MAKALAH
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi
Islam
Dosen Pengampu:
Ainul Abid M.Pd
Disusun Oleh:
Mely Husniyyati
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca makalah ini, agar makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada penulisan makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
dosen pengampu Metodologi Islam yang telah membimbing kami dalam menulis
makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar nilai
manfaatnya, semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling
utama adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, sang pencipta.
Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT adalah orang yang bodoh, karena
tidak ada orang yang lebih bodoh dari pada orang yang tidak mengenal
penciptanya.
Aqidah dalam tubuh manusia ibarat kepalannya, maka apabila suatu umat
sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya terlebih dahulu.
Di sinilah pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan
keberhasilan dunia dan akhirat. Sebagai dasar, tauhid memiliki implikasi terhadap
seluruh aspek kehidupan keagamaan seorang muslim, baik ideologi, politik,
sosial, budaya pendidikan dan sebagainya.
Aqidah Islam, sebagai fondasi keyakinan umat Muslim, memiliki peran yang
sangat vital dalam membentuk identitas dan perilaku individu Muslim. Aqidah
merupakan suatu sistem keyakinan yang mencakup kepercayaan terhadap Allah,
malaikat, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir. Meskipun
aqidah Islam sudah menjadi bagian integral dari kehidupan umat Muslim, namun
dalam konteks perkembangan zaman, terdapat beberapa perubahan dan tantangan
yang memerlukan pemahaman dan peneguhan ulang terhadap aqidah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat ditentukan rumusan
masalah dalam makalah ini, sebagai berikut:
Istilah “Aqidah” atau sering dieja “akidah” berasal dari kata bahasa Arab: al-
ْ yang berarti “ikatan”, at-tautsiiqu (ُ )الت َّ ْوثِيْقyang berarti “kepercayaan
‘aqdu (ُ)العَ ْقد
atau keyakinan yang kuat”, al-ihkaamu (ُ )اْ ِإلحْ كَامyang artinya “mengokohkan” atau
“menetapkan”, dan ar-rabthu biquw-wah (ُ)الربْطُبِق َّوة
َّ yang berarti “mengikat dengan
kuat”.
Sebagian besar umat Islam tentu sudah tidak asing lagi dengan kata “Aqidah”.
Karena Istilah ini selalu muncul dalam pelajaran agama Islam. Namun, tidak
semua orang memahami dengan benar apa itu Aqidah dan fungsinya dalam
kehidupan. Secara umum, pengertian aqidah adalah ikatan atau keyakinan yang
kuat pada seseorang terhadap apa yang diyakininya.
Dalam Islam, Aqidah mencakup iman kepada Allah SWT dan sifat-sifat-Nya.
Secara bahasa, Aqidah dapat diartikan sebagai ikatan atau kepercayaan.
Sedangkan dari segi aqidah adalah keyakinan yang kuat terhadap suatu zat tanpa
ada keraguan sedikit pun.
Secara garis besar Aqidah Islam mencakup semua rukun iman, yaitu iman
kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat dan iman kepada Qada dan
Qadar. Pada hakekatnya, pengertian Aqidah adalah suatu keyakinan tertentu tanpa
ada keraguan sedikit pun. Oleh karena itu, berpegang pada Aqidah yang benar
merupakan kewajiban bagi umat Islam.
Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, Ketuhanan adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat keadaan Tuhan atau segala sesuatu
yang berhubungan dengan Tuhan. Sedangkan Tuhan dalam bahasa arab disebut
ilaah yang berarti dalam "Ma'bud" (yang disembah). Perkataan ilah, yang selalu
diterjemahkan "Tuhan", dalam Al-Qur'an dipakai untuk menyatakan berbagai
objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia.
Dalam konsep Islam, Ketuhanan disebut dengan menyembah Allah SWT dan
meyakini bahwa Allah sebagai Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang
Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta
alam. Islam menitikberatkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan
Maha Kuasa.
Agama Islam yang diturunkan Allah ta'ala kepada manusia melalui rasul-rasul-
Nya, berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah ta'ala,
manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta.
َُُِوالنُّ ْو َرُەُۗث َّمُالَّ ِذيْنَ ُ َكفَر ْواُ ِب َُر ِب ِه ْمُ َي ْعدِل ْون ُّ ُو َج َعلَُال
َ ظلمٰ ت َ ض َ ْ ُِو
َ اْل ْر َ ِيُ َخلَقَ ُالسَّمٰ ٰوت ِ ا َ ْل َح ْمد ِ ه
ْ ُّلِلُالَّذ
Artinya: "Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi,
dan menjadikan gelap dan terang, namun demikian orang-orang kafir masih
mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu."
