Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TAFSIR MAUDHU’I MENGENAI RUKUN IMAN


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Tafsir Aqidah

Dosen Pengampu:
Dr. Syarif Hidayat, M. Pd

Disusun oleh:
Arwim Jaerophy (NIM : 22.03. 3135)
Hanif Sofiyuddin Yusup (NIM : 22.03. 3017)
Hildan Abdul Rohman (NIM : 22. 03. 3019)
Masbub Raup Abdur Rohim (NIM : 23. 03. 3233)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM PERSIS BANDUNG
2023 M/1444 H

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk
dan agama yang benar, pemberi kabar gembira dan peringatan sebagai pelita dan penerang.
Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada beliau, keluarga, sahabat, serta yang
mengikutinya dengan baik hingga hari pembalasan.

Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul

“TAFSIR MAUDHUI TENTANG RUKUN IMAN” yang menurut kami dapat menambah
khazanah pengetahuan kita semua.

Kami perlu menyatakan prakata tentang sistematika makalah ini tidak terlepas dari
bantuan yang banyak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena terbatasnya
pengetahuan yang kami miliki, oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk dan saran
serta kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Bandung, 19 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................... iii
BAB I ............................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................................. 2
BAB II .............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN........................................................................................................................... 3
A. Pengertian Rukun Iman ...................................................................................................... 3
B. Dalil-dalil tentang Rukun Iman........................................................................................... 4
C. Pengertian Rukun Iman yang 6 menurut Ahlu Sunnah Wal jamaah .............................. 10
D. Apa Saja Kesalahan Dan Penyelewengan Firqoh Diluar Ahlus Sunnah Wal Jamaah
Dalam Memahami Rukun Iman? ............................................................................................. 16
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 1
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 1
B. Saran .................................................................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 2

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Rukun Iman adalah salah satu ajaran dasar dalam agama Islam yang berfungsi
sebagai fondasi utama dalam memperkuat keyakinan umat Muslim. Rukun Iman
terdiri dari enam prinsip yang harus diyakini oleh setiap individu yang mengakui
dirinya sebagai seorang Muslim.

Latar belakang Rukun Iman dapat dilihat dari konteks sejarah perkembangan
ajaran Islam. Rukun Iman muncul setelah Rasulullah Muhammad menerima
wahyu dari Allah dalam bentuk Al-Qur'an dan hadist-hadist. Setelah
menyampaikan risalah Islam kepada umat manusia, Rasulullah juga menekankan
pentingnya memahami dan mempraktikkan enam prinsip Rukun Iman sebagai
fondasi dalam beragama.

Dalam Al-Qur'an, terdapat beberapa ayat yang menegaskan pentingnya


Rukun Iman dalam kehidupan umat Muslim. Salah satunya adalah surat Al-
Baqarah ayat 285, "Rasulullah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya
dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Kesemuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan
mereka juga beriman pada hari terakhir."

Latar belakang Rukun Iman juga dapat dilihat dari keyakinan dalam ajaran
Islam bahwa iman merupakan aspek vital dalam hubungan manusia dengan
Tuhan. Rukun Iman dianggap sebagai fondasi yang kuat untuk memperkuat
keyakinan umat Muslim dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan
memegang teguh Rukun Iman, umat Muslim diyakini dapat memperoleh
kebahagiaan dan ridha dari Allah.

1
Selain itu, Rukun Iman juga berperan penting dalam menghasilkan tindakan
dan perilaku yang positif dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Islam, iman yang
kuat diyakini akan mendorong individu untuk bertindak baik, menghormati
sesama manusia, dan menjalankan segala perintah dan larangan agama dengan
penuh kesadaran.

Melalui pemahaman dan pengamalan Rukun Iman, umat Muslim diharapkan


dapat memperkuat hubungan dengan Allah, meningkatkan kualitas hidup
mereka, dan membentuk persatuan dalam menjalankan ajaran Islam. Latar
belakang Rukun Iman mencerminkan pentingnya keyakinan, tindakan, dan
pengabdian kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Rukun Iman?
2. Sebutkan dalil- dalil tentang Rukun Iman?
3. Apa Pengertian Rukun Iman yang 6 menurut pandangan Ahlus sunnah wal
jamaah?
4. Apa saja kesalahan dan penyelewengan fiqoh diluar Ahlus sunnah wal jamaah
dalam memahami Rukun Iman?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Rukun Iman
2. Mengetahui dalil-dalil tentang Rukun Iman
3. Mengetahui pandangan Ahlus sunnah wal jamaah dalam memahami Rukun
Iman
4. Mengetahui kesalahan dan penyelewengan firqoh diluar Ahlus sunnah wal
jamaah dalam memahami Rukun Iman

