Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Skala Ekonomis, Persaingan Tidak Sempurna Dan Perdagangan


Internasional

Disusun oleh :
Dhery Shabrian Kurnia Alifiono (170810301272)
Yusinta Aulia Putri (170810301274)
Novi Ariyani (170810301276)

Dosen pengajar :
Dr. Khairunnisa Munarsi ST., M.MT.

Mata kuliah :
Bisnis Internasional

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Jember
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan
kesempatan bagi kami sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul Perdagangan
Internasional dan Investasi Asing Langsung. Serta kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Dr.
Khairunnisa Munarsi ST., M.MT. yang telah membimbing kami sebagai dosen pengampu mata
kuliah Bisnis Internasional. Dan tak lupa kami ucapkan terima kasih juga kepada teman-teman serta
seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini berisi tentang penjelasan mengenai “Skala Ekonomis, Persaingan Tidak Sempurna
Dan Perdagangan Internasional”. Kami menyadari masih banyak kekurangan pada makalah ini, dan
kami harap kepada dosen pembimbing dan kepada pembaca sekalian dapat memberikan kritik dan
saran, sehingga dapat menjadi pelajaran bagi kami, dan semoga dapat diperbaiki pada kesempatan
yang lain dan dalam makalah yang lain pula. Semoga makalah ini berguna untuk menambah
wawasan serta pengetahuan bagi para pembaca dan kami selaku penyusun makalah ini mohon maaf
apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Selanjutnya semoga kami bisa menyusun
makalah di waktu lain dengan lebih sempurna.

Jember, September 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Tujuan
Bab II Pembahasan
a. Model Heckscher-Ohlin dan Teori-teori Perdagangan
b. Skala Ekonomis dan Perdagangan Internasional   
c. Perdagangan yang Didasarkan pada Perbedaan Teknologi Dinamis dan Sintesis Teori-teori
Perdagangan.
d. Model Formal Perdagangan Intra-Industri
e. Perhitungan Atas Perdagangan Intra-Industri
f. Perdagangan Berdasarkan Diferensiasi Produk
g. Konsep Persaingan Tidak Sempuma dan Perdagangan Intenasional
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdagangan kerapkali menciptakan pihak-pihak yang dirugikan dan pihak yang diuntungkan.
Pengertian ini sangat penting untuk diresapi jika kita berkeinginan memahami latar belakang apa
sebenarnya yang menentukan kebijakan perdagangan perdagangan dari suatu negara dalam
lingkungan perekonomian dunia modern. Ada dua cara untuk meninjau kebijakan perdagangan
(atau kebijakan pemerintah). Yakni, yang pertama, dengan mendasarkan penbahasan pada tujuan-
tujuan tertentu yang hendak dicapai melalui penerapan kebijakan perdagangan. Contoh, apa yang
harus dilakukan oleh pemerintah? Apakah yang dimaksud dengan kebijakan perdagangan yang
optimal? Cara yang kedua adalah langsung menyoroti langkah-langka yang ditempuh oleh
pemerintah dari dari berbagai Negara dalam praktek memberlakukan kebijakan perdagangan ini.
Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan perdagangan internasional terhadap distribusi
pendapatan merupakan suatu hal penting dalam meninjau persoalan dengan cara pertama, dan
bahkan lebih penting lagi untuk cara kedua.
Pada dasarnya terdapat tiga alasan pokok mengapa kalangan ekonom pada umumnya tidak terlalu
menekankan perhatian mereka pada dampak distribusi pendapatan dari perdagangan.
Ø   Dampak distribusi pendapatan bukan persoalan khas (hanya ada pada) perdagangan
internasional. Setiap perubahan di dalam perekonomian nasional, termasuk perubahan yang terjadi
sehubungan dengan adanya suatu kemajuan teknologi, cenderung menggeser prefensi konsumen,
tergantikannya sumber-sumber daya yang lama dengan yang baru, dan sebagainya, senantiasa
memberikan dampak terhadap kondisi ditribusi pendapatan dalam masyarakat yang bersangkutan.
Ø  Apapun kelemahannya, selalu akan lebih baikjika perdagangan dimungkinkan berlangsung
secara benar-benar bebas (perkara hal itu akan merugikan pihak-pihak yang lemah, lagipula ada
banyak cara untuk membantu mereka serta mengkompensasikan kerugiannya). Meskipun tidak
mudah dan murah, langkah seperti ini masih lebih baik daripada tindakan melarang atau
menghalang-halangi berlangsungnya perdagangan.(ini berlaku juga untuk bentu-bentuk lain dari
perubahan ekonomi).
Ø  Pihak–pihak yang mengalami kerugian dari peningkatan hubungan perdagangan biasanya lebih
terorganisir dibandingkan dengan pihak-pihak yang memperoleh keuntungan dari perdagangan.
Ketidakseimbangan ini acapkali menciptakan suatu bias dalam proses politik sehingga memelukan
langkah-langkah pengimbang.
Meskipun mereka mengakui adanya dampak negatif  yang ditimbulkan oleh perdagangan
internasional terhadap distribusi pendapatan, sebagian besar ekonom tetap meyakini bahwa lebih
penting untuk menonjolkan keuntungan potensial dari perdagangan daripada persoalan daripada
mempermasalahkan kemunginan kerugian dari sementara kelompok di dalam suatu negara. Sikap
ini perlu diperhatikan karna para ekonom situ tidak jarang memiliki kekuatan suara dalam
memutuskan kebijakan ekonomi, khususnya kala pertentangan kepentingan terus menerus
berkecamuk dengan sengitnya.
Biasanya kelompok-kelompk ysng memperoleh keuntungan dari perdagangan untuk produk-
produk tertentu adalah kelompok yang kurang terkonsentrasi, kurang terdidik secara politik dan
juga kurang teroranisir bila dibandingkan dengan pihak-pihak yang menderita kerugian akibat
perdagangan. Sebuah contoh yang baik mengenai adanya perbedaan yang mencolok antara kedua
kubu tersebut adalah di industry gula di Amerika Serikat. Pemerintah AS terlalu membatasi impor
gula selama bertahun-tahun. Pada waktu itu, harga gula di pasaran domestik AS kira-kira empat kali
lipat dari harga yang berlaku di pasaran dunia. Banyak perkiraan menunjukkan, biaya yang
dibebankan kepada konsumen barang kebutuhan pokok yang impornya dibatasi sejak permulaan
decade 1970-an ini mencapai lebih dari satu milyar Dola pertahun – atau sekitar 5 Dolar per orang;
baik itu laki-laki maupun perempuan dewasa maupun anak-anak penggemar gula-gula. Akan tetapi,
jumlah keuntungan (rente kuota) yang diterima oleh para produsen gula domestik ternyata lebih
kecil, yakni kurang dari separuh nilai kerugiannya itu.

B. Tujuan
Agar dapat lebih memahami tentang “Skala Ekonomis, Persaingan Tidak Sempurna Dan
Perdagangan Internasional “
 Apa pengertian dari Skala Ekonomi ?
 Apa itu persaingan tidak sempurna ?
 Apa saja ciri-cirinya ?
 Bagaimana dalam mengatasinya ?

