Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Dosen : Erwan Komara, S. Ag., M. Ag.
Disusun oleh:
Ahmad Noval : 1011231007
Amelia Khairunisa : 1011231008
Dinda Dwi Febriani : 1011231010
Muhammad Daffa Prastyo : 1011231016
Muhammad Diaz Syahputra : 1011231014
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan innayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Islam dan Ilmu Pengetahuan.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi isi materi, susunan kalimat, maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang Islam dan Ilmu
Pengetahuan ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi kepada pembaca.
Penulis
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................2
BAB PEMBAHASAN.............................................................................................2
2.1 Pengertian Syahadat.......................................................................................2
2.2 Syahadat Tauhid.............................................................................................3
2.2.1 Pengertian Ilah.............................................................................................4
2.2.2 Macam-Macam Kepercayaan Manusia tentang Tuhan...............................5
2.2.3 Cakupan Kalimat Tauhid.............................................................................6
2.2.4 Syirik dan Macamnya..................................................................................7
2.3 Syahadat Rasul...............................................................................................8
2.3.1 Pengertian Nabi, Rasul, Ulu al-Azmi dan Ummu al-Anbiya......................8
2.3.2 Nabi Muhammad saw Penutup utusan Allah SWT.....................................9
2.3.3 Karakteristik Nabi Terahir.........................................................................10
2.3.4 Kewajiban Muslim kepada Nabi Muhammad saw....................................12
2.4 Kedudukan dan Fungsi Syahadat ................................................................13
2.5 Manfaat Syahadat bagi Jiwa dan Batin Seorang Muslim.............................14
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
3.1 Kesimpulan...................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
Secara bahasa, istilah "syahadat" berasal dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab,
"syahadat" ( )َش َهاَدةberasal dari akar kata "shahida" yang artinya "menyaksikan" atau
"memberikan kesaksian." Oleh karena itu, secara etimologis, syahadat memiliki
hubungan erat dengan tindakan memberikan kesaksian atau menyatakan keyakinan.
Dalam konteks agama Islam, istilah ini mengacu pada dua kalimat kesaksian yang
diucapkan oleh seorang Muslim sebagai bentuk pengakuan terhadap prinsip-prinsip dasar
ajaran Islam, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu "La ilaha illallah,
Muhammadur Rasulullah."
Kalimat syahadat in sering disebut pula dua kalimat syahadat atau sahadatain.
Disebut sahadatain karena berisi dua pernyataan atau ikrar. Ikrar yang pertama berisi
persaksian terhadap keesaaan Tuhan (sahādat al-tauhid), yaitu:
2
"Aku bersaksi bahwa tada llah (Tuhan) kecuali Allah"
Pernyataan atau ikrar yang kedua berisi persaksian terhadap kerasulan Muhammad
(sahādat al-rasül), berbunyi:
..
Syahadat merupakan salah satu rukun Islam dan rukun iman yang penting. Dengan
mengucapkan syahadat, seseorang dianggap telah masuk ke dalam agama Islam dan
berkomitmen untuk mengikuti ajaran-ajaran Islam. Syahadat juga menjadi dasar iman
bagi umat Islam, dan sering kali diucapkan dalam berbagai ibadah dan momen penting
dalam kehidupan seorang Muslim.
Syahadat Tauhid menegaskan keesaan Allah sebagai prinsip dasar dalam agama
Islam. Tauhid melibatkan keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang layak
diibadahi, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan segala bentuk penyembahan atau pengabdian
harus ditujukan hanya kepada-Nya. Kesaksian ini adalah inti dari ajaran Islam dan
menjadi landasan iman bagi umat Muslim.
Syahadat Tauhid Dua kalimat ini dirumuskan untuk menyatakan keyakinan pada prinsip
tauhid atau keesaan Allah. Syahadat Tauhid mencakup dua kalimat utama:
1. “La ilaha illallah” : Artinya, "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah."
Dengan kalimat ini, seseorang menyatakan keyakinan bahwa tidak ada tuhan selain Allah
dan hanya Allah yang pantas diibadahi.