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rukun Iman
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang iman, maka
beliau bersabda,“Iman itu ialah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir, serta beriman kepada
kadar yang baik dan kadar yang buruk.”
Rukun iman ialah ibadah-ibadah hati yang diwajibkan pada setiap muslim.
Tidak sah keislaman seseorang kecuali dengan meyakininya. Oleh karena itu, ia
disebut sebagai rukun iman.
Perbedaannya dengan rukun Islam ialah bahwa rukun Islam adalah amalan-
amalan lahir yang ditunaikan oleh seseorang dengan anggota badannya, seperti
melafalkan dua kalimat syahadat, salat, dan zakat, sedangkan rukun iman adalah
amalan-amalan hati yang ditunaikan oleh seseorang dengan hatinya, seperti iman
kepada Allah, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.
Iman adalah keyakinan hati yang bulat kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk, serta
mengikuti dan mengimplementasikan semua yang diajarkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Iman itu diimplementasikan dalam bentuk ucapan
dengan lisan, seperti melafalkan “Lā ilāha illallāh”, membaca Al-Qur`ān, tasbih
dan tahlil, serta memuji Allah;diimplementasikan dalam bentuk amalan lahiriah
dengan anggota tubuh, seperti salat, haji, dan puasa; dan diimplementasikan
dalam bentuk amalan batin yang berkaitan dengan hati, seperti cinta, takut,
tawakal, dan ikhlas kepada Allah.
Para ulama mendefinisikan secara ringkas bahwa iman adalah meyakini
dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota
badan; ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

3
B. Dalil-dalil tentang Rukun Iman
1. Tafsir An-Nisa: 136
(Hai orang-orang yang beriman, berimanlah kamu) artinya tetaplah beriman (kepada
Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan-Nya kepada rasul-Nya)
Muhammad saw. yakni Alquran (serta kitab yang diturunkan-Nya sebelumnya)
maksudnya kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para rasul, dan menurut satu qiraat
kedua kata kerjanya dalam bentuk pasif. (Dan siapa yang ingkar kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat, maka sungguhnya ia
telah sesat sejauh-jauhnya) dari kebenaran. (tafsir jalalayn)

ِ ‫على َرسُو ِل ِه َو ْالكِتا‬


‫ب الَّذِي أ َ ْنزَ لَ م ِْن قَ ْب ُل َو َم ْن يَ ْكفُ ْر‬ ِ ‫اَّلل َو َرسُو ِل ِه َو ْالكِتا‬
َ ‫ب الَّذِي ن ََّز َل‬ ِ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا آ ِمنُوا ِب‬
)136( ً ‫ضالالً َبعِيدا‬ َ ‫ض َّل‬ َ ْ‫س ِل ِه َو ْال َي ْو ِم ْاْلخِ ِر فَقَد‬
ُ ‫اَّلل َو َمالئِ َكتِ ِه َوكُت ُ ِب ِه َو ُر‬
ِ َّ ‫ِب‬

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang
Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk
mengamalkan semua syariat iman dan cabang-cabangnya, rukun-rukunnya serta
semua penyanggahnya. Tetapi hal ini bukan termasuk ke dalam pengertian
perintah yang menganjurkan untuk merealisasikan hal tersebut, melainkan
termasuk ke dalam Bab "Menyempurnakan Hal yang Telah Sempurna,
Mengukuhkannya, dan Melestarikannya".
Perihalnya sama dengan apa yang diucapkan oleh seorang mukmin dalam setiap
salatnya, yaitu bacaan firman-Nya:

َ ‫ط ْال ُم ْستَق‬
‫ِيم‬ َ ‫الصرا‬
ِ ‫ا ْه ِدنَا‬

Tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (Al-Fatihah: 6)


Dengan kata lain, terangilah kami ke jalan yang lurus, dan tambahkanlah kepada
kami hidayah serta mantapkanlah kami di jalan yang lurus. Allah Swt.
memerintahkan kepada mereka untuk beriman kepada-Nya dan kepada Rasul-
Nya, seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

4
َ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
‫َّللا َوآ ِمنُوا بِ َرسُو ِل ِه‬

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah


kepada Rasul-Nya. (Al-Hadid: 28)

Adapun firman Allah Swt.:

ِ ‫{ َو ْال ِكت َا‬


َ ‫ب الَّذِي نز َل‬
}‫علَى َرسُو ِل ِه‬

dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya. (An-Nisa: 136)
Yakni Al-Qur'an.

ِ ‫{ َو ْال ِكت َا‬


}‫ب الَّذِي أَنز َل م ِْن قَ ْب ُل‬

serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (An-Nisa: 136)


Makna yang dimaksud ialah semua jenis kitab yang terdahulu. Sedangkan
mengenai kitab Al-Qur'an, hal ini diungkapkan dengan memakai lafaz nazzala,
karena Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur lagi terpisah-pisah
disesuaikan dengan kejadian-kejadiannya menurut apa yang diperlukan oleh
semua hamba dalam kehidupan di dunia dan kehidupan akhirat mereka. Adapun
kitab-kitab terdahulu, maka semuanya diturunkan sekaligus. Karena itulah dalam
ayat ini disebutkan:

ِ ‫{ َو ْال ِكت َا‬


}‫ب الَّذِي أَنز َل م ِْن قَ ْب ُل‬

serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (An-Nisa: 136)


