Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAUHID SEBAGAI INTI AJARAN ISLAM DAN PANDANGAN HIDUP


MUSLIM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu : Imron Baehaqi

Disusun Oleh :

Febrinandha Dwi Kusuma Pamesti 2005025070

Marcella Yusvitha 2005025042

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2020
2
Kata Pengantar

Puji syukur kehendak Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tauhid sebagai Inti Ajaran
Islam dan Pandangan Hidup Muslim” ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah
menuju zaman yang terang benderang ini yaitu Dinnul Islam

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan dan ilmu tentang tauhid dan pandangan hidup muslim bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Imron Baehaqi selaku dosen mata
kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami meyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 14 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….....ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang……………………………………………………………..1
1.2 Rumusan
Masalah………………………………………………………….1

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………...…………………


2

BAB II PEMBAHASAN
.1 Sistematika Ajaran Islam……………………………………………………3
2.2 Inti Akidah Islam…………………………………………………………..6
2.3 Tauhid sebagai Pandangan-Hidup dan Asas Peradaban…………………...7

2.4 Fungsi Manusia dalam Paradigma


Tauhid……………………………........9

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………….10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….11

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tauhid merupakan hal yang paling penting dalam agama islam, dimana tauhid
mempunyai peran penting dalam pembentukan pribadi yang tangguh, selain itu tauhid juga
berperan sebagai inti atau akar dari Aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih dikenal
dengan kalimat Syahadat atau kalimat Thayyibah (Laailaahailallah) begitu dikenal di
kalangan umat islam Dalam kesehariaannya seorang muslim melafalkan kalimat tersebut
setiap shalat wajib.

Namun masyarakat pada saat ini lebih cendurung mementingkan urusan dunia
dibandingkan urusan keberagaman, sehingga saat ini sering kita jumpai pemyimpangan yang
terjadi ditengah-tegah masyarakat muslim banyak sekali permasalahan-permasalahan
fundamental yang terjadi dalam praktek ibadah seorang muslim. Salah satu permasalahan
fundamental yang kian menjamur adalah mengyangkut praktek dasar ajaran islam. Dasar
ajaran islam yang terdiri dari aqidah, syari’ah, dan akhlak sering sekali dilupakan
keterkaitannya.

Contohnya : seseorang melaksanakan shalat, berarti dia melakukan syari’ah. Tetapi


shalat itu dilakukannya untuk membuat kagum orang-orang di sekitarnya, berarti dia tidak
melaksanakan aqidah. Karena shalat itu dilakukannya bukan karena Allah SWT, maka shalat
itu tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri ataupun orang lain. Alhasil, dia tidak mendapatkan
manfaat pada akhlakya. Itulah yang menjadikan suatu perbuatan yang seharusnya mendapat
ganjaran pahala, tapi malah menjadi suatu kesia-siaan karena tidak dilakukan semata-mata
karena Allah SWT.

Dengan penyusunan makalah ini, penulis berharap dapat menegaskan kembali mengenai
dasar ajaran islam dan pandangan hidup muslim yang kian terlupakan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Sistematika Ajaran Islam ?
1.2.2 Apa Inti Akidah Islam ?

1
1.2.3 Kenapa Tauhid sebagai Pandangan-Hidup dan Asas Peradaban ?
1.2.4 Apa Fungsi Manusia dalam Paradigma Tauhid ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui Sistematika Ajaran Islam
1.3.2 Untuk mengatahui Inti Akidah Islam
1.3.3 Untuk mengetahui Tauhid sebagai Pandangan-Hidup dan Asas Peradaban
1.3.4 Untuk mengetahui Fungsi Manusia dalam Paradigma Tauhid