Tiada ilah (Tuhan) selain Allah, Sehingga dalam diri seorang yang mengikrarkan kalimat
tauhid, tidak terdapat satu pun ilah. Setelah menghilangkan segala macam ilah dengan
pernyataan pertama, disusul kalimat kedua, illa Alläh yaitu memunculkan dan
menetapkan satu ilah yang bernama Allah SWT, tiada sekutu bagi-Nya dalam peribadatan
3
dan dalam kekuasaan. Jadi sekarang, dalam dir yang mengikrarkan kalimat tauhid, hanya
terdapat satu ilah yang bernama Allah. Firman-Nya:
"(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (tuhan)
yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, [tulah yang
batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar." (Q.S. Al-Hajj
[22]: 62).
Kata ilah diambil dari Al-Quran. Kata ini disebut oleh Al-quran sebanyak 96 kali,
belum termasuk perubahan kata menjadi mutsanna atau jamak dan penambahan dhamir
(kata ganti). Dalam kamus Al-Munawwir, kata ilah diartikan tuhan, berhala, yang
merupakan akar kata dari alaha yang diartinya menyembah.
Secara etimologis, "ilah" berasal dari kata dasar "ilaaha" yang artinya sesuatu yang
disembah atau dianggap sebagai obyek penyembahan. Dalam konteks keagamaan,
penggunaan kata ini seringkali terkait dengan kepercayaan kepada keberadaan Tuhan atau
kekuatan ilahi yang menciptakan dan mengatur alam semesta.
Penting untuk dicatat bahwa pengertian "ilah" dapat bervariasi tergantung pada
konteksnya, dan penggunaannya yang paling umum adalah dalam konteks agama,
khususnya dalam Islam.
4
2.2.2 Macam – Macam Kepercayaan Manusia Dengan Tuhan
Manusia memiliki berbagai macam kepercayaan tentang Tuhan atau kekuatan ilahi,
dan keberagaman ini tercermin dalam berbagai sistem kepercayaan dan agama di seluruh
dunia. Beberapa contoh kepercayaan manusia tentang Tuhan atau kekuatan ilahi
termasuk:
1). Dinamisme
Berasal dari bahasa Yunani yani dynamis yang berarti kekuasaan, kekuatan khasiat,
dan seenisnya. Dinamisme adalah suatu kepercayaan kepada satu daya-kekuatan atau
kekuasaan yang keramat dan tidak berpribadi yang dapat dianggap halus. (Faridi, 2002:
111) Menurut dinamisme, setiap benda itu mempunyai kekuatan gaib. Orang primitif
percava bahwa setiap benda mengandung kekuatan gaib yang misterius.
2). Animisme
Animisme berasal dari bahasa Latin "anima," yang berarti nyawa. Dalam
animisme, tidak hanya makhluk hidup yang memiliki ruh, tetapi juga benda mati seperti
batu, pohon, dan tombak. Pengikut animisme percaya pada pemujaan terhadap tempat
atau benda yang dihuni oleh ruh, dan mereka meyakini bahwa dukun dapat mengambil
hati ruh-ruh tersebut.
3). Politeisme
Politeisme adalah penyembah banyak dewa. Dewa berasal dari ruh yang naik
derajat. Kekuasaan dewa itu lebih tinggi, lebih kuasa, dan penyembahanya lebih luas.
Ruh, yang telah menjadi dewa menjadi lebih jelas bentuk dan pekerjaanya (tugasnya).
Misalnya Dewa Wotan dalam agama Jerman kuno bertugas mengatur angin. Dewa Indra
dalam agama Veda bertugas menurunkan hujan ke bumi, dan lain-lain.
4). Monoteisme
5). Ateisme
5
Ateisme adalah paham yang tidak mempercayai adanya Tuhan. Faham ateisme
berpendapat bahwa tuhan itu tidak ada.
6). Agnotisisme
Keyakinan bahwa keberadaan Tuhan mungkin ada, tetapi manusia tidak dapat
mengetahui sifat atau eksistensi-Nya dengan pasti. Pengikut agnotisisme ragu mengenai
atribut Tuhan, apakah satu atau banyak, besar atau kecil, dan lain-lain. sering terombang-
ambing antara berbagai pemahaman. Meskipun percaya pada keberadaan Tuhan, mereka
mengakui keterbatasan pengetahuan manusia untuk memahami-Nya sepenuhnya.