Kemudian Allah Swt. berfirman:

َ ْ‫اَّلل َو َمالئِ َكتِ ِه َوكُتُبِ ِه َو ُرسُ ِل ِه َو ْاليَ ْو ِم اْلخِ ِر فَقَد‬


َ ‫ض َّل‬
}‫ضالال بَعِيدًا‬ ِ َّ ِ‫{ َو َم ْن يَ ْكفُ ْر ب‬

Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,


rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 136)
Dia telah keluar dari jalan hidayah dan jauh dari jalan yang benar dengan
kejauhan yang sangat. (ibnu katsir)

5
2. Tafsir Al-Qomar: 49

Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Kami menciptakan


segala sesuatu menurut ukuran. (Al-Qamar: 49) Semakna dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya: dan Dia menciptakan segala sesuatu, dan Dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (Al-Furqan: 2) Dan
firman Allah subhanahu wa ta’ala: . Sucikanlah nama Tuhanmu Yang
Mahatinggi, yang menciptakan dan yang menyempurnakan (penciptaan-Nya)
dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. (Al-A'la:
1-3) Yakni Dia telah menentukan ukuran masing-masing makhluk-Nya dan
memberi petunjuk kepada semua makhluk-Nya. Karena itulah maka para imam
dari kalangan Ahlus Sunnah menyimpulkan dalil dari ayat ini yang membuktikan
akan kebenaran dari takdir Allah yang terdahulu terhadap makhluk-Nya. Yaitu
pengetahuan Allah subhanahu wa ta’ala akan segala sesuatu sebelum kejadiannya
dan ketetapan takdir-Nya terhadap mereka sebelum mereka diciptakan oleh-Nya.
Dan dengan ayat ini serta ayat-ayat lainnya yang semakna, juga hadits-hadits
yang shahih, kalangan Ahlus Sunnah membantah pendapat golongan Qadariyah,
yaitu suatu golongan yang muncul di penghujung masa para sahabat. (ibnu katsir)

3. Tafsir Al-Anfal: 3

Orang-orang yang terus menerus dalam menjalankan shalat fardu pada


waktu-waktunya, dan dari rizki yang kami berikan kepada mereka dari harta-
harta mereka infakan sesuai apa yang Allah perintahkan kepada mereka. (Tafsir
Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia)

Firman Allah subhanahu wa ta’ala: (yaitu) orang-orang yang mendirikan


shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
(Al-Anfal: 3) Melalui ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menyinggung amal
perbuatan mereka yang beriman, setelah terlebih dahulu menyebutkan perihal
keyakinan dan akidah mereka. Amal perbuatan ini mengandung semua
kebajikan, yaitu mendirikan shalat yang merupakan hak Allah subhanahu wa
ta’ala Sehubungan dengan hal ini Qatadah mengatakan bahwa mendirikan shalat

6
ialah memelihara waktu-waktu penunaiannya, wudunya, rukuk dan sujudnya.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, mendirikan shalat artinya memelihara waktu-
waktu penunaiannya; menyempurnakan bersuanya, melakukan rukuk dan
sujudnya dengan sempurna, membaca Al-Qur'an di dalamnya, serta membaca
tasyahhud dan salawat untuk Nabi ‫ ﷺ‬Sifat orang yang beriman lainnya ialah
menafkahkan sebagian dari apa yang direzekikan oleh Allah kepada mereka;
termasuk ke dalam pengertian ini ialah mengeluarkan zakat dan semua hak
hamba-hamba Allah, baik yang wajib maupun yang sunat. Semua makhluk
adalah tanggungan Allah, maka orang yang paling disukai oleh Allah di antara
mereka adalah orang yang paling bermanfaat bagi makhluk-Nya. Qatadah telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan yang menafkahkan
sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (Al-Anfal: 3) Yakni
belanjakanlah sebagian dari rezeki Allah yang diberikan kepada kalian karena
sesungguhnya harta ini adalah pinjaman dan titipan yang diserahkan kepadamu,
wahai anak Adam! Dan dalam waktu yang dekat kamu akan berpisah dengannya.
(ibnu katsir)

4. Tafsir Al-Anfal: 4

Mereka yang mengerjakan amal-amal tersebut, itulah orang-orang Mukmin


sejati, secara lahir dan batin terhadap wahyu yang Allah turunkan kepada mereka.
Bagi mereka tempat-tempat tinggal yang tinggi d sisi Allah, dan ampunan
terhadap dosa-dosa mereka, serta rizki yang mulia, yaitu surga. (Tafsir Al-
Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia)

Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Itulah orang-orang yang beriman dengan


sebenar-benarnya. (Al-Anfal: 4) Maksudnya, mereka yang menyandang sifat-
sifat ini adalah orang-orang yang beriman dengan sesungguhnya. An-Hafidzh
Abul Qasim At-Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Abu
Kuraib, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Khalid ibnu Yazid As-Saksiki, dari Sa'id ibnu

