Anda di halaman 1dari 13

KEBIJAKAN tariff dan non tariff

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok


Mata kuliah : ekonomi internasional
Dosen pengampu : Didik Suparyanto,M.Si.

Disusun oleh :
Liwaul hikmah
Mutiatul layli
Wahyudin
Siti musyarrofah

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


Sekolah Tinggi Islam Darul Hikmah
Langkap Burneh Bangkalan
2021
KATA PENGANTAR

syukur kami panjatkan kepada Allah swt. Pencipta alam semesta ini, yang telah
memberikan nikmatnya sehingga kami bisa menysusun makalah ekonomi internasional ini
dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan keharibaan baginda
kita nabi muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam yang
terang bederang seperti yang kita rasakan saat ini.
kami ucapkan kepada dosen pembimbing kami Yang telah membimbing kami dengan
sabar. Dan juga kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah meluangkan
waktunya untuk menyelesaikan makalah ini.Dan begitu pula kami menyadari makalah yang
kami susun ini, sangat jauh dari kesempurnaan, oleh dari itu, kami memohon kepada bapak
dosen untuk mengkritisi makalah ini, supaya kami bisa memperbaiki pembuatan makalah
selanjutnya, dan semoga makalah ini bermanfaat.
Daftar isi

Kata pengantar...............................................

Daftar isi...........................................

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar belakang.........................
2. Rumusan masalah..............................
3. Tujuan...................
BAB II PEMBAHASAN

1. Kebijakan tarif.................................
2. Kebijakan non tarif.............................
BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan...........................................
Daftar pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

dalam arti luas kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan
ekonomi pemerintah, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
komposisi, arah serta bentuk dari pada perdagangan dan pembayaran internasional.
Kebijaksanaan ini tidak hanya berupa tarif, Quora dan sebagainya, juga meliputi
kebijaksanaan pemerintah di dalam negeri yang secara tidak langsung mempunyai pengaruh
terhadap perdagangan serta pembayaran internasional seperti misalnya kebijakan moneter
dan fiskal. Sedangkan definisi yang lebih sempit kebijaksanaan ekonomi internasional adalah
tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung mempengaruhi
perdagangan dan pembayaran internasional.
Instrumen kebijaksanaan ekonomi internasional
Instrumen ini meliputi
A. Kebijaksanaan perdagangan internasional
B. Kebijaksanaan pembayaran internasional
C. Kebijaksanaan bantuan luar negeri
Kebijaksanaan perdagangan internasional mencakup tindakan pemerintah terhadap
rekening yang sedang berjalan (current account) dari pada neraca pembayaran
internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang atau jasa. Jenis kebijaksanaan ini
misalnya tarif terhadap impor, material grande agreement, state trading ,dan sebaginya.
Kebijaksanaan pembayaran internasional meliputi tindakan atau kebijaksanaan pemerintah
terhadap rekening modal (capital account) dalam neraca pembayaran internasional yang
berupa pengawasan terhadap pembayaran internasional. Hal ini dapat dilakukan misalnya
dengan pengawasan terhadap lalu lintas devisa (exchange control), atau peraturan atau
pengawasan lalu lintas modal jangka panjang. Kebijaksanaan bantuan luar negeri adalah
tindakan atau kebijaksanaan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants),
pinjaman (loans), bantuan yang bertujuan untuk membantu rehabilitasi serta pembangunan
dan bantuan militer terhadap negara lain.
B. Rumusan masalah
1. Kebijakan tariff
2. Kebijakan non tariff
C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
1. Mampu memahami tentang kebijakan tariff dan non tariff.
BAB 11