Bab II
Pembahasan

Perdagangan kerap kali menciptakan pihak-pihak yang dirugikan dan pihak yang
diuntungkan. Pengertian ini sangat penting untuk diresapi jika kita berkeinginan memahami latar
belakang apa sebenarnya yang menentukan kebijakan perdagangan perdagangan dari suatu negara
dalam lingkungan perekonomian dunia modern. Ada dua cara untuk meninjau kebijakan
perdagangan (atau kebijakan pemerintah). Yakni, yang pertama, dengan mendasarkan penbahasan
pada tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai melalui penerapan kebijakan perdagangan. Contoh,
apa yang harus dilakukan oleh pemerintah? Apakah yang dimaksud dengan kebijakan perdagangan
yang optimal? Cara yang kedua adalah langsung menyoroti langkah-langka yang ditempuh oleh
pemerintah dari dari berbagai Negara dalam praktek memberlakukan kebijakan perdagangan ini.
Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan perdagangan internasional terhadap distribusi
pendapatan merupakan suatu hal penting dalam meninjau persoalan dengan cara pertama, dan
bahkan lebih penting lagi untuk cara kedua.

            Pada dasarnya terdapat tiga alasan pokok mengapa kalangan ekonom pada umumnya tidak
terlalu menekankan perhatian mereka pada dampak distribusi pendapatan dari perdagangan.

1)      Dampak distribusi pendapatan bukan persoalan khas (hanya ada pada) perdagangan
internasional. Setiap perubahan di dalam perekonomian nasional, termasuk perubahan yang terjadi
sehubungan dengan adanya suatu kemajuan teknologi, cenderung menggeser prefensi konsumen,
tergantikannya sumber-sumber daya yang lama dengan yang baru, dan sebagainya, senantiasa
memberikan dampak terhadap kondisi ditribusi pendapatan dalam masyarakat yang bersangkutan.

2)      Apapun kelemahannya, selalu akan lebih baikjika perdagangan dimungkinkan berlangsung
secara benar-benar bebas (perkara hal itu akan merugikan pihak-pihak yang lemah, lagipula ada
banyak cara untuk membantu mereka serta mengkompensasikan kerugiannya). Meskipun tidak
mudah dan murah, langkah seperti ini masih lebih baik daripada tindakan melarang atau
menghalang-halangi berlangsungnya perdagangan.(ini berlaku juga untuk bentu-bentuk lain dari
perubahan ekonoomi)
3). Pihak–pihak yang mengalami kerugian dari peningkatan hubungan perdagangan biasanya lebih
terorganisir dibandingkan dengan pihak-pihak yang memperoleh keuntungan dari perdagangan.
Ketidakseimbangan ini acapkali menciptakan suatu bias dalam proses politik sehingga memelukan
langkah-langkah pengimbang.

Dengan demikian, sebenarnya meskipun mereka mengakui adanya dampak negatif yang
ditimbulkan oleh perdagangan internasional terhadap distribusi pendapatan, sebagian besar ekonom
tetap meyakini bahwa lebih penting untuk menonjolkan keuntungan potensial dari perdagangan
daripada persoalan daripada mempermasalahkan kemunginan kerugian dari sementara kelompok di
dalam suatu negara. Sikap ini perlu diperhatikan karna para ekonom situ tidak jarang memiliki
kekuatan suara dalam memutuskan kebijakan ekonomi, khususnya kala pertentangan kepentingan
terus menerus berkecamuk dengan sengitnya.

Biasanya kelompok-kelompk yang memperoleh keuntungan dari perdagangan untuk


produk-produk tertentu adalah kelompok yang kurang terkonsentrasi, kurang terdidik secara politik
dan juga kurang teroranisir bila dibandingkan dengan pihak-pihak yang menderita kerugian akibat
perdagangan.

Sebuah contoh yang baik mengenai adanya perbedaan yang mencolok antara kedua kubu
tersebut adalah di industry gula di Amerika Serikat. Pemerintah AS terlalu membatasi impor gula
selama bertahun-tahun. Pada waktu itu, harga gula di pasaran domestik AS kira-kira empat kali lipat
dari harga yang berlaku di pasaran dunia. Banyak perkiraan menunjukkan, biaya yang dibebankan
kepada konsumen barang kebutuhan pokok yang impornya dibatasi sejak permulaan decade 1970-
an ini mencapai lebih dari satu milyar Dola pertahun – atau sekitar 5 Dolar per orang; baik itu laki-
laki maupun perempuan dewasa maupun anak-anak penggemar gula-gula. Akan tetapi, jumlah
keuntungan (rente kuota) yang diterima oleh para produsen gula domestik ternyata lebih kecil,
yakni kurang dari separuh nilai kerugiannya itu.

A. Model Heckscher-Ohlin dan Teori-teori Perdagangan

Teori heckscher-ohlin yang sampai sekarang masih diakui sebagai salah satu teori
fundamental dalam ilmu ekonomi internasional. Asumsi pertamannya adalah menlonggarkan teori
perdagangan yang dipelajari di bab sebelumnya. Yakni bahwa didunia ini hanya ada dua Negara,
dua komoditi, dan dua factor produksi – agar kita memperluas pembahasan dengan mencakup lebih
dari dua Negara, lebih dua komoditi dan lebih dari dua factor produksi. Asumsi kedua dari teori ini
yakni kedua Negara memiliki tingkat teknologi produksi yang sama – sebenarnya memang harus
dilakukan mengingat asumsi itu sendiri, sama halnya dengan asumsi pertama, kurang logis karena
tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Tingkat teknologi yang dimiliki dan digunakan oleh
masing-masing Negara berbeda-beda. Namun teknologi itu sendiri dapat dianggap sebagai salah
satu jenis factor produksi sehingga perdagangan yang didasarkan pada variasi tingkat teknologi
antarnegara masih dapat dianggap tercakup. Asumsi ketiga, yakni bahwa komoditi X merupakan
sebuah komoditi padat L atau padat tenaga kerja, sedangkan Y adalah komoditi padat K atau padat
modal mengisyaratkan bahwa perubahan intensitas factor dalam masing-masing komoditi tidak
memungkinkan. Asumsi keempat bahwa skala hasil senatiasa konstan. Padahal, dalam
kenyataannya perdagangan internasional antara lain terjadi atas skala hasil yang meningkat. Namun
konsep skala hasil yang meningkat itu dapat dipandang sebagai aspek komplementer atau
penunjang bagi teori hackscher-ohlin. Asumsi kelima dalam model ini adalah adanya spesialisasi
yang tidak menyeluruh dimasing-masing Negara. Seandainya saja perdagangan dapat
menyempurnakan spesialisasi produksi di salah satu Negara, maka dengan sendirinya harga-harga
relative komoditi di kedua Negara tersebut akan sama, namun harga factor produksi akan tetap
berbeda. Asumsi keenam mengenai keseragaman selera agaknya akan sulit dibuktikan secara
empiris. Dalam kenyataannya selera tentu saja bervariasi sehingga dari sebuah Negara kita dapat
menemukan begitu banyak selera tergantung pada kesediaan fisik factor-faktor produksi yang
selanjutnya juga dapat dikemukakan untuk menjelaskan berbedanya harga relative komoditi
antarnegara yang menjadi landasan berlangsungnya perdagangan antar Negara. Asumsi ketujuh
mengenai persaingan sempurna di semua pasar produk dan pasar faktor produksi nampaknya lebih
sulit dilakukan. Dalam kenyataannya sekitar separuh dari seluruh transaksi perdagangan manufaktur
di antara Negara-negara industry maju didasarkan pada diferensiasi produk dan skala ekomonis.
Selajutnya asumsi kedelapan mengenai ketiadaan mobilitas factor produksi internasional masih
dapat kita lakukan tanpa menggangu keberlakuan atau keabsahan model ini. Jika adanya mobilitas
factor produksi internasional, meskipun tidak sempurna, maka volume perdagangan yang
dibutuhkan untuk menyamakan harga-harga komoditi dan factor produksi di semua Negara akan
lebih kecil. Artinya denga relative sedikit hubungan perdagangan, proses penyamaan harga
komoditi dan factor produksi antar satu Negara dengan Negara lain sudah dapat berlangsung.
Sedangkan asumsi kesembilan, yakni mengenai ketiadaaan biaya transportasi dan hambatan-
hambatan arus perdagangan dalam bentuk apa pun memang harus ditinggalkan karena sama sekali
tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Dalam prakteknya, adanya biaya transportasi dan berbagai
bentuk hambatan/restriksi itu telah terbukti telah menyusutkan volume perdagangan internasional
dan memperkecil keuntungan-keuntungan yang akan dibuahkan. Penghapusan asumsi ini hanya
akan sedikit memodifikasi teorema heckscher-ohlin tanpa meruntuhkan keberlakuannya. Dan
asumsi kesepuluh, yakni dengan menganggap segenap sumber daya yang tersedia tidak terkerahkan
secara penuh, sehingga pemanfaatan keunggulan komparatif tidak sesempurna yang digambarkan
oleh teori tersebut. Pelonggaran asumsi kesebelas yakni mengatakan bahwa perdagangan
internasional senatiasa berjalan seimbang (artinya masing-masing Negara akan mengekspor
sebanyak impornya) akan membawa kita pada kenyataan bahwa suatu Negara selalu menghadapi
kemungkinan mengalami deficit perdagangan. Bahkan ada kalanya suatu Negara mengimpor
komoditi yang keunggulan komparatifnya lebih ia kuasai.