Pada zaman Jahiliyah, kepercayaan tentang Tuhan juga beragam. Berikut beberapa
kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Jahiliyah yang berhubungan dengan
kepercayaan tentang Tuhan mereka sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an.
2) Orang Arab Jahiliyah membuat berhala yang disebut "wathan," seperti Al-Hubal, Al-
Lata, Al-'Uzza, dan Manat. Hubal, terbuat dari batu akik, adalah berhala terkenal.
4) Berhala-berhala dianggap perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah (Q.S. Al-
Zumar [39]: 3).
Kalimat tauhid terdiri dari "lã ilaha illa Alläh" dan memiliki tiga unsur:
2) *Tauhid Uluhiyah:* Keyakinan bahwa Allah satu-satunya Tuhan yang layak diibadahi,
menjadi tujuan beribadah, dan tempat memohon pertolongan.
3) *Tauhid Asma dan Sifat:* Keyakinan bahwa hanya Allah yang memiliki sifat dan
karakter sempurna, terlepas dari sifat tercela atau kekurangan. Ini juga mencakup
keyakinan pada Asmaul Husna, 99 nama baik Allah seperti Al-Rahman dan Al-Rahim.
6
"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran
dalam (menyebut) nama-nama-Nya, nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa
yang telah mereka kerjakan."
Sifat Allah dapat dianggap sebagai karakter, terdiri dari 20 sifat, termasuk wujud
(ada), qidam (tidak berawal), baqã (tidak berakhir), mukhalafatuhu li al-hawäditsi
(berbeda dengan makhluk), dan lainnya. Tauhid asma dan sifat menyiratkan bahwa tidak
ada yang menandingi atau menyamai Allah baik dalam zat maupun sifat-Nya.
(Ensiklopedi Islam, Jild. 4: 271)
Sirik berasal dari bahasa Arab, berarti menyekutukan Allah dengan yang lain.
Secara istilah, syrik adalah perbuatan, anggapan, atau itikad menyekutukan Allah.
Musyrik, orang yang berbuat sirik, membuat tandingan bagi Allah dalam segala hal, tidak
beribadah, meminta, atau hidup untuk Allah. Perbuatan syrik sangat dilarang oleh Allah,
dianggap dosa besar yang tidak akan diampuni. Orang musyrik di akhirat tidak akan
merasakan kenikmatan surga. (Ensiklopedi Islam, jld. 5: 16), Orang yang syirik disebut
musyik. Ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan hal tersebut :
13 َو ِاْذ َقاَل ُلْقٰم ُن اِل ْبِنٖه َو ُهَو َيِع ُظٗه ٰي ُبَنَّي اَل ُتْش ِر ْك ِباِهّٰللۗ ِاَّن الِّش ْر َك َلُظْلٌم َع ِظ ْيٌم.
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran
kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. Lukman [31]
ayat 13).
Allah melarang perbuatan syirik karena kasih sayang-Nya kepada manusia, karena
ilah selain Allah tidak memberikan manfaat. Syirik dibagi menjadi syirik akbar (nyata)
7
dan syirik asghar (kecil). Syirik akbar terang-terangan menyembah selain Allah, termasuk
anggapan Allah memiliki anak atau bapak. Sirik asghar terjadi secara tersirat, seperti
mengakui kuasa selain Allah memberikan manfaat atau pengaruh. Pernyataan seperti
"Jika tidak ditolong Fulan, saya pasti mati" termasuk sirik kecil, karena sebenarnya hanya
Allah yang memiliki kuasa memberikan manfaat. (Al-Ulwan, 1996: 11-18).
Syahadat kenabian dan kerasulan atas Muhammad saw, dikenal sebagai syahadat
rasul, menyatakan keyakinan bahwa Muhammad adalah rasul Allah SWT. Pengucapan
syahadat rasul ini memiliki signifikansi penting karena tidak semua orang mengakui
bahwa Muhammad bin Abdullah adalah nabi dan rasul. Bagi mereka yang tidak
menganut Islam, mengucapkan syahadat rasul menjadi pintu masuk untuk memasuki
agama Islam.
