Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AQIDAH AKHLAK
Makna Aqidah Islam, Kesatuan Aqidah, dan Keragaman Aqidah

Disusun oleh : KELOMPOK III


Anisa Fitri Febriani
Muhamad Aziz Fikri
Novia Anjeulika
Nurani El Haq
Nurwita
Resti Setianingsih
Riko
Sidqi Apriansyah

Dosen Pengampu :
Ibu Ai Enung S.Pd., M.Pd.I

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


MUHAMMADIYAH
GARUT 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu


Puiji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan
keselamatan Allah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para sahabatnya,serta para pengikutnya yang setia hingga
akhir zaman, dan kami bersyukur atas tersusunnya makalah ini.
Kami menucapkan banyak terimakasih kepada dosen pengampu yang telah
memberikan kami kesempatan untuk menyusun makalah yang berjudul Makna
Aqidah, Kesatuan Aqidah, dan Keragaman Aqidah.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, apabila
dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. LATAR BELAKANG...............................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................1
C. TUJUAN PENULISAN............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2

A. MAKNA AQIDAH...................................................................................2
B. KESATUAN AQIDAH.............................................................................3
C. KERAGAMAN AQIDAH........................................................................6

BAB III PENUTUP...............................................................................................9

A. KESIMPULAN.........................................................................................9
B. KRITIK DAN SARAN ............................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sepanjang sejarah, Tauhid digunakan untuk menetapkan dan menerangkan
segala apa yang diwahyukan Allah kepada RasulNya. Perkembangan Tauhid
mengalami beberapa tahapan sesuai dengan dengan perkembangan manusia, yang
dimulai pada masa nabi Adam, Rasulullah SAW, masa Khullafaurrasyidun,
sampai sekarang, walaupun demikian dari nabi Adam hingga sekarang aqidah
dalam islam tetap satu yaitu mengesakan Tuhan.
Aqidah Islam berpangkal pada keyakinan “Tauhid” yaitu keyakinan tentang
wujud Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada yang menyekutuinya, baik dalam
zat, sifat-sifat maupun perbuatannya. Akhlak mulia berawal dari aqidah, jika
aqidahnya sudah baik maka dengan sendirinya akhlak mulia akan terbentuk. Iman
yang teguh pasti tidak ada keraguan dalam hatinya dantidak tercampuri oleh
kebimbangan. Beriman kepada Allah pasti akan melaksanakan segala perintahnya
dan menjauhi larangannya. Beriman kepada Allah juga harus beriman kepada
Malaikat, Nabi, kitab, hari akhir, qada dan qadar Allah
B. Rumusan Masalah
Apa makna aqidah?
Bagaimana kesatuan aqidah?
Bagaaimana keragaman aqidah?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui makna aqidah.
Untuk mengetahui dan memahami kesatuan aqidah.
Untuk mengetahui dan memahami keragaman aqidah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. MAKNA AKIDAH
Istilah akidah tentu saja bukan istilah yang asing dalam pengetahuan islam.
Bisa dibilang, pemahaman mengenai akidah adalah landasan dari ajaran islam.
Sehingga, setiap orang yang mengaku sebagai muslim, harus memiliki akidah
yang benar terlebih dahulu. Dan tentu saja, hal ini perlu diimbangi dengan
pemahaman yang benar terhadap akidah tersebut terlebih dahulu.
a. Makna Akidah Secara Bahasa
Salah satu daya tarik bahasa Arab adalah bahwa suatu kata tidak muncul
begitu saja. Setiap istilah memiliki asal kata yang jika dipahami dengan baik akan
memberikan makna filosofis yang dalam terhadap kata tersebut. Begitu juga
dengan istilah akidah atau i’tiqod.
Kata akidah sendiri berasal dari kata al-‘aqdu yang artinya kokoh, kuat, dan
erat. Dari sini, maka bisa diketahui bahwa kata akidah secara bahasa berarti
keyakinan yang kokoh atas sesuatu sehingga tidak ada keraguan yang
mengiringinya. Keyakinan ini tentu saja harus sesuai dengan realita agar akidah
yang dimiliki menjadi benar.
b. Akidah yang Benar dan Akidah yang Bathil
Dalam setiap agama, pasti ada akidah yang dimiliki dan dipegang oleh para
penganut agama tersebut. Namun, jika bicara tentang akidah yang benar, tentu
saja hanya ada di dalam Islam. Akidah yang dimiliki umat Islam berasal dari
Allah SWT, Dzat yang Maha Mengetahui. Dan inilah akidah yang benar.
Salah satu buktinya adalah dengan merunut kisah para nabi dan apa yang
diajarkannya. Allah mengutus nabi dan Rasul dengan jarak yang bervariasi antara
satu dengan lainnya. Bahkan bisa berjarak ratusan tahun. Selain itu, lokasi para
nabi tersebut berdakwah juga berbeda – beda. Namun, jika melihat dari ajaran
yang disampaikan, maka akidah yang diajarkan oleh para nabi tersebut merupakan
akidah yang sama.
Berkebalikan dengan akidah yang benar, akidah yang salah adalah segala
bentuk akidah yang bertentangan dengan wahyu dan firman Allah. Termasuk

