telah diakui, tanpa perlu pembuktian yang bertele-
tele). Namun, di sini akan dikemukakan dalil-dalil yang menyatakan wujud
(adanya) Allah swt, untuk memberikan pengertian secara rasional.
Mengimani Wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala Wujud Allah telah
dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’, dan indera.

a) Dalil Fitrah

Manusia diciptakan dengan fitrah bertuhan, sehingga kadangkala


disadari atau tidak, disertai belajar ataupun tidak naluri berketuhanannya
itu akan bangkit. Firman Allah Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):

“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau


Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (al - A’raf:172). Dan
sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang
menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka
bagaimakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?, (Az-
Zukhruf: 87)

12
‫َ ¸ ِّص َران¸ ¸ه‬
‫ َفأَ َب َواهُ ُي َه َ اسن¸ ̧ه أ‬،¸‫˚ط َرة‬ ‫َ ع َلى ا‬ ُ‫َ م ˚ول‬ ‫ُك‬
‫˚و ُيَن‬ ‫ِّ¸وَدان¸ ¸ه أَ ˚و ُي َم ¸ ِّج‬ ‫˚ل ̧ف‬ ُ‫˚و „د ي‬ ‫ُّل‬
‫˚ولَد‬

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan sesungguhnya


kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau
Majusi” (HR. Al Bukhari)

Ayat dan hadis tersebut menjelaskan kondisi fitrah manusia yang


bertuhan. Ketuhanan ini bisa di fahami sebagai ketuhanan Islam, karena
pengakuannya bahwa Allah swt adalah Tuhan. Selain itu adanya
pernyataan kedua orang tua yang menjadikannya sebagai Nasrani,
Yahudi atau Majusi, tanpa menunjukkan kata menjadikan Islam
terkandung maksud bahwa menjadi Islam adalah tuntutan fitrah.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa secara fitrah, tidak ada manusia
yang menolak adanya Allah sebagai Tuhan yang hakiki, hanya kadang-
kadang faktor luar bisa membelokkan dari Tuhan yang hakiki menjadi
tuhan-tuhan lain yang menyimpang.

b) Dalil Akal

Akal yang digunakan untuk merenungkan keadaan diri manusia,


alam semesta dia dapat membuktikan adanya Tuhan. Di antara langkah
yang bisa ditempuh untuk membuktikan adanya Tuhan melalui akal
adalah dengan beberapa teori, antara lain;

1. Teori Sebab.

Segala sesuatu pasti ada sebab yang melatar belakanginya.


Adanya sesuatu pasti ada yang mengadakan, dan adanya perubahan
pasti ada yang mengubahnya. Mustahil sesuatu ada dengan sendirinya.
Mustahil pula sesuatu ada dari ketiadaan. Pemikiran tentang sebab ini
akan berakhir dengan teori sebab yang utama (causa prima), dia
adalah Tuhan.

2. Teori Keteraturan.

Alam semesta dengan seluruh isinya, termasuk matahari, bumi,

13
bulandan bintang-bintang bergerak dengan sangat teratur. Keteraturan

14
ini mustahil berjalan dengan sendirinya, tanpa ada yang mengatur.
Siapakah yang mampu mengatur alam semesta ini selain dari Tuhan?

3. Teori Kemungkinan (Problabyitas).

Adakah kemungkinan sebuah komputer ditinggalkan oleh


pemiliknya dalam keadaan menyala. Tiba-tiba datang dua ekor tikus
bermain-main di atastuts keyboard, dan setelah beberapa saat di
monitor muncul bait-bait puisi yang indah dan penuh makna?

Dalam pelajaran matematika, bila sebuah dadu dilempar


kemungkinan muncul angka 6 adalah 1/6. Dan bila dua dadu dilempar
kemungkinan munculnya angka 5 dan 5 adalah 1/36. Bila ada satu set
huruf dari a sampai z diambil secara acak, kemungkinan muncul huruf
a adalah 1/26. Bila ada limaset huruf diambil secara acak,
kemungkinan terbentuknya sebuah kata T-U-H-A-N adalah 1/265
(satu per duapuluh enam pangkat lima) =1/11881376.Andaikata puisi
di layar komputer itu terdiri dari 100 huruf saja, maka
kemungkinannya adalah 1/26100.

