Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AKHLAK TASAWUF

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AKHLAK


TASAWUF

Dosen Pembimbing
Dr.Rahmat Hidayat,MA

Disusun oleh : Kelompok 1

1. Ichsan Abdilah Bimantara Pulungan (0701192080)


2. Syah Zanul Husna (0701191128)
3. Muhammad Al Hafiz (0701193138)
4. M. Tsaqif Al Mutawakkil Simbolon (0701192088)

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
ILMU KOMPUTER
2019/2020
Kata Pengantar
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Puji dan syukur Alhamdulillah kita panjatkan kepada Allah,Tuhan Yang Maha
Esa.Berkat limpahan karunia-Nya,kami dapat menyelesaikan makalah akhlak tasawuf
ini.Salam dan salawat semoga tetap tercurah kepada Baginda Muhammad SAW.Adapun
pada makalah yang kami bahas ini mengenai Sejarah dan Perkembangan Akhlak
Tasawuf.
Makalah ini kami buat berdasarkan metode tinjauan pustaka,yang bersumber dari
berbagai info media yang utamanya internet.
Makalah ini tentunya masih sangat jauh dari kesempurnaan,maka dari itu kami masih
mengharapkan kritikan maupun saran guna untuk menyempurnakan makalah kami.
Kemudian,ucapan terimah kasih buat teman-teman yang telah meluangkan
tenaga,waktu, maupun pikiran agar makalah ini bisa selesai tepat waktu,sesuai dengan
yang kita harapkan.Begitu pula ucapan terimah kasih kami kepada :
Dosen Pembimbing Mata Kuliah Akhlak Tasawuf , Dr. Rahmat Hidayat, MA
Yang telah memberikan tugas makalah ini sebagai pembelajaran yang akan kami
pelajari kedepannya,tugas makalah ini bagi kami bukan hanya sebagai tugas, tapi juga
untuk menambah ilmu pengetahuan kepada kita sebagai mahasiswa tentang ajaran dan
kaidah hidup islami sesuai aturan agama.Dan juga sebagai pelajaran bahwa apa yang
telah diamanahkan oleh seseorang kepada kita,maka kita harus melaksanakannya.
Kami berharap makalah ini dapat membantu kita semua untuk mempelajari materi
yang akan kita pelajari khususnya masalah akhlak tasawuf.

Medan,24 September 2019

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……………………………………………………….
KATA PENGANTAR ………………………………………………………
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... … 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................... 1
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................... 1
1.5 Sistematika Penulisan ................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3

2.1 Pengertian Akhlak dan Tasawuf ................................................. 3


2.2 Sejarah Perkembangan Ahklak ................................................... 5
2.3 Sejarah Perkembangan Tasawuf ................................................. 8

Bab III PENUTUP ...................................................................................... 16

3.1 Kesimpulan .............................................................................. 16

3.2 Saran ......................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Akhlak memiliki peranan penting bagi perjalanan hidup manusia, dimana akhlak
merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga kini makin
dirasakan dan memandu perjalanan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat.tidak
berlebihan jika misi utama dari Nabi Muhammad SAW adalah menyempurnakan akhlak di
muka bumi.

Kajian dari tasawuf sangat dibutuhkan untuk merespon dan meprediksi masa depan
tasawuf, Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian akhlak, pengertian tasawuf,
sejarah perkembangan akhlak dan tasawuf.pengertian tasawuf berbeda-beda untuk setiap
ulama. Bisa disimpulkan tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan
diri,berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju
keabadian, serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengikuti syariat Rasulullah dalam
mendekatkan diri dan mencapai keridhaan-Nya.

1.2 Rumusan Masalah


Ada beberapa rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah yang
berjudul ”Sejarah Perkembangan Akhklak Tasawuf”, antara lain :

1. Sejak kapan akhlak dan tasawuf ada?


2. Bagaimana perkembangan di setiap masanya?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan Akhlak dan
Tasawuf”, yaitu:

1. Memberitahukan awal mulanya akhlak dan tasawuf


2. Menyebutkan bagaimana perkembangan di setiap masa,bangsa dan agama

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan Akhlak dan Tasawuf”, yaitu
:

1. Agar mengetahui awal mulanya akhlak dan tasawuf.


2. Dapat mengetahui masa apa saja yang dilewati ketika akhlak dan tasawuf
berkembang

1
1.5 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan :
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan

Bab II Pembahasan :

2.1 Pengertian akhlak dan tasawuf


2.2 Sejarah perkembangan akhlak
2.3 Sejarah perkembangan tasawuf

Bab III Penutup :

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akhlak dan Tasawuf

A. Pengertian Akhlak
Pengertian akhlak adalah suatu sistem nilai yang mengatur tindakan dan pola sikap
manusia di muka bumi. Adapun sistem nilai tersebut antara lain adalah ajaran Islam, dengan
al-Quran dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya, dan ijtihad sebagai metode berfikir
Islami. Adapun tindakan dan pola sikap yang dimaksud meliputi berbagai pola hubungan
dengan Allah, sesama manusia, dan dengan alam. (Muslim Nurdin dkk : 1995)
Pengertian akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang dari sifat
tersebut timbul suatu perbuatan dengan mudah/gampang tanpa perlu pemikiran &
pertimbangan. (al-Imam al-Ghazali)
Kata akhlak berasal dari kata khuluk yang dalam bahasa Arab artinya watak, kelakuan,
tabiat, perangai, budi pekerti, tingkah laku dan kebiasaan.
Pengertian akhlak dalam islam adalah perangai serta tingkah laku yang terdapat pada diri
seseorang yang telah melekat, dilakukan dan dipertahankan secara terus menerus.
Agama diletakkan di atas empat landasan akhlak utama yaitu kesabaran,memelihara
diri,keberanian, dan keadilan

B. Pengertian Tasawuf

1. Menurut Etimologi

Pengertian tasawuf menurut etimologi juga pendekatan lainnya, terdapat perbedaan.