7
Abu Hilal, dari Muhammad ibnu Abul Jahm, dari Al-Haris ibnu Malik Al-Ansari,
bahwa ia bersua dengan Rasulullah ‫ﷺ‬, lalu Rasulullah ‫ ﷺ‬bertanya kepadanya,
"Bagaimanakah keadaanmu pagi hari ini, wahai Haris? Al-Haris menjawab,
"Kini aku menjadi orang yang beriman sesungguhnya. Rasulullah ‫ ﷺ‬bertanya
lagi, "Pikirkanlah apa yang telah kamu katakan itu, karena sesungguhnya setiap
sesuatu itu mempunyai hakikatnya masing-masing. Maka bagaimanakah hakikat
imanmu? Al-Haris menjawab, "Aku jauhkan diriku dari duniawi. Aku bergadang
di malam hariku (seraya melakukan shalat sunat) dan kuhauskan diriku di siang
harinya (seraya menjalankan puasa), sehingga seakan-akan diriku melihat 'Arasy
Tuhanku tampak jelas, melihat ahli surga yang sedang saling berkunjung di
antara sesamanya di dalam surga, dan melihat penduduk neraka sedang menjerit-
jerit di dalamnya." Maka Nabi" ‫ ﷺ‬bersabda, "Wahai Haris, sekarang engkau telah
mengetahui, maka tetaplah pada jalanmu," sebanyak tiga kali. Amr ibnu Marrah
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Itulah orang-orang
yang beriman dengan sebenar-benarnya. Al-Anfal: 4) Sesungguhnya Al-Qur'an
ini diturunkan dengan bahasa Arab, perihalnya sama dengan ucapanmu,
"Fulanun sayyidun haqqan." yakni si Fulan benar-benar seorang yang utama, dan
di kalangan kaumnya banyak orang yang diutamakan. Contoh lainnya ialah,
"Fulanun tajirun haqqan wafil qaumi tujjarun" yakni si fulan benar-benar seorang
pedagang dan di kalangan kaumnya banyak pedagang. Contoh lainnya ialah,
"Fulanun sya'irun haqqan wafilqaumisyu'ara" yakni si Fulan benar-benar seorang
penyair, di kalangan kaumnya banyak didapat penyair. Firman Allah subhanahu
wa ta’ala: Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Tuhannya (Al-Anfal: 4) Artinya, tempat dan kedudukan serta derajat di dalam
surga. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain,
yaitu: (Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha
Melihat apa yang mereka kerjakan. (Ali Imran: 163) Adapun firman Allah
subhanahu wa ta’ala: dan ampunan. (Al-Anfal: 4) Maksudnya, Allah
mengampuni dosa-dosa mereka dan membalas mereka dengan kebaikan-
kebaikan. Adh-Dhahhak telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-
Nya: Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya.

8
(Al-Anfal: 4) Ahli surga itu sebagian mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
daripada sebagian yang lain, maka orang yang berada di atas kedudukan yang
tinggi dapat melihat orang yang kedudukannya berada di bawahnya. Akan terapi,
orang yang berada di tingkatan bawah tidak mempunyai pandangan bahwa tiada
seorang pun yang lebih utama daripada dirinya. Karena itulah di dalam kitab
Shahihain disebutkan bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬telah bersabda: Sesungguhnya ahli
'Illiyyin (surga yang paling tinggi) benar-benar dapat dilihat oleh orang-orang
yang ada di bawah mereka, sebagaimana kalian melihat bintang-bintang yang
jauh berada di ufuk langit yang sangat luas. Mereka (para sahabat) bertanya,
"Wahai Rasulullah, surga 'Illiyyin itu tentu kedudukan para nabi, dan tidak dapat
diraih oleh selain mereka." Rasulullah ‫ ﷺ‬menjawab: Tidak, demi Tuhan yang
jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, bahkan (termasuk pula)
orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para rasul Di dalam
hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab Sunnah
disebutkan melalui hadits Ibnu Atiyyah, dari Abu Said, yang mengatakan bahwa
Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah bersabda: Sesungguhnya ahli surga itu benar-benar dapat
melihat para penghuni kedudukan yang tertinggi sebagaimana kalian melihat
bintang-bintang yang jauh berada di cakrawala langit. Dan sesungguhnya Abu
Bakar dan Umar termasuk di antara mereka (yang berada pada kedudukan yang
tertinggi) serta beroleh kenikmatan (yang berlimpah)" (ibnu katsir)

5. Al-Hujurat: 15

Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu adalah yang membenarkan Allah


dan RasulNya dan melaksanakan syariatNya, kemudian mereka tidak ragu-ragu
dalam iman mereka, mengorbankan harta dan jiwa mereka dalam jihad di jalan
Allah, ketaatan dan (usaha meraih) keridhaanNYa. Mereka itulah orang-orang
yang benar imannya. (Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia)

Firman Allah ‫ﷻ‬: Sesungguhnya orang-orang yang beriman. (Al-Hujurat: 15)


Yaitu yang sempurna iman mereka. hanyalah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu. (Al-Hujurat: 15)

