Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Pendekatan Ilmu Tasawuf

Dosen pembimbing: Junaidi, M. Pd. I

Disusun oleh : kelompok 09

1. Musamma
2. Masruroh

PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL HIKMAH

BANGKALAN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan rahmat, karunia, dan

hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini sesuai yang diharapkan.

Shalawat serta dalam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Yang telah

membawa kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang. Dalam proses

pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran.

Untuk itu rasa Terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberi masukan

untuk makalah ini . Untuk ini penyusun mengharap kritik dan saran yang bersifat

membangun demi pembangunan makalah ini selanjutnya . Demikian makalah ini kami buat

semoga bermanfaat.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................................4
B. Tujuan Pembahasan................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Pengertian Tasawuf.................................................................................................................6
B. Sumber dan Perkembangan Pemikiran Tasawuf..................................................................7
C. Pendekatan Utama Dalam Kajian Tasawuf.........................................................................12
D. Model-Model Penelitian Tasawuf.........................................................................................13
BAB III...............................................................................................................................................16
PENUTUP..........................................................................................................................................16
A. Kesimpulan.............................................................................................................................16
B. Saran.......................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tasawuf merupakan salah satu bidang studi Islam yang memusatkan perhatian

pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak

mulia. Pembersihan aspek rohani atau batin ini selanjutnya dikenal sebagai dimensi

esoterik dari diri manusia. Hal ini berbeda dengan aspek Fiqih, khususnya bab

thaharah yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek jasmaniah atau lahiriah

yang selanjutnya disebut sebagai dimensi eksoterik. Islam sebagai agama yang

bersifat universal dan mencakup berbagai jawaban atas berbagai kebutuhan manusia,

selain menghendaki kebersihan lahiriah juga menghendaki kebersihan batiniah,

lantaran penilaian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada aspek batinnya.

Hal ini misalnya terlihat pada salah satu syarat diterimanya amal ibadah, yaitu harus

disertai niat.

Melalui pendekatan ilmu tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang

cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkannya dengan benar. Dari

pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil sebagai orang yang pandai mengendalikan

dirinya pada saat berinteraksi dengan orang lain, atau pada saat melakukan berbagai

aktivitas dunia yang menuntut kejujuran, keikhlasan, tanggung jawab, kepercayaan

dan sebagainya. Dari suasana yang demikian itu, tasawuf diharapkan dapat mengatasi

berbagai penyimpangan moral yang mengambil bentuk seperti manipulasi, korupsi,

kolusi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesempatan, penindasan.[1]

Oleh karena itu dalam pembahasan makalah ini akan dipaparkan beberapa

pengertian tasawuf, sumber dan perkembangan pemikiran tasawuf, pendekatan utama


4
dalam kajian tasawuf, model-model penelitian tasawuf, persyaratan penelitian

tasawuf.

1. Apa pengertian, sumber dan pemikiran Tasawuf serta bagaimana pendekatan

utama dalam kegiatan tasawuf?

2. Bagaimana model-model penelitian tasawuf, dan apa saja persyaratan penelitian

tasawuf serta siapakah tokoh dan karya utama dalam kajian tasawuf?

B. Tujuan Pembahasan

1. Agar mengetahui pengertian, sumber dan pemikiran Tasawuf serta bagaimana

pendekatan utama dalam kegiatan tasawuf

2. Agar mengetahui bagaimana model-model penelitian tasawuf, dan apa saja

persyaratan penelitian tasawuf serta siapakah tokoh dan karya utama dalam

kajian tasawuf

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf

Istilah tasawuf berasal dari bahasa Arab dari kata ”tashowwafa –

yatashowwafu - tasawuf” mengandung makna (menjadi) berbulu yang banyak, yakni

menjadi seorang sufi atau menyerupainya dengan ciri khas pakaiannya terbuat dari

bulu domba/wol (su>for),1 walaupun pada prakteknya tidak semua ahli sufi

pakaiannya menggunakan wol.

Menurut sebagian pendapat menyatakan bahwa para sufi diberi nama sufi

karena kesucian (shafa) hati mereka dan kebersihan tindakan mereka. Di sisi yang lain

menyebutkan bahwa seseorang disebut sufi karena mereka berada di baris terdepan

(shaf) di hadapan Allah, melalui pengangkatan keinginan mereka kepada-Nya.