Secara umum, diantara perbedaan tersebut tentu ada garis merah atau benang merah yang
dapat ditarik.

Berasal dari Kata Shuffah

Tasawuf berasal dari istilah shuffah. Shuffah berarti serambi tempat duduk. Suffah
berasal di serambi masjid Madinah yang disediakan untuk mereka yang belum memiliki
tempat tinggal atau rumah dan dari orang-orang muhajirin yang ada di Masa Rasulullah
SAW. Mereka dipanggi sebagai Ahli Suffah atau Pemilik Sufah karena di serambi masjid
Madinah itulah tempat mereka.

Berasal dari Kata Shaf

Selain itu, istilah tawasuf juga berasal dari kata Shaf. Shaf memiliki arti barisan.
Istilah ini dilekatkan kepada tasawuf karena mereka, para kaum sufi, memiliki iman yang

3
kuat, jiwa dan hati yang suci, ikhlas, bersih, dan mereka senantiasa berada dalam barisan
yang terdepan jika melakukan shalat berjamaah atau dalam melakukan peperangan.

Berasal dari Kata Shafa dan Shuafanah

Istilah Tasawuf juga ada yang mengatakan berasal dari kata shafa yang artinya bersih
atau jernih dan kata shufanah yang memiliki arti jenis kayu yang dapat bertahan tumbuh di
daerah padang pasir yang gersang.

Berasal dari Kata Shuf

Pengertian Tasawuf juga berasal dari kata Shuf yang berarti bulu domba. Pengertian
ini muncul dikarenakan kaum sufi sering menggunakan pakaian yang berasal dari bulu
domba kasar. Hal ini melambangkan bahwa mereka menjunjung kerendahan hati serta
menghindari sikap menyombongkan diri. Selain itu juga sebagai simbol usaha untuk
meninggalkan urusan-urusan yang bersifat duniawi. Orang-orang yang menggunakan pakaian
domba tersebut dipanggil dengan istilah Mutashawwif dan perilakunya disebut Tasawuf.

2. Menurut Terminologi
Pengertian tasawuf menurut terminologi dari para ahli sufi juga terdapat varian-varian
yang berbeda. Hal ini dapat dijelaskan dari berbagai pandangan sufi berikut:

Menurut Imam Junaid

Menurut seorang sufi yang berasal dari Baghdad dan bernama Imam Junaid, Tasawuf
memiliki definisi sebagai mengambil sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah.

Menurut Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah seorang syekh yang berasal dari Afrika Utara.
Sebagai seorang sufi ia mendefinisikan tasawuf sebagai proses praktek dan latihan diri
melalui cinta yang mendalam untuk ibadah dan mengembailikan diri ke jalan Tuhan.

3. Secara Umum

Dari pengertian tasawuf secara etimologi dan terminologi dapat diambil kesimpulan
bahwa Tasawuf adalah pelatihan dengan kesungguhan untuk dapat membersihkan,
memperdalam, mensucikan jiwa atau rohani manusia. Hal ini dilakukan untuk melakukan
pendekatan atau taqarub kepada Allah dan dengannya segala hidup dan fokus yang dilakukan
hanya untuk Allah semata.

2.2 Sejarah Pekembangan Akhlak

1. Akhlak pada bangsa Yunani


Diantara sekian banyak ahli-ahli fikir Yunani yang menyingkapkan pengetahuan
4
akhlak, di sini dikemukakan beberapa diantaranya yang dipandang terkemuka:
a. Socrates (469-399 SM), terkenal dengan semboyan: “ Kenalilah diri engkau dengan
diri engkau sendiri”. Dia dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak Yunani yang
pertama. Usahanya membentuk pergaulan manusia-manusia. Dengan dasar ilmu
pengetahuan.[2]“ Cynics dan Cyrenics” kedua pengikut Socrates. Untuk golongan
Cynics hidup pada tahun (444-370 SM) diantara pelajarannya bahwa ketuhanan itu
bersih dari segala kebutuhan dan sebaik-baiknya manusia itu yang berperangai dengan
akhlak ketuhanan. Pemimpinya adalah Diogenes yang meninggal tahun 323 SM. Ia
memberi pelajaran kepada kawan-kawannya supaya membuang beban yang
ditentukan oleh ciptaan manusia dan perannya. Untuk golongan Cyrenics pemimpinya
adalah Aristippus dilahirkan di Cyrena (kota di Barkah) di Utara Afrika. Golongan ini
berpendapat bahwa mencari kelezatan dan menjauhi kepedihan ialah satu-satunya
tujuan yang benar untuk hidup, dan perbuatan itu dinamai utama bila timbul kelezatan
yang lebih besar dari kepedihan. Adapun CynicsCyrenics berpendapat bahwa
kebahagiaan itu dalam mencari kelezatan dan mengutamakannya.[3] berpendapat
bahwa kebahagiaan itu menghilangkan kejahatan dan menguranginya sedapat
mungkin. Tetapai Sehingga Ia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk perhubungan itu
tidak menjadi benar kecuali bila didasarkan kepada ilmu pengetahuan, sehingga ia
berpendapat bahwa “ keutamaan adalah ilmu”. Tetapi sesuatu hal yang tidak jelas
dalam ilmu Akhlaknya Socrates, apa tujuan yang terakhir dari akhlak itu serta ukuran
apa yang dipergunakan menentukan baik buruknya suatu akhlak. Maka disini
timbullah beberapa golongan yang berbeda-beda pendapatnya tentang tujuan akhlak,
lalu muncul beberapa paham mengenai akhlak sejak zaman itu hingga sekarang ini.