B. Skala Ekonomis dan Perdagangan Internasional   


Salah satu asumsi model Hecksher-Ohlin menyatakan bahwa kedua komoditi diproduksikan
atas dasar skala hasil yang konstan di kedua negara. Perdagangan di antara dua negara yang faktor –
faktor produksinya maupun komoditi andalannya yang identik tidak akan dapat dijelaskan melalui
model Heckscher-Ohlin.

Dalam bab terdahulu, model–model keunggulan atau keunggulan komparatif yang telah
disajikan senantiasa didasarkan pada asumsi atau prinsip “skala hasil yang konstan”. Artinya, kita
dapat mengasumsikan bahwa jika input untuk suatu industri di lipatduakan, maka output industri
tersebut juga akan berlipat dua. Namun dalam kenyataannya, banyak industri atau sektor ekonomi
yang beroperasi atas dasar skala ekonomis, sehingga semakin besar skala produksinya, akan
semakin besar pula produktivitasnya. Sebagai contoh sederhana, untuk memproduksi 10 unit
produk, missalnya diperlukan 15 jam kerja, sedangkan untuk memproduksi 25 unit diperlukan 30
jam kerja. Adanya skala ekonomis dapat dilihat dari kenyataan bahwa dengan melipatduakan input
tenaga kerja dari 15 menjadi 30 jam kerja menyebabkan output industri tersebut meningkat lebih
dari dua kali lipat, yakni dari 10 menjadi 25 unit. Dalam kenyataannya, dengan pelipatan input,
output dapat meningkat dengan kelipatan 2,5. Demikian pula halnya, keberadaan skala ekonomis itu
dapat dilihat dengan mengamati rata-rata jumlah tenaga kerja yang dikerahkan untuk menghasilkan
setiap unit output : jika output yang ada hanya 5 unit, maka rata-rata kebutuhan input tenaga kerja
adalah 2 jam, sedangkan apabila outputnya 25 unit, maka kebutuhan rata-rata akan input tenaga
kerjanya pun segera turun menjadi 1,2 jam. Dari contoh tersebut dapat dilihat mengapa skala
ekonomis mampu memberikan ransangan tersendiri bagi berlangsungnya hubungan-hubungan
internasional.
            Perdagangan memungkinkan setiap negara untuk menghasilkan dan memperoleh variasi
barang yang terbatas serta meraih keunggulan skala ekonomis tanpa mengorbankan keragaman
konsumsinya. Perdagangan internasional akan meningkatkan keragaman barang yang tersedia.
Peradagangan yang saling menguntungkan bisa terus meningkat berkat bekerjanya prinsip skala
ekonomis. Setiap negara mengkhususkan diri dalam memprokduksi barang barang tentu saja, yang
memungkinkannya memproduksi barang –  barang tersebut lebih efisien daripada jika negara yang
bersangkutan memproduksi sendiri segalanya, perekonomian yang melakukan spesialisasi produksi
ini selanjutnya berdagang satu sama lain agar dapat menkonsumsi seluruh jenis barang.

            Pada dasarnya skala ekonomis atau pun skala hasil yang meningkat menandakan bahwa
input yang dibutuhkan per unit produksi semakin kecil denagn semakin banyaknya output yang di
produksi. Untuk menganalisis dampak skala ekonomis terhadap struktur pasar, kita memang
mebutuhkan kejelasan tentang peningkatan produksi seperti apa yang diperlukan untuk menurunkan
biaya rata rata. Skala ekonomis eksternal (external economies of scale) akan tercipta apabila jumlah
biaya per unit sudah tergantung pada besarnya industri, tidak perlu besarnya satu perusahaan.
Selanjutnya skala ekonomis internal (internal economies of scale) muncul jika biaya per unit
tergantung pada  besarnya satu perusahaan, sehingga hal itu tidak perlu dikaitkan dengan besarnya
industri yang bersangkutan. Perbedaan antara skala ekonomis eksternal dan skala ekonomis
internalakan dapat dilukiskan dengan contoh hipotesis sebagai berikut.

Suatu industri yang pada awalnya yang hanya terdiri dari 10 perusahaan, yang masing
masing menghasilkan 100 unit output. Kini pertimbangkan dua kasus. Pertama, katakanlah ukuran
industri tersebut, karena sesuatu dan lain sebab, berlipat dua, sehingga kini terdapat 20 perusahaan,
yang masing-masing akan menghasilkan 100 unit output. Pada sisi lain, misalkan output dari
industri yang bersangkutan tidak berubah, tetapi jumlah perusahaan susut separuh, sehingga setiap
perusahaan akan menghasilkan 200 unit output. Jika dalam kasus in efisiensi mengalami
peningkatan, maka terdapat skala ekonomis internal; suatu perusahaan lebih efisien jika outputnya
lebih banyak. Skala ekonomis eksternal dan internal tersebut masing – masing menimbulkan
implikasi-implikasi berbeda terhadap struktur industri. Suatu industri dimana skala ekonomisnya
sepenuhnya bersifat eksternal biasanya akan terdiri dari perusahaan kecil, dan strukturnya akan
berkembang menjadi persaingan sempurna. Sebaliknya, jika skala ekonomis internal memberikan
perusahaan- perusahaan berukuran besar suatu keunggulan biaya atas perusahaan – perusahaan
kecil, maka hal ini pada akhirnya dapat menciptakan struktur pasar persaingan tidak sempurna.