PEMBAHASAN

Tujuan kebijaksanaan ekonomi internasional


Secara umum dapat lah disebutkan bahwa tujuan kebijaksanaan ekonomi internasional itu
adalah sebagai berikut:
A. Autarki. Tujuan ini sebenarnya bertentangan dengan prinsip perdagangan
internasional. Tujuan autarki bermaksud untuk menghindarkan dari pengaruh
pengaruh negara lain baik pengaruh ekonomi,politik atau militer.
B. Sejahteraan (welfare). Tujuan ini bertentangan dengan tujuan untuk autarki diatas.
Dengan mengadakan perdagangan internasional suatu negara akan memperoleh
keuntungan dari adanya spesialisasi. Itu untuk mendorong adanya perdagangan
internasional maka halangan-halangan dalam perdagangan internasional
( tarif,quota dan sebainya) dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Hal ini berarti
harus ada perdagangan bebas.
C. Proteksi. Tujuan ini untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan barang
impor. Hal ini, misalnya dapat dijalankan dengan tarif, kuota dan sebagainya.
D. Keseimbangan neraca pembayaran. Apabila suatu negara itu mempunyai kelebihan
cadangan valuta asing maka kebijaksanaan pemerintah untuk mengadakan stabilisasi
ekonomi dalam negeri akan tidak banyak menimbulkan problem dalam neraca
pembayaran internasional nya. Tetapi sedikit negara yang mempunyai posisi
demikian. Terutama negara-negara yang sedang berkembang posisi cadangan valuta
asing nya lemah, memaksa pemerintah negara-negara tersebut untuk mengambil
kebijaksanaan ekonomi internasional guna menyeimbangkan neraca pembayaran
internasional nya. Kebijaksanaan ini umumnya berbentuk pengawasan devisa
(exchange control). Pengawasan devisa tidak hanya mengatur atau mengawasi lalu
lintas barang tetapi juga modal.
E. Pembangunan ekonomi. Untuk mencapai tujuan ini pemerintah dapat mengambil
kebijaksanaan seperti misalnya:
1. Bendungan terhadap industri dalam negeri (infant industries) -mengurangi
impor barang konsumen yang spesial dan mendorong impor barang-barang
yang esensial
2. Mendorong ekspor dan sebagainya.
kesemuanya ini untuk mengarahkan perkembangan perdagangan internasional guna
menunjang pembangunan ekonomi dalam negeri.

macam-macam Restriksi dalam perdagangan internasional


1. Tarif
tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang
melewati batas suatu negara.
A. Tarif di golongkan menjadi,
1. Bea ekspor (export duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap
barang yang diangkut menuju ke negara lain. Jadi pajak untuk barang-barang
yang keluar dari kostum area suatu negara yang memungut pajak. Kostum area
adalah daerah di mana barang-barang bebas bergerak dengan tidak dikenai bea
pabean. Batas kostum area ini biasanya sama dengan batas wilayah suatu
negara, tetapi kesamaan ini bukanlah merupakan keharusan, misalnya adanya
kostum union merupakan kostum area yang daerahnya meliputi lebih dari satu
wilayah negara. Kostum area disini lebih luas daripada wilayah suatu negara.
Tetapi dengan adanya free trade area maka kostum area lebih sempit daripada
batas wilayah suatu negara.
2. Bea transito (transit duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap
barang-barang yang melalui wilayah suatu negara dengan ketentuan bahwa
barang tersebut sebagai tujuan akhirnya adalah negara lain.
3. Bea impor (impor duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap
barang-barang yang masuk dalam kostum area suatu negara dengan ketentuan
bahwa negara tersebut sebagai tujuan terakhir.

B. Perbedaan menurut jenisnya


1. Ad valorem duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan dalam
persentase dari nilai barang yang dikenakan bea tersebut.
2. Specific duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan untuk tiap ukuran
fisik dari pada barang.
3. Spesific ad valorem atau compound duties, yakni bea yang merupakan kombinasi
antara spesific dan ad valorem. Misalnya suatu barang tertentu di kenakan 10%
tarif Ad valorem ditambah Rp 20,00 untuk setiap unit.