b. Plato (427-347 SM), seorang filsafat Athena dan murid dari Socrates, bukunya yang
terkenal adalah “Republic”. Ia membangun ilmu akhlak melalui akademi yang ia
dirikan. Pandangannya dalam akhlak berdasar dari “teori contoh” bahwa di balik alam
ini ada alam rohani sebagai alam yang sesungguhnya.[4] Dan di alam rohani ini ada
kekuatan yang bermacam-macam, dan kekuatan itu timbul dari pertimbangan
tunduknya kekuatan pada hokum akal, ia pun berpendapat bahwa pokok-pokok
keutamaan ada empat antara lain hikmah/kebijaksanaan, keberanian, keperwiraan dan
keadilan. Keempat-empatnya itu adalah tiang penegak bangsa-bangsa dan
perseorangan.

c. Aristoteles (9394-322 SM), dia murid Plato yang membangun suatu paham yang
khas, yang mana pengikutnya diberi nama dengan “Paripatetics”karena mereka
memberikan pelajaran sambil berjalan. Dan ia berpendapat bahwa tujuan terakhir
5
yang dikehendaki manusia mengenai segala perbuatannya ialah “bahagia” ia
berpendapat bahwa jalan mencapai kebahagiaan ialah mempergunakan jalan
mencapai kebahagiaan ialah mempergunakan kekuatan akal pikiran sebaik-baiknya.
Selain itu Aristoteles ialah pencipta teori serba tengah tiap-tiap keutamaan adalah
tengah-tengah diantara kedua keburukan, seperti dermawan adalah tengah-tengah
antar membabi buta dan takut.

2. Akhlak pada Agama Nasrani


Pada akhir abad ketiga Masehi Agama Nasrani berhasil mempengaruhi pemikiran manusia
dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak dalam Kitab Taurat dan Injil. Menurut agama ini
bahwa Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokan-
patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupa masyarakat. Dengan
demikian ajaran akhlak pada Agama Nasrani ini tampak bersifat teo-centri (memusat pada
tuhan) dan sufistik (bercorak batin).

Menurut ahli-ahli filsafat Yunani bahwa pendorong untuk melakukan perbuatan baik ialah
pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut Agama Nasrani pendorong berbuat
kebaikan ialah cinta dan imam kepada Tuhan berdasarkan petunjuk Kitab Taurat. Selain itu
Agama Nasrani menghendaki agar manusia berusaha sungguh-sungguh mensucikan roh yang
terdapat pada dirinya dari perbuatan dosa, baik dalam bentuk pemikiran maupun perbuatan.
Akibat dari paham akhlak yang demikian itu, kebanyakan para pengikut pertama dari agama
ini suka menyiksa dirinya, menjauhi dunia yang fana, beribadah, zuhud dan hidup
menyendiri.

3. Akhlak pada Bangsa Romawi


Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu
gereja berusaha memerangi filsafat Yunani srta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan
kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa
yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh kerana itu tidak ada artinya
lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian. Mempergunakan filsafat boleh
saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin uang dikeluarkan oleh gereja, atau memilki
perasaan dan menguatkan pendapat gereja. Diluar ketentuan sperti itu penggunaan filsafat
tidak diperkenankan.

Namun demikian sebagai dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato,
Arostoteles dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja, dan mencocokkannya dengan akal.
Filsafat yang menentang Agama Nashrani dibuang jauh-jauh.
6
Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah
ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nashrani.
Diantara merka yang termasyhur ialah Abelard,, sorang ahli filsafat Perancis (1079-1142) dan
Thomas Aquinas, seorang ahli filsafat Agama berkebangsaan Italia (1226-1274).
Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani dan ajaran
agama itu, nantinya akan dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam
sebagaimana terlihat pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan kaum Muktazilah.

4. Akhlak pada Agama Islam


Ilmu pengetahuan akhlak dalam ajaran Islam didasarkan pada Al-qur’an dan hadis.
Ilmunya disebut ilmu akhlak yaitu suatu pengetahuan yang mempelajari tentang akhlak
manusia. Akhlak dalam ajaran Islam merupakan jalan hidup manusia yang paling sempurna
dan menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Semua itu terkandung dalam
firman Allah dan sunah Rasul.