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistematika Ajaran Islam


Mahmud Syaltout (1983) membagi pokok ajaran Islam menjadi dua, yaitu Aqidah
(kepercayaan) dan Syari‟ah (kewajiban beragama sebagai konsekuensi percaya).
Namun demikian, terdapat ulama lain yang membagi pokok ajaran Islam menjadi
tiga, yaitu: iman (aqidah), Islam (syari‟ah), dan ihsan (akhlak). Pengklasifikasian pokok
ajaran Islam ini didasarkan pada sebuah hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah, yaitu:
“Pada suatu hari ketika Nabi SAW bersama kaum muslimin, datang seorang
primenghampiri Nabi SAW dan bertanya, „Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan
iman?‟ Nabi menjawab, „Kamu percaya pada Allah, para malaikat, kitab-kitab yang
diturunkan Allah, hari pertemuan dengan Allah, para rasul yang diutus Allah, dan terjadinya
peristiwa kebangkitan manusia dari alam kubur untuk diminta pertanggungjawaban perbuatan
oleh Allah‟. Pria itu bertanya lagi,‟Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan Islam?‟
Nabi menjawab, „Kamu melakukan ibadah pada Allah dan tidak menyekutukan-Nya,
mendirikan shalat fardhu, mengeluarkan harta zakat, dan berpuasa di bulan Ramadhan‟. Pria
itu kembali bertanya, „Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud ihsan?‟ Nabi menjawab,
„ Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Apabila kamu tidak mampu
melihatnya, yakinlah bahwa Allah melihat perbuatan ibadahmu‟...”(Al-Bayan, Kitab Iman,
No.5)
Ringkasnya, terdapat tiga bagian pokok ajaran Islam, yaitu :
1. Aqidah, berisi kepercayaan pada hal ghaib;
2. Syari‟ah, berisi perbuatan sebagai konsekuensi dari kepercayaan;
3. Akhlak, berisi dorongan hati untuk berbuat sebaik-baiknya meskipun tanpa
pengawasan pihak lain, karena percaya Allah Maha Melihat dan Maha
Mengetahui.
1. Pengertian Aqidah
Aqidah adalah bentuk dari kata “ „aqoda, ya‟qidu, ‟aqdan-„aqidatan ” yang berarti
simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian, dan kokoh.
Penggunaan kata Aqidah dalam Al-Quran berarti sumpah setia di antara manusia (Qs.
An-Nisa, 4:33; Al-Maidah, 5:1&89). Misalnya dalam hal pembagian harta waris, orang yang

3
terikat sumpah setia dengan orang yang meninggal dunia tersebut berhak menerima harta
waris. Apabila sumpah itu dilanggar, ia harus menggantinya dengan khifarat. Aqidah juga
berarti ikatan nikah (Qs. Al-Baqarah, 2:235&237) atau kekakuan lidah (Qs. Thaha, 20:27)
atau ikatan tali (Qs. Al-Alaq 113:4).
Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa arab) ialah
sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih
dari padanya.
Sedangkan Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang
seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan
kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
Secara umum, aqidah dalam Islam berarti perjanjian teguh manusia dengan Allah
yang berisi tentang kesediaan manusia untuk tunduk dan patuh secara sukarela tanpa keragu-
raguan pada kehendak Allah.
Aqidah merupakan akar bagi setiap perbuatan manusia. Apabila akar pohon perbuatan
manusia itu kokoh, maka pohon perbuatan manusia itu akan berbuah dan tahan dari berbagai
tiupan angin cobaan. Sebaliknya, apabila akar pohon perbuatan manusia itu lemah, maka
buah perbuatan manusia itu akan tidak bermakna dan mudah roboh dengan tiupan godaan
angina sepoi-sepoi sekalipun.
Manusia yang lisan dan hatinya menyatakan tunduk dan patuh secara sukarela tanpa
keragu-raguan pada kehendak Allah, pasti dampak perbuatannya akan bermanfaat bagi
manusia lain yang ada di sekitarnya.