Dengan angka kemungkinan sedemikian orang akan menyatakan


tidak mungkin, lalu bagaimanakah alam raya yangterdiri dari sekian
jenis atom, sekian banyak unsur, sekian banyak benda,berapa
kemungkinan dunia ini terjadi secara kebetulan?
Kemungkinannyaadalah 1/~ (satu per tak terhingga), atau dengan kata
lain tidak mungkin. Jika alam ini tidak mungkin terjadi dengan
kebetulan maka tentunya alam ini ada yang menciptakannya, yaitu
Allah.

c) Dalil Naqli

Meskipun secara fitrah dan akal manusia telah mampu menangkap


adanya Tuhan, namun manusia tetap membutuhkan informasi dari Allah
swt untuk mengenal dzat-Nya. Sebab akal dan fitrah tidak bisa
menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya.Allah menjelaskan tentang jati
diri-Nya di dalam Al-Qur’an;

15
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy.
Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat,
dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-
masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
(al- A’raf:54)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt adalah pencipta semesta


alam dan seisinya, dan Dia pulalah yang mengaturnya.

d) Dalil Inderawi

Bukti inderawi tentang wujud Allah swt dapat dijelaskan melalui


dua fenomena:

1. Fenomena Pengabulan do’a

Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-


orang yang berdoa serta memohon pertolongan-Nya yang diberikan
kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan
secara pasti tentang wujud Allah Swt. Allah berfirman:

“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan
Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta
keluarganya dari bencana yang besar.” (Al Anbiya: 76)

“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Robbmu,


lalu diperkenankan- Nya bagimu •”(Al Anfaal: 9)

Anas bin Malik Ra berkata, “Pernah ada seorang badui datang


padahari Jum’at. Pada waktu itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
tengah berkhotbah. Lelaki itu berkata’ “Hai Rasul Allah, harta benda k
ami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu
mohonkanlah kepada Allah Sbhanahun wa Ta’ala untuk mengatasai
kesulitan kami” Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun
membasahi jenggotnya. Pada jumat yang kedua, orang badui atau
orang

16
lain berkata “Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta benda
pun tenggelam, doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah”

Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa: “Ya


Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan Engkau
turunkan sebagai bencana bagi kami.” Akhirnya beliau tidak
mengisyaratkan pada suatu tempat kecuali menjadi terang (tanpa
hujan).” (HR. Al Bukhari)

b. Fenomena Mukjizat

Kadang-kadang para nabi diutus dengan disertai tanda-tanda


adanya Allah secara inderawi yang disebut mukjizat. Mukjizat ini
dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang
jelas tentang wujud Yang Mengurus para nabi tersebut, yaitu Allah
swt. Karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia, Allah
melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para rasul.
Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa as. Agar memukul laut
dengan tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu
menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur
itu menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman,

“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan

tongkatmu.: Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan


adalah seperti gunung yang besar.” (Asy Syu’araa: 63)

Contoh kedua adalah mukjizat Nabi Isa as. ketika menghidupkan


orang-orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur
dengan ijinAllah. Allah swt berfirman: “…dan aku menghidupkan
orang mati dengan seijin Allah” (Ali Imran: 49)

“•dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari


kuburnya (menjadi hidup) dengan ijin- Ku.” (Al Maidah 110)

Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh


indera kita itu adalah bukti pasti wujud-Nya.

17
2.6 Hal Yang Menguatkan dan Merusak Aqidah
1. Hal Yang Merusak Aqidah

a. Hal yang pertama adalah Kufur Dan Kafir

Dari segi bahasa kufur berasal dari kata Arab: kufr, yang berarti
menutupi sesuatu, atau menyembunyikan sesuatu kebaikan yang telah
diterima, dan atau tidak berterima kasih atas kebaikan yang diterima.
Orangnya disebut kafir,

Bentuk jamaknya adalah kafirun atau kuffar. Dalam perkataan seha


ri-hari, kata kafir agaknya lebih lazim dipakai dari kata kufur, meskipun
kata kafir sering disebut untuk menunjuk sesuatu yang bermakna kufur.