Secara umum, istilah nabi, rasul, Ulu al-'Azmi, dan Ummu al-Anbiya merujuk pada
utusan Allah yang merupakan manusia biasa dengan keistimewaan menerima wahyu
dan seringkali dibekali dengan mukjizat. Meskipun memiliki kesamaan sebagai utusan
Allah, terdapat perbedaan dalam tugas, sifat, dan kedudukan mereka:
1. Nabi : Sebutan nabi diberikan kepada setiap manusia yang dipilih oleh Allah untuk
mendapatkan wahyu-Nya. Nabi bersifat umum dan luas, dan jumlah nabi lebih banyak
dibandingkan dengan rasul. Mereka membawa kabar tentang Allah dan menerima
wahyu atau ilham tertentu.
2. Rasul : Rasul lebih khusus daripada nabi. Setiap rasul adalah nabi, tetapi tidak semua
nabi diangkat sebagai rasul. Rasul memiliki tugas khusus, yaitu menyampaikan risalah
(tabligh) kepada seluruh manusia. Penobatan sebagai rasul terjadi setelah penobatan
sebagai nabi.
3. Ulu al-'Azmi : Merupakan istilah untuk rasul-rasul dengan keteguhan dan ketabahan
luar biasa. Contoh Ulu al-'Azmi adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad (peace
be upon them).
8
4. Ummu al-Anbiya : Merujuk kepada seorang wanita yang memiliki banyak keturunan
yang menjadi nabi. Maryam, ibu dari Nabi Isa (Jesus), adalah contoh Ummu al-Anbiya.
Jumlah rasul lebih sedikit daripada nabi. Dari 124 ribu orang nabi, hanya 315 nab yang
diangkat meniadi rasul sebagaimana hadis yang diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad
dari Abu Dzar al-Ghifari. (Habanakah, 61) Sebagian nama rasul ada yang disebutkan ada
juga yang tidak disebutkan dalam Al-Quran, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Al-
Mu'min [40]: 78, yang berbunyi:
"Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara
mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak
Kami ceritakan kepadamu.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT hanya menyebut 25 orang rasul. Mereka adalah
Adam, Iris, Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Luth, Isma'il, Ishaq, Ya'qub, Yusuf Syu'aib,
Ayyub, Zulkifli, Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa', Yunus, Zakaria, Yahya,
Isa, dan terakhir Muhammad saw. (Al-Hamid, 1995: x).
Setelah Muhammad saw diutus, beberapa kelompok seperti Yahudi dan Nasrani
tidak mengakui kenabiannya, menganggap Nabi Musa dan Nabi Isa sebagai nabi terakhir
mereka. Abu Lahab, Abu Jahal, dan pengikutnya juga menolak kenabian Muhammad,
bahkan mencoba membunuhnya. Setelah kemenangan Mekah, muncul pula individu
seperti Musailima bin Habib yang mengklaim sebagai nabi, namun disebut sebagai "si
pembohong." Fenomena ini terus berlanjut hingga saat ini, dengan beberapa orang yang
mengklaim menjadi nabi atau menantikan kedatangan nabi baru.
9
Dalam ajaran Islam, anggapan-anggapan tersebut jelas salah. Nabi Muhammad
saw adalah nabi terakhir dan tidak akan ada nabi lagi yang diutus oleh Allah SWT ke
dunia ini bagaimana pun kondisi dunia ini. Hal ini sudah ditegaskan ole Allah SWT dalam
Al-Qur'an surah Al-Ahzab [33]: 40, yaitu:
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi
Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi dan adalah Allah Maha mengetahui segala
sesuatu. "
Ayat Al-Qur'an menyatakan dengan jelas bahwa Muhammad saw adalah rasul dan
penutup para nabi, menggunakan kata "khätama" yang merujuk pada fungsi seperti
stempel atau penutup surat. Ini mencerminkan keunikan sastra Al-Qur'an. Nabi
Muhammad berfungsi sebagai khatama al-nabiyyin, penutup para nabi, juga sebagai
pengesahan terhadap nabi-nabi sebelumnya. Pentingnya kata "al-nabiyyin" menunjukkan
bahwa yang ditutup adalah kelompok nabi, bukan rasul atau ulul azmi. Kesimpulannya,
Muhammad saw adalah rasul dan nabi terakhir; klaim wahyu baru atau kepemimpinan
nabi setelahnya dianggap kesesatan.