9
Maksudnya, tidak ragu dan tidak bimbang dalam keimanannya. Bahkan teguh
dalam suatu pendirian, yaitu membenarkan dengan setulus-tulusnya. dan mereka
berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. (Al-Hujurat: 15) Mereka
korbankan diri dan harta benda mereka yang disayang untuk ketaatan kepada
Allah dan rida-Nya. mereka itulah orang-orang yang benar. (Al-Hujurat: 15)
Yakni dalam ucapannya yang mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang
yang beriman, tidak sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang-orang
Arab Badui yang iman mereka masih belum meresap kecuali hanya sebatas
lahiriah saja. (ibnu katsir)

C. Pengertian Rukun Iman yang 6 menurut Ahlu Sunnah Wal jamaah

Rukun Iman yang berjumlah 6 yang wajib diimani oleh seluruh mu'min.
Jika ada yang diingkari dari ke-6 Rukun Iman tersebut, maka iman kita tidak sah.
Dari ke-6 rukun tersebut terdapat pengertian yang harus diketahui oleh seluruh
mu'min.

1. Iman Kepada Allah SWT

Iman kepada Allah adalah rukun pertama yang wajib kita yakini. Yaitu kita
meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang layak disembah, kita
harus meyakini bahwa Allah yang menciptakan alam semesta dan seluruh
makhluk yang ada di langit dan bumi dan segala yang ada di dalamnya. Banyak
ayat al-Qur'an yang menegaskan tentang eksistensi Allah SWT seperti dalam QS.
Al-A'raf ayat 54, QS. Al-Qashash ayat 30, dan QS. Al-Anbiya ayat 22. Selain itu
kita wajib mengimani sifat-sifat Allah baik yang wajib, mustahil (lawan dari sifat
wajib), dan jaiz (boleh) bagi Allah SWT. Sifat wajib bagi Allah berjumlah 20,
sifat mustahil berjumlah 20 dan sifat jaiz berjumlah 1. Adapun sifat wajib dan
lawanya yaitu sifat mustahil adalah sebagai berikut:

1. Ada (Wujud) lawnnya Tidak Ada (’Adam)

2. Dahulu (Qidam) lawannya Baru (Huduts)

10
3. Kekal (Baqa’) lawannya Berubah-ubah (Fana’)

4. Tidak Menyerupai Sesuatu (Mukhalafatu Lil Hawaditsi) lawannya Menyerupai


Sesuatu (Mumatsalatu Lil Hawaditsi)

5. Berdiri Sendiri (Qiyamuhu Binafsihi) lawannya Berhajat Kepada Yang Lain


(Al-Ihtiyaju Lighairihi)

6. Esa (Wahdaniyat) lawannya Berbilang (Ta'addud)

7. Kuasa (Qudrat) lawannya Tidak Kuasa (’Ajzun)

8. Berkehendak (Iradah) lawannya Terpaksa (Karahah)

9. Mengetahui (’Ilm) lawannya Bodoh (Jahil)

10. Hidup (Hayat) lawannya Mati (Maut)

11. Mendengar (Sama’) lawannya Tuli (Shamam)

12. Melihat (Bashar) lawannya Buta (’Umyu),

13. Berbicara (Kalam) lawannya Bisu (Bukm)

14. Yang Berkuasa (Qadiran) lawnanya Yang Tidak Berkuasa (’Ajizan)

15. Yang Berkemauan (Muridan) lawannya Yang Terpaksa (Mukrahan)

16. Yang berpengatahuan (’Aliman) lawannya Yang Bodoh (Jahilan)

17. Yang Hidup (Hayyan) lawannya Yang Mati (Mayyitan),

18. Yang Mendengar (Sami’an) lawannya. Yang Tuli (Ashamm)

19. Yang Melihat (Basyiran) lawannya Yang Buta (A’ma)

20. Yang Berbicara (Mutakalliman) lawannya Yang Bisu (Abkama)

Sifat Jaiz bagi Allah berjumlah 1 yaitu bahwa Allah berbuat apa yang
dikehendaki, seperti dalam Al-Qur’an QS. Al-Qashash ayat 68disebutkan:

َ‫َار َيش َۤا ُء َما َي ْخلُ ُق َو َربُّك‬


ُ ‫سبْحٰ نَ ۗ ْالخِ َي َرة ُ لَ ُه ُم َكانَ َم ۗا َو َي ْخت‬ ِ ٰ ‫ع َّما َوتَع ٰٰلى‬
ُ ‫ّللا‬ َ ‫يُ ْش ِركُ ْو َن‬

11
"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali
tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang
mereka persekutukan (dengan Dia)".