Sedangkan dari segi istilah kufur sering diartikan sebagai sikap


atau perbuatan yang menolak, menentang, mendustakan dan
mengingkari kebenaran dari Allah yang disampaikan oleh rasul-Nya.
Dalam al-Qur’an kata kufur mengacu kepada perbuatan yang ada
hubungan dengan Tuhan. Dengan demikian, sikap atau perbuatan yang
termasuk dalam kategori kufur ini, antara lain dapat di identifikasi
seperti :

1. Mengingkari nikmat, beberapa karunia Tuhan dan tidak berterima


kasih kepada-Nya. Ini ditemukan dalam (QS- An-Nahl: 55 dan
QS ar-Rum: 34.)
2. Lari dari tanggung jawab atau berlepas diri dari suatu perbuatan.
Ini ditemukan dalam (QS-Ibrahim:22.)
3. Pembangkangan atau penolakan terhadap hukum-hukum Tuhan.
Ini ditemukan dalam (QS al-Maidah:44.)
4. Meninggalkan amal salih yang diperintahkan Tuhan. Ini
ditemukan dalam (QS ar-Rum: 44.)
b. Hal yang kedua adalah Syirik

Kata syirik berasal dari kata Arab syirik yang berarti sekutu atau
persekutuan. Dalam istilah ilmu tauhid, syirik digunakan dalam arti
mempersekutukan tuhan lain dengan Allah, baik persekutuan itu
mengenai zat-Nya, sifat-Nya atau af’al-Nya, maupun mengenai ketaatan

18
yang seharusnya ditujukan hanya kepada-Nya saja. Ini dapat dilihat
dalam (QS az-zumar: 38, Al-Ankabut: 63, dan al-zukhruf: 87). Percaya
kepada Allah tidaklah dengan sendirinya berarti iman atau tauhid.
Sebab iman kepada Allah itu tidaklah cukup dalam arti hanya percaya
kepada- Nya saja, melainkan mencakup pengertian yang benar
tentang siapa Allah yang kita percayai itu dan bagaimana kita bersikap
kepada- Nya serta kepada obyek-obyek selain Dia. Oleh karena itu
orang-orang Arab sebelum Islam, kendati mereka sudah percaya kepada
Allah, bahwa yang menciptakan alam raya, yang menurunkan hujan dan
bahkan yang menciptakan manusia seluruh jagat tersebut adalah Allah
swt, mereka tidak bisa disebut sebagai orang yang beriman, karena
kepercayaan mereka kepada Allah masih mengandung kemungkinan
percaya kepada yang lain selain Allah dalam keilahian-Nya. Oleh sebab
itulah mereka disebut sebagai kaum musyrik sebagai anti tesis dari
kaum yang bertauhid.

c. Hal yang ketiga adalah Riddah dan Murtad

Kata riddah, makna asalnya kembali (ke tempat atau jalan semula).
Sedangkan kata murtad adalah untuk menyebut pelakunya. Pengertian
ini mencakup keluar dari iman dan kembali kepada kekafiran. Secara
istilah murtad didefinisikan sebagai seseorang yang secara sadar (tanpa
paksaan) keluar dari agama Islam dalam bentuk niat, perkataan, atau
perbuatan yang menyebabkanya menjadi kafir, pindah kepada agama
lain atau tidak beragama sama sekali.

Dalam hubungan ini, bila seseorang yang mulutnya menyatakan


keluar dari agama Islam karena dipaksa oleh orang lain, seperti diancam
hendak dibunuh sementara hatinya tetap beriman, maka ia tidak
termasuk golongan yang murtad. Ini dapat dilihat dalam (QS An-Nahl:
106.)