Sebagai nabi terakhir, Muhammad saw mempunyai karakteristik yang langsung diberikan
oleh Allah SWT dalam Al-Quran, di antaranya:
1). Ajaran yang dibawanya sudah sempurna sehingga tidak perlu disempurnakan lagi.
Q.S. Al-Maidah [5] ayat 3 menyatakan:
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu."
2). Diutus untuk seluruh manusia artinya sesai dengan situasi kondisi manusia dimanapun
berada sehingga tidak perlu lagi ajaran penyesuaian. Q.S. Saba' [34] ayat 28:
10
“ Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan Kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui."
3). Misinya membawa kemaslahatan (keselamatan) untuk seluruh alam sehingga tidak
perlu lagi ajaran yang menghantarkan manusia kepada keselamatan. Q.S. Al-Anbiyaa
[21] ayat 107 :
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.
4). Menjadi uswah hasanah (suri tauladan yang baik) sehingga tidak perlu lagi contoh
atau teladan dalam hidup dan kehidupan di dunia ini. Q.S. Al-Ahzab [33] ayat 21:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah (Muhammad) itu suri teladan yang baik
bagimu (vaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.”
Muslim wajib mengakui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad saw adalah nabi
terakhir yang diutus oleh Allah SWT. Tidak boleh ada nabi setelah beliau, dan pengakuan
ini merupakan syarat utama keberiman. Ketidakakuan tersebut dapat membatalkan
keimanan, menyamakan posisi dengan orang Yahudi dan Nasrani. Godaan terhadap
11
keimanan muncul melalui klaim nabi baru, yang sayangnya banyak diikuti meskipun jelas
bahwa Nabi terakhir adalah Muhammad saw. Seorang muslim harus tegas menolak klaim
nabi baru dan mempertahankan keyakinan bahwa Muhammad saw adalah nabi terakhir.
Salawat maksudnya mendoakan keselamatan dan kemulian untuk Nabi Muhammad saw.
Setiap muslim wajib bersalawat kepadanya terutama pada saat disebutkan namanya. Doa
yang dipanjatkan untuk keselamatan dan kemuliaan Nabi saw in bukan untuk
menjadikannya selamat atau mulia. Salawat kepada Nabi saw merupakan bentuk perintah
dari Allah SWT, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S.Al-Ahzab [33] ayat 56:
Ayat Quran tersebut sangat jelas menegaskan bahwa salawat adalah perintah dari
Allah SWT kepada orang-orang yang beriman. Kalau ini perintah, maka hukumnya wajib
dilaksanakan. Bukan berarti Nabi saw tidak selamat atau tidak mulia, bahkan dalam ayat
tersebut, Allah SWT dan para Malaikat ikut bersalawat kepada Nabi saw.
12
2.4 Kedudukan dan Fungsi Syahadat
1. Bahan pertama dan utama untuk mendrikan islam dalam diri seseorang. Rasul sa
bersabda dari ibnu Umar ra diriwayatkan oleh Imam Bukhari diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim :
"Islam dibangun atas lima perkara, yang pertama pengakuan bahwa tada Tuhan
selain Allah SWT dan Muhammad saw adalah rasul Allah."
13
khatib harus muslim. Yang penting dalam khutbah adalah memastikan kelima
rukun tersebut terpenuhi, tidak perlu berpanjang lebar.
Syahadat, selain berfungsi sebagai bukti pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah, juga memberikan manfaat batin bagi seorang muslim. Pengakuan ini menjadi
kunci interaksi dengan yang diakui, seperti hubungan dengan seorang dokter setelah
memberikan pengakuan kepercayaan. Dampak psikologis dari pengakuan ini adalah
terbentuknya keyakinan. Al-Qur'an membedakan antara percaya (amana) dan yakin
(yagana). Yakin melibatkan pelaksanaan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan
beribadah hanya kepada-Nya. Ini menunjukkan bahwa pengakuan kepada Allah perlu
disertai dengan tindakan yang menguatkan keyakinan dan keimanan.