2. Iman Kepada Malaikat

Malaikat merupakan makhluk gaib ciptaan Allah yang terbuat dari cahaya,
Malaikat bertugas untuk menjalankan perintah Allah. Para Malaikat adalah
makhluk yang paling taat dan patuh kepada Allah dan senantiasa selalu bertasbih
tanpa henti siang dan malam. Malaikat berbeda dengan manusia di dalam sifat dan
pekerjaannya, maialikat bukan laki-laki dan bukan perempuan, tidak makan dan
tidak minum. Jumlah malaikat sangatlah banyak sekali dan hanya diketahui oleh
Allah saja jumlahnya. Malaikat-malaikat memiliki tugas masing-masing sesuai
yang diperintahkan oleh Allah. Kita tidak diwajibkan mengetahui hakekat dzat
malaikat itu, kita cukup mempercayai akan keberadaannya. Keterangan tentang
Malikat dan sifatnya tercantum cukup banyak dalam berbagai ayat dalam Al-
Qur'an seperti dalam QS. Asy-Syu'ara ayat 193-194, QS. Qaaf ayat 18, dan QS.
As-Sajdah ayat 11.

Dalam rukun iman, kita hanya diwajibkan untuk mengetahui 10 malaikat dengan
tugas-tugasnya. Diantara 10 malaikat tersebut adalah:

1. Malaikat Jibril atau sering disebut Ar-Ruhul Amin bertugas membawa wahyu
dari Allah kepada para Nabi dan Rasul

2. Malaikat Mikail bertugas membawa rezeki kepada semua makhluk

3. Malaikat Israfil bertugas meniup sangkakala (trompet) di hari kiamat

4. Malaikat Izrail bertugas mencabut nyawa dari tubuh setiap makhluk

5. Malaikat Rakib bertugas mengawasi, meneliti, dan mencatat amal perbuatan


manusia

6. Malaikat Atid bertugas mengawasi, meneliti, dan mencatat amal perbuatan


manusia

12
7. Malaikat Munkar bertugas menanyai semua manusia di dalam kubur

8. Malaikat Nakir bertugas menanyai semua manusia di dalam kubur

9. Malaikat Malik atau yang juga disebut Zabaniyah bertugas menjaga pintu
neraka

10. Malikat Ridwan bertugas menjaga pintu surga

3. Iman Kepada Kitab-kitab Allah

Allah telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rasul berupa petunjuk-
petunjuk, yang kemudian petunjuk-petunjuk itu dihimpun menjadi Kitab-kitab
Allah. Kitab-kitab itu berisi perintah dan larangan (syari'at), janji baik dan buruk,
serta nasehat dan petunjuk cara hidup dan beribadah. Kita harus meyakini bahwa
kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi adalah datangnya dari Allah. Kitab-kitab
tersebut tidaklah dibuat oleh makhluk atau Nabi sendiri, melainkan langsung
diturunkan oleh Allah Swt sebagaimana diterangkan dalam QS. Al-Baqrah ayat
258:

َّ ‫َو َرسُ ِل ِه َوكُت ُ ِب ِه َو َملئِ َكتِ ِه ِباللِ َءا َمنَ كُل َواْل ُمؤْ مِ نُ ْونَ َر ِب ِه م ِْن اِلَ ْي ِه ا ُ ْن ِز َل ِب َما‬
َ‫الرسُ ْو َل َءا َمن‬

"Rasul itu telah percaya akan apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan
segala orang mu’minpun percaya pula, masing-masing percaya kepada Allah,
Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Utusan-utusan-Nya"

Kitab-kitab Allah yang wajib diimani oleh setiap mu'min berjumlah 4 yaitu:

1. Kitab Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa (QS. Ali Imran ayat 3)

2. Kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud (QS. An-Nisa ayat 163)

3. Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa (QS. Ali Imran ayat 3)

4. Kitab Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw (QS. Al-
Baqarah ayat 185)

4. Iman kepada Rasul-rasul Allah

13
Kita percaya bahwa Allah telah menurunkan para Rasul untuk
menyampaikan risalah tauhid kepada sekalian umat manusia di muka bumi.
Jumlah para Nabi dan Rasul itu banyak, dan kita tidak mengetahui, hanya Allah-
lah yang mengetahui jumlah pastinya, sebagaimana tertera di dalam QS. Al-
Mu'min ayat 78 . Adapun yang telah diceritakan di dalam Al-Qur’an dengan
riwayatnya yang wajib kita percayai adalah 25 orang. Nama-Nama Para Nabi
tersebut, sebagai berikut;

1. Nabi Adam, 2. Nabi Idris, 3. Nabi Nuh, 4. Nabi Hud, 5. Nabi Shaleh, 6. Nabi
Ibrahim, 7. Nabi Luth, 8. Nabi Ismail, 9. Nabi Ishaq, 10. Nabi Ya’qub, 11. Nabi
Yusuf, 12. Nabi Ayyub, 13. Nabi Syu’aib, 14. Nabi Musa, 15. Nabi Harun, 16.
Nabi Dzulkifli, 17. Nabi Dawud, 18. Nabi Sulaiman, 19. Nabi Ilyas, 20. Nabi
Ilyasa’, 21. Nabi Yunus, 22. Nabi Zakaria, 23. Nabi Yahya, 24. Nabi Isa, dan 25.
Nabi Muhammad Saw.