Adapun tokoh yang pertama kali menggagas atau menulis tentang ilmu akhlak dalam
Islam sampai saat ini masih terus diperbincangkan, berikut ini adalah beberapa tokoh yang
dianggap pertama kali menggagas dan menulis ilmu akhlak beserta dengan teorinya:
a. Ali bin Abi Thalib
Berdasarkan sebuah risalah yang ditulis Ali bin Abi Thalib untuk putranya, Al-Hasan,
setelah kepulangannya dari perang Shiffin maka Ali bin Abi Thalib dianggap sebagai tokoh
yang pertama kali menggagas ilmu akhlak. Didalam risalah tersebut terdapat banyak
pelajaran akhlak dan berbagai keutamaan. Kandungan risalah ini tercermin pula dalam
kitab Nahj Al-Balaghah yang banyak dikutip oleh ulama Sunni, seperti Abu Ahmad bin
‘Abdillah Al-‘Askari dalam kitabnya Az-Zawajir wa Al-Mawa’izh.

b. Isma’il bin Mahran Abu An-Nashr As-Saukani


Isma’il bin Mahran Abu An-Nashr As-Saukani adalah ulama abad ke-2 H. Ia menulis
kitab Al-Mu’min wa Al- Fajir, yaitu kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam Islam.
Oleh karena itu Isma’il bin Mahran Abu An-Nashr As-Saukani dianggap sebagai orang Islam
yang pertama kali menulis ilmu akhlak. Setelahnya, dikenal tokoh-tokoh akhlak walaupun
mereka tidak menulis kitab tentangnya, seperti Abu Dzar Al-Ghifari, ‘Ammar bin Yasir,
Nauval Al-Bakkali, dan Muhammad bin Abu Bakr.

c. Ja'far bin Ahmad

7
Ja’far bin Ahmad Al-Qummi pada abad ke-3 H. Ia menulis kitab Al-Mani’at min Dukhul
Al-Jannah. Adapun tokoh-tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam bidang akhlak
diantaranya adalah Ar-Razi (250-313 H), Ali bin Ahmad Al-Kufi (abad ke-4 H), Abu Nashr
Al-Farabi (abad ke-4 H), Ibnu Sina (370-428 H), Ibnu Maskawaih (abad ke-5 dan wafat
tahun 421 H), Warram bin Abi Al-Fawaris (abad ke-6 H), Syekh Khawajah Nashir Ath-Thusi
(abad ke-7 H), Asy Syairazi, dan Hasan bin Amin Ad-Din.

2.3 Sejarah Pekembangan Tasawuf


1. Pada masa Rasulullah
Hidup sufistik, secara tradisional dan historis sudah terdapat pada masa Nabi. Sehari hari
Rasulullah beserta keluarganya selalu hidup sederhana dan apa adanya, disamping beliau
menghabiskan waktunya untuk beribadah dan berjihat dalam mendekati Tuhannya. Tradisi
serupa diwarisi oleh keluarga beliau, yakni Ali ra. dan Fatimah ra. beserta anak anaknya.
Bukhari menceritakan, bahwa Rasulullah sendiri menegaskan, ”kami adalah golongan yang
tidak makan kecuali kalau lapar, dan jika kami makan, maka tidaklah sampai kenyang.” Pada
lain kesempatan Rasulullah juga bersabda, “kefakiran adalah kebanggaanku.”
Fakir, yakni perasaan tidak membutuhkan segala sesuatu kecuali terhadap Allah, sehingga
segala dunia ini dipahami sebagai bentuk amanat,yang penyerahannya pasti disesuaikan
dengan kesanggupan sang makhluk untuk menerimanya.

Muhammad SAW adalah yang pertama tama memberikan contoh kesederhanaan


(zuhud & fakir) yang menjadi sikap utama sufisme.[1]

Rosulullah bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap


dirimu, maka puasalah kamu dan berbuka, bangunlah beribadah pada malam hari dan tidur,
karena kau bangun beribadah pada malam hari dan tidur, aku brpuasa dan berbuka, aku
makan daging dan lemak, aku datangi perempuan perempuan. Barang siapa tidak suka pada
sunahku itu maka tidakkah dia termasuk sebagian dari (umat)ku. Kemudian dihimpunkannya
orang banyak lalu ia berkutbah di hadapan mereka, katanya: apakah halnya dengan beberapa
kaum, mereka mengharamkan perempuan, makanan, wangi-wangian, tidur dan syahwat
dunia? Ketahuilah bahwa aku tidak menyuruh kamu menjadi pendeta pendeta dan rahib
rahib. Maka sesungguhnya tidak ada dalam agamaku meninggalkan makan daging dan
meninggalkan perempuan dan tidak pula membuat buat ibadah.

8
Dan bahwasanya perlawatan umatku ialah puasa dan rubbaniyah(kebiasaan) mereka ialah
jihad. Sembahlah Allah dan jangan sekutukan sesuatu dengan Dia. Kerjakanlah haji dan
umrah. Dirikanlah sholat, keluarkan zakat, puasalah dibulan ramadhan dan tetaplah atas yang
demikian, niscaya kamu akan dimantapkan. Sesungguhnya orang orang yang dahulu daripada
kamu binasa sebab memberat beratkan(urusan agama). Mereka berat beratkan atas diri
mereka, lantas diberatkan pula oleh Allah. Maka itulah peninggalan peninggalan mereka pada
gereja gereja dan tempat tempat peribadatan.”