C. Sistem tarif
1. Single- calumn tarif: sistem dimana untuk masing-masing barang hanya
mempunyai satu macam tarif. Biasanya sifatnya autonomus tariffs (tarif
yang tingginya ditentukan sendiri oleh suatu negara tanpa persetujuan
dengan negara lain) . Kalau tingginya tarif ditentukan dengan perjanjian
dengan negara lain disebut conventional tariffs.
2. Dohble- column tariffs : sistem dimana untuk setiap barang mempunyai
dua tarif. Apabila kedua tarif tersebut ditentukan sendiri dengan undang-
undang, maka namanya: bentuk maksimum dan minimum. Dalam bentuk
ini jika tarif maksimum sebagai normal duties maka tarif maksimumnya
digunakan untuk barang dari negara-negara tertentu yang mengadakan
perjanjian tarif dengan negara tersebut; tetapi apabila tarif minimum
sebagai normal duties maka tarif maksimum di gunakan untuk membalas
tindakan negara lain yang membenamkan tarif barang yang lebih tinggi.
Jika tarif maksimum sebagai normal duties sedang tarif yang lebih rendah
di tentukan berdasarkan perjanjian dengan negara lain, ( jadi sebagai
autonomous dan sebagian conventional) maka bentuk ini di namakan
general and conventional form
3. Triple – column tariffs: biasanya sistem ini digunakan oleh negara
penjajah. Sebenarnya sistem ini hanya perluasan daripada double column
tariffs, yakni dengan menambah 1 macam tariff preferene untuk negara-
negara bekas jajahan atau afiliasi politiknya. Sistem ini sering disebut
dengan nama preferential system.
D. Efek tarif
Pembebanan tarif terhadap suatu barang dapat mempunyai efek terhadap
perekonomian suatu negara, khususnya terhadap pasar barang tersebut.
Beberapa macam efek tarif tersebut adalah
- Efek terhadap harga ( Preve effect)
- Efek terhadap konsumsi (comsumtion effect)
- Efek terhadap ( protective / import substitution effect)
- Efek terhadap redistribusi ( redistribution effect).
Anggaran analisis ini adalah
- Constant opportunity cost produksi
- Tak ada tarif terhadap bahan mentah