Mengingat tugas para Rasul tersebut sebagai penyampai risalah tauhid,


maka Rasul harus memiliki sifat yaitu sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz.
Adapun siat-sifat wajib dan mustahil (lawan dari wajib) adalah sebagai berikut:

1. Benar/Jujur, lawannya Suka bohong

2. Dapat dipercaya, lawannya Khianat

3. Menyampaikan Perintah dan Larangan, lawannya menyembunyikan ajaran

4. Cerdas, lawannya Pelupa atau Bodoh

Adapun sifat jaiz (mungkin) para Rasul itu adalah sama seperti sifat
manusia juga, bahkan dijadikan contoh bagi sekalian manusia, maka mereka pun
mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasa, yakni Al-A’radlul Basyariyah,
seperti makan, berkeluarga, penat, mati, merasa enak dan tidak enak, sehat dan
juga menderita sakit yang semuanya itu tidak mengurangi kedudukannya sebagai
Rasul.

14
5. Iman kepada Hari Akhir (Hari Kiamat)

Kita wajib percaya akan datangnya Hari kemudian atau Akherat,


sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an. Diterangkan
bahwa pada akhir zaman akan datang suatu hari dimana, semua makhluq yang ada
akan menjadi rusak dan binasa, itulah hari Qiyamat namanya.

Sesudah itu akan dibangkitkan semua manusia dari kuburnya debgan isyarat
sangkakala (trompet) yang ditiup oleh malaikat. Kemudian diperiksa semua amal
masing-masing untuk dihitung dan ditimbang (dihisab), dan akhirnya diberi
balasan baik bagi yang amal kebaikannya di dunia lebih banyak dari amal
jahatnya, dan dibalas siksa bagi yang amal jahatnya di dunia lebih banyak dari
pada amal kebaikannya. Balasan itu berupa surga dan neraka.

Banyak Ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang hal ini diantaranya QS. Al-Hajj
ayat 6-7 dan QS- Az-Zumar ayat 68.

6. Iman Kepada Qoda dan Qadar

Kita wajib percaya bahwa segala sesuatu yang telah terjadi dan yang akan
terjadi, semuanya itu, menurut apa yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh
Tuhan Allah, sejak sebelumnya (zaman azali). Jadi segala sesuatu itu (nasib baik
dan buruk) sudah diatur dengan rencana-rencana tertulis atau batasan-batasan
yang tertentu. Tetapi kita tidak dapat mengetahuinya sebelum terjadi. Rencana
sebelumnya itu Qadar atau Takdir, artinya hinggaan. Terlaksananya berupa
kenyataan, dinamakan Qadla artinya keputusan perbuatan (pelaksanaan).
Sebagian Ulama’ menamakan takdir itu qadla dan qadla itu takdir atau qadar. Jadi
segala sesuatu terjadi dengan Qudrat dan Iradat-Nya, yang sesuai dengan qadla
dan qadar-Nya. Maka, dalam hakekatnya, kebetulan itu tidak ada. Banyak ayat
Al-Qur’an yang menyatakan hal-hal tersebut diantaranya yaitu QS. Al-Hadid ayat
22, QS. Ar-Rad ayat 8, QS. At-Taubah ayat 51, dan QS. Al-A'la ayat 3.

15
D. Apa Saja Kesalahan Dan Penyelewengan Firqoh Diluar Ahlus Sunnah Wal
Jamaah Dalam Memahami Rukun Iman?

Ahlus Sunnah meyakini bahwa iman adalah meyakini dengan hati,


mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan.

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Iman adalah perkataan dan perbuatan,


bertambah dan berkurang.”
Imam Abu ‘Utsman Isma’il ash-Shabuni rahimahullah berkata, “Dan di antara
madzhab Ahlul Hadits bahwa iman adalah perkatan, perbuatan, dan
pengetahuan. Bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan
melakukan maksiat.”
Kesimpulannya, iman menurut Ahlus Sunnah terdiri dari tiga pokok, yaitu
keyakinan hati, perkataan lisan, dan perbuatan anggota badan. Dari tiga pokok
inilah bercabangnya cabang-cabang iman.
Pendapat Murji’ah
Inti dari pendapat Murji’ah dalam masalah iman ialah, mengeluarkan amal
perbuatan dari nama iman, dan bahwasanya iman tidak bercabang-cabang dan
tidak terbagi-bagi, tidak menerima tambahan maupun pengurangan, bahkan
iman itu sesuatu yang satu, seluruh orang Mukmin sama keimanannya. Inilah
pokok pendapat mereka yang telah disepakati oleh seluruh firqah mereka.
Pendapat Al Wa’iidiyyah (Khawarij dan Mu’tazilah)
Khawarij dan Mu’tazilah masing-masing meyakini bahwa, al-iman al-mutlaq
(pokok keimanan) mencakup hal melakukan seluruh amalan ketaatan dan
meninggalkan seluruh hal yang diharamkan. Bila sebagian dari hal ini hilang
pada diri seseorang, maka batallah keimanannya, dan ia berada di dalam neraka,
kekal selama-lamanya.
Kemudian kedua firqah ini berselisih mengenai penamaan orang fasiq (pelaku
dosa besar) di dunia. Khawarij mengatakan, pelaku dosa besar adalah kafir.
Sedangkan Mu’tazilah mengatakan, bahwa pelaku dosa besar berada dalam satu
kedudukan di antara dua kedudukan (tidak mukmin dan tidak juga kafir).