2. Pengetian Syari’ah
Syara‟a – Yasyra‟u – Syar‟an artinya membuat undang-undang, menerangkan rute
perjalanan, adat kebiasaan, jalan raya. Syara‟a – Yasyra‟u – Syuruu‟an artinya masuk ke
dalam air memulai pekerjaan, jalan ke air, layar kapal, dan tali panah (Mahmud Yunus,
1989:195).
Syari‟ah adalah jalan ke sumber (mata) air. Dahulu orang Arab menggunakan
syari‟ah untuk sebutan jalan setapak menuju sumber (mata) air untuk mencuci atau
membersihkan diri. (Mohammad Daud Ali, 1997:235)
Syaria‟ah juga berarti jalan lurus, jalan yang lempang, tidak berkelok-kelok, jalan
raya. Penggunaan kata syari‟ah bermakna peraturan, adat kebiasaan, undang-undang, dan
hukum (Ahmad Wason Munawwir, 1984:762).

4
Dari pengertian di atas Syariah adalah segala peraturan agama yang telah ditetapkan
Allah SWT untuk umat islam, baik dari Al-Qur‟an maupun dari sunnah Rasulullah SAW,
yang diberikan kepada manusia melalui para Nabi agar manusia hidup selamat di dunia
maupun di akhirat. Para pakar hukum Islam memberikan batasan pengertian “Syariah” yang
lebih tegas untuk membedakannya dengan “Ilmu Fiqhi”, yang diantaranya sebagai berikut:
a. Imam Abu Ishak As-Syatibi dalam bukunya Al-Muwafaqat fi ushulil ahkam
mengatakan, “Bahwasanya arti syari‟ah itu, sesungguhnya, menetapkan batas tegas
bagi orang-orang mukallaf, dalam segala perbuatan, perkataan, dan akidah mereka.”
b. Syikh Muhammad Ali Ath-thahawi dalam bukunya kassyful istilahil funun
mengatakan, “Syari‟ah ialah segala yang telah diisyaratkan Allah SWT untuk para
hamba-Nya, dari hukum-hukum yang telah dibawa oleh para Nabi Allah as. Baik
yang berkaitan dengan cara pelaksanaannya, dan disebut dengan far‟iyah amaliah lalu
dihimpun dalam ilmu fiqh atau cara berkaidah yang disebut pokok akidah, dan
dihimpun oleh ilmu kalam, dan syariah ini dapat disebut juga dengan diin (agama)
dan millah.
c. Prof. DR. Mahmud Salthutmengatakan bahwa, “Syari‟ah adalah segala peraturan
yang telah disyariatkan Allah, atau Ia telah mensyariatkan dasar-dasarnya, agar
manusia melaksanakannya, untuk dirinya sendiri, dalam berkomunikasi dengan
Tuhannya, dengan sesama muslim, dengan sesama manusia, dengan alam semesta,dan
berkomunikasi dengan kehidupan.”
Definisi tersebut menegaskan bahwa syari‟ah sama artinya dengan diin (agama) dan
millah. Berbeda dengan ilmu fiqh yang hanya membahas tentang amaliyah hukum (ibadah).
Sedangkan bidang akidah dan hal-hal yang berhubungan dengan alam gaib, dibahas oleh ilmu
kalam atau ilmu tauhid.
Syari‟ah islam secara mutlak dimaksudkan seluruh ajaran Islam baik yang mengenai
keimanan, amaliah ibadah, maupun mengenai akhlak. Firman Allah SWT : “Kemudian Kami
jadikan engkau berada di atas suatu syari‟ah (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah
dia (syari‟ah), dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.” (QS. AlJatsiyah: 18)
Kedudukan syari‟ah dalam ajaran Islam adalah sebagai bukti aqidah. Setiap detik
kehidupan manusia diisi dengan perbuatan-perbuatan. Perbuatan-perbuatan itu dilandasi akar
keyakinan hati akan tunduk dan patuh secara sukarela terhadap kehendak Allah (aqidah).
Buah dari perbuatan itu dinamai akhlak.