5
akidah yang bersumbel dari akal manusia, wahyu yang diselewengkan, dan lain
sebagainya.
c. Akidah Dalam Definisi Syar’i
Dalam Islam, akidah adalah masalah – masalah ilmiyah yang asalnya dari
Allah dan Rasul. Karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk memiliki keyakinan
yang utuh terhadap hal tersebut sebagai bentuk pembenaran terhadap Allah dan
Rasulnya.
Menarik untuk diketahui bahwa istilah akidah adalah istilah baru yang tidak
dikenal dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Meski begitu, penggunaan istilah yang
jamak di kalangan para ulama menjadikan istilah ini boleh digunakan. Selain
istilah akidah, istilah lain yang semakna dengan akidah juga kerap digunakan, di
antaranya adalah fiqhul akbar, iman, sunnah, tauhid, syariah, dan ushuluddin.
Masing – masing istilah ini sering kali dipakai secara khusus sesuai dengan
makna yang lebih luas ataupun lebih sempit dari makna akidah. Seperti istilah
iman yang membahas mengenai ketundukan terhadap wahyu. Atau istilah
ushuluddin yang sering digunakan sebagai istilah dalam menyebut fakultas akidah
sebagai fakultas ushuluddin di beberapa universitas Timur Tengah.
2. KESATUAN AKIDAH
Manusia, sejak masa azali, telah dimintai kesaksiannya tentang siapa Tuhan
mereka. Ketika nabi adam a.s diturunkan kedunia, beliau membawa serta akidah
ketauhidan itu. Akidah tauhid ini beliau ajarkan kepada anak cucunya sampai
turun temurun. Ketika nabi adam wafat, diantara cucu-cucu beliau terdapat
beberapa orang yang menyimpang dari akidah ini karena godaan syaitan. Dari
penyimpanan akidah inilah kelak lahir kepercayaan-kepercayaan yang sesat dan
menyimpang dari agama yang benar. Jumlah mereka yang tersesat itu dari hari
kehari semakin bertambah, sedangkang akidahnya pun semakin jauh dari
sumbernya yang asli. Untuk mengembalikan akidah yang sesat itu, Allah
mengutus seorang rasul yang dipilihnya dari kalangan anak cucu adam dengan
membawa akidah tauhid pula. Rasul baru ini lalu menyampaikan ajaran untuk
masuk kembali kedalam agama(islam) yang dulu dibawa oleh nabi Adam. Umat
manusia pun, yang waktu itu jumlahnya belum begitu banyak, sebagian kembali
kepada akidah tauhidnya. Namun adapula yang tetap berpegang pada akidahnya