Konsep skala hasil meningkat mengacu pada situasi produksi dimana output bertambah


lebih proporsional ketimbang peningkatan input atau fakto-faktor produksinya. Artinya, seandainya
semua input di lipatdua kan, maka output akan bertambah lebih dua kali lipat. Demikian pula jika
semua input di tambah hingga tiga kali lipat dari pada sebelumnya, maka outputnyapun akan
bertambah lebih tiga kali lipat. Skala hasil yang meningkat ini dapat terjadi karena operasi yang
lebih besar cenderung meningkatkan pembagian kerja dan spesialisasi sehingga setiap unit faktor
produksi akan membuahkan hasil yang lebih besar.

Ada beberapa aspek dari analisis mengenai gambar 6-1 yang harus dijelaskan lebih jauh.
Pertama, tidak ada faktor penyebab yang pasti untuk mendorong kedua negara itu berspesialisasi
dalam produksi komoditi X maupun komoditi Y. Kedua, meskipun dikatakan identik, kedua negara
tersebut tidak mungkin sama persis dalam semua aspek ekonominya. Ketiga, jika skala ekonomis
itu terdapat pada berbagai tingkatan output, maka satu atau beberapa perusahaan di masing-masing
negara lambat laun akan dapat menguasai seluruh pasar bagi produk tertentu sehingga menjurus
pada terciptanya monopoli atau oligopoli.

           

  Jadi, skala ekonomis atau skala hasil yang meningkat tersebut merupakan sesuatu yang
bersifat internal dalam perusahaan. Konsep lain yang cukup penting dan berkaitan dengan skala
ekonomis adalah hipotesis yang dikemukakan oleh Linder pada tahun 1961, yang pada intinya
menyatakan bahwa suatu negara mengekspor produk produk manufaktur yang di dukung oleh pasar
domestik yang cukup besar. Menurut hipotesis  “ kemiripan prefensi ”atau dapat pula disebut
sebagai hipotesis“ permintaan yang tumpang tindih “ tersebut,  perkembangan manufaktur
cenderung terjadi di kalangan negara-negara yang selera dan tingkat pendapatannya setara.

C. Konsep Persaingan Tidak Sempuma dan Perdagangan Intemasional.


Pada bagian pembahasan ini kita akan menelaah hubungan yang sangat penting antara
persaingan tidak Sempurna dan perdagangan internasional. Dalam sebuah perekonomian atau pasar
persaingan sempurna, perusahan-perusahaan yang ada tidak bisa mempengaruhi harga (price-taker).
Artinya penjual barang harus selalu menerima kenyataan bahwa mereka dapat menjual sebanyak
mungkin yang mereka kehendaki asalkan berdasarkan pada harga yang berlaku, dan mereka sama
sekali tidak dapat mempengaruhi harga yang mereka terima atas produk yang mereka jual.  Akan
tetapi, jika hanya sedikit sekali perusahaan yang menghasilkan suatu barang, maka masalahnya pun
menjadi sangat berbeda. Pada Perusahaan monopolis biasanya menghadapi kurva permintaan yang
bentuknya melengkung ke bawah dari kiri atas ke kanan bawah. Bentuk kurva permintaan demikian
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut bisa menghasilkan lebih banyak output hanya jika
harganya turun. Seperti yang telah kita ketahui dari teori dasar mikroekonomi, padakurva
permintaan adalah kurva pendapatan atau kurva penerimaan marjinal (marginal revenue).
Pendapatan marjinal adalah pendapatan tambahan yang diperoleh dari penjualan satu unit
tambahan. Pendapatan marjinal bagi perusahaan monopolis selalu lebih rendah dari harga  seluruh
unit (jadi tidak hanya unit tambahannya saja). Karena itu bagi sebuah perusahaan  monopolis, kurva
penerimaan marjinalnya selalu terletak di bawah kurva permintaan.  Seandainya bentuk kurvanya
sangat datar, maka perusahaan monopolis tersebut akan dapat menjual satu unit tambahan dengan
hanya menurunkan harga sedikit saja, dan banyak, sehingga pendapatan marjinal akan mendekati
harga per unit. Di sisi lain, jika kurva permintaan berbentuk sangat curam, maka untuk menjual satu
unit tambahan, perusahaan itu harus mengadakan penurunan harga secara tajam sehingga
menyebabkan pendapatan marjinal semakin lebih rendah dari harga. Tingkat output yang
memaksimumkan keuntungan perusahaan monopolis tercapai ketika pendapatan marjinal
(pendapatan yang diperoleh dari penjualan satu unit tambahan) sama dengan biaya marjinal (biaya
ekstra yang diperlukan untuk memproduksi satu unit output tambahan tersebut). Secara grafis, hal
tersebut merupakan titik perpotongan antara kurva biayamarjinal atau MC dan dengan kurva
penerimaan marjinal atau MR. Harga yang diminta perusahaan pada suatu tingkat output tertentu
yakni yang menjamin tercapainya keuntungan maksimum biasanya lebih besar dari biaya rata-rata.
Seandainya harga lebih besar daripada biaya rata-rata, maka perusahaan monopolis tersebut akan
memperoleh sejumlah keuntungan monopolis (monopolistic profits). Adanya keuntungan monopoli
jarang sekali terbebas dari aneka bentuk tentangan atau kecaman. Suatu perusahaan yang
memperoleh keuntungan tinggi biasanya menciptakan sejumlah pesaing yang akan terus
menentangnya.
Dalam model-model persaingan monopolistik (monopolistic competition) kita bertumpu 
pada dua asumsi di seputar persoalan saling ketergantungan (interdependensi). Asumsi yang
pertama, setiap perusahaan dianggap mampu membedakan produknya dari produk-produk
saingannya. Artinya, para konsumen tidak akan langsung berbondong-bondong membeli produk
produk perusahaan lain hanya karena sedikit selisih harga. Adanya perbedaan dan
penganekaragaman produk (product differentiation) satu jenis produk dibuat sedemikian rupa
sehingga masing-masing merek nampak unik dan berbeda dari yang lain- ini menjamin bahwa
setiap perusahaan memiliki monopoli dalam produk khas di dalam suatu industri, atau punya pasar
sendiri, sehingga mereka agak terisolasi dari tekanan persaingan. Sedangkan asumsi yang kedua,
setiap perusahaan menganggap harga yang ditetapkan oleh para pesaingnya sebagai sesuatu yang
tetap (given) -artinya ia mengabaikan dampak dari harga yang ditetapkannya terhadap harga
perusahaan-perusahaan yang lain. Dengan demikian, model persaingan monopolistik ini
mengasumsikan bahwa meskipun setiap perusahaan dalam prakteknya menghadapi tekanan
persaingan dari perusahaan-perusahaan yang lain, namun ia cenderung bertindak sebagaunana
layaknya sebuah perusahaan monopolis -karena itulah model ini disebut, sebagai model persaingan
“monopolistik”. Akan tetapi sebelum kita dapat menelaah kaitannya dengan perdagangan, kita perlu
mengembangkan suatu model dasar dari persaingan monopolistik. Untuk itu mari kita bayangkan
suatu industri yang dihuni oleh beberapa perusahaan yang saling bersaing. Perusahaan-perusahaan
ini menghasilkan produk-produk yang berbeda artinya, barang barang yang tidak persis sama,
namun bisa merupakan pengganti (substitusi) satu sama lain. Karena itu setiap perusahaan sampai
batas tertentu merupakan monopolis dalam artian ia merupakan satu-satunya perusahaan yang
menghasilkan jenis barang tertentu. Tetapi permintaan untuk barang tersebut juga ditentukan oleh
jumlah produk lain yang mirip yang tersedia di pasar dan oleh harga barang-barang yang dihasilkan
perusahaan-perusahaan lain di sektor industri yang sama. Semakin banyak perusahaan yang ada,
akan semakin tajam persaingan di antara perusahaan-perusahaan tersebut, sehingga sebagai
akibatnya mereka menetapkan harga yang lebih rendah lagi. Model persaingan monopolistik juga
mampu menangkap elemen-elemen pokok tertentu dari suatu pasar yang mengandung skala
ekonomi dan karenanya merupakan pasar persaingan tidak sempurna. Namun, hanya sedikit industri
yang tergambarkan dengan baik oleh persaingan monopolistik; sedangkan kebanyakan struktur
pasar yang ada di dalam kenyataan adalah struktur oligopoli dengan sejumlah kecil perusahaan saja
yang secara aktif terlibat dalam persaingan monopolistik. Dalam struktur yang sesungguhnya,
anggapan bahwa masing-masing perusahaan itu akan berperilaku seolah-olah ia merupakan
monopolis tulen, mungkin tak berlaku lagi. Sebaliknya mereka biasanya sadar sepenuhnya
bahwasanya tindakan-tindakan mereka akan mempengaruhi tindakan-tindakan perusahaan lain, dan
mereka akan senantiasa memperhitungkan kemungkinan dan risiko interdependensi ini.