3. Surat Ash-Shad ayat 65
ْ ُال َواحِ د
ُالقَ َّها ُر ق ْلُاِنَّ َمآُاَن َ۠اُم ْنذ ٌِرُ َّۖو َماُمِ ْنُا ِٰلهُا َِّْل ه
ْ ُّٰللا
ُع ِل ْي ًماُ َح ِك ْي ًم ۖا َو َماُتَش َۤاء ْونَ ُا َِّْلُٓاَ ْنُيَّش َۤا َء ه
َ ُّٰللاُۗا َِّن ه
َ ُ َُّٰللاُ َكان
3. Sifat-sifat Allah
Konsep ini mencakup pengabdian diri secara penuh kepada Allah dalam
segala aspek kehidupan. Muslim diharapkan untuk hidup sesuai dengan
ajaran agama, menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.
Umat Islam meyakini bahwa ada Hari Kiamat di mana semua manusia
akan dihidupkan kembali dan akan diadili oleh Allah atas perbuatan
mereka di dunia. Orang-orang yang beriman akan mendapatkan pahala,
sedangkan yang berdosa akan mendapatkan hukuman.
Konsep ketuhanan dalam Islam sangat penting karena menjadi dasar bagi
seluruh ajaran dan praktik keagamaan. Keimanan kepada Allah, pengabdian
kepada-Nya, dan mengikuti ajaran-Nya adalah prinsip-prinsip utama dalam hidup
seorang Muslim. Selain itu, konsep ketuhanan dalam Islam juga mencerminkan
hubungan yang mendalam antara manusia dan Allah, di mana manusia mencari
petunjuk, pengampunan, dan rahmat-Nya dalam hidup mereka.
Konsep Tuhan dalam agama-agama wahyu, seperti Islam, Kristen, dan Yahudi,
memiliki beberapa persamaan, tetapi juga perbedaan dalam penekanan dan
interpretasi. Berikut adalah gambaran umum tentang konsep Tuhan dalam tiga
agama ini:
1. Islam
Dalam Islam, Tuhan disebut Allah. Beberapa aspek konsep Tuhan dalam
Islam melibatkan:
• Keesaan (Tawhid): Keyakinan bahwa Allah adalah Maha Esa dan
tidak ada Tuhan selain-Nya. Tawhid adalah prinsip dasar dalam Islam.
• Sifat-sifat Allah: Allah dijelaskan melalui 99 nama atau sifat yang
mencerminkan kekuasaan, kebijaksanaan, kasih sayang, dan sifat-
sifat lain yang sempurna.
• Risalah: Allah mengutus rasul-rasul-Nya, termasuk Nabi Muhammad
SAW, untuk membimbing umat manusia dengan wahyu-Nya, yang
tertulis dalam Al-Qur'an.
2. Kristen
Dalam Kekristenan, konsep Tuhan melibatkan:
• Trinitas: Keyakinan akan Tritunggal, yaitu Allah yang satu dalam
tiga pribadi ilahi, yaitu Bapa, Anak (Yesus Kristus), dan Roh Kudus.
• Yesus Kristus: Keyakinan bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi
manusia untuk menebus dosa umat manusia melalui kematian dan
kebangkitan-Nya.
• Kitab Suci: Alkitab, yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru, dianggap sebagai wahyu ilahi.
3. Yahudi
Dalam Yudaisme, konsep Tuhan melibatkan:
• Keesaan Tuhan: Keyakinan kuat bahwa Yahweh (Tuhan) adalah
satu-satunya Tuhan yang tidak dapat dibandingkan dengan yang lain.
• Taurat: Taurat, yang meliputi lima kitab pertama dalam Alkitab
Ibrani, dianggap sebagai wahyu ilahi yang diberikan kepada Musa
di Gunung Sinai.
“Katakanlah, ‘Siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh dan yang
memiliki ‘Arsy yang agung?’ Mereka akan menjawab, ‘(Milik) Allah.’
Katakanlah, ‘Maka, mengapa kamu tidak bertakwa?‘” (QS. Al-Mu’minun:
86-87).
