Anda di halaman 1dari 13

STUDY ILMU AQIDAH

DISUSUN OLEH KELOMPOK I

RAHIMAH PANE 0308193124

SAIMA NURPUTRI RAMBE 0308193132

INDAH AYU RIZKI 0308193114

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Zulfahmi Lubis, Lc. MA

PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

TA 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan bimbingannya, saat ini kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “Study Ilmu Aqidah”. Makalah ini disusun berdasarkan
fakta dengan jurnal yang membahas topik ini.

Makalah ini disusun untuk kedepannya kami dapat mengerti apa itu aqidah. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari
bapak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini bisa memberikan informasi mengenai study ilmu aqidah dan
bermanfaat bagi para pembacanya. Atas perhatian dan kesempatan yang diberikan untuk
membuat makalah ini kami ucapkan terimakasih.

Medan, 4 April 2020

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................1
C. Tujuan .................................................................................................1

BAB II STUDY ILMU AQIDAH

A. Sejarah Dan Definisi Aqidah ............................................................2


B. Istilah Lain Tentang Aqidah..............................................................3
C. Tokoh-Tokoh Ilmu Aqidah ...............................................................5
D. Metode Mengajarkan Aqidah ............................................................6

BAB II. PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................9
B. Saran ..................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aqidah islam berpangkal pada keyakinan “Tauhid” yaitu keyakinan tentang wujud Allah,
tuhan yang maha esa, tidak ada yang menyekutuinya, baik dalam zat, sifat-sifat maupun dalam
perbuatannya (Basyri,1988: 43). Akhlak mulia berawal dari akidah, jika akidahnya sudah baik
maka dengan sendirinya akhlak mulia akan terbentuk.

Akidah merupakan fondasi utama ajaran islam yang diatasnya berdiri amal shalih.
Keimanan (akidah) dan amal shalih dalam al-qur’an sering di tempatkan secara beriringan. Hal
ini karena kedua nya ibarat sebuah bangunan, aqidah adalah fondasi nya dan amal shalih adalah
bangunan yang berdiri di atasnya. Fondasi keimanan yang kokoh tanpa amal shalih tidak
berarti, begitu pula amal shalih tanpa keimanan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah dan defenisi aqidah?


2. Apa saja istilah-istilah lain tentang aqidah?
3. Siapa tokoh-tokoh ilmu aqidah?
4. Metode apa yang digunakan untuk mengajarkan aqidah?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui sejarah dan defenisi aqidah


2. Untuk mengetahui istilah-istilah lain tentang aqidah
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh ilmu aqidah
4. Untuk mengetahui metode yang digunakan untuk mengajarkan aqidah

1
BAB II

STUDY ILMU AQIDAH

A. Sejarah dan Defenisi Aqidah


a) Aqidah secara etimologi
Aqidah berasal dari kata aqd’ yang berarti pengikatan. Kata “aqidah” diambil
dari kata dasar “al-‘aqdu” yaitu ar-rabth (ikatan), al-ibraam (pengesahan), al-
ihkam (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh,kuat), asy-syaddu biquwwah
(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan) dan al-itsbaatu
(penetapan). Diantaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-
jazmu (penetapan).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang
mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya
adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan
adanya Allah dan diutusnya pada rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-
id. Aqidah islam itu sendiri bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan
dari akal atau pikiran manusia. Akal pikiran itu hanya digunakan untuk
memahami apa yang terkandung pada kedua sumber aqidah tersebut yang mana
wajib untuk diyakini dan diamalkan.
b) Aqidah secara terminology
Aqidah menurut istilah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan
jiwa menjadi tentram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh
dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

Aqidah adalah keyakinan, kepercayan tentang adanya wujud Allah yang Esa,
tunggal, tiada sekutu baginya. Aqidah merupakan dasar dari keislaman seseorang.
Suatu ilmu yang membahas tentang akidah umat islam disebut aqaid. Aqaid
berhubungan dengan masalah ketuhanan, kenabian, dan hal-hal ghaib, seperti qada dan
qadar, hari kiamat, surga, neraka dan sebagainya yang dibahas secara dalil naqliyah
(dinukilkan dari al-qur’an atau hadist) dan aqliyah (sesuai dengan jalan pikiran
manusia).
Aqidah merupakan dimensi pokok ajaran islam. Ibarat bangunan, aqidah adalah
fondasi yang diatasnya berdiri syari’at. Aqidah dan syariah merupakan dua hal yang
terkait secara erat. Syariah adalah manifestasi akidah dalam bentuk perbuatan (amal).
2
Aqidah yang kuat tanpa syariat tidak memiliki arti, sebaliknya syariat tanpa akidah

akan mudah rapuh karena fondasi yang kokoh. Dalam al-qur’an keduanya (aqidah dan syariah)
terangkai dalam iman dan amal shalih.