5
3.Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab, yang berasal dari kata khalaqa-yakhluqu khalqan
artinya membuat, atau menjadikan sesuatu. Akhlak (tunggal: khuluq) artinya perangai
(Mahmud Yunus, 1989:120). Penggunaan kata “khalaqa” dan turunannya dalam Al-Quran
berarti menciptakan sesuatu.
Dengan demikian, pengertian akhlak dari segi bahasa maupun penggunaannya dalam
Al-Quran dapat didefinisikan sebagai tindakan membentuk atau membiasakan perbuatan.
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul
karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah. Dalam prakteknya akhlak bisa
dikatakan buah atau hasil dari akidah yang kuat dan syari‟at yang benar. Allah SWT
mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki
akhlak.
Sebagai bahan perbandingan, Ahmad Amin (1988) mendefinisikan akhlak sebagai
perbuatan yang diulang-ulang sehingga menjadi mudah untuk melakukannya dan tidak perlu
berpikir lagi bagaimana melakukannya. Contohnya adalah seperti salat tahajud. Pada malam
pertama mungkin akan sedikit berat untuk dapat bangun malam. Namun, bila hal itu
dilakukan berulang-ulang itu akan menjadi sangat mudah. Kita tidak perlu berpikir lagi
bagaimana melakukannya. Demikian juga dengan bersedekah. Bila kita rajin melakukan
sedekah, tentu hal ini menjadi mudah untuk kita lakukan. Tak perlu lagi berpikir bagaimana
caranya bersedekah. Maka kita dapat berkesimpulan bahwa bersedekah/membantu orang lain
adalah akhlak.

Kedudukan akhlak dalam ajaran Islam adalah hasil, dampak, atau buah dari
perbuatan-perbuatan (syari‟ah) yang dilandasi keyakinan hati tunduk dan patuh secara
sukarela pada kehendak Allah (aqidah). Seperti halnya adalah jujur pada diri sendiri yang
merupakan bagian dari akhlak adalah dampak perbuatan puasa (syari‟ah) yang dilandasi
keyakinan hati (aqidah) bahwa dengan puasa kita dapat berempati terhadap penderitaan orang
lain yang menjalani hidupnya serba kekurangan.

2.2 Inti Akidah Islam

6
Pentingnya tauhid dapat dipastikan bahwa ensensi (inti) peradaban islam adalah islam
itu sendiri dan ensensi Islam adalah tauhid atau penesaan tuhan, tindakan yang menegaskan
Allah sebagai yang Esa, pencipta yang mutlak dan transenden (penesaan tuhan), penguasa
segala yang ada.
Tauhid adalah memberikan identitas dalam peradaban islam yang mengikat semua
unsurnya bersama-sama dan menjadikan unsur tersebut suatu kesatuan yang menyuruh dan
organis yang disebut dengan peradaban. Atau dengan kata lain Tauhid adalah keyakinan akan
Esa-Nya ketuhanan Allah SWT, dan ikhlasnya beribadah hanya kepada-Nya dan keyakinan
atas nama-nama serta sifat-sifat-Nya.
     Allah SWT berfirman: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
menyembahku...(Q.S Adz-Dzariyat 51:56). Dan pada setiap bangsa kami telah mengutus
seorang Rosul untuk memerintahkan agar menyembah Allah SWT untuk menghindari
Thaghut (menyembah selain Allah SWT)...(Q.S An-Nahl 16:36). Tuhanmu telah
memerintahkan bahwa kamu tidak boleh menyembah siapapun kecuali Dia...(Q.S Al-Isra’
17:23). Sembahlah Allah dan jangan meyekutukan apapun dengan-Nya...(Q.S An-Nisa 4:36).
Marilahku bacakan apa yang diharamkan bagimu oleh Tuhanmu yaitu janganlah kamu
menyekutukan sesuatu dengan Dia... (Q.S Al-An’am 6:151)“.
Jelas sekali, tidak ada satupun perintah dalam islam yang bisa dilepaskan dari tauhid.
Seluruh agama itu sendiri, kewajiban manusia untuk menyembah Tuhan, untuk mematuhi
perintah-perintah-Nya, akan hancur begitu tauhid dilanggar. Melanggar tauhid berarti
meragukan bahwa Allah adlah satu-satunya Tuhan. Dan berarti menyakini adanya wujud-
wujud lain selain Allah sebagai Tuhan.
Tanpa tauhid takkan ada Islam. Tanpa tauhid bukan hanya sunnah Nabi yang dapat
diragukan saja, tetapi peritahnya pun akan bergoncang dari kedudukannya, susunan kenabian
itu sendiri akan ikut hancur. Wajarlah jika Allah SWT dan Rasul-Nya menempatkan tauhid
pada status tertinggi dan menjadikan  sumber kebaikan dan pahala yang terbesar. Tidak heran
jika seorang muslim dapat didefinisikan dengan kepatuhannya kepada tauhid, dengan
pengakuannya akan keesaan dan transendensi Allah sebagai prinsip tertinggi dari seluruh
ciptaan, semua wujud dan kehidupan, dari seluruh agama.