Selain faktor fitrah, tauhid rububiyyah ini memiliki banyak sekali bukti
yang mempersaksikan bahwa hanya Allah sematalah yang menciptakan,
memiliki, menguasai, dan mengatur seluruh alam lewat berbagai ayat
kauniyyat, berupa berbagai penciptaan makhluk dan alam semesta yang
sempurna, begitu juga dengan keteraturan dari kejadian yang ada di alam
semesta begitu teliti dan sempurna. Allah Ta’ala berfirman,
ࣰ ࣰ َّ
ُُربَّنَاُ َما
َ ضِ ُِو ۡٱۡل َ ۡر
َ س َم ٰـ َوُٰت ِ ُويَتَفَ َّكرونَ ُفِیُخ َۡل
َّ قُٱل َ علَ ٰىُجنوبِ ِه ۡم َ اُو
َ اُوقعود َ َٱلَّذِينَ ُيَ ۡذكرون
َ ُٱّلِلُقِيَ ٰـم
ࣰ
َ َ عذ
ُِ َّابُٱلن
ار َ َُخلَ ۡقتَ ُ َه ٰـذَاُبَـٰطِ َلُس ۡب َح ٰـنَكَ ُفَ ِقنَا
Tuhan tidak mungkin dan tidak akan pernah menjadi kajian ilmu, karena kajian
ilmu sangat terbatas, terukur dan selalu berubah dan diuji secara berulang-ulang
oada laboratorium manusia, secara keilmuan. Keinginan untuk membuktikan
Tuhan melalui pendekatan ilmu akan selalu mengalami kegagalan karena sudah
sejak awal tidak ditemukan metodologi yang baku, karena Tuhan tidak dapat
dibawa, diukur, ditimbang, difoto dan diujicobakan dalam laboratorium. Jadi,
bukan berarti Tuhan tidak ada karena ketidaktahuan, Tuhan barangkali dilakukan
karena kesalahan metodologi/pendekatannya.
Hal-Hal yang sudah pasti mensyaratkan adanya hubungan yang tepat antara
Tuhan dan manusia, yaitu hubungan antara yang diper-Tuan dengan hamba-Nya,
yang konsekuensinya melahirkan hubungan manusia dengan manusia.
Kalau eksistensi Tuhan dapat dipahami sebagai sesuatu yang bukan irrasional,
bagaimana caranya? Rahman menulis dengan jelas:
“ … begitu engkau mengurangi dari mana kemana alam semesta ini maka
engkau pasti akan menemukan Tuhan. Pernyataan ini bukan merupakan bukti
terhadap eksistensi Tuhan, karena menurut Al-Quran : Jika engkau tidak
menemukan Tuhan, maka engkau tidak akan membuktikan eksistensinya…’
Menemukan’ bukan sebuah perkataan yang hampa. Perkataan ini meminta sebuah
re-evaluasi total terhadap urutan realitas yang prima … Konsekuensi dari
penemuan adalah bahwa Tuhan tidak dapat dipandang sebagai sebuah eksistensi
diantara eksistensi-eksistensi lainnya… Tuhan ada bersama setiap sesuatu. Dialah
yang menyebabkan integritas dari setiap sesuatu itu melalui dan didalam
hubungannya dengan yang lain, berhubungan pula denganTuhan. Jadi Tuhan
adalah makna dari realitas, sebuah makna yang dijelaskan serta dibawakan oleh
alam, dan selanjutnya oleh manusia. Setiap sesuatu dialam semesta ini adalah
petanda eksistensi Tuhan… dan aktivitas-Nya yang mempunyai maksud dan
tujuan akan dilanjutkan oleh manusia.
Intinya bahwa untuk dapat mengenal dan mengetahui eksistensi Tuhan maka
lihat dan pelajarilah tanda-tanda kekuasaan dan keagunganNya.
Al-Quran juga menunjukkan cara untuk mengenal Tuhan melalui alam semesta
yang ada. Pernyataan inisesuai dengan hadis Qudsi yang berbunyi “ Aku adalah
sesuatu yang tersembunyi.Aku berkehendak untuk dikenal, maka Kuciptakan
makhluk agar mereka mengenalKu. Begitupun juga menurut Ibnu ‘Arabi dalam
studi filasafat islam.