Menurut Sayid Sabiq, pengertian akidah atau keimanan tersusun kedalam enam
perkara, yaitu :
1. Ma’rifat kepada Allah, ma’rifat dengan nama-nama nya yang mulia (al-asma’
al-husna) dan sifat-sifatnya yang tinggi. Juga ma’rifat dengan bukti-bukti wujud
atau adanya serta kenyataan sifat keagungannya dalam alam semesta.
2. Ma’rifat dengan alam yang adadi balik alam semesta ini, yakni alam yang tidak
dapat dilihat. Demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang terkandung
didalamnya, yakni malaikat, serta kekuatan-kekuatan jahat yang berasal dari
iblis, setan dan segala tentara nya. Selain itu juga ma’rifat dengan apa yang ada
di alam yang lain lagi seperti zin dan ruh.
3. Ma’rifat dengan kitab-kitab Allah SWT yang diturunkan kepada para rasul,
yang salah satu isi utamanya adalah untuk dijadikan batas dan pembeda (furqan)
antara yang hak dan batil, baik dan buruk, halam dan haram.
4. Ma’rifat dengan nabi-nabi serta rasul-rasul Allah SWT yang dipilih olehnya
untuk menjadi pembimbing ke arah jalan yang benar dan diridhai Allah SWT.
5. Ma’rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disaat itu seperti
kebangkitan dari kubur, hisab, pahala, surga, siksa, dan neraka.
6. Ma’rifat kepada takdir (qada dan qadar) yang diatas keduanya itu berlaku
peraturan yang ada dialam semesta ini, baik dalam penciptaan maupun
pengaturannya.

B. Istilah Lain Tentang Aqidah


a) Istilah lain aqidah menurut Ahlusunnah
1. Al-Iman
Aqidah disebut juga al-iman sebagaimana yang disebutkan dalam Al-
Qur’an dan hadis-hadis Nabi Saw, karena aqidah membahas rukun iman
yang enam dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Sebagaimana
penyebutan al-iman dalam sebuah hadis yang masyhur disebut dengan
hadis Jibril Alaihissalam. Dan para ulama ahlus sunnah sering menyebut
istilah aqidah dengan al-iman dalam kitab-kita mereka.
3
2. Aqidah (I’tiqaad dan Aqaa-id)
Para ulama ahlu sunnah sering menyebut ilmu aqidah dengan istilah
Aqidah salaf : aqidah ahlul Atsar dan al- i’tiqaad di dalam kitab-kitab
mereka.
3. Tauhid
Aqidah dinamakan dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar
seputar tauhid atau pengesaan kepada Allah didalam Rububiyyah,
Uluhiyyah dan Asma’ wa shifat. Jadi, tauhid merupakan kajian ilmu
aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. Oleh karena
itulah ilmu ini disebut dengan ilmu tauhid secara umum menurut ulama
salaf.
4. As-sunnah
As-sunnah artinya jalan. Aqidah salaf disebut As-sunnah karena para
penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh rasulullah Saw dan
para sahabat Ra didalam masalah aqidah. Dan istilah ini merupakan
istilah masyur (populer) pada tiga generasi pertama.
5. Ushuluddin dan Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun-rukun iman, rukun-rukun islam dan masalah-
masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para
ulama.
6. Al-Fiqhul Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-fiqhul
Ashghar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi.
7. Asy-Syari’ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah
Azza wa jalla dan Rasulnya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan
yang paling pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah akidah).
b) Istilah lain Aqidah selain menurut Ahlusunnah
1. Ilmu kalam
Penamaan ini dikenal diseluruh kalangan aliran teologis mutakallim
(pengagung ilmu kalam), seperti aliran Mu’tazilah, Asyaa’irah dan
kelompok yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai,
karena ilmu kalam itu sendiri merupakan suatu hal yang baru lagi

4
diada-adakan dan mempunyai prinsip taqawwul (mengatakan sesuatu)
atas nama Allah dengan tidak dilandasi ilmu.
2. Filsafat
Istilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan
mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam aqidah, karena
dasar filsafat itu adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-
pandangan khurafat tentang hal-hal yang ghaib.
3. Tashawuf
Istilah ini dipakai oleh sebagian kaum shufi, filosof, orientalis serta
orang-orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak
boleh dipakai dalam aqidah, karena merupakan penamaan yang baru lagi
diada adakan. Didalamnya terkandung igauan kaum shufi, klaim-klaim
dan pengakuan-pengakuan khurafat mereka yang dijadikan sebagai
rujukan dalam aqidah. Penamaan tasawuf dan shufi tidak dikenal pada
awal islam. Penamaan ini terkenal (ada) setelah itu atau masuk kedalam
islam dari ajaran agama dan keyakinan selain islam.
4. Illahiyat
Illahiyat adalah kajian aqidah dengan metodologi filsafat. Ini adalah
nama yang dipakai oleh mutakallimin, para filosof, para orientalis dan
para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga
nama ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud adalah
filsafatnya kaum filososf dan penjelasan-penjelasan kaum mutakalimin
tentang Allah SWT menurut persepsi mereka.