6
yang telah sesat itu. Ibarat domba-domba, saat mereka diawasi dan diasuh oleh
pengalamnnya, mereka tenang dan tertib. Namun, begitu penggembalanya
pergi,serta merta, domba-domba itu pun berpencaran, dan tidak jarang menjadi
tersesat dan hilang. Begitulah, pada saat rasul sesudah nabi adam itu dipanggil
menghadap Allah untuk selamanya, sebagian dari ummatnya ada yang
menyimpang dari akidah yang diajarkannya. Sementara itu, jumlah manusia pun
terus bertambah dari waktu kewaktu. Pada saat kesesatan itu sudah demikian
nyata, Allah mengutus lagi seorang rasul untuk mengembalikan anak cucu adam
itu pada akidahnya yang benar. Bila sudah demikian, Allah pun mengutus pula
seorang rasul dengan membawa ajaran yang sama, akidah ketauhidan. Begitulah
seterusnya, nabi dan rasul silih berganti datang dan pergi, nabi Adam wafat,
tampil nabi Idris, nabi Idris wafat, datang nabi Nuh, nabi Nuh wafat, diutus pula
nabi Shalih dan seterusnya bersambung panjang membentuk garis vertikal dari
nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad SAW. Adapun anak cucu
adam yang menyimpang dari akidah yang benar, membentuk cabang dan ranting-
ranting yang terus berkembang menjadi beribu-ribu agama dan kepercayaan yang
sesat
Tidak semua rasul yang diutus Allah itu mendapat sambutan yang baik dari
ummatnya. Hampir seluruhnya mendapat tantang dari ummatnya, dan bahkan
adapula yang diusir dari negerinya, disiksa, dan dibunuh. Sekalipun demikian,
selalu ada pengikutnya yang melanjutkan ajaran para rasul itu.
Dengan demikian, hakikatnya akidah tauhid merupakan akidah yang satu yang
merentang panjang dari Adam hingga nabi Muhammad, itulah yang dimaksud
dengan kesatuan akidah dalam sejarah ummat manusia ini. Adapun ajaran-ajaran
agama yang tidak mencerminkan ketauhidan, hanyalah merupakan penyimpangan
dari akidah ketauhidan yang satu itu. Adanya kepercayaan terhadap zat yang maha
tinggi dikalangan berbagai bangsa primitif seperti yang selama ini dibuktikan oleh
para ahli,selain menjadi bukti bahwa beragama itu merupakan naluri manusia
sekaligus bisa dinyatakan sebagai sisa-sisa akidah tauhid yang dibawa oleh para
nabi terdahulu serta membantah kebenaran teori evolusi dalam kepercayaan
ummat manusia. Kalaupun ada yang bisa disebut evolusi hal itu terdapat pada
peningkatan dan penyempurnaan syariat yang ditetepakan Allah utnuk mengatur

7
kehidupan mansuia. Syariat itu dimaksudkan untuk mengatur kehidupan manusia,
sedangkan kehidupan it uterus berkembang dari waktu kewaktu maka syariat yang
ditetapkan oleh Allah terlihat mengalami peningkatan dan penyempurnaan, pada
masa nabi Adam, ketika jumlah manusia masih bisa dihitung dengan jari, syariat
Allah membenarkan pernikahan antara saudara kandung sendiri. Akan tetapi,
pada saat manusia sudah berkembang menjadi ummat yang besar syariat Allah
yang berkaitan hal ini kemudia disempurnakan. Demikian pula syariat yang
berkenaan dengan aspek kehidupan lain yang mencapai puncak kesempurnaannya
pada saat kerasulan nabi Muhammad SAW. Itulah makna firman Allah SWT
dalam surah Al-Baqarah Ayat 213 yang artinya “ manusia itu adalah ummat yang
satu (setelah timbul perselisihan) maka Allah mengutus para nabi sebagai
pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
meerka kitab dengan benar untuk member keputusan diantara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu,
melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab,yaitu setelahg
datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki anatra
mereka sendiri. Maka Allah member petunjuk orang-orang yang beriman kepada
kebenaran tentang hal-hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendaknya.
Alllah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendakinya kepada jalan yang
lurus”
Allah juga berfirman dalam surah Al-Mu’minun ayat 52-53 yang artinya “
sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu
dan aku adalah Tuhanmu maka bertakwalah kepadaku. Kemudia, mereka
pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi
beberapa pecahan tiap-tiap golongan merasa bangsa dengan apa yang ada pada
sisi mereka (maisng-masing)”.
Begitu juga firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 163-164 yang
artinya “ sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana
kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan
kami telah memberikan wahyu pula kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan
anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman, dan kami berikan Zabur
kepada daud, dan kami telah mengutus rasul-rasul yang sungguh telah kami