Constant opportuny cost di sini berarti bahwa produsen luar negeri mau menerima harga
yang tetap berapapun jumlah yang akan diminta oleh konsumen di dalam negeri. Sebelum
membebankan tarif, op merupakan harga konstan yang ditetapkan oleh produsen di luar
negeri, sehingga produsen di dalam negeri harus menjual pada harga yang sama sebagai
akibat persaingan dengan produsen luar negeri. Produksi di dalam negeri OQ1 dan
konsumsi nya O2 Q2 sehingga Q1 Q0 adalah impornya. Terhadap impor (Q1Q2) ini
kemudian negara a membebankan tali sebesar PPT, maka efeknya adalah-harga barang
disebut dalam negeri naik dari op menjadi opt (price effect)
-jumlah barang yang diminta berkurang dari OQo menjadi OQ2 (comsumption effect)
-produksi di dalam negeri naik dari OQ1 menjadi OQ3(protective/import substitution effect)
-adanya pendapatan yang diterima oleh pemerintah dari tarif tersebut yaitu sebesar b c d
e(revenue effect)
-Adanya extra pendapatan yang dibayarkan oleh konsumen di dalam negeri kepada
produsen di dalam negeri sebesar PPTab ( redistribution effect)
Adanya tarif menyebabkan impor berkurang dari Q1Q0 menjadi Q3Q2. Pembebanan tarif ini
tidak dapat menaikkan harga lebih tinggi daripada OPT yaitu harga keseimbangan tanpa
adanya tarif perdagangan internasional. Bagi konsumen tarif ini merugikan sebab harus
membayar harga yang lebih tinggi. Kerugian ini ini sebagian diimbangi dengan adanya
pendapatan pemerintah (BCDE) dan extra pendapatan yang diterima oleh produsen dalam
negeri ( PPTba). Sehingga kerugian netto masyarakat akibat tari tersebut adalah abe dan cdf.
Dalam keadaan increasing costs produksi dengan turunnya impor maka produksi di luar
negeri turun sehingga ongkos per unit juga turun. Tarif akan menyebabkan harga di dalam
negeri lebih tinggi daripada harga di luar negeri sebesar tarif tetapi harga ini ini tidak
setinggi harga luar negeri sebelum dikenakan tarif dengan sejumlah yang sama. Secara grafis
dan dijelaskan sebagai berikut:
Pembebanan tarif berrti juga pajak bagi setiap unit barang impor, sehingga kurva
penawaran luar negeri bergeser ke atas menjadi Sf’ dan SD sekarang S’f+d.harta equilibrium
yang baru adalah OP2 dan impor turun menjadi Q3 Q4 (=OX2) dan harga barang bagi
produsen luar negeri adalah OP2-t. Harga penawaran luar negeri dalam hal ini tergantung
dari impor negara A, sehingga turunnya impor oleh negara A menyebabkan turunnya harga
penawaran luar negeri. Hal ini menyebabkan kenaikan harga di dalam negeri menjadi lebih
kecil, hanya sampai P2, sehingga efeknya terhadap produksi dan konsumsi juga menjadi
lebih kecil.
e).Effective rate of protection.
Tarif terhadap bahan mentah akan menaikkan ongkos produksi. Apabila tarif hanya
dikenakan pada barang jadi maka harga barang tersebut akan naik menjadi OP2
pembebanan tarif terhadap bahan mentah menyebabkan naiknya ongkos produksi sehingga
kurva penawaran naik ke atas menjadi S’. Produksi di dalam negeri naik menjadi OQ'3 lebih
kecil jika dibandingkan dengan kenaikan produksi apabila tarif hanya dikenakan pada barang
jadi saja (OQ’3<Op3); bahkan produksi dalam negeri tidak akan bertambah sama sekali
apabila tarif terhadap bahan mentah cukup tinggi hingga menaikkan ongkos produksi
melebihi harga barang jadi tersebut di dalam negeri setelah pembebanan tarif (S”).
Hubungan antara tarif terhadap barang jadi dan tarif terhadap bahan mentah dapat
dinyatakan dengan adanya “effective rate of protection” yang dinikmati oleh produsen yang
memproses barang jadi tersebut. Apabila barang jadi dan juga bahan mentah impor itu
dikenakan tarif, maka Effective of protection bagi produsen barang tersebut makin tinggi
apabila makin rendah tarif terhadap bahan mentah.
F). Alasan pembebanan tarif
Ada beberapa alasan pembebanan tarif baik yang secara ekonomis bisa
dipertanggungjawabkan, misalnya untuk mencapai kenaikan penghasilan real maupun yang
secara ekonomis tidak bisa dipertanggungjawabkan.
1). Yang secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan.
a). Memperbaiki dasar tukar (terms of trade).
Suatu negara dapat mempengaruhi dasar pertukaran antara ekspor dan impor nya melalui
pembebanan tarif. Dalam bab di muka telah dijelaskan bahwa pembebanan tarif dapat
mengurangi keinginan untuk mengimpor. Ini berarti bahwa untuk sejumlah tertentu ekspor
menghendaki jumlah impor yang lebih besar. Sebagian dari padanya diserahkan kepada
pemerintah sebagai pembayaran tarif. Karena hal ini menyangkut perubahan di dalam
permintaan dunia akan sesuatu barang. Maka dapat dijelaskan dengan menggunakan offer
curve sebagai berikut:
b).infent-industry.
Industri-industri yang sedang tumbuh perlu mendapatkan perlindungan terhadap
persaingan industri-industri luar negeri yang lebih besar dan maju.pada umumnya industri-
industri luar yang sedang tumbuh ini effisiensinya belum tinggi serta belum dapat di nikmati
adanya economies of scale.oleh karena itu pembebanan tarif terhadap barang dari luar
negeri dapat memberi perlindungan terhadap industri dalam negeri yang sedang tumbuh
ini.perlindungan seyogyanya hanya bersifat sementara saja, nanti kalau industri-industri
dalam negeri ini sudah kuat, tarif dihapuskan.hal ini untuk menjaga industri ini jangan
sampai berkerja kurang effisien di bawah perlindungan tarif.(supaya jangan menjadi industri
yang vested interests)
C). Diversifikasi.
Alasan ini sangat erat dengan alasan infant industri di atas, tetapi lebih di titik beratkan pada
negara yang hanya menghasilkan satu atau beberapa macam barang saja.negara semacam
ini akan mengalami kesulitan apabila harga barang-barang hasil produksinya di pasaran
dunia goncang.dengan pembebanan taris industri dalam negeri dapat berkembang sehingga
dapat memperbanyak jumlah serta jenis barang yang di hasilkan.makin banyak jenis barang
yang di hasilkan, ekonomi negara itu akan semakin stabil karena penurunan harga satu jenis
produk mungkin dapat di imbangi dengan kenaikan harga barang lain.
d).Employment.
Pembebanan tarif akan mengakibatkan turunnya impor dan menaikan produksi dalam
negeri.kenaikan produksi ini berarti pula kenaikkan kesempatan kerja.dalam hal ini
pembebanan tarif dapat di gunakan untuk memperluas kesempatan kerja.
e). Anti dumping
Damping brrti menjual barang di luar negeri jauh lebih murah dari pada di dalam negeri.
Ini tidak berarti bahwa harga yang murah tersebut di bawah harga pokok. Negara yang
menjalankan politik dumping pada umumnya bermaksud untuk me nguasai pasar. Untuk
mencegah politik yang demi kian ini suatu negara dapat membebankan tarif terhadap
barang yang berasal dari negara yang menjalankan politik dumping supaya tidak terkena
akibat jelek daripada politik tersebut.