D. Perdagangan Berdasarkan Diferensiasi Produk

Hampir semua perekonomian modern di berbagai negara tidak lagi menghasilkan produk-
produk homogen, melainkan aneka produk yang satu sama lain sangat bervariasi. Bahkan untuk
satu jenis produk pun variasi tetap dapat dilakukan. Pada dasarya ada empat hal terpenting yang
perlu diperhatikan berkenaan dengan pola perdagangan ini, yakni sebagai berikut: 1) Perdagangan
antar-industri lebih didasarkan pada keunggulan komparatif. Pola perdagangan antar-industri itu
adalah sebagai berikut: Negara yang kaya akan modal merupakan pengekspor barang-barang
manufaktur yang memang bersifat padat modal dan pengimpor neo makanan yang padat karya. Itu
berarti keunggulan komparatif menempati kedudukan yang sangat penting dalam jenis perdagangan
ini. Inilah sesungguhnya yang menjadi intisari teori perdagangan Heckscher-Ohlin. 2) Sedangkan
hubungan perdagangan intra-industri ternyata tidak terlalu didasarkan pada konsep keunggulan /
keunggulan komparatif. Walaupun negara-negara yang berdagang memiliki nisbah atau rasio modal
tenaga kerja keseluruhan yang sama, perusahaan¬perusahaan mereka akan tetap menghasilkan
produk-produk yang berbeda, (Ian permintaaan konsumen akan produk produk yang dibuat di luar
negeri akan tetap ada sehingga selalu menimbulkan perdagangan intra-industri. Adalah skala
ekonomis yang menyebabkan setiap negara tidak memproduksi semua jenis produk sendirian;
dengan demikian skala ekonomis dapat merupakan sumber perdagangan internasional yang
independen, khususnya bagi hubungan perdagangan intra-industri. 3) Pola perdagangan intra-
industri itu sendiri tidak dapat diduga sebelumnya. Kita sama  sekali belum dapat menyebutkan
secara pasti negara mana yang menghasilkan barang manufaktur jenis apa di dalam sektor
manufaktur, dikarenakan model ini tidak dapat menerangkan kepada kita mengenai hal tersebut.
Yang kita ketahui hanyalah bahwa negara-negara tersebut akan sama-sama memproduksi produk-
produk manufaktur, hanya saja masing-masing produk sengaja dibuat nampak berbeda. Karena
unsur-unsur sejarah dan peristiwa yang bersifat kebetulan acapkali menentukan arah dan pola
perdagangan yang berlangsung, maka unsur ketidaktentuan pola perdagangan merupakan
karakteristik yang penting bagi perdagangan intra-industri. 4) Arti penting relatif perdagangan intra-
industri dan perdagangan antar-industri bergantung pada seberapa jauh kesamaan kelimpahan faktor
produksi di negara-negara yang terlibat dalam perdagangan itu sendiri.
Pada dasarnya perdagangan intra-industri tersebut bertolak dari motif untuk meraih
keuntungan yang bersumber dari skala ekonomis produksi. Maksudnya, persaingan internasional
mendorong setiap perusahaan atau pabrik untuk membatasi model atau tipe produknya agar ia dapat
mengerahkan segenap sumber dayanya demi menghasilkan beberapa jenis produk saja namun
dengan kualitas terbaik dan harga yang bersaing. Sementara itu kebutuhan konsumen atas gaya atau
model yang lain akan diimpor dari negara lain. Hubungan perdagangan intra-industri ini akan
menguntungkan konsumen karena terciptanya lebih banyak pilihan dengan kualitas yang lebih baik,
sedangkan harganya pun akan menjadi lebih murah berkat meningkatnya skala ekonomis produksi.
Dari waktu ke waktu, negara-negara industri maju tersebut semakin banyak memiliki kesamaan 
dalam tingkat teknologi produksi, serta dalam kepemilikan modal dan tingkat kualitas para
pekerjanya. Karena negara-negara yang mendominasi perdagangan dunia itu semakin mirip dalam
penguasaan teknologi dan kepemilikan sumber-sumber daya, maka keunggulan komparatif di dalam
suatu sektor industri menjadi tidak begitu jelas (untuk negara mana), dan oleh karena itulah
kegiatan perdagangan internasional di antara sesama negara industri mau lebih banyak : yang
terwujud berupa pertukaran dua arah di dalam industri-industri yang sama -mungkin dalam banyak
aspek, hal ini dipacu oleh usaha pencapaian skala ekonomis ketimbang spesialisasi antar-industri
yang bertumpu pada keunggulan komparatif.