d. Hal yang keempat adalah Bid’ah


Arti bid’ah menurut bahasa ialah segala macam apa saja yang baru,
atau mengadakan sesuatu yang tidak berdasarkan contoh yang sudah
ada
19
Sedangkan arti bid’ah secara istilah adalah mengada-adakan sesuatu
dalam agama islam yang tidak dijumpai keteranganya dalam al-Qur’an
dan al-Sunnah.
e. Hal yang kelima adalah Khurafat
Kata khurafat berasal dari bahas arab: al-khurafat yang berarti
dongeng, legenda, kisah, cerita bohong, asumsi, dugaan, kepercayaan
dan keyakinan yang tidak masuk akal, atau akidah yang tidak benar.
Mengingat dongeng, cerita, kisah dan hal-hal yang tidak masuk akal di
atas umumnya menarik dan mempesona, maka khurafat juga disebut
“al- hadis al-mustamlah min al-kidb”, cerita bohong yang menarik dan
mempesona.
Sedangkan secara istilah, khurafat adalah suatu kepercayaan,
keyakinan, pandangan dan ajaran yang sesungguhnya tidak memiliki
dasar dari agama tetapi diyakini bahwa hal tersebut berasal dan
memiliki dasar dari agama. Dengan demikian, bagi umat Islam, ajaran
atau pandangan, kepercayaan dan keyakinan apa saja yang dipastikan
ketidak benaranya atau yang jelas –jelas bertentangandengan ajaran al-
qur’an dan Hadis nabi, dimasukan dalam kategori khurafat.
f. Hal yang keenam adalah Tahayul

Kata tahayul berasal dari bahasa Arab, al-tahayul yang bermakna


reka-rekaan, persangkaan, dan khayalan. Sementara secara istilah,
tahayul adalah kepercayaan terhadap perkara ghaib, yang kepercayaan
itu hanya didasarkan pada kecerdikan akal, bukan didasarkan pada
sumber Islam, baik al-Qur’an maupun al-hadis

g. Hal yang ketujuh adalah Nifaq Atsu Munafiq

Nifaq secara bahasa berasal dari kata Arab na-fi-qa-u, yaitu salah
satu lubang tempat keluarnya yarbu (hewan sejenis tikus) dari
sarangnya.

Nifaq juga dikatakan berasal dari kata na-fa-qa, yaitu lubang


tempat bersembunyi. Sementara menurut syara, nifaq berarti
menampakan Islam dan kebaikan, tetapi menyembunyikan kekufuran
dan kejahatan.
20
Nifaq dibedakan dalam dua jenis yaitu

 Nifaq I’tiqadiy (keyakinan) atau nifaq besar, dimana pelakunya


menampakan keislaman, akan tetapi menyembunyikan kekufuran.
Orang yang termasuk nifaq ini berarti ia keluar dari agama dan dia
berada di dalam kerak neraka.
 Nifaq Amaly (perbuatan), yaitu melakukan sesuatu yang
merupakan perbuatan orang-orang munafik, akan tetapi masih ada
iman di dalam hati. Nifaq jenis ini tidak membawa pelakunya
keluar dari agama, akan tetapi bisa menjadi wasilah (perantara)
bagi pelakunya keluar dari agama jika dia melakukan perbuatan
nifaq secara terus menerus.

2. Hal yang Menguatkan Aqidah

Ada beberapa amalan yang insya Allah akan dapat menyebabkan


bertambahnya iman seseorang, di antaranya adalah:

a. Membaca dan tadabbur (merenungkan atau memikirkan isi kandungan)


Al Quranul Karim.

Orang yang membaca, mentadabburi dan memperhatikan isi


kandungan Al Quran akan mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang
menjadikan imannya kuat dan bertambah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang orang mukmin
yang berbuat demikian: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati-hati
mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka
bertambahlah iman bereka, dan kepada Rabb mereka itulah mereka
bertawakkal.” (QS. Al Anfal [8]: 2)
Al Imam Al Ajurri rahimahullah berkata: “Barangsiapa
mentadabburi Al-Quran, dia akan mengenal Rabb-nya Azza wa Jalla
dan mengetahui keagungan, kekuasaan dan qudrah-Nya serta ibadah
yang diwajibkan atasnya. Maka diasenantiasa melakukan setiap
kewajiban dan

21
menjauhi segala sesuatu yang tidak disukai maulanya (yakni Allah
Ta’ala).“

b. Mengenal Al Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam


Al Quran dan As Sunnah yang menunjukkan kesempurnaan Allah
secara mutlak dari berbagai segi.