2). Yang secara ekonomis tidak dapat dipertanggung jawabkan:


a) To keep money at home.
Alasan ini mengemukakan bahwa apabila penduduk suatu negara itu membeli barang dari
luar negeri maka negara tersebut memperoleh barang dan negara lain memperoleh uang.
Tetapi apabila membeli barang produksi dalam negeri maka uang tersebut tidak lari keluar
negeri. Jadi dengan pem bebanan tarif impor, maka impor akan berkurang sehingga akan
mencegah larinya uang ke luar negeri.
b) The low-wage.
Negara yang tingkat upahnya tingggi tidak dapat mengadakan hubungan dengan negara
yang tingkat upahnya rendah tanpa menanggung risi ko akan turunnya tingkat upah.
Turunnya tingkat upah berarti pula turunnya standard hidup. Oleh karena itu untuk
melindungi para pekerja yang upahnya tinggi dari persaingan para pekerja yang upahnya
rendah maka negara yang tingkat upah nya tinggi tersebut perlu membebankan tarif bagi
barang yang berasal dari negara yang tingkat upahnya rendah.
c) Home market.
Alasan ini menyatakan bahwa produsen dalam negeri mempunyai hak terhadap pasar dalam
negeri. Tarif akan mengakibatkan turunnya atau hilangnya impor dan diganti dengan
produksi dalam negeri. Kenaikan produksi berarti tambahnya kesempatan kerja yang
akhirnya berarti pula kenaikan kegiatan ekonomi.
Kebijakan Non-tarif
Kebijakan Non Tariff Measures (NTM) atau hambatan non tarif dalam perdagangan
memengaruhi tingginya harga pangan. United Nations Conference on Trade and
Development (UNCTAD) mendefinisikan kebijakan NTM sebagai berbagai bentuk kebijakan
selain tarif bea cukai yang memengaruhi perdagangan internasional di perbatasan dengan
mengubah jumlah yang diperdagangkan, harga atau keduanya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Amanta mengatakan, berbagai
bentuk kebijakan NTM antara lain adalah kuota, lisensi, peraturan dan persyaratan label,
kontrol harga dan tindakan anti persaingan. Keberadaan NTM dianggap sebagai pengganti
tarif karena tarif telah semakin diliberalisasi melalui General Agreement on Tariffs and Trade
(GATT) WTO. Saat pengenaan tarif menjadi kebijakan yang tidak terlalu populer, berbagai
negara justru mengimplementasikan kebijakan NTM ini.
Secara teori, pendirian food safety standards (baik SPS maupun TBT) dapat memfasilitasi
perdagangan melalui pengurangan biaya transaksi, dengan meyakinkan konsumen bahwa
produk yang dikonsumsi telah memenuhi standar yang berlaku dan mengurangi kerugian
dalam menaksir kualitas produk. Bagi eksportir, dengan memenuhi standar tersebut maka
dapat mengurangi resiko penolakan produk oleh importir. Standar tersebut dapat
digunakan sebagai jaminan untuk menilai kualitas produk di pasar dan meningkatkan
elastisitas subtitusi diantara produk yang sama antar negara yang berbeda sehingga
produsen yang lebih efisicnlah yang dapat menguasai pasar (Athukorala dan Jayasuriya
(2005) cit., Sykes (1995), Kindleberger (1985)).
Namun dalam prakteknya, penerapan food safety standards tersebut dapat menghalangi
perdagangan karena beberapa alasan. Pertama, penerapan peraturan tersebut dirasakan
semakin kompleks dan sulit untuk dipenuhi. Hal ini karena mahalnya biaya untuk
memenuhinya dibebankan kepada eksportir. Standar yang ada sekarang ini dirancang
sedemikian rupa sebagai pencerminan kemajuan teknologi maju dan perubahan selera
konsumen di negara importir yang mungkin belum eksportir yang teknologinya masih
sederhana. Kedua, penerapan standar tersebut tidak transparan dalam pembuktian secara
ilmiah (scientific justification). Ketiga, frekuensi perubahannya yang demikian cepat
sehingga menghalangi negara berkembang seperti Indonesia menjadi pemain yang efektif
dalam mengimplementasikan peraturan tersebut. Akibatnya timbul anggapan anggapan
bahwa peraturan tersebut lebih digunakan sebagai alat proteksi terselubung oleh negara
maju ketimbang sebagai alat untuk melindungi kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan.
Hasil penelitian terbaru CIPS menunjukkan pengaruh dari implementasi kebijakan NTM
terhadap komoditas pangan yang memiliki relevansi tinggi terhadap masyarakat Indonesia,
yaitu beras, gula, jagung, daging sapi dan bawang putih. Felippa menjelaskan, komoditas ini
dipilih berdasarkan kepentingannya dalam konsumsi rumah tangga saat ini dan di masa
depan, keterjangkauannya, prevalensi impor,dan prevalensi NTM.
”Akibat berbagai bentuk hambatan non tarif yang diterapkan pada komoditas-komoditas
tersebut, harga domestik secara konsisten selalu lebih tinggi daripada harga internasional.
Tentu hal ini sangat merugikan rakyat sebagai konsumen karena seharusnya mereka bisa
mengakses komoditas tersebut dengan harga yang lebih terjangkau,” tandasnya.