Akan tetapi atas dasar fakta apa kegiatan perdagangan intra-industri itu dapat mengubah
kesimpulan-kesimpulan yang telah kita peroleh sebelumnya? Pertama-tama, terciptanya hubungan
perdagangan intra-industri menghasilkan keuntungan-keuntungan tambahan dari perdagangan
internasional, yang nilainya lebih besar daripada yang dapat dihasilkan oleh perdagangan yang
didasarkan pada keunggulan komparatif. Hal ini dikarenakan kegiatan perdagangan intra-industri
tersebut mampu menciptakan pasar yang lebih besar. Sebagaimana yang telah kita pelajari, dengan
melibatkan diri dalam hubungan perdagangan intra-industri, maka suatu negara secara serentak
dapat mengurangi jenis-jenis produk yang dihasilkannya dan meningkatkan keanekaragaman
barang yang tersedia bagi konsumen domestik. Dengan memproduksi lebih sedikit ragam barang,
masing-masing negara dapat  memproduksi setiap barang dengan skala yang lebih besar, dengan
produktivitas yang lebih tinggi dan dengan biaya produksi yang lebih rendah. Pada saat yang sama,
konsumen juga beruntung karena barang yang tersedia lebih beragam dan lebih murah. Konsumen
domestik akan menjumpai bahwa perdagangan intra-industri bisa memperluas pilihan-pilihan
mereka, meningkatkan kualitas produk, dan juga menurunkan harga. Dalam analisis kita terdahulu
mengenai distribusi keuntungan perdagangan, ada nuansa pesimisme terhadap kemungkinan bahwa
setiap orang akan memperoleh keuntungan dari berlangsungnya perdagangan internasional. Dalam
model-model yang telah kita bahas sebelumnya, dampak-dampak perdagangan terjadi melalui
perubahan harga-harga relatif, dan berbagai perubahan pada harga-harga relatif ini berpengaruh
sangat kuat terhadap distribusi pendapatan. Hal ini memang akan terjadi apabila:1) Negara-negara
yang berdagang sedikit banyak mempunyai kesamaan faktor-faktor produksi sehingga kadar
perdagangan antar-industri di antara mereka akan berkurang, dan digantikan oleh perdagangan
intra-industri.2) Skala ekonomis dan diferensiasi produk menjadi faktor penting, sehingga
keuntungan, dari skala yang membesar dart semakin banyaknya pilihan terhitung besar. Dalam
keadaan demikian, dampak perdagangan intemasional terhadap distribusi pendapatan akan menjadi
lebih kecil dan akan banyak keuntungan tambahan yang dibuahkan oleh adanya; perdagangan intra-
industri. Walaupun berpengaruh pada distribusi pendapatan, namun hasil perdagangan tersebut
begitu besar sehingga akan membuat semua orang akan tetap memperoleh keuntungan (walaupun
besar-kecilnya keuntungan untuk setiap orang berbeda- beda). Ada beberapa pertimbangan penting
yang harus dikemukakan berkenaan dengan model-model perdagangan intra-industri yang
dikembangkan oleh sejumlah ekonom terkemuka Helpman, Krugman, Lancaster, dan beberapa
tokoh lainya sejak tahun 1979. Pertama, perdagangan dalam model Heckscher-Ohlin didasarkan
pada keunggulan komparatif atau perbedaan dalam kelimpahan faktor produksi (tenaga kerja,
modal, sumber daya alam, dan teknologi produksi) di antara negara-negara yang terlibat dalam
hubungan  dagang itu. Akan tetapi dalam prakteknya, perdagangan intra-industri itu lebih
didasarkan pada diferensiasi produk dan skala ekonomis. jadi, kalau volume perdagangan yang
didasarkan ada keunggulan komparatif akan lebih besar seandainya perbedaan dalam kelimpahan
faktor  di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya lebih besar, maka transaksi perdagangan
intra-industri itu akan meningkat jika ukuran perekonomian dan praporsi faktor produksi yang ada
(di kalangan negara negara industri) lebih mirip satu sama lain. Di sini kita melihat satu hal yang
kontras. Elemen-elemen yang cenderung membatasi perdagangan biasa (antar-industri), ternyata
justru mendorong perdagangan intra-industri. Kedua, semakin banyak produk-produk yang
terdiferensiasi berkat meningkatnya akal, ekonomis, maka harga-harga relatif sebelum terjadinya
perdagangan tidak akurat lagi dalam memprediksikan pola perdagangan yang akan terjadi. Secara
spesifik, sebuah negara besar  akan dapat memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang lebih
murah dibandingkan negara lain yang lebih kecil (dalam kondisi tanpa perdagangan) karena negara
besar tersebut merniliki A skala ekonomis yang lebih besar pula. Namun setelah perdagangan itu
terjadi, setiap negara dapat memanfaatkan peluang peningkatan skala ekonomis yang sama besarnya
(karena semua pasar melebur menjadi satu) sehingga negara yang kecil itu pun bisa saja melakukan
produksi  secara lebih efisien sehingga ia mampu menjual produk dengan harga lebih murah
ketimbang negara besar yang menjadi mitra dagangnya. Ketiga, tidak seperti model Heckscher-
Ohlin yang memprediksikan bahwa perdaganganq akan menurunkan tingkat hasil bagi faktor
produksi yang langka, maka berlangsungnya perdagangan intra-industri yang didasarkan pada
peningkatan skala ekonomis itu dapat meningkatkan pendapatan atau harga semua faktor produksi
yang terkait. Hal ini nampaknya dapat menjelaskan mengapa pembentukan Uni Eropa dan proses
liberalisasi perdagangan internasional yang berlangsung secara besar-besaran sejak Perang Dunia
kedua, khususnya dalam produk-produk manufaktur itu, tidak memperoleh hambatan yang berarti
dari kelompok I kelompok kepentingan/politik yang ada di masing-masing negara. Hal tersebut
rnengisyaratkan bahwa perdagangan intra-industri memang dapat meningkatkan pendapatan bagi
semua pemilik faktor produksi, sehingga tidak perlu ada pihak yang harus merasa dirugikan.
Sebaliknya, liberalisasi perdagangan antar-industri yang biasanya berlangsung antara negara maju
dan negara berkembang, banyak mendapat tentangan, khususnya dari serikat-serikat buruh
terorganisir di negara-negara maju yang merasa khawatir bahwa peningkatan perdagangan antar-
industri tersebut akan merugikan mereka (menurunkan tingkat upah, atau melenyapkan lapangan
kerja).

E. Perhitungan Atas Perdagangan Intra-Industri.

Pada dasamya, besar kecilnya atau tingkatan atau volume perdagangan intra-industri dapat
diukur atau dihitung berdasarkan indeks perdagangan intra-industri (intra-industry trade index) yang
diberi simbol T. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:T = 1 – X dan M masing-masing
melambangkan nilai ekspor dan impor dari suatu industri atau kelompok komoditi tertentu,
sedangkan garis-garis vertikal pada pembilang di dalam Rumus (6-1) menunjukkan bahwa nilai-
nilai yang “dipagarinya” adalah angka-angka absolut (senantiasa positif). Nilai T atau indeks
perdagangan intra-industri itu sendiri bervariasi; yakni dari 0 hingga 1. T akan sama dengan 0
apabila sebuah negara hanya mengekspor atau hanya mengimpor suatu produk (artinya dia tidak
terlibat dalam perdagangan intra-industri yang bersifat dua arah itu). Di lain pihak jika ekspor dan
impornya sama besar, maka untuk Negara itu T = 1 (perdagangan intra-industri yang
dilangsungkannya mencapai tingkatan maksimal). Namun ternyata ada kelemahan serius dalam
penggunaan indeks T untuk mengukur tingkatan perdagangan intra-industri. Nilai-nilai T yang
muncul acapkali lebih dari satu, dan satu sama lain berbeda sehingga kita sulit menentukan mana T
yang paling tepat. Hasill perhitungannya juga mudah berubah kalau kita sedikit saja menggeser
cakupan industri atau kelompok produk yang menjadi objek perhitungan. Secara lebih spesifik bisa
dikatakan bahwa semakin luas cakupan dari suatu sektor industri, maka akan semakin besar nilai T.
Alasannya adalah, semakin luas cakupan sektor industri tersebut, maka akan semakin besar
kemungkinan negara yang bersangkutan akan mengekspor produk-produk terdiferensiasi dalam
varietas atau jenis yang lebih banyak. Oleh sebab itu, penggunaan indeks T harus dilakukan secara
hati-hati agar tidak mengakibatkan salah tafsir. Di satu sisi indikator tersebut memang dapat sangat
berguna dalam mengukur jangkauan atau tingkatan perdagangan intra-industri yang dilakukan oleh
masing-masing negara industri maju serta jangkauan dari sektor-sektor industrinya yangi terlibat,
dan cukup bisa diandalkan pula guna menaksir berbagai perubahan dalam perdagangan intra-
industri tersebut untuk sektor industri yang sama dari waktu ke waktu. Di sisi lain, kita harus
konsisten dalam menentukan cakupan suatu sektor industri agar nilai-nilai T yang muncul memiliki
cakupan yang sama, sehingga hasil-hasil perhitungannya dapat saling diperbandingkan.