C. Tokoh-Tokoh Ilmu Aqidah


Tokoh-tokoh yang mengemukakan pengertian Aqidah secara Terminologi (istilah)
yaitu :
a. Hasan al-Banna
“Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh
hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”

5
b. Abu Bakar Jabir al-Jazairy
“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh
manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh
manusia didalam hati serta diyakini kesahihan dan kebenarannya secara pasti
dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”
c. Imam Ghazali
“Jika dalam diri seseorang telah tumbuh aqidah pada hati nya, maka mereka
akan menganggap hanya Allah SWT sajalah yang memiliki kuasa atas segala
sesuatu. Sementara segala yang ada hanyalah makhluk”
d. Abdullah Azzam
“Aqidah adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwasannya beriman berarti
tidak mengingkari adanya enam rukun iman. Diantaranya adalah iman kepada
Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat serta Qada’ dan Qadar”
e. Ibnu Tarmiyah
“Aqidah adalah sesuatu yang tertanam dalam hati. Akan merasa tenang orang
yang memilikinya, di dalam jiwanya tidak sedikitpun menaruh prasangka
ataupun keraguan”
f. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy
“Aqidah adalah kebenaran logis yang mampu diterima manusia melalui akal,
wahyu dan juga fitrahnya. Dan kebenaran tersebut terletak pada hati yang
senantiasa akan menolak dengan tegas jika ada yang bertentangan dengannya”

D. Metode Mengajarkan Aqidah


Aqidah islam memang diakui mulanya bersumber dari wahyu yang diturunkan Allah
SWT, kepada nabi Muhammad Saw, yang kemudian menyampaikannya kepada umat
dengan berupa ayat-ayat al-qur’an dan sabda-sabda beliau (hadist). Dalam sejarah
pemikiran teologi islam, para ulama telah mempergunakan beberapa metode pemikiran,
baik dalam rangka memformulasikan pokok-pokok aqidah dari sumbernya, maupun
untuk mejadikannya sebagai keyakinan dalam diri ummat yang membutuhkannya.
Adapun metode yang digunakan adalah :