Bahkan ada juga yang mengambil dari istilah ashab al-Suffah, yaitu para sahabat Nabi

SAW yang tinggal di kamar/serambi-serambi masjid (mereka meninggalkan dunia

dan rumah mereka untuk berkonsentrasi beribadah dan dekat dengan Rasulullah

SAW).[2]

Pada intinya tasawuf merupakan suatu usaha dan upaya dalam rangka

mensucikan diri (tazkiyatun nafs) dengan cara menjauhkan dari pengaruh kehidupan

dunia yang menyebabkan lalai dari Allah SWT untuk kemudian memusatkan

perhatiannya hanya ditujukan kepada Allah SWT.

Menurut Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi bahwa tasawuf adalah ilmu yang

menerangkan tentang keadaan-keadaan jiwa (nafs) yang dengan diketahui hal-ihwal

kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan

mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji,cara melakukan suluk, jalan menuju Allah,

dan meninggalkan (larangan-larangan) Allah menuju (perintah-perintah) Allah SWT.


6
[3] Beberapa penulis mengira bahwa ada hubungan antara tasawuf dan zuhud. Oleh

karenanya, setiap orang yang diketahui hidup zuhud dan mengkonsentrasikan diri

pada Allah dinisbatkan kepada tasawuf, seperti Fudhail bin ’Iyadh, Abdullah bin

Mubarak, Ibrahim bin Adham, dan ahli-ahli zuhud lainnya seperti mereka.[4]

Pada kenyataannya, ada pendapat lain yang membedakan antara zuhud dan

tasawuf. Zuhud di dunia adalah sebuah keutamaan dan amalan yang disyariatkan dan

disunnahkan, serta merupakan akhlak para Nabi, wali, dan hamba-hamba yang shalih

yang mengutamakan apa yang disisi Allah di atas kenikmatan duniawi dan

keterlenaan pada yang mubah.[5]

Sedangkan tasawuf adalah konsep yang berbeda, karena jika seorang sufi

mantap dalam kesufiannya, maka zuhud baginya adalah sesuatu yang tidak bermakna.

Ia terkadang membutuhkan zuhud pada permulaan tarekatsufistik, yang pada akhirnya

ia harus mencela apa yang dibebankan padanya.6 Dengan demikian tasawuf atau

sufisme adalah suatu istilah yang lazim dipergunakan untuk mistisisme dalam Islam

dengan tujuan pokok memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan.

Dalam hal ini pokok-pokok ajarannya tersirat dari Nabi Muhammad SAW

yang didiskusikan dengan para sahabatnya tentang apa-apa yang diperolehnya dari

Malaikat Jibril berkaitan dengan pokok-pokok ajaran Islam yakni: iman, islam, dan

ihsan.7 Ketiga sendi ini diimplementasikan dalam pelaksanaan tasawuf.3 Muhammad

Amin al-Kurdi, Tanwirul Qulub fi Mu'amalatil ‘Alla>mil Guyu>b, (ttp.

B. Sumber dan Perkembangan Pemikiran Tasawuf

1. Sumber Ajaran Tasawuf

Ajaran tasawuf pada dasarnya berkonsentrasi pada kehidupan rohaniah,

mendekatkan diri kepada Tuhan melalui berbagai kegiatan kerohanian seperti

pembersihan hati, dzikir, ibadah lainnya serta mendekatkan diri kepada Allah
7
SWT. Tasawuf juga mempunyai identitas sendiri di mana orang-orang yang

menekuninya tidak menaruh perhatian yang besar pada kehidupan dunia bahkan

memutuskan hubungan dengannya. Di samping itu, tasawuf didominasi oleh

ajaran-ajaran seperti khauf dan raja’, al-taubah, al-zuhd, al-tawakkul, al- syukr,

al-shabr, al-ridha dan lainnya yang tujuan akhirnya fana atau hilang identitas diri

dalam kekekalan (baqa) Tuhan dalam mencapai ma’rifah.

Al-Qur’an adalah kitab yang di dalamnya ditemukan sejumlah ayat yang

berbicara atau paling tidak berhubungan dengan hal-hal tersebut diatas. Di dalam

Al-Qur’an ditemukan perintah beribadah dan berdzikir, diantaranya:

“Bahwasanya tidak ada tuhan melainkan aku, maka sembahlah olehmu sekalian

akan aku”.[5]. ”Dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu

beruntung”.[6].