F. Model Formal Perdagangan Intra-Industri

Bentuk atau organisasi pasar yang memiliki banyak perusahaan yang semuanya menjual berbagai
produk yang mirip satu sama lain (semuanya terdiferensiasi) dan akses keluar masuk perusahaan-
perusahaan baru ke dalam sektor atau pasar tersebut tidak terlampau sulit, biasa disebut sebagai
pasar atau ekonomi persaingan monopolistik (monopolistic cotltpetition nutrket/econonty). Karena
setiap perusahaan yang ada di Operasi pasar itu harus menurunkan harga untuk semua unit
komoditinya apabila ia ingin meningkatkan penjualan, maka kurva pendapatan marginal perusahaan
tersebut (MR) lebih rendah ketimbang kurva permintaannya (D), sehingga MR lebih kecil dari P.

G. Perdagangan yang Didasarkan pada Perbedaan Teknologi Dinamis dan Sintesis Teori-
teori Perdagangan.

Terlepas dari perbadaan-perbedaan dalam ketersediaan relatif aneka sumber daya atau factor
produksi seperti tenaga kerja , modal dan sumber daya alam        ( yang sangat di tekankan oleh
teori Heckscher-Ohlin ) serta adanya skala ekonomis dan difrensiasi produk, perubahan-perubahan
dinamis dalam teknologi jaga dapat menjadi factor pendorong tersendiri dalam memunculkan
perdagangan internasional.

1. Model Kesenjangan Teknologi dan Model Siklus Produk

Model kesenjangan teknologi ( technological gap model ) untuk pertama kalinya


dikembangkan oleh Posner pada tahun 1961. Menurut teori ini, sejumlah besar perdagangan di
antara Negara-negara industri maju ternyata di dasarkan pada munculnya produk-produk baru oleh
proses-proses produksi ( teknologi ) yang baru. Adanya proses produksi dan produk baru itulah
yang sering kali memberikan kedudukan monopoli yang bersifat sementara bagi perusahaan-
perusahaan atau negara tertentu di pasaran internasional. Kedudukan monopoli sementara
( temporary monopoly ) itu sendiri di dasarkan pada hak paten atau hak cipta yang memberi
keistimewaan bagi pemiliknya untuk memanfaatkan apa yang di lindungi oleh hak paten itu secara
ekslusif. Namun model ini pun di liputi kelemahan yakni ia tidak dapat menjelaskan berapa besar
kecilnya kesenjangan teknologi atau sebab-sebabnya. Di samping itu,model tersebut juga tidak
mengungkapkan alas an munculnya kesenjangan teknologi itu sendiri atau latar belakang proses
pengerjaran teknologi oleh pihak, produsen, atau negara-negara tertentu yang semula tertinggal.
Kelemahan-kelemahan itu selanjutnya memunculkan suatu genelisasi dan pengembangan lanjutan
atas model kesenjangan teknologi yang selanjutnya terkenal dengan nama model siklus
produk ( product cycle ). Model ini untuk pertama kalinya di rumuskan oleh Raymond
Vernon pada tahun 1966. Menurut model ini, pada tahap awal penciptaan sebuah produk dan
pengenalan ke pasar, biasa prose produksinya mensyaratkan tenaga kerja terampil.
Vernon juga mengemukan bahwa produk-produk yang bernilai tinggi dan menghemat tenaga kerja
cenderung akan di pilih sebagai produk andalan ekspor di negara-negara industri yang kaya. Hal itu
dikarenakan:
1. Peluang terbesar untuk menciptakan produk-produk seperti itu memang ada di Negara-
negara indutri maju yang banyak memiliuki faktor produksi modal yang merupakan input
utama bagi produk-produk bernilai tinggi.
2. Pengembangan produk-produk baru seperti itu membutuhkan kemiripan pasar atau
kesesuaian pasar ( proximity ), sehingga dapat diharapkan munculnya umpan balik dari
konsumen dalam rangka proses modifikasi dan menyempurnakan produk yang bersangkutan.
3. Kebutuhan akan pelayanan dalam proses pengenalan dan kegiatan-kegiatan purna jual
memang paling dimungkinkan di Negara-negara maju tadi. Kalau model kesenjangan teknologi
menekankan pada perbedaan waktu dalam proses peniruan atau imitasi, maka model siklus
produk lebih menekankan pada pentingnya proses standarisasi. Namun kedua model ini sama-
sama berpendapat bahwa Negara-negara industri yang paling maju cenderung mengekspor
aneka produk non standar yang mengandung tekonologi paling maju, dan di lain pihak akan
mengimpor produk-produk standar yang diproduksi bias secara masal dan kandungan
teknologinya lebih kecil ( ini akan dibuat di negara berkembang ).

2. Sintesis Teori-teori Perdagangan


Kesimpulan – kesimpulan yang dapat kita tarik berkenaan dengan relevansi empiris atas teori-teori
perdagangan yang telah kita bicarakan di atas, adalah sebagai berikut :

1. Sebagian besar perdagangan antara Negara maju dan berkembang adalh perdagangan antar
industri yang didasarkan pada variasi atau perbedaan kelimpahan factor ( termasuk pula
teknologi ), sebagaimana dipostulasikan atau dirumuskan oleh teori Heckscher-Ohlin.
2. Perdagangan antara sesame Negara industry maju semakain lama semakin banyak yang
berupa perdagangan intra-industri yang didasarkan pada skala ekonomis dan diferensiasi
produk, sebagaimana yang dirumuskan oleh teori-teori perdagangan yang baru.

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa teori Heckscher-Ohlin dan teori-teori


perdagangan yang baru itu sesungguhnya bersifat komplementer atau saling mendukung dalam
menjelaskan perdagangan internasional. Kesimpulan di atas membawa kita pada kesimpulan
berikutnya, yakni semakin berbeda kelimpahan faktor antara negara-negara yang terlibat dalam
perdagangan, maka semakin besar kemungkinan, bahwa mayoritas perdagangan itu merupakan
perdagangan antar industri. Demikian pula sebaliknya, semakin mirip kelimpahan faktor di antara
negara-negara yang terlibat dalam perdagangan maka semakin besar kemungkinan bahwa itu
merupakan perdagangan intra-industri.
Jelaslah pula bahwa pemakaian masing-masing model industry itu harus dibedakan kasus perkasus.
Oleh sebab itu, sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui kapan masing – masing model atau
teori tersebut dapat diterapkan. Yakni :

1. Model kelimpahan faktor Heckscher-Ohlin harus diterapkan demi menjelaskan


berlangsungnya perdagangan untuk komoditi primer, bahan – bahan mentah, aneka produk
pertanian dan berbagi produk manufaktur yang bersifat padat karya pada umumnya.
2. Teori-teori baru mengenai perdagangan yang didasarkan pada skala ekonomis dan
diferensiasi produk harus dikedepankan untuk menjelaskan berlangsungnya perdagangan intra-
industri yang biasanya meliputi aneka produk manufaktur padat modal dan berteknologi tinggi.
Meskipun kita masih memerlukan pengujian empiris yang lebih banyak untuk membakukan
generalisasi ini, secara umum kita sudah dapat menggunakan untuk memahami berbagai kasus
perdagangan antar negara.