BAB III

Penutup

1. Kesimpulan

tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang
melewati batas suatu negara. Tarif di bagi menjadi beberapa golongan: Bea ekspor
(export duties) , Bea transito (transit duties) , Bea impor (impor duties) .

1. Permintaan tuna indonesia di pasar produktif secara umum dipengaruhi oleh


harga domestik, harga dunia, nilai tukar rupiah, jumlah penduduk, pendapatan
nasional, kebijakan non-tarif berupa penerapan TBT serta kebijakan tarif.

2. Daya saing tuna indonesia di pasar produktif secara umum dipengaruhi oleh
produksi, pangsa pasar, harga udang, harga ekspor tuna Indonesia, harga ekspor
tuna Thailand, kebijakan non-tarif yang berupa SPS dan kebijakan tarif.

3. Kebijakan tarif semakin tidak berpengaruh terhadap permintaan dan daya saing
tuna Indonesia ke pasar produktif. Sementara itu kebijakan non-tarif (SPS dan TBT)
di Uni Eropa memegang peranan penting bagi pengembangan ekspor tuna ke pasar
produktif. Pendekatan prevention at source dengan menerapkan Competent
Authority (CA) di masing-masing negara eksportir yang dilakukan olch Uni Eropa
terbukti efektif sehingga meminimalisir kasus penolakan perikanan ke negara
tersebut. Produk

4. Hasil penelitian terbaru CIPS menunjukkan pengaruh dari implementasi kebijakan


NTM terhadap komoditas pangan yang memiliki relevansi tinggi terhadap
masyarakat Indonesia, yaitu beras, gula, jagung, daging sapi dan bawang putih.
Felippa menjelaskan, komoditas ini dipilih berdasarkan kepentingannya dalam
konsumsi rumah tangga saat ini dan di masa depan, keterjangkauannya, prevalensi
impor,dan prevalensi NTM.

Daftar pustaka

NIPIRIN. 2014. Ekonomi internasional.yogyakarta: BPFE.

Koeswoyo,D. 2007. Dampak kebijakan non-tarif terhadap permintaan ekspor udang ke uni
eropa. Tesis. UGD. Yogyakarta. (Tidak di publikasikan).

Solihin, A. Perikanan Indonesia dalam kepungan organisasi pengolahan perikanan regional


dan internasional. Di akses tanggal 16 Januari 2016.

https://www-cips--indonesia-org.cdn.ampproject.org/v/s/www.cips-
indonesia.org/amp/kebijakan-non-tariff-measures-dalam-perdagangan-pengaruhi-tingginya-
harga-pangan?.

Anda mungkin juga menyukai