Inilah perintah yang Allah SWT dalam Al-Quran surah Al-An'am [6] ayat 162, yang
berbunyi:
Setelah keyakinan tumbuh dalam diri seorang muslim, muncul kepasrahan kepada
apa yang diyakininya. Kepasrahan ini terlihat dalam pelaksanaan perintah Allah tanpa
penolakan atau keraguan. Seperti seorang pasien yang mematuhi petunjuk dokter tanpa
protes, seorang muslim yang yakin kepada Allah melaksanakan perintah-Nya tanpa ragu.
Kepasrahan ini mencakup beribadah, berdoa, dan melaksanakan semua perintah dan
larangan Allah dengan keyakinan bahwa itu membawa manfaat dan mencegah kerusakan.
Ini merupakan bentuk kepasrahan yang sejati, sebagaimana ditunjukkan oleh Nabi
Ibrahim as.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surat Al-Bagarah [2]: 131, yang berbunyi:
14
"Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, 'Tunduk patuhlah (pasrahlah)!'. Ibrahim
menjawab, "Aku tunduk patuh (pasrah) kepada Tuhan semesta alam'."
Perasaan terakhir yang seharusnya ada dalam diri seseorang yang bersyahadat
adalah ketenangan. Tujuan utama setiap aktivitas manusia seharusnya menuju ketenangan
hidup. Seorang yang bersyahadat meraih ketenangan dengan menyerahkan hidup dan
matinya kepada Allah SWT sebagai pengatur alam raya. Keyakinannya pada Allah
sebagai pemberi rizki, kekuasaan, jabatan, dan ilmu memberikan ketenangan dalam setiap
aspek kehidupannya. Interaksi batin dengan Allah dan ingatan terus-menerus kepada-Nya
menjadi kunci sejati menuju ketenangan. Hatinya selalu ingat kepada Allah SWT, itulan
kunci ketenangan yang sesungguhnya. Firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surah Al-
Ra'du [13] ayat 28, yang berbunyi:
"(Naitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka maniadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam menutup materi mengenai makna kalimat syahadat, dapat disimpulkan
bahwa syahadat bukan sekadar rangkaian kata, tetapi merupakan pondasi keimanan yang
mendalam dalam ajaran Islam. Dua kalimat, "La ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah,"
membawa makna filosofis dan konsekuensi yang signifikan dalam kehidupan seorang
Muslim.
Dari segi filosofis, syahadat menekankan keesaan Allah (Tauhid) dan menerima
risalah Nabi Muhammad sebagai utusan terakhir Allah. Ini menciptakan dasar kuat bagi
keimanan Muslim, membimbing mereka dalam mengarungi kehidupan dengan prinsip-
prinsip moral dan etika yang tinggi.
15
perbedaan sosial, solidaritas umat Islam, dan kontribusi positif terhadap masyarakat
adalah dampak sosial yang nyata dari pengucapan syahadat.
Terakhir, syahadat tidak hanya relevan dalam konteks tradisional, tetapi juga dapat
diaplikasikan dalam kehidupan kontemporer. Meskipun dihadapkan pada tantangan
zaman modern, konsep syahadat tetap menjadi panduan utama bagi umat Islam dalam
menjalani kehidupan sehari-hari mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghafur, Waryono, Tafsir Rukun Islam, Menyelami Makna Spritual dan
Kontekstual Syahadat dan Shalat, Yogyakarta: Semesta Aksara, 2018
Ibnu Hajar Sainuddin, Pemahaman Makna Tauhid dan Dua Kalimat Syahadat
Makassar.
Al-Ustadz Ahmad Noor Islahudin, Lc., L.LM., Nasehat Akhir Pekan - Makna
Syahadatain, Rukun, Syarat, Konsekuensi, dan yang Membatalkannya
https://ummetro.ac.id/nasehat-akhir-pekan-makna-syahadatain-rukun-syarat-konsekuensi-
dan-yang-membatalkannya/
16