2.3 Tauhid sebagai Pandangan-Hidup dan Asas Peradaban

7
Tauhid merupakan identitas yang melekat pada personal Muslim yang dengannya
peradaban Islam berkembang ke penjuru dunia. Dengan tauhid semua unsur-unsur secara
bersama membentuk kesatuan integral dan organis yang akan membentuk sebuah peradaban.
Tauhid-lah yang membentuk, mengikat, mencetak semua unsur dalam diri Muslim saling
mendukung satu sama lain. Tanpa harus mengubah sifat-sifat sesuatu namun memberikan ciri
baru sebagai bagian dari peradaban. Ketika konsep tentang tauhid sudah dipahami dengan
baik maka akan timbul perubahan. Perubahan dari hal yang kecil atau hal yang fundamental
atau radikal. Oleh karenanya, kaum Muslim harus mengembangkan ilmu tauhid dan
menjadikan cabangnya.

Tidak ada satu perintah dalam Islam yang bisa lepas dari tauhid. Melanggar tauhid
berarti meragukan Allah sebagai satu-satunya Tuhan. Artinya siapapun yang meragukan
Tuhan berarti dia meyakini adanya wujud selain Allah. Karena jika ada tuhan selain Allah
maka secara logis, salah satu tuhan akan menjalin hubungan individualnya sendiri dengan
ciptaanya, kemudian tuhan akan mencoba menyaingi, mengungguli atau menyalahi tuhan
lainnya. Karena tauhid merupakan fondasi peradaban, yang karenanya takkan ada Islam,
maka berpegang teguh kepada prinsip tauhid merupakan asas dari seluruh keshalehan,
religiusitas dan seluruh kebaikan. Maka sangat wajar jika Allah dan Rasul-Nya menempatkan
tauhid sebagai status tertinggi dan menjadikannya penyebab sumber kebaikan dan pahala
yang besar. Selebihnya tidak mengherankan bahwa seorang Muslim dapat menjalankan
kepatuhannya kepada tauhid dengan pengakuannya akan ke-Esaan dan transendensi Allah
sebagai prinsip tertinggi dari seluruh ciptaan, semua wujud dan kehidupan dari seluruh
agama.

Keterkaitan tauhid dan kepatuhan hamba terhadap Tuhannya memberikan dua tujuan
sekaligus, yaitu pengakuan akan Tuhan sebagai satu-satunya Pencipta alam semesta dan
penyamaan semua manusia sebagai makhluk Tuhan yang dibekali sifat-sifat kemakhlukan
manusiawi yang sama dan dengan status kosmik yang sama pula. Lebih lanjut, deklarasi
kalimat lâ ilâha illallâh (tauhid) mengungkapkan kepada tiga tingkat aksiologi makna baru.
Makna pertama, bahwa ciptaan merupakan materi yang mutlak. Ciptaan bukan hanya terbaik
bahkan sangat sempurna tak bercacat. Hal ini menguatkan bahwa makhluk sebagai ciptaan
yang selalu bertasbih kepada Pencipta serta segala bentuk ibadah berada dipihak manusia
atau ciptaan-Nya.