Demikian patokan dari Rasulullah saw. tentang pandangan hidup muslim,bahwa dunia
boleh dimanfaatkan,tatapi jangan terpengaruh oleh godaannya. Orang yang mengingkari
patokan tersebut adalah orang yang sesat dan bukan termasuk umat Muhammad SAW.
Jadi ciri khas tasawuf dimasa Rasul ini ialah berpegang teguhnya kaum muslimin dengan Al
Qur’an dan sunnah Nabi.[2]

2. Sejarah Tasawuf Masa Sahabat


Kehidupan dan ucapan para sahabat merupakan sumber tempat menimba para sufi.
Kehidupan dan ucapan mereka penuh dengan hal-hal yang berkaitan dengan sikap zuhd,
kehidupan sederhana dan kepasrahan kepada Allah. Rasulullah sendiri telah menegaskan
betapa tingginya kedudukan para sahabat ini, seperti sabdanya: “Para sahabatku bagaikan
bintang; siapapun siantara mereka yang kalian ikuti, niscaya kalian mendapatkan
petunjuk.”[7].

Disini kami hanya mengemukakan secukupnya, terutama sahabat-sahabat besar tentang


amalan-amalan dan ucapan-ucapan yang menjadi salah satu sumber ajaran tasawuf yaitu :
a. Abu Bakar al-Siddiq
Telah kita ketahui bahwa diantara sahabat-sahabat Nabi, Abu Bakar adalah yang terdekat
pada Rasulullah. Beliau yang pertama masuk agama islam diantara orang laki-laki dewasa.
Beliau yang paling bnayka mmeberikan pengorbanan, baik kepada Nabi khususnya, maupun
kepada silam umumnya. Tentang kedermawanannya, diceritakan bahwa pada setiap kali
Rasulullah bertanya kepada ahabatnya, siapa yang bersedia memberikan harta bendanya Abu
bakar menjawab: “Saya ya Rasulullah” Lalu diserahkannya 100 ekor unta, kemudian 100
ekor lagi, kemudian 100 ekor lagi, demikian seterusnya sampai tak seekor unta pun lagi yang
tersisa padanya. Dari seorang hartawan dan saudagar besar yang kaya-raya di mekkah sampai
menjadi seorang miskin, yang kadang-kadang harus menderit kelaparan. Tatkala Nabi
bertanya kepadanya: “Apakah yang tinggal padamu lagi, jika seluruh unta ini kamu
sumbangkan?” Ia menjawab: “Cukup bagiku Allah dan RasulNya.”[8]

9
Abu bakar adalah seorang asketis, sehingga diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam
seminggu ia selalu dalam keadaan lapar. Baju yang dimilikinya tidak lebih dari satu, beliau
pernah berkata: “Jika seorang hamba begitu terpesona oleh suatu pesona dunia, Allah
membencinya sampai ia meninggalkannya.[9] Beliau pernah memegang lidahnya seraya
berkata: “Lidah inilah yang senantiasa mengancamku.” Selanjutnya dia berkata: “Apabila
seorang hamba telah dihinggapi ‘ujub, karena suatu kemegahan didunia ini, maka tuhan akan
murka kepadanya sampai kemegahan itu diceraikannya.”[10]

Tentang arti takwa, yakin dan rendah hati, dapat disimak dari ungkapannya: “Kami
mendapat kedermawanan dalam takwa. Kecukupan dalam yakin dan kehormatan dalam
rendah hati, “Dam tentang ma’rifah, beliau berkata:”Barang siapa merasakan sesuatu dan
pengenalan terhadap Allah secara murni, dia akan lupa segala sesuatu selain Allah, dan
menyendiri dari semua manusia.” Al-Junaid dalam penuturannya tentang Abu Bakar, berkata:
“Ungkapan terbaik dalam penuturannya, berkata: “Ungkapan terbaik dalam hal tauhid ialah
ucapan Abu Bakar al-Siddiq: Maha Suci Zat yang tidak menciptakan jalan bagi makhluk
untuk mengenalNya, melainkan ketidakmamuan mengenalNya”[11]

Dalam beribadah kepada Allah SWT, karena khusyu, dan tawadhun nya, sampai dapat
dicium dari mulutnya bau limpahnya yang terbakar karena takut kepada Allah. Pada malam
hari, ia beribadah dengan membaca Al-Qur’an sepanjang malam. Karena itu sewaktu di
mekkah, kaum musyirikin (polytheis) meminta kepada Rasulullah agar melarang beliau
membaca Al-Qur’an, karena suaranya membaca Al-Qur’an sambil menangis itu menggoda
hati mereka, terutama kaum wanita, mereka terus berpengaruh apabila mendengar Abu Bakar
membaca Al-Qur’an. Kendatipun belm semua orang masuk islam karena mndengar bacaan
Abu Bakar, namun dapat dipahami bahwa mereka sudah menaruh rasa simpati terhadap
islam: dan kandungan Al-Qur’n tersebut sudah bersemi di lubuk hati mereka: hanya tinggal
menungggu saatnya lagi melakukan himbauan ajaran islam tersebut.