6
1) Metode Rasional (al-manhaj al-aqli)
Yaitu metode yang menganggap rasio sebagai alatyang dominan, sehingga
teks-teks wahyu harus diterima secara rasional, dan keyakinan orang terhadap
kebenaran materi aqidah harus didasarkan atas pengetahuan rasional. Untuk itu,
semua hasil pemikiran rasional umat manusia bisa dipergunakan bila
berdayaguna untuk memperkuat kebenaran dan menambah keyakinan.
Menurut metode ini, dimana alam semesta kerumitan hukum-hukumnya
adalah berupa dalil akal. Menurut akal, kebenaran sesuatu dapat diamati, diteliti,
dan dicapai oleh akal. Bahwa segala yang wujud pasti ada yang mewujudkan.
Yang mewujudkan pasti yang wajibul wujud, maha ada dan maha kekal.
Sebaliknya akal membantah keras bila ada sesuatu dengan sendirinya. Hal yang
dianggap mustahil aqli (mustahil bagi akal).
2) Metode Tekstual (al-manhaj an-naqli)
Yaitu metode berpikir yang berpegang teguh kepada teks-teks wahyu secara
harfiah, tanpa memberikan peranan kepada akal dan hasil pemikiran untuk
menjamah masalah-masalah aqidah, kecuali untuk sekedar sistematisasi pokok-
pokok aqidah tersebut. Dasar penggunaan metode ini ialah anggapan bahwa
teks-teks wahyu sudah komplit menampung segala masalah aqidah yang
diperlukan dan mengikuti tradisi para sahabat Nabi Muhammad dan para
pengikutnya. Dengan kata lain, akal untuk membuktikan atau sebagai dalil, hal-
hal yang bersifat materi. Sedang untuk mencapai non materi datangnya dari
tuhan yang wujudnya wahyu (naqli). Kebenaran yang dikandungnya pasti dan
mutlak.
Al-qur’an dan hadist rasulullah Saw dijadikan dasar dalam metode ini, dan
harus diterima dengan yakin dalam hati apa yang telah dinashkan didalamnya,
maka dalil itupun merupakan dalil yang paten dan pasti yang tidak perlu
diperdebatkan lagi. Untuk menerima Al-qur’an dan hadist sebagai sumber dan
dasar akidah, memang harus menggunakan akal. Orang dalam menggunakan
akal kadang-kadang tersesat juga. Ada orang yang fanatik percaya dan fanatik
tidak percaya. Banyak orang yang fanatik percaya (berta’asub), yang begitu saja
percaya sebelum menggunakan akal dan pikirannya. Ada juga orang yang
fanatik tidak percaya begitu saja sebelum memikirkan alasan-alasan dan dalil-
dalilnya serta bukti-buktinya.
7
Kedua sifat tersebut tercela, khususnya soal keyakinan (kepercayaan),
karena yang demikian itu akan mematikan otak, dan tidak membawa manusia
kearah kemajuan. Orang yang tidak percaya meskipun ada bukti-bukti yang
terang, padahal kalau mau memikirkannya mesti akan masuk didalam akalnya,
namun ia tetap tidak percaya. Bahkan bukti-bukti itu masih diselidiki lagi,
dengan maksud mencari apa yang tersembunyi dibalik bukti yang sudah terang
itu untuk mengingkari.
Islam mencela kedua-duanya, islam melarang untuk menerima dan menolak
begitu saja sebelum diselidiki dan dipikirkan terlebih dahulu. Dalam al-qur’an
terdapat ayat yang menyatakan beberapa peranan akal berpikir untuk
memahami keesaan maupun kekuasaan Allah, yaitu pada Q.S. Ali Imran/3:191
berbunyi :
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata) : Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, maha suci engkau, maka pelihara lah kami dari siksa neraka”
Berdasarkan ayat tersebut, maka akal mengerti kalau mampu berfikir secara
sehat. Dalam hal ini, peranan guru dan umunya juru pendidik penting sekali.
Mereka berkewajiban mengembangkan akal anak didik dengan cara
membimbingnya belajar berfikir secara sehat dan teratur, memberinya bukti-
bukti benar tentang segala sesuatu yang sesuai dengan kenyataan yang
sebenarnya. Tidak sekali-kali menceritakan hal-hal yang bertentangan dengan
akal.
Dalam perkembangan cara berpikir yang sehat dan benar, akal melahirkan
hukum akal yang dalam masalah keyakinan disebut dalil aqli. Dan kalau sudah
mampu berdalil aqli (logis), maka akal itu akan mudah menerima segala
keterangan dari al-qur’an dan hadist yang disebut dalil naqli.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Aqidah memiliki peranan penting dalam mendidik siswa, ruang lingkup aqidah yang dapat
membentuk akhlak mulia akan mengantarkan manusia sebagai manusia yang mengampuni
dalam segala aspek kehidupan. Iman yang teguh pasti tidak ada keraguan dalam hatinya dan
tidak akan tercampuri oleh kebimbangan. Beriman kepada Allah pasti akan melaksanakan
segala printahnya dan menjauhi larangannya. Beriman kepada Allah juga harus beriman
kepada malaikat, nabi, kitab, hari akhir, qada dan qadar Allah.

Aqidah adalah keyakinan, kepercayan tentang adanya wujud Allah yang Esa, tunggal, tiada
sekutu baginya. Aqidah merupakan dasar dari keislaman seseorang. Aqidah merupakan
dimensi pokok ajaran islam. Ibarat bangunan, aqidah adalah fondasi yang diatasnya berdiri
syari’at. Aqidah dan syariah merupakan dua hal yang terkait secara erat. Syariah adalah
manifestasi akidah dalam bentuk perbuatan (amal).

B. Saran

Dengan adanya penjelasan dimakalah ini semoga kita semua memahami betul bagaimana
study ilmu aqidah dan kita memahami bagaimana aqidah itu. Penulis tentunya masih menyadari
masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu saran dan masukan
sangat diharapkan dari pembaca untuk perbaikan pada makalah selanjutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayid.1982. Aqidah Islam (ilmu tauhid), terj. Moh. Abdai Rathomy, cet. III. Bandung:
Diponegoro

Nasution, Harun.1978. Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan. Jakarta:


Yayasan Penerbit Universitas Indonesia

Al-halwani, Aba Firdaus.2003. Membangun Akhlak Mulia Dalam Bingkai Al-Qur’an Dan As-
Sunnah. Yogyakarta: Al-Manar

10

Anda mungkin juga menyukai