Tentang bagaimana seharusnya melihat kehidupan dunia, Al-Qur’an di

antaranya menegaskan: “Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar,

maka sekali-kali janganlah kehidupan memperdayakan kamu dan sekali-kali

janganlah orang yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. ”[7]

Di samping itu ada sebuah riwayat yang menjelaskan bahwa Muhammad

setiap bulan Ramadhan bertahannus di Gua Hira untuk mencari ketenangan jiwa

dan kebersihan hati serta hakikat kebenaran di tengah-tengah keramaian hidup,

ditemukan sejumlah hadits yang memuat ajaran tasawuf, diantaranya adalah

hadits yang artinya: ”Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw lalu berkata:

Wahai Nabi Allah berwasiatlah kepadaku.

Nabi berkata: Bertakwalah kepada Allah karena, itu adalah himpunan setiap

kebaikan. Berjihadlah, karena itu kehidupan seorang rabbani muslim,

Berdzikirlah, karena itu adalah nur bagimu.”[8] Tentang kwalitas dan kwantitas

ibadah Rasulullah, Aisyah r.a pernah berkata:“Sesungguhnya Nabi SAW bangun


8
di tengah malam (untuk melaksanakan shalat) sehingga kedua telapak kakinya

menjadi lecet. Saya berkata kepadanya:”Wahai Rasulullah mengapa anda masih

berbuat seperti ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa yang telah lalu

dan yang akan datang bagimu?” Nabi SAW, lalu menjawab:”Salahkah aku jika

ingin menjadi seorang hamba yang selalu bersyukur”.[9]

2. Awal Muncul Tasawuf

Istilah Sufi baru muncul ke permukaan pada abad kedua Hijriyah, sebelum itu

Kaum muslimin dalam kurun awal Islam sampai abad pertama Hijriyah belum

mengenal istilah tersebut. Namun bentuk amaliah para Sufi itu tentu sudah ada

sejak dari awal kelahiran Islam itu dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw,

bahkan sejak manusia diciptakan.

Pada awal perkembangan tasawuf, sekitar abad 1 dan ke-2 H, tasawuf ditandai

oleh menonjolnya sifat zuhud. Pada fase inilah muncul zahid muslim yang

termasyhur di kota- kota seperti Madinah, Kufah, Basrah, Balk, dan juga kawasan

Mesir. Mereka merupakan gerakan yang menginginkan agar kaum muslim hidup

secara sederhana, sebagaimana dicontohkan dalam kehidupan Rasulullah SAW

dan para sahabatnya.

Di Madinah, Sa’id bin Musayyab (w. 91 H), murid dan menantu Abu Hurairah

ra (salah seorang ahlas-suffah), mencontohkan hidup zuhud kepada para

pengikutnya. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa suatu kali ia ditawari

sejumlah tiga puluh lima ribu dirham uang perak. Ia menolaknya dan beliau

memandang para penguasa Bani Umayyah-kata Ibnu Khallikan, penulis biografi

tokoh-tokoh Islam klasik- sebagai tiran, sehingga tidak mau membaiat Abdul

Malik bin Marwan ketika naik tahta kerajaan.[11]

Menurut catatan sejarah dari sahabat Nabi yang pertama sekali melembagakan

tasawuf dengan cara mendirikan madrasah tasawuf adalah Hudzaifah bin Al-
9
Yamani, sedangkan Imam Sufi yang pertama dalam sejarah Islam adalah Hasan

Al-Basri (21-110 H) seorang ulama tabi’in, murid pertama dari Huzaifah Al-

Yamani beliau dianggap tokoh sentral dan yang paling pertama meletakkan dasar

metodologi ilmu tasawuf.

Hasan Al-Basri adalah orang yang pertama mempraktekkan, berbicara

menguraikan maksud tasawuf sebagai pembuka jalan generasi berikutnya.

3. Perkembangan Pemikiran Tasawuf

Untuk melihat lebih jelas bagaimana perkembangan pemikiran tasawuf maka

penulis mencoba mengemukakan secara ringkas sejarah perkembangan tasawuf

mulai abad pertama hijriah.

a. Abad pertama dan kedua Hijriyah

Pada periode ini, tasawuf telah kelihatan dalam bentuknya yang awal.