Tatkala Abu Bakar dipilih menjadi khalifah pertama, ia mengucapkan kata-kata


menunjukkan kejujuran, keikhlasan, dan kerendahan hatinya, dia berucap “Sekarang aku
telah kamu angkat menjadi kepala negara. Tetapi ketahuilah bahwa keangkatan ini kuterima,
bukan karena aku yang terbaik diantara kalian. Oleh karena itu, jika aku benar dalam politik
dan kebijaksanaan ku, sokong da bantulah aku, tetapi jika aku salah dan menyimapng
daripada ajaran daripada Allah dan sunnah Rasul, perbaikilah kesalahanku itu. Benar itu
adalah kejujuran dan dusta itu adalah pengkhianatan. Yakinlah, orang yang lemah menjadi
kuat padaku dengan membela haknya yang benar, sebaliknya orang yang kuat akan menjadi

10
lemah padaku, jika ia dzholim. Waspadalah dan teruskanlah jihad kalian dalam membela
agama Tuhan.”[12]

b. Umar bin Khattab


Disamping Abu Bakar umar bin khattab pun terkenal dengan kebeningan jiwa dan
kebershihan kalbunya, sehingga Rasulullah SAW bersabda: “Allah telah menjadikan
kebenaran pada lidah Umar.” Dia terkenal dengan kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada
suatu ketika setelah beliau menjabat sebagai khalifah, beliau berpidato dengan memakai baju
bertambal duabelas sobekan. Dan diriwayatkan, pada suatu hari beliau pernah terlambat
datang ke mesjid sehingga terlambat pula dilaksanakan solat fardu secara berjamaah karena
pada setiap salah fardu bisanya beliaulah yang menjadi imam. Salah seorang temannya
bertanya, keapa terlambat datang. Beliau menjawab: “Kain saya sedang dicuci dan tidak ada
lagi yang lainnya.”[13]

Umar adalah seorang sahabat terdekat dan setia kepada Rasulullah SAW. Kebrilianan
beliau dalam befikir dan memahami syariat islam diakui sendiri oleh Nabi SAW. Bahkan
beliau adalah salah seorang sahabat yang dinyatakan Rasulullah akan masuk surga.[14]
Memang dapat dikatakan, dalam banyak hal Umar dapat dibilang sebagai tokoh yang
bijaksana dan kreatif, bahkan genius, meskipun masih dipertentangkan atau masih penuh
kontroversi.[15] Karena kepandaian Umar ada yang mengia bahwa beliau mendapat ilmu
langsung diterimanya dari Tuhan.

Umar bin Khattab diberi gear Amirul Mukminin, namanya harum dan kesohor, karena
beliau dapat mengikis secara tuntas tradisi-tradisi mereka yang bertentangan dengan ajaran
islam; dan juga karena melakukan ijtihad, mengadakan terobosan-terobosan baru dalam
memahami dan menafsirkan nas-nas agama sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman
yang tidak keluar dari prinsip dan spirit Islam itu sendiri.
Kendatipun Umra seorang khalifah dengan kekayaan negara yang berlimpah ruah, beliau
tidak pernah tergiur oleh kekayaan uniawi itu. Dalam hal ini, barangkali perlu dikutip
ucaopan Talhah bin Abdullah, katanya: “Umar bukanlah termasuk orang yang paling awal
berhijrah. Tetapi beliau adalah orang yang paling kurang perhatiannya terhadap maslah
duniawi, dan yang paling besar perhatiannya terhadap masalah akhirat, diantara kami.”

Dalam keterangannya tentang peneladanan para sufi terhadap Umar bin Khattab, al-Tusi
menulis: “Dalam berbagai hal para sufi banyak meneladani Umar. Diantaranya ialah sifatnya
11
yang memakai pakaian bertambal, sikapnya yang tegas, tindkannya dalam meninggalkan
hawa nafsu, tindakannya dalam meninggalkan ha-hal yang meragukan (syubhat),
kekeramatan yang dimilikinya, ketegarannya terhadap yang salah ketiak kebenaran telah
tampak, ketangguhannya dalam menegakkan kebenaran, tindakannya dalam meyamaratakan
hak-hak orang yang dekat ataupun jauh keteguhannya yang tak tergoyahkan dalam
ketaatan”[16]

Salah satu contoh keteguhan Umar dalam memegang prinsip hidupnya dalam menegakkan
ajaran agama, ia tidak hanya berlaku tegas kepada orang lain, tetapi juga terhadap
keluarganya sendiri. Diriwayatkan bahwa pada suatu peristiwa, ia pernah melihat seorang
anaknya memakan sarida dengan daging, lalu anak tersebut dipukul dengan tongkatnya yang
pendek eraya berkata kepada anaknya itu: “Makanan ini tidak saya haramkan, tetapi saya
larang untuk diri saya dan anak-anak saya karena tempat tumbuh fitnah di dalam syahwat
makanan, “Demikianlah sebagian dari kehidupan Umar bin Khattab; disamping sebagai
pelaksana dalam pemerintahan, juga sebagai pemimpin hidup kerohanian yang sangat
bersahaja dan sederhana, sehingga kesedernahaan, keadilan, keteguhan dan ketegaran Umar
bin Khattab itu dipandang oleh kaum sufi sebagai teladan mereka.

c. Utsman bin Affan


Salah satu sahabat yang telah masuk islam pada awal kelahirannya atas ajakan Abu Bakar
al-Siddiq. Beliau banyak sekali membantu perjuangan Rasulullah SAW, baik secara moril
maupun materiil. Setiap kali ada peperagan yang dipimpin oleh Rasulullah SAW beliau
selalu ikut serta, kecuali pada perang badar. Pada saat itu beliau sedang mengurusi isterinya,
Ruqayyah binti Muhammad SAW yang sedang menderita sakit hingga sampai ajalnya. Pada
peperangan Tabuk, Usman mendermakan 950 ekor unta, 59 ekor kuda dan seribu dinar untuk
keperluan tentara. Pada peristiwa-peristiwa sebelum itupun Usman banyak sekali
mendermakan hartanya untuk kepentingan islam.[17]

Usman bin Affan dikenal sebagai Zu al-Nurain, sebab beliau dikawinkan dengan
Ruqayyah dan Ummi Kalsum, keduanya putri Rasulullah SAW.[18] Beliau juga termasuk
salah seorang sahabt Nabi yang diberi kabar gembira yaitu yang dijanjikan masuk surga.
Beliau tergolong sahabat yang dipuji Allah SWT dalam medampingi Rasulullah SAW.
Dalam mencari rezeki beliau tidak lupa terhadap amalan-amalan kerohanian.