Bila seorang hamba mengenal Rabbnya dengan pengetahuan yang


hakiki, kemudian selamat dari jalan orang-orang yang menyimpang,
sungguh ia telah diberi taufiq dalam mendapatkan tambahan iman.
Karena seorang hamba bila mengenal Allah dengan jalan yang benar,
dia termasuk orang yang paling kuat imannya dan ketaatannya, kuat
takutnya dan muroqobahnya kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah
diantara hamba- Nya adalah ulama.” (QS. Fathir [35]: 28). Al Imam
Ibnu Katsir menjelaskan: “Sesungguhnya hamba yang benar -benar
takut kepada Allah adalah ulama yang mengenal Allah.” (Tafsir Ibnu
Katsir 3/533).

c. Memperhatikan siroh atau perjalanan hidup Rasulullah shallallahu


‘alaihi wasallam, yakni dengan mengamati, memperhatikan dan
mempelajari siroh beliau dan sifat-sifatnya yang baik serta perangainya
yang mulia.

Al Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan: “Dari sini


kalian mengetahui sangat pentingnya hamba untuk mengenal Rasul dan
apa yang dibawanya, dan membenarkan pada apa yang beliau kabarkan
serta mentaati apa yang beliau perintahkan. Karena tidak ada jalan
kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat kecuali dengan
tuntunannya. Tidak ada jalan untuk mengetahui baik dan buruk secara
mendetail kecuali darinya. Maka kalau seseorang memperhatikan sifat
dan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam Al Quran dan
Al Hadits, niscaya dia akan mendapatkan manfaat dengannya, yakni
22
ketaatannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikuat, dan
bertambah cintanya kepada beliau. Itu adalah tanda bertambahnya
keimanan yang mewariskan mutaba’ah dan amalan sholih.”

d. Mempraktekkan (mengamalkan) kebaikan-kebaikan agama Islam.

Ketahuilah, sesungguhnya ajaran Islam itu semuanya baik, paling


benar aqidahnya, paling terpuji akhlaknya, paling adil hukum-
hukumnya. Dari pandangan inilah Allah menghiasi keimanan di hati
seorang hamba dan membuatnya cinta kepada keimanan, sebagaimana
Allah memenuhi cinta-Nya kepada pilihan-Nya, yakni Nabiyullah
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (QS. Al Hujurat [49]: 7).
Maka iman di hati seorang hamba adalah sesuatu yang sangat dicintai
dan yang paling indah. Oleh karena itu seorang hamba akan merasakan
manisnya iman yang ada di hatinya, sehingga dia akan menghiasi
hatinya dengan pokok-pokok dan hakikat-hakikat keimanan, dan
menghiasi anggota badannya dengan amal-amal nyata (amal sholih).
(At Taudhih wal Bayan, hal 32-33)

e. Membaca siroh atau perjalanan hidup Salafush Shalih.

Yang dimaksud Salafush Shalih di sini adalah para shahabat


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik (lihat QS. At Taubah [9]: 100). Barang
siapa membaca dan memperhatikan perjalanan hidup mereka, akan
mengetahui kebaikan-kebaikan mereka, akhlak-akhlak yang agung,
ittiba’ mereka kepada Allah, perhatian mereka kepada iman, rasa takut
mereka dari dosa, kemaksiatan, riya’ dan nifaq, juga ketaatan mereka
dan bersegera dalam kebaikan, kekuatan iman mereka dan kuatnya
ibadah mereka kepada Allah dan sebagainya. Dengan memperhatikan
keadaan mereka, maka iman menjadi kuat dan timbul keinginan untuk
menyerupai mereka ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah

23
rahimahullah : “Barang siapa lebih serupa dengan mereka (para
shahabat Rasulullah), maka dia lebih sempurna imannya.” (lihat Kitab
Al Ubudiyah, hal 94). Dan tentunya, barang siapa yang menyerupai
suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka. Itulah beberapa
amalan yang insya Allah akan dapat menyebabkan bertambahnya
keimanan. Adapun hal-hal yang dapat melemahkan iman seseorang
adalah sebaliknya, di antaranya: Kebodohan terhadap syari’at Islam,
lalai, lupa dan berpaling dari ketaatan, melakukan kemaksiatan dan
dosa-dosa besar, mengikuti hawa nafsu dan sebagainya.

24
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aqidah secara bahasa berasal dari kata ‘aqada-ya’qidu ‘aqidan yang
berarti simpul, ikatan, dan perjanjian yang kokoh dan kuat. Secara istilah
aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh
manusia berdasarkan akal, wahyu (yang didengar) dan fitrah.