Pada periode ini ada sejumlah orang yang tidak menaruh perhatian kepada

kehidupan materi seperti makan, pakaian dan tempat tinggal. Mereka lebih

berkonsentrasi pada kehidupan ibadah untuk mendapat kehidupan yang lebih

abadi yaitu akhirat. Jadi pada periode ini, tasawuf masih dalam bentuk

kehidupan asketis (zuhud) Diantara tokoh-tokoh terkemuka pada periode ini

adalah: dari kalangan sahabat, diantaranya Salman Al-Farisi, Abu Dzar Al-

Ghifari. Sedangkan dari kalangan tabi’in, diantaranya adalah Hasan al-Bashri,

Malik bin Dinar dan lain-lain .

b. Abad ketiga dan keempat Hijriyah

Jika pada tahap awal tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian

sederhana, maka pada abad ketiga dan keempat hijriah para sufi mulai

memperhatikan sisi-sisi teoritis psikologis dalam rangka perbaikan tingkah

laku sehingga tasawuf telah menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan. Pada

periode ini, tasawuf mulai berkembang dimana para sufi menaruh perhatian
10
setidaknya kepada tiga hal yaitu jiwa, akhlak dan metafisika. Diantara tokoh-

tokoh pada abad ini adalah Ma’ruf al-Karkhi, Abu Faidh Dzun Nun bin

Ibrahim Al-Mishri, Abu Yazid Al-Bustami, Junaid al-Baghdadi, Al-Hallaj dan

lain-lain.

c. Abad kelima Hijriyah

Pada periode ini, lahirlah seorang tokoh sufi besar, Al-Ghazali. Dengan

tulisan monumentalnya tahafut al-falasifah dan ihya ‘ulum al-din. Al-Ghazali

mengajukan kritik- kritik tajam terhadap pelbagai aliran filsafat dan

kepercayaan kebatinan dan berupaya keras untuk meluruskan tasawuf dari

teori-teori yang ganjil tersebut serta mengembalikannya kepada ajaran Al-

Qur’an dan Al-Sunnah.

d. Abad keenam dan ketujuh Hijriyah

Pada periode ini muncul kembali tokoh-tokoh sufi yang memadukan

tasawuf dengan filsafat dengan teori-teori yang tidak murni dari tasawuf dan

juga tidak murni dari filsafat. Kedua-duanya menjadi satu. Tasawuf ini

kemudian dikenal dengan tasawuf falsafi. Diantara tokoh-tokoh terkemuka

adalah Suhrawardi, Mahyuddin Ibn Arabi, Umar Ibn al-Faridh dan lain-lain.

e. Abad kedelapan Hijriyah dan seterusnya

Pada abad kedelapan Hijriyah, tasawuf telah mengalami kemunduran.

Ini diantaranya karena orang-orang yang berkecimpung dalam bidang tasawuf,

kegiatannya sudah terbatas pada komentar-komentar atau meringkas buku-

buku tasawuf terdahulu serta memfokuskan perhatian pada aspek-aspek

praktek ritual yang lebih berbentuk formalitas sehingga semakin jauh dari

substansi tasawuf. Pada periode ini hampir tidak terdengar lagi perkembangan

pemikiran baru dalam tasawuf, meskipun banyak tokoh-tokoh sufi yang

mengemukakan pikiran-pikiran mereka tentang tasawuf. Diantaranya adalah


11
Al-Kisani dan Abdul Karim Al-Jilli. Diantara penyebab kemunduran mungkin

adalah kebekuan pemikiran serta spiritualitas yang kering melanda dunia

Islam semenjak masa-masa akhir periode Dinasti Umayyah.

C. Pendekatan Utama Dalam Kajian Tasawuf

Menurut Charles J Adams diantara banyak bidang kajian dalam studi Islam,

tasawuf merupakan bidang yang menarik minat pada tahun belakangan. Studi tradisi

Islam tidak dapat dilepaskan dari studi tentang mistis yang mungkin juga merupakan

aspek yang muncul pada masa awal Islam bahkan pada masa kenabian. Adams

menunjukkan beberapa sarjana yang tertarik mengkaji tasawuf, antara lain Annemarie

Schimmel, dengan bukunya Mystical Dimensions of Islam. Hal terpenting dari

pendapat Adam adalah untuk menstudi tasawuf dapat didekati dengan pendekatan

fenomenologi.[12]

Pendekatan fenomenologi adalah pendekatan yang lebih memperhatikan pada

pengalaman subjektif, individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh

pandangan individu terhadap dirinya dan dunianya. Konsep tentang dirinya, harga

dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti

melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.[13]