Membaca al-Qur’an menjadi kegemaran beliau; tidak pernah terlepas dari tangannya
firman Allah tersebut. Pada masa beliaulah al-Qur’an yang pernah dikumpulkan pada masa
Abu Bakar itu disalin kembali menjadi suatu mushaf yang dikenal dengan mushaf al-Imam.
12
Tentang Al-Qur’a, ini, beliau pernah berkata: “Ini adalah surat yang dikirimkan uhanku.
Tidaklah layak bagi seorang hamba bilamana datang sepucuk surat dari yang dipertuannya,
akan melalaikan surat itu. Hendaklah senantiasa dibaca supaya segala isi surat itu dapat
diamalkan.”
Diantara ucapan-ucapan Usman bin Affan yang menggambar ajaran tasawuf, adalah: “Aku
dapatkan kebajikan terhimpun dalam empat hal. Pertama, cinta kepada Allah. Kedua, sabar
dalam melaksanakan hukum-hukum Allah. Ketiga, reda alam menerima takdir (ketentuan)
Allah. Dan keempat, malu terhadap pandangan Allah.
Maka jelas disisni, kata al-Taftazani, beliau mengemukakan empat muqamat dari maqamat
perjalanan rohaniah (suluk0, yaitu cinta, sabar, reda dan malu kepada Allah SWT.[19]

d. Ali bin Abi Thalib


Khalifah yang keempat ini tidak kalah pula masyhurnya dalam kehidupan kerohanian.
Pekerjaan dan cita-citanya yang besar menyebabkan dia tidak perduli bahwa pakaiannya
sobek, lntas dijahitnya sendiri. Pernah orang bertanya: “Mengapa sampai begini ya amirul
mukminin?” Beliau menjawab: “Untuk mengkhusyu’kan hati dan menjadi teladan bagi orang
yang beriman.[20]

Ali bin Abi Thalib dalam pandangan kaum sufi, secara khusus mempunyai kedudukan
tersendiri. Dalam hal ini, Abu Ali al-Rizabari—Seorang tokoh sufi angakatan pertama
berkata: “Dia dianugerahi ilmu ladunni, yaitu ilmu yang seara khusus di annugerahkan
kepada manusia tertentu seperti kepada Khidir”, sebagiamana firman Allah SWT: Dan yang
telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi kami. (Q.S. 18:65).Al-Tusi dalam bukunya Al-
Luma’ mengataan: “Diantara para sahabat Rasulullah SAW amir al-mu’minin Ali bin Abi
Thalib memiliki keistimewaan tersendiri dengan ungkapan-ungkapannya yang agung, isyarat-
isyarat nya yang halus, kata-katanya yang unik, pernyataandan penjelasannya tentang tauhid,
ma’rifah, iman. Ilmu dan lain sebagainya sera sifat-sifat terpuji, yang menjadi panutan dan
teladan bagi para sufi.
Sikap zuhd Ali bin Abi Thalib boleh jadi merupakan dampak dari didikan Rasulullah
SAW kepada keluarganaya. Nabi pernah meminta seorang menegur Ali yang membawa
pulang belanjaan yang agak mewah ke ruamh isternya, dengan memperingatkan bahwa
orang-orang suffah terdiri dari orang-orang miskin dan tidak cukup makan. Anaknya fatimah,
isteri Ali bin Abi Thalib itu, dibiarkan bekerja sendiri, menimba dan menyapu, mencari kayu
api dan pekerjaan-pekerjaan yang lain. Tatkala anaknya itu meminta seorang tawanan perang
untuk membantunya dirumah, Nabi pun menjawab dengan marah, bahwa tawanan perang itu
bukanlah untuk dijadikan budak. Dengan demikian, sahabat ini sangat dekat dengan
Rasulullah SAW, karena sangat dekatnya hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan
13
Nbi. Dan oleh karena itu, beliau dipandang oleh ahli sufi sebagai orag yang banyak menerima
ilmu-ilmu yang istimewa langsung dari Nabi yang tidak diberikan kepada orang lain.