Ruang lingkup dibagi menjadi 5:

a) Ilahiah : pembahasan tentang sesuatu yang berhubungan dengan


tuhan.
b) Nubuwwah : pembahassan tentang mukjizat yang berhubungan
dengan nabi dan rasul.
c) Ruhaniah : pembahasan tentang sesatu yang berhubungan dengan
alam metafisik.
d) Sam’iyah : pembahasan tentang sesuatu yang hanya diketahui
melalui sami’.
e) Di samping sistematika di atas, pembahasan aqidah bisa juga
mengikuti sistematika arkanul iman (Rukun Iman).

Dalil-dalil tentang aqidah

‫ُ م َتَقلَّب َ و َمث˚ ٰوى ُ ك ˚م‬ ‫ۚ ٰ ل ّ ُال َي‬ ْۢ


‫َفا ̊علَ ˚م َْلا ا¸ ٰلهَ ٰ َ َ̊ست ˚غ ¸لذَ ˚نب¸ َ و ¸ل ˚ل َ وا ˚ل‬
َ
‫ُك ˚م‬ ‫¸ ˚علَ ُم‬ ‫ُم ˚ؤ ُم ˚ؤ ̧م‬ ‫و ¸ف ˚ر َك‬ ‫ا¸ َّْل‬ ‫َاَّن ه‬
‫ت‬ ‫ي‬˚ ¸ ‫ن‬‫م‬ ¸ ‫ا‬ ‫ل‬
‫ٰن‬
‫َو‬ ‫َن‬ ‫ُا‬

Artinya: “mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang


mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha
dan tempat tinggalmu”. (Q.S : Muhammad [47] : 19)

Hadist tentang aqidah

1) Pemahaman terhadap hadis dasar aqidah


 Memperindah pakaian dan penampilan Ketika masuk masjid.

25
 Islam

26
 Iman
 Islam dan iman
 Ihsan
2) Pemahaman ulama tentang hadis dasar aqidah
 Imam An-Nawawi
 Imam Ibnu Daqiq
 Syaikh Ibnu
Utsam Bukti adanya Allah
Adanya Allah swt adalah sesuatu yang bersifat aksiomatik (sesuatu
yang kebenarannya telah diakui, tanpa perlu pembuktian yang bertele-
tele). Namun, di sini akan dikemukakan dalil-dalil yang menyatakan wujud
(adanya) Allah swt, untuk memberikan pengertian secara rasional. Melalui
dali-dalil diantaranya: dalil fitrah, dalil akal, dalil naqli, dalil inderawi.

Hal yang menguatkan dan merusak aqidah


1. Hal yang merusak aqidah :
 Kufur dan kafir
 Syirik
 Riddah dan murtad
 Bid’ah
 Khurafat
 Tahayul
 Nifaq dan atsu munafiq
2. Hal yang menguatkan aqidah :
 Membaca dan tadabbur
 Mengenal asmaul husan
 Memperhatikan siroh atau perjalanan hidup Rasulullah
 Mengamalkan kebaikan-kebaikan
 Membaca siroh atau perjalanan hidup salafush shalih

27
3.2 Saran
Sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki
kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan
segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan
pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para
pembaca. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta
saran mengenai pembahasan makalah di atas.

28
DAFTAR PUSTAKA

Thahir, S. (2016). arti dan ruang lingkup aqidah. universitas muslim indonesia
makassar.
AF, H.Masan, Pendidikan Akidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah Kelas VII,
Cetakan 1 (Semarang: PT Kar Toha Putra, 2014)
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6852354/aqidah-pengertian-ruang-
lingkup-dan-tujuannya-dalam-ajaran-islam (diakses pada tanggal 11 oktober
2023)
Yusmansyah, Taofik, Aqidah Dan Akhlak, Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2008
Al Jumhuri, Muh. Asrorudin, Belajar Aqidah Akhlak: Sebuah Ulasan Ringkas
Tentang Asas Tauhid Dan Akhlak Islamiyah, (Yogyakarta: Deepublish, 2015)

29

Anda mungkin juga menyukai