Sedangkan menurut Harun Nasution, kajian tasawuf dapat dilakukan dengan

pendekatan tematik yaitu penyajian ajaran tasawuf disajikan dalam tema jalan untuk

dekat pada Tuhan, zuhud, dan station-station lain, mahabbah, al-ma’rifah, al fana dan

al-baqa, al- ittihad, al-hulul dan wahdatul wujud. Pada setiap topik tersebut selain

dijelaskan tentang isi ajaran dari setiap topik tersebut dengan data-data yang didasari

pada literatur kepustakaan, juga dilengkapi dengan tokoh yang memperkenalkannya.

Kajian tasawuf yang dilakukan dengan pendekatan tematik akan terasa lebih

menarik karena langsung menuju kepada persoalan tasawuf di bandingkan dengan

pendekatan yang bersifat tokoh. Kajian tersebut sepenuhnya bersifat deskriptif


12
eksploratif, yakni menggambarkan ajaran sebagaimana adanya dengan

mengemukakannya sedemikian rupa, walaupun hanya dalam garis besar saja.[14]

D. Model-Model Penelitian Tasawuf

1. Model Sayyed Husein Nasr[15]

Sayyed Husein Nasr merupakan ilmuwan yang amat terkenal dan produktif

dalam melahirkan berbagai karya ilmiah dia adalah ilmuwan muslim ke-6 abad

modern termasuk ke dalam bidang tasawuf. Hasil penelitiannya disajikan dalam

bukunya yang berjudul “tasawuf dulu dan sekarang” yang diterjemahkan Abdul

Hadi WM dan diterbitkan oleh pustaka firdaus di Jakarta tahun 1985. Ia

menggunakan metode penelitian dengan pendekatan tematik, yaitu pendekatan

yang mencoba menyajikan ajaran tasawuf sesuai dengan tema-tema tertentu.

Dengan penelitian kualitatif mendasarinya pada studi kritis terhadap ajaran

tasawuf yang pernah berkembang dalam sejarah. Ia menambahkan bahwa tasawuf

merupakan sarana untuk menjalin hubungan yang intens dengan Tuhan dalam

upaya mencapai keutuhan manusia. Ia bahkan mengemukakan tingkatan-

tingkatan kerohanian manusia dalam dunia tasawuf.

2. Model Mustafa Zahri[16]

Mustafa Zahri memusatkan perhatiannya terhadap tasawuf dengan menulis

buku berjudul “kunci memahami ilmu tasawuf”. Penelitiannya bersifat

eksploratif, yakni menggali ajaran tasawuf dari berbagai literatur ilmu tasawuf. Ia

menekankan pada ajaran yang terdapat dalam tasawuf berdasarkan literatur yang

ditulis oleh para ulama terdahulu serta dengan mencari sandaran pada al-qur’an

dan hadits. Ia menyajikan tentang kerohanian yang di dalamnya dimuat tentang

contoh kehidupan nabi, kunci mengenal Allah, sendi kekuatan batin, fungsi

kerohanian dalam menentramkan batin, serta tarekat dan fungsinya. Ia juga


13
menjelaskan tentang bagaimana hakikat tasawuf, ajaran makrifat, doa, dzikir dan

makna la ilaha illa Allah.

3. Model Kautsar Azhari Noer.[17]

Kautsar Azhari Noer memusatkan perhatiannya pada penelitian tasawuf dalam

rangka disertasinya. Judul bukunya adalah wahdat al-wujud dalam perdebatan

dengan studi dengan tokoh dan pahamnya yang khas, Ibn Arabi dengan pahamnya

wahdat al- wujud. Paham ini timbul dari paham bahwa Allah sebagaimana yang

diterangkan dalam uraian tentang hulul, ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya.

Oleh karena itu, dijadikan-Nya alam ini. maka alam ini merupakan cermin bagi

Allah. Dikala Ia ingin melihat dirinya, ia melihat kepada alam. Paham ini telah

menimbulkan kontroversi di kalangan para ulama, karena paham tersebut dinilai

membawa reinkarnasi, atau paham serba Tuhan, yaitu Tuhan menjelma dalam

berbagai ciptanya.