8
kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak kami
kisahkan kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”
Apa yang biasa ditarik dari ketiga ayat tersebut diatas, dan juga berbagi ayat lain
yang sejenis adalah para nabi itu semuanya menyerukan ajaran yang sama yakni
Tauhid.
3. KERAGAMAN AKIDAH
Semenjak kadaulatan Negara Tauhid berdiri di bawah pimpinan Rasul Allah
yang terakhir yakni, Nabi Muhammad SAW, keadaan akidah tetap dalam
kesuciaannya yang berasal dari wahyu ilahi dan ajaran-ajaran yang diberikan dari
langit. Dasar utamanya yang digunakan sebagai pedoman adalah Al-Qur’an dan
Al-Hadis. Pada tingkat permulaan, yang dituju ialah memberikan didikan dalam
watak dan tabiat, meluhurkan sifat-sifat yang bersangkutan dengan gharizah qalbu
dan cara didikan yang harus dilalui dan ditempuh. Maksudnya ialah setiap
manusia dari kalangan masyarakat itu dapat memperoleh keluhuran yang yang
sesuai dengan kehormatan dan kemuliaan dirinya sehingga tumbuhlah suatu
kekuatan secara otomatis yang amat kokoh dalam kehidupan.
Selanjutnya, setelah datang masa pertikaian yang banyak berdasarkan
siasat dan politik, apalagi setelah adanya hubungan dengan pemikiran-pemikiran
filsafat dan ajaran-ajaran agama lain, kemudian memaksa otak manusia untuk
menyelami sesuatu yang tidak kuasa dicapainya, itulah yang menjadi sebab pokok
terjadinya pergantian atau penyelewengan dari jalan yang ditempuh oleh para nabi
dan rasul. Ini pula yang merupakan sebab utama keimanan yang asalnya cukup
luas dan mudah diterima, serta amat tinggi nilainya lalu menjadi berbagai macam
pemikiran yang berisikan atau menjadi bahan kiasan yang banyak diperselisihkan
menurut ketentuan mantik atau ilmu bahasanya, juga menjadi pokok perdebatan
dan perselisihan pendapat yang tidak berujung dan berpangkal sama sekali.
Ajaran keimanan yang sudah berubah itu, akhirnya tidak lagi
mencerminkan keimanan yang dapat menjadikan jiwa kembali suci, amal
perbuatan menjadi mulia dan baik, atau memberi semangat gerak pada
perseorangan dapat memberi daya hidup pada umat dan bangsa.
Sebagai akibat dari perselisihan dalam berbagai persoalan siasat dan
politik, terjadi penyelewengan ajaran-ajaran tauhid yang dibawa oleh para rasul,

9
dan paham pemikiran madzhab-madzhab itu berpecah-belah menjadi beberapa
golongan. Para tokohnya, kemudian memberikan pengajaran yang berlainan,
berbeda antara satu dan lainnya.
Setiap ajaran mencerminkan corak tersendiri dari cara pemikiran tertentu.
Masing-masing pihak menganggap bahwa apa yang mereka miliki dan mereka
pegang sajalah yang benar, sedangkan yang lain, yang tidak sepaham dengannya,
adalah salah. Demikianlah, anggapan setiap golongan. Bahkan, ada anggapan
yang lebih ekstrem lagi, yakni siapa saja yang tidak masuk ke dalam golongan
kelompoknya dianggap ke luar dari Islam (kafir).
Oleh karena itu, muncullah paham-paham seperti: paham ahli hadis,
paham Asy’ariyah, paham Maturidiah, paham Mu’tazilah, paham Syi’ah, paham
Jahamiah, dan masih banyak lagi paham lainnya. Bahkan, di antara mereka terjadi
perselisihan antara kaum ‘Asy’ariyah dengan kaum Mu’tazilah.
Pokok utama yang menyebabkan timbulnya perselisihan dan perbedaan
pendapat tersebut, berkisar dalam hal-hal:
1. Apakah keimanan itu hanya sebagai kepercayaan saja ataukah kepercayaan
yang ada hubungannya dengan amal perbuatan?
2. Apakah sifat-sifat Allah SWT. Yang dztiah itu kekal ataukah dapat lenyap
darinya?
3. Manusia itu masayyar dan mukhayyat?
4. Apakah wajib atas Allah SWT. Itu mengerjakan yang baik atau yang terbaik
ataukah yang wajib?
5. Apakah baik ataua buruk itu dapat dikenal dengan akal atau dengan
syari’at?
6. Apakah Allah SWT. Itu wajib memberi pahala kepada orang yang taat dan
menyiksa kepada orang yang bermaksiat ataukah tidak wajib sedemikian?
7. Apakah Allah SWT. Dapat dilihat di akhirat nanti ataukah hal itu mustahil
sama sekali?
8. Bagaimanakah hukum seseorang yang menumpuk-numpuk dosa besar
sehingga matinya tidak bertobat?
Masih banyak lagi persoalan yang merupakan bahan perselisihan pendapat
berbagai golongan kaum mukminin menyebabkan tersobek-sobeknya umat Islam