ُون
ِ ٱعبد ٓ َّ ِۥُْلُإِ ٰلَهَُإ
ۡ َْلُأَن َ۠اُف َّ ِس ۡلنَاُمِ نُقَ ۡبلِكَ ُم
ٓ َ نُرسولُإِ َّْلُنوحِ ٓيُإِلَ ۡيهُِأَنَّه َ َو َمآُأ َ ۡر
“Dan tidaklah Kami utus seorang pun rasul sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Aku,
maka sembahlah Aku” (QS. al-Anbiya: 25).
2. Kaidah kedua: tidak akan benar ibadah tanpa tauhid
Sebagaimana salat tidak sah tanpa bersuci, maka ibadah tidak akan menjadi
benar tanpa tauhid. Apabila ibadah tercampur dengan syirik, maka seluruh
amalan akan lenyap dan sia-sia.
Allah berfirman tentang ibadah kaum musyrik,
ِ َُّوفِيُٱلن
ُار َ ِعلَ ٰ ٓىُأَنف ِس ِهمُبِ ۡٱلك ۡف ِۚ ِرُأ ْو ٰلَٓئِكَ ُ َحب
َ ط ۡتُأ َ ۡع ٰ َمله ۡم َ ٰ ُُٱّلِل
َ ُ َش ِهدِين َ ٰ َماُ َكانَ ُل ِۡلم ۡش ِركِينَ ُأَنُيَعۡ مرواُْ َم
ِ َّ َس ِجد
َُ ه ۡمُ ٰ َخلِد
ون
“Sungguh jika kamu melakukan syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu
dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang yang merugi” (QS. az-
Zumar: 65).
3. Kaidah ketiga: apa makna ibadah yang harus ditujukan kepada Allah semata?
Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah dengan penuh ketaatan;
melaksanakan perintah-perintah-Nya, disertai ketundukan dan kepatuhan
kepada syariat-Nya, dengan dilandasi kecintaan kepada-Nya. Maka simpul
ibadah itu adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Ibadah harus dilandasi dengan kecintaan dan pengagungan.
Dengan demikian, segala bentuk ibadah itu tidak boleh dipalingkan kepada
selain Allah. Tidak ada yang berhak mendapatkan ibadah selain Allah. Allah
berfirman,
َُ ِصاُلَّهُٱلد
ِين ٗ ٱّلِلُم ۡخل ۡ َف
َ َّ ُِٱعبد
“Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan agama/ ketaatan
untuk-Nya” (QS. az-Zumar: 2).
Dalam ajaran Islam, keimanan diartikan sebagai keimanan kepada Allah SWT
sebagai Pencipta, Pencipta segala sesuatu, Pencipta segala sesuatu, dan Pencipta
segala sesuatu. Islam juga memandang Tuhan sebagai Yang Maha Esa dan
Pencipta segala sesuatu.
Kita dapat mengenal dan mengetahui eksistensi Tuhan dapat dilihat dan
pelajarilah tanda-tanda kekuasaan dan keagunganNya.
Al-Quran juga menunjukkan cara untuk mengenal Tuhan melalui alam semesta
yang ada. Pernyataan inisesuai dengan hadis Qudsi yang berbunyi “ Aku adalah
sesuatu yang tersembunyi.Aku berkehendak untuk dikenal, maka Kuciptakan
makhluk agar mereka mengenalKu. Begitupun juga menurut Ibnu ‘Arabi dalam
studi filasafat islam.
Iman itu juga mengalami pasang surut, adakalanya bertambah dan adakalanya
berkurang. Ia ibarat grafik yang dapat naik dan turun sesuai situasi dan kondisi
yang mempengaruhinya. Agar keadaannya stabil, maka perlu adanya kiat-kiat
dalam pemeliharaan iman itu sendiri.
3.2 Saran
Penulis menyadari masih adanya kekurangan di dalam makalah yang telah
dibuat. Penulis membuka lebar kritik yang membangun bagi penulis guna
memperbaiki makalah agar lebih baik lagi. Penulis juga menerima saran agar
penulis dapat belajar dan mengambil suatu pelajaran yang berharga dari sebuah
pengalaman.
DAFTAR PUSTAKA
Haris Abd, Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam, 2012, Jakarta: Amzah.
https://www.gramedia.com/literasi/aqidah/
https://id.wikipedia.org/wiki/Akidah_Islam
https://www.liputan6.com/hot/read/5392743/konsep-ketuhanan-dalam-islam-dan-
dalilnya-yang-perlu-diketahui-kaum-muslim?page=4