Dengan demikian orang-orang mengira bahwa Ibn Arabi membawa paham

banyak Tuhan. Mereka berpendirian bahwa Tuhan dalam arti zat-Nya tetap satu,

namun sifat-Nya banyak. Sifat Tuhan yang banyak itupun dalam arti kualitas atau

mutunya, berbeda dengan sifat manusia.

4. Model Harun Nasution[18]

Harun Nasution merupakan guru besar dalam bidang teologi dan filsafat islam

dan juga menaruh perhatian terhadap penelitian di bidang tasawuf. Dalam

bukunya yang berjudul filsafat dan mistisisme dalam islam, ia menggunakan

metode tematik, yakni penyajian ajaran tasawuf disajikan dalam tema jalan untuk

dekat kepada Tuhan, zuhud dan stasion-stasion lain, al-mahabbah, al-ma’rifat, al-

fana, al-baqa, al-ittihad, al-hulul, dan wahdat al-wujud. Pendekatan tematik dinilai

lebih menarik karena langsung menuju persoalan tasawuf dibandingkan dengan

pendekatan yang bersifat tokoh. Penelitiannya itu sepenuhnya bersifat deskriptif


14
eksploratif, yakni menggambarkan ajaran sebagaimana adanya dengan

mengemukakannya sedemikian rupa, walau hanya dalam garis besarnya saja.

5. Model A. J. Arberry[19]

Arberry merupakan salah seorang peneliti barat kenamaan, banyak melakukan

studi keislaman, termasuk dalam penelitian tasawuf. Dalam bukunya “pasang

surut aliran tasawuf”, Arberry mencoba menggunakan pendekatan kombinasi,

yaitu antara pendekatan tematik dengan pendekatan tokoh. Dengan pendekatan

tersebut ia coba kemukakan tentang firman Allah, kehidupan nabi, para zahid,

para sufi, para ahli teori tasawuf, struktur teori dan amalan tasawuf , tarekat sufi,

teosofi dalam aliran tasawuf serta runtuhnya aliran tasawuf. Dari isi penelitiannya

itu, tampak bahwa Arberry menggunakan analisis kesejarahan, yakni berbagai

tema tersebut dipahami berdasarkan konteks sejarahnya, dan tidak dilakukan

proses aktualisasi nilai atau mentransformasikan ajaran-ajaran tersebut ke dalam

makna kehidupan modern yang lebih luas.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat

membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan duniawi, selalu dekat dengan Allah

sehingga jiwa menjadi bersih dan memancarkan Akhlak mulia. Dalam kaitanya ini

tasawuf terbagi dalam 3 sudut pandang :

Penelitian tasawuf umumnya menggunakan studi kasus dan menggunakan

pendekatan fenomenologis atau verstehen. Maka syaratnya kelak bagi para peneliti

harus menguasai persoalan-persoalan tasawuf yang cukup banyak. Dan para ahli

mempunyai model-model penelitian tasawuf yang berbeda seperti : Seyyed Hossein

Nasr, Mustafa Zahri, Kautsar Azhari Noor, Hanun Nasution, A.J Arberry dan

kesemuanya ahli berbeda satu dengan lainya.

B. Saran

Apabila dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dan

kesalahan mohon untuk dimaafkan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

dari dosen pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa agar dalam pembuatan makalah

berikutnya dapat menjadi lebih baik dan benar. Semoga dapat bermanfaat bagi penulis

dan pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Abudin. 2003. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Abuddin Nata, Abudin. 1998. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada

Asy-Syarkawi, Muhammad Abdullah. 2003. Sufisme dan akal, terj. Halid Alkaf.

Bandung:Pustaka Hidayah Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban

Jilid 4. 2002. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve Fikry Zuhriyah, Luluk. Metode dan

Pendekatan dalam studi Islam, http://Elfikry.blogspot.com. http://model penelitian

tasawwuf/syahroni alkhmar/ptgccqerdfv

http://asno-dharmasraya.blogspot.com/2011/12/peran-tasawuf-dalam-kehidupan-modern.html

Id.Wikipedia. Org/ wiki/psikologi

M. Jamil, M. 2007. Cakrawala Tasawuf: Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas cet 2.

Jakarta: Gaung Persada Pers,

Mz, Labib. 2001. Memahami ajaran tasawuf. Surabaya: Bintang Usaha Jaya Simuh. 1998.

akhlak tasawuf . Jakarta: PT.Raja Grafindopersada

17

Anda mungkin juga menyukai