8
Makna kedua, bahwa manusia tidak dalam kungkungan nestapa. Maksudnya adalah
manusia tidak membutuhkan ‘juru selamat’ selain Tuhan. Sang makhluk bisa dengan leluasa
mengukir prestasinya secara langsung di depan Tuhan, bukan menganggap dirinya selalu
ternoda dalam dosa dan selalu dalam ketersesatan. Layaknya nestapa yang dialami penganut
agama Kristen atau agama lain. Ketiga, dalam praktiknya manusia tunduk pada kewajibannya
sebagai makhluk dengan mengabdi kepada sang Ilahi atau Khaliq-nya.Ketiga makna tersebut
memberikan penegasan kepada Muslim tentang praktek ibadah yang dilakukan semata-mata
untuk mengabdi kepada sang Khaliq, karena dia sadar bahwa penghambaan kepada Tuhan
akan dibalas dengan ganjaran pahala. Tauhid merupakan sumber terpenting dalam
membangun peradaban Islam, yang dengannya Muslim akan kembali sadar kepada tanggung
jawabnya sebagai makhluk untuk membangun keyakinan dan rasa percaya dirinya saat
melangkah, maka prinsip Tauhid menjadi urgen dalam kehidupan Muslim. Dalam kehidupan
masa kini, Muslim sudah seharusnya melawan arus pemikirian modern atau postmodern yang
semakin hari semakin menjauhkan kedekatan makhluk dengan Tuhan.

2.4 Fungsi Manusia dalam Paradigma Tauhid

Paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan
pengatur kehidupan. Aqidah tauhid menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah
tauhid yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam Alqur`an dan al-Hadits menjadi qa’idah
fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan
pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia. Paradigma ini memerintahkan manusia untuk
membangun segala pemikirannya berdasarkan tauhid Islam, bukan lepas dari tauhid itu. Ini
bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun yaitu surat Al- Alaq:1 (artinya) : “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”. Dalam ayat tersebut manusia telah
diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi
segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari aqidah tauhid, karena iqra` haruslah dengan
bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah
Islam.

Paradigma Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan
berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu
Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu.Firman Allah SWT (QS. an-Nisaa` [4]:
126) yang artinya : “Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu”. Itulah

9
paradigma yang dibawa Rasulullah Saw yang meletakkan Tauhid Islam yang berasas Lậilậ
illa Allậh Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk
Aqidah tauhid lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan tauhid tersebut sebagai pondasi dan
standar bagi berbagai pengetahuan. Inilah paradigma Islam yang menjadikan tauhid sebagai
dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-
muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa tauhid merupakan inti ajaran dan pandangan hidup kaum
muslimin. Tauhid merupakan konsep “Dinul Islam” yang mana ini menyatakan tentang Ke-
Esaan Allah Swt dalam setiap perkara apapun. Seorang muslim meyakini bahwa tauhid
adalah dasar dalam islam yang paling agung dan hakikat islam yang paling besar, dan
merupakan suatu syarat diterimanya suatu amal dan sudah kewajiban manusia untuk beriman
kepada Allah Swt dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta
beriman kepada Malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, dan Hari Akhir. Oleh
sebab itu, tauhid dijadikan sebagai inti ajaran dan pandangan hidup islam.

10
DAFTAR PUSTAKA

Mannan, A. (2018). “Transformasi Nilai-Nilai Tauhid dalam Perkembangan Sains dan


Teknologi”. Aqidah-Ta: Jurnal Ilmu Aqidah, 4(2), 252-268.

Hadi, F. S. (2019). “Tawhid sebagai Prinsip Primordial Peradaban Islam: Studi Pemikiran
Isma’il Raji al-Faruqi”. TSAQAFAH, 15(2), 265-290.

11
12

Anda mungkin juga menyukai