10
menjadi berbagai golongan dan partai
Benar-benar sangat menyedihkan sebab hasil dari pertengkaram yang tidak
berujung pangkal ini adalah kaum muslimin membuat suatu kesalahan yang amat
besar, suatu kekeliruan yang amat berbahaya.
Akidah yang semula teguh dan mantap telah menjadi goyah dan goncang
dalam hati. Keimanan pun tidak meresap dalam jiwa sehingga akidah itu tidak lagi
dapat menguasai jalan kehidupan yang harus ditempuh oleh setiap umat muslim
dan kehidupan yang harus ditempuh oleh setiap umat muslim dan bahkan
keimanan itu sendiri tidak dapat lagi menjadi pusat pemerintahan yang menjiwai
segala tindak dan langkahnya orang yang mengaku sebagai pemeluknya.
Sebagai kelanjutan dari akidah yang sudah lemah itu, lalu kelemahan itu
merata pula pada pribadi perseorangan, keluarga, masyarakat, dan negara, bahkan
pengaruh kelemahan tersebut mengenai pula segala segi kehidupan umat manusia.
Kelemahan itu merayap di segenap penjuru, sehingga umat itu menurun kepada
generasi-generasi yang berikutnya, tidak pula dapat memberikan
pertanggungjawabannya, baik ke dalam maupun ke luar.
Umat islam tidak lagi menetapi sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah
SWT. Menjadi pribadi yang cukup cakap untuk menjadi pemimpin umat serta
pemberi petunjuk kepada seluruh bangsa di dunia. Ini merupakan akibat dari
kelemahan yang datang bertubi-tubi sebagimana diuraikan di atas.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Akidah erat hubungannya dengan akhlak, karena akhlak tersarikan dari


akidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beerakidah dengan
benar, maka akhlak nya pun akan benar, baik, dan lurus. Begitu pula sebaliknya,
jika akidah salah, maka akhlak nya pun akan salah. Aqidah erat hubungannya
dengan akhlak. Aqidah merupakan landasan dan dasar pijakan untuk semua
perbuatan. Akhlak adalah segenap perbuatan baik dari seorang mukalaf, baik
hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun lingkungan hidupnya.
Berbagai amal perbuatan tersebut akan memiliki nilai ibadah dan terkontrol dari
berbagai penyimpangan jika diimbangi dengan keyakinan aqidah yang kuat. Oleh
sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan, seperti halnya antara jiwa dan raga.

B. Saran dan Kritik

Kami menyadari, dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan.


Oleh karena itu, kami sebagai penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari
semua pihak terutama dosen. Kami hanyalah manusia biasa. Jika ada keslahan,itu
datangnya dari kami sendiri dan jika ada kebenaran,itu datangnya dari Allah
SWT.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mutmainnah Syam. 2013. “Kesatuan dan Keragaman Aqidah Dalam Islam”,


http://mutmainnahjudge.blogspot.com/2013/10/kesatuan-dan-keragaman-akidah-
dalam.html?m=1, diakses 9 Februari 2023

PAUD IT Al Hasanah Bengkulu. 2020. “Memahami Makna Aqidah dalam Islam”,


https://paudit.alhasanah.sch.id/pengetahuan/memahami-makna-aqidah-dalam-
islam/, diakses 9 Februari 2023

13

Anda mungkin juga menyukai