3. Biaya Transportasi, Standar Lingkungan, dan Perdagangan Internasional


Biaya transportasi ternyata memberikan pengaruh langsung yang sangat besarterhadap
perdagangan internasional, yakni dengan meningkatkan harga atau komoditi yang diperdagangkan,
baik itu bagi negara pengekspor maupun bagi negara pengimpor. Disamping itu, biaya transportasi
juga memberikan pengaruh tidak langsung terhadap lokasi penyelenggaraan produksi dan pusat-
pusat industri secara internasional.

4. Biaya Transportasi dan Komoditi-komoditi yang Tidak Diperdagangkan

Biaya transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi
asuransi, serta aneka pungutan pada saat komoditi yang diperdagangkan itu disimpan di suatu
tempat sementara (transit). Jadi, kita menggunakan istilah biaya transportasi untuk mencakup semua
jenis biaya pemindahan barang dari suatu tempat atau negara ke negara atau tempat
lain.Perdagangan internasional juga bisa dibatasi oleh rasio atau nisbah berat produk terhadap nilai
yang terlalu tinggi, seperti semen (artinya, produk yang bersangkutan sedemikian berat sehingga
biaya transportasinya sangat mahal bila dibandingkan dengan nilainya sendiri). Itu sebabnya selama
memang masing memungkinkan suatu negara biasa memproduksi semen sendiri ketimbang
mengimpornya, sekalipun semen dapat diproduksi lebih murah di luar negeri). Banyak barang yang
tidak diperdagangkan secara internasional karena tiadanya keunggulan efisien biaya operasional
yang kuat dalam produksinya, atau karena biaya pengangkutannya yang terlampau mahal. Pada
prinsipnya, suatu barang yang homogen akan diperdagangkan secara internasional hanya apabila
selisih harga untuk barang tersebut di kedua negara lebih besar daripada biaya transportasi barang
tersebut dari suatu negara ke negara yang lain. Adanya biaya transportasi itulah yang memunculkan
sejumlah barang dan jasa yang tidak (menguntungkan kalau) diperdagangkan.

            Secara umum harga komoditi-komoditi yang tidak diperdagangkan secara internasional itu
ditentukan oleh kondisi-kondisi permintaan dan penawaran domestik.

            Ada dua cara untuk menganalisis biaya transportasi :

1. Analisis keseimbangan umum, yang menggunakan kurva batas-batas kemungkinan


produksi atau kurva tawar-menawar suatu negara dan menyatakan biaya transportasi tersebut
dalam satuan harga relatif komoditi.
2. Analisis keseimbangan parsial, menganalisis biaya transportasi dalam satuan absolute
(berupa jumlah uang).
Satu hal penting adalah pengertian istilah keseimbangan umum dan parsial dalam konteks ini
sedikit berbeda dengan yang telah kita gunakan pada bagian-bagian pembahasan lainnya. Selain itu
kita juga memakai asumsi tambahan. Asumsi-asumsi yang dipergunakan di sini adalah kurs antara
dua mata uang dari negara-negara yang mengadakan perdagangan senantiasa konstan, tingkat
pendapatan dari kedua belah pihak juga senantiasa konstan, demikian pula dengan indikator-
indikator ekonomi lainnya kecuali tingkat konsumsi, produksi, dan perdagangan dari komoditi yang
dipertukarkan anatara kedua negara tersebut.

5. Biaya Transportasi dan Lokasi Industri

Biaya transportasi juga memperngaruhi arus perdagangan internasional secara tidak langsung, yakni
melalui pengaruh yang ditimbulkannya terhadap pemilihan lokasi produksi dan pusat-pusat kegiatan
industri. Secara umum, jenis industri bial dikaitkan dengan penentuan lokasinya bisa digolongkan
menjadi tiga, yakni :

1)      Industri yang berorientasi pada sumber daya (resource oriented industries).
2)      Industri yang berorientasi pasar (market oriented industries).
3)      Industri yang bersifat lincah (footloose industries).
Secara umum, industri footloose cenderung berada pada tempat-tempat yang menyediakan berbagai
input yang memungkinkan dilakukannya penghematan biaya manufaktur secara maksimal.

6. Standar Lingkungan Hidup, Lokasi Industri, dan Perdagangan Internasional

Lokasi industri dan pola perdagangan internasional juga dipengaruhi oleh aneka standar lingkungan
hidup yang kini kian banyak. Standar lingkungan mengacu pada tingkat persyaratan tertentu yang
harus dipenuhi dalam mengelola pencemaran udara, polusi air, polusi thermal (panas) dan berbagai
polusi lainnya yang bersumber dari limbah. Dalam kenyataannya, karena selama ini cara-cara yang
paling murah dalam menjalankan kegiatan-kegiatan produksi, konsumsi, atau pembuangan
limbahnya, memang cenderung merusak atau setidaknya membahayakan kelestarian lingkungan
hidup.

           Para ahli ilmu ekonomi lingkungan (environmental economist) sejak lama telah
menyarankan digunakannya mekanisme pasar untuk mebatasi praktek-praktek polusi atau
pencemaran lingkungan secara efisien.
            Industri-industri pembakit pencemaran lingkungan itu biasanya merupakan industri yang
banyak menyerap sumber daya alam atau tenaga kerja, dank arena itu industri-industri tersebut
cocok dengan kebutuhan pada tahap awal pembangunan ekonomi yang tengah dihadapi oleh
sebagian besar negara berkembang. Dalam kenyataannya seiring dengan kemajuan suatu negara,
pencemaran lingkunga biasanya kian dapat ditekan karena kegiatan produksi pada umumnya
semakin mampu dalam melangsungkan proses atau aktivitas produksi yang bersih dan bebas polusi.
Daftar Pustaka

https://rahmacecede.wordpress.com/2014/05/09/skala-ekonomis-persaingan-tidak-sempurna-dan-
perdagangan-internasional/

http://efitrian.blogspot.com/2017/10/makalah-perdagangan-internasional-dan.html

https://sites.google.com/site/iwansubhanhotmail/makalah

https://www.academia.edu/23187420/PERDAGANGAN_INTERNASIONAL_DAN_PERTUMBUHAN_EKONOMI

http://avrilfc18.blogspot.com/2016/04/makalah-persaingan-tak-sempurna.html

http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad.blogspot.com/2013/06/persaingan-tidak-sempurna-dan-
skala.html

Salvator, Dominick. 1996. Ekonomi Internasional I. Erlangga. Jakarta

Salvator, Dominick. 1996. Ekonomi Internasional II. Erlangga. Jakarta

Douglas,EvanJ,Managerial Economics,Prentice-HallInc,New Jersey,1987

http://www.google.com/search?
q=MAKALAH+PERSAINGAN+TIDAK+SEMPURNA+DAN+SKALA+EKONOMI&ie=utf-
8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a

Anda mungkin juga menyukai