3. Sejarah Tasawuf Periode Perkembangan (Tabi’in)


Setelah periode sahabat, dalam sejarah perkembangannya, ajaran kaum sufi dapat dibedakan
ke dalam beberapa periode, yang setiap periode mempunyai karakteristik masing-masing.
Periode tersebut adalah: (1)Abad pertama dan kedua Hijriah, (2) abad ketiga dan keempat
Hijriah, dan (4) abad keenam dan seterusnya. Melihat pada uraian diatas tampak bahwa
ajaran kaum “sufi” pada abad pertama dan kedua bercorak akhlaki, yakni pendidikan moral
dan mental dalam rangka pembersihan jiwa dan raga dari dari pengaruh-pengaruh duniawi.
Dengan kata lain, ajaran mereka mengajak kaum muslimin untuk hidup zuhd sebagaimana
yang diajarkan dan dipraktekkan oleh Nabi SAW dan para sahabat besar. Dalam hubungan
ini.al-Taftazani meringkaskan bahwa ajaran zuhd pada masa ini mempunyai karakteristik
sebagai berikut:

a. Ajaran Zuhd berdasarkan untuk menjauhi hal-hal duniawi demi meraih pahala akhirat;
dan memelihara diri dari azab neraka. Ide ini berakar dari ajaran-ajaran Al-Qur’an dan
Sunnah, serta dampak berbagai kondisi sosio-politik yang berkembang dalam
masyarakat Islam ketika itu.
b. Ajaran zuhd bersifat praktis; dan para pendirinya tidak menaruh perhatian buat
menyusun prinsip-prinsip teoretis atas ajarannya itu. Sedang sarana-saran praktisnya
adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan, sedikit makan dan minum, banyak
beribadah dan mengingat Allah, merasa sangat berdosa, tunduk secara total kepada
kehendak Allah dan berserah diri kepada-Nya. Dengan demikian, ajaran zuhd ini
mengarah kepada pembianaan moral.
c. Motivasi lahirnya hidup zuhd ini adalah rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari
landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sedang pada akhir abad kedua
Hijriah, ditangan Rabi’ah al-Adawaiyah, muncul motivvasi cinta kepada Allah, yang
bebas dari rasa takut terhadap azabNya maupun rasa terhadap pahalaNya.
d. Ajaran Zuhd yang disampaiakan oleh sebagian kaum Zahid pada peride terakhir,
khususnya di khurasan, dan dan pada Rabi’ah al-Adawiyah, ditandai kedalaman
membuat analisis yang bisa sebagai fase pendahuluan tasawuf, tidak dipandang
sebagai para sufi dalam pengertiannya yang sempurna. Mereka lebih tepat dipandang
sebagai cikal-bakal para sufi abad ketiga dan keempat Hijriah.[21]

14
Menurut Al-Taftazani, selanjutnya, pada zahid sampai akhir abad kedua Hijriah
belum dapat dipandan sebagai para sufi. Disini, katanya, lebih tepat disbut dengan zahid,
nasik, qari’ dan sebaginya.[22] Berikut beberapa tokoh-tokoh ulama sufi tabi’in, antara lain:

1) Al-Hasan Al-Bashri, Lahir di Madinah 21H/642M dan meninggal di Bashrah 110H/728M.


Beliau ulama sufi yang belajar tasawuf dari Imam Khudzaifah bin Yaman. Ia dikenal sebagai
ulama sufi’ yang sangat zuhd terhadap kehidupan duniawi. Beliau mengungkapkan:
“Barangsiapa yang menyertai perasaan ingin memiliki dunia maka akan dibuat menderita
oleh dunia serta diantarkan pada hal-hal tidak tertanggungkan oleh kesabarannya.”[23]

2) Sufyan bin Sa’id Ats-Tsuri. Lahir di Kuffah 97H/715M dan meninggal di Basrah pada
tahun 161H/778M. Beliau berguru kepada Hasan al-Bashri. Selain ahli tasawuf ia juga
menguasai berbagai bidang ilmu keislaman seperti hadits dan teologi..

3) Rabi’ah al-Adawiyah. Lahir di Basrah 96H/713M dan meninggal pada tahun 185H/801M.
Ahli tasawuf dari kalangan wanita, selain penganut faham zuhud, ia juga menonjolkan
filsafah “al-hub” atau mahabbah (cintanya hanya kepada Allah) dan syauq (hanya rindu
kepada Allah).

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa,
Para sufi telah sepakat bahwa satu-satunya jalan untuk mencapai penyaksian Tuhan
(musyahadah) adalah dengan kesucian jiwa. Hati manusia merupakan refleksi dzat Tuhan
yang suci, dan karena itu hati manusia harus mencapai tingkat kesucian dan kesempurnaan.
Untuk mencapai hal itu setiap muslim haruslah memiliki semangat dan ketekunan yang
kontinu untuk dapat sampai dan memperoleh hati yang bening, bersih dan selamat (qalbun
salîm).
Menurut Imam Abu Hamid al-Ghazali, kemuliaan dan keutamaan manusia terletak pada
kesiapan manusia untuk mengenal (ma’rifah) Allah sang Pencipta. Karena pengenalan
manusia kepada Allah itulah manusia memperoleh keindahan, kesempurnaan dan kebanggaan
hidup di dunia, dan kelak di akhirat ia akan memperoleh apa yang dijanjikan oleh-Nya.
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak
mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia yang baik
maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk.
Akhlak ini merupakan hal yang paling penting dalam pembentukan akhlakul karimah seorang
manusia. Dan manusia yang paling baik budi pekertinya adalah Rasulullah S.A.W.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari
dan Muslim).

3.2 Saran
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi
pembaca semuanya. Serta diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca
maupun penyusun dapat menerapkan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam
kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad S.A.W , setidaknya kita
termasuk kedalam golongan kaumnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, Machallafri. Akhlak tasawuf, Sejarah dan Perkembangan Tasawuf,


Diambil dari:
www.academia.edu/20057406/makalah_akhlak_tasawuf_sejarah_dan_perkemb
angan_tasawuf. (September 2015).

http://muhammadayyub31.blogspot.com

17

Anda mungkin juga menyukai