16
Sumber kesalahan firqah-firqah sesat yang menyelisihi Ahlus Sunnah dalam
masalah iman, kembali pada satu syubhat, yaitu keyakinan mereka bahwa iman
adalah sesuatu yang satu, tidak terbagi-bagi atau bercabang.
Sisi-Sisi Perbedaan Antara Ahlus Sunnah dan Ahlul Bid’ah Dalam Masalah
Iman.
Perbedaan secara umum antara Ahlus Sunnah dan firqah-firqah sesat dalam
masalah iman, terdapat pada tiga masalah.
Masalah Pertama. Ahlus Sunnah berpendapat bahwasanya iman itu terbagi-bagi
dan bercabang-cabang. Apabila sebagiannya hilang, maka sebagian lain tetap
ada. Berbeda dengan firqah-firqah sesat secara umum, karena mereka tidak
berpendapat seperti itu, sebagaimana yang telah dijelaskan.
Masalah Kedua. Iman menurut Ahlus Sunnah dapat bertambah dan berkurang.
Dan dalam hal ini, orang yang beriman itu bertingkat-tingkat. Sedangkan
kebanyakan ahlul bid’ah tidak berpendapat demikian, karena didasari pokok
pendapat mereka, yaitu iman tidak dapat dibagi-bagi dan tidak bercabang-
cabang.
Masalah Ketiga. Menurut Ahlus Sunnah, terkadang pada diri seseorang
terkumpul antara kufur dan iman, syirik dan tauhid, dan ini sebagaimana yang
telah ditunjukkan oleh berbagai nash. Contohnya firman Allah Ta’ala.
Dan tidaklah sebagian besar dari mereka beriman kepada Allah, melainkan
(mereka) dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan
lain). [Yusuf/12:106].
Dalam masalah ini, sebagian besar ahlul bid’ah menyelisihi dan
mengingkarinya. Bahkan, Khawarij berpendapat, bahwa tidak mungkin
terkumpul keimanan dan maksiat pada diri seseorang.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,”Dan di sini ada pokok yang lain,
yaitu terkadang terkumpul pada diri seseorang kekafiran dan iman, syirik dan
tauhid, takwa dan maksiat, nifaq dan iman. Inilah di antara pokok Ahlus Sunnah
yang agung. Selain mereka, yaitu dari kalangan ahlul bid’ah menyelisihinya,
seperti Khawarij, Mu’tazilah, dan Qadariyyah. Dan permasalahan keluarnya

17
pelaku dosa besar dari neraka dan kekekalan di dalamnya, dibangun di atas
pokok ini.
Makna perkataan mereka (Ahlus Sunnah) berkumpul di dalam dirinya kufur
dan keimanan, maksudnya, berkumpul di dalamnya cabang-cabang kufur dan
cabang-cabang iman; karena perbuatan maksiat merupakan cabang dari
kekufuran. Adapun perbuatan ketaatan, termasuk cabang keimanan. Setiap
cabang dari cabang-cabang kekufuran disebut kufur, dan setiap cabang dari
cabang-cabang keimanan disebut dengan iman.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Iman adalah keyakinan hati yang bulat kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk, serta mengikuti dan
mengimplementasikan semua yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Iman itu diimplementasikan dalam bentuk ucapan dengan lisan, seperti melafalkan “Lā ilāha
illallāh”, membaca Al-Qur`ān, tasbih dan tahlil, serta memuji Allah;diimplementasikan
dalam bentuk amalan lahiriah dengan anggota tubuh, seperti salat, haji, dan puasa; dan
diimplementasikan dalam bentuk amalan batin yang berkaitan dengan hati, seperti cinta,
takut, tawakal, dan ikhlas kepada Allah.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Asy-Syaibah Asy-Syahriy, Muhammad, 2020, Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat


Rabwah. IslamHouse.com

https://almanhaj.or.id/55727-mengenal-rukun-iman.html

https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-136#tafsir-jalalayn

https://tafsirweb.com/2869-surat-al-anfal-ayat-3.html

https://tafsirweb.com/2870-surat-al-anfal-ayat-4.html

https://tafsirweb.com/9785-surat-al-hujurat-ayat-15.html

https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-54-al-qamar/ayat-49

https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-3-an-nisa/ayat-136

https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-49-al-hujurat/ayat-15

https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-8-al-anfal/ayat-3

https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-8-al-anfal/ayat-4

https://rumaysho.com/3311-keyakinan-iman-menurut-ahlus-sunnah.html

Ibnu taimiyah, syaikh ibnu. 1429. Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah, cetakan kedelapan
terbitan Darul Ifta.

https://almanhaj.or.id/12943-hakikat-iman-kufur-dan-takfir-menurut-ahlus-sunnah-dan-
menurut-firqah-sesat1.html

Anda mungkin juga menyukai