ntuk melindungi produksi dalam negeri dari ancaman produk sejenis yang
PB
x
Pw Pw Pw
m
PA
s
ED
O QA Q O Qe Q O QB Q
Negara A Negara B
Pasar Dunia
(Eksportir) (Importir)
Sejak krisis pangan global pada tahun 2008 dan dengan adanya lonjakan
harga pada tahun 2010-2011, pasar komoditas pertanian telah menjadi jantung
perhatian ekonomi dunia. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti kegagalan
panen, kejadian cuaca ekstrem, perkembangan biofuel dan pertumbuhan ekonomi
yang sedang berkembang. Selain itu, pada saat bersamaan harga komoditas
pertanian naik secara substansial sehingga investasi finansial pada
komoditas pertanian melonjak. Kenaikan ini terutama didorong pada investasi
berbasis indeks, yang mengarah pada "financialization" pasar komoditas pertanian
(Blancard 2011).
Komoditas pertanian seperti jagung, kapas, unggas, dan kedelai
menyumbang hampir sepertiga dari pendapatan ekspor pertanian Amerika Serikat.
Ekspor jagung Amerika Serikat sekitar sepersepuluh dari total dunia (Chambers dan
Just 2002). Sementara itu, ekspor jagung untuk pemrosesan industri sebagian besar
terbatas pada Jepang, Korea Selatan, dan Kanada dengan ekspor jagung ke Afrika
Sub-Sahara dan Amerika Latin. Pada tahun 2001, tercatat bahwa terdapat lima
importir terbesar di dunia yakni Argentina dengan pangsa pasar ekspor global 9
persen, Uni Eropa dengan pangsa pasar 4% dan Amerika Serikat dengan pangsa
pasar 70 persen.
Komoditas jagung merupakan salah satu makanan pokok dibeberapa negara
misalnya negara Afrika, Asia dan Amerika Tengah dan Selatan. Oleh sebab itu,
jagung termasuk salah satu komoditas unggulan yang merupakan bagian terbesar
dari bantuan pangan internasional. Secara keseluruhan, komoditas jagung
menempati urutan ketiga setelah gandum dan beras. Mulai dari 1 sampai 1.5 juta ton
setiap tahunnya. Sementara jagung sebagai komoditas unggulan mewakili antara 20
sampai 30 persen dari total ekspor, namun jumlah tersebut tidak lebih dari 2 persen
dari total perdagangan jagung dunia. Amerika Serikat sebagai produsen penghasil
jagung terbesar didunia diikuti oleh Uni eropa, China, dan Republik Korea
(Almarwani et al 2012).
Sementara itu, perdagangan internasional menyumbang hanya 12 persen
dari produksi jagung dunia yang mewakili sepertiga dari total perdagangan sereal.
Perdagangan jagung global telah meningkat secara signifikan selama dua dekade
terakhir, dari 55 juta ton menjadi sekitar 80 juta ton. Alasan Utama perkembangan
ini adalah negara-negara yang biasanya memiliki surplus jagung untuk ekspor relatif
sedikit jumlahnya, sementara negara yang mengandalkan pasar internasional untuk
memenuhi kebutuhan domestik melakukan impor jagung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pakan ternak domestik. Amerika Serikat adalah eksportir
jagung terbesar di dunia yang menyumbang sekitar 60 persen dari pangsa global,
diikuti oleh Argentina dan Cina. Brasil, Republik Afrika Selatan dan Ukraina juga
termasuk beberapa negara lain yang sering memiliki surplus untuk ekspor
(Abbassian 2007).
Terdapat berbagai kebijakan perdagangan pada setiap negara diantaranya
pemberlakuan tarif dan extra tarif (kuota) yang akan berpengaruh terhadap negara
exportir dan importir. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai dampak tarif
dan extra tarif (kuota) diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Budrauskaite et
al (2002) mengemukakan bahwa kebijakan perdagangan yang diterapkan dalam arti
hambatan tarif dan extra tarif yang secara signifikan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Imbruno (2016)
bahwa kebijakan perdagangan china yakni penurunan tarif impor untuk produk
pertanian impor China selama periode 2000-2006 menyebabkan peningkatan kuota
impor produk pertanian.
Gambar 2 merupakan penjelasan yang terjadi pada negara besar yakni Jika yang
mengenakan negara besar efek tarif membawa pengaruh pada harga pasar dunia
(dua negara yang berdagang). Perbedaan pokok pengaruh tarif dengan negara kecil,
yaitu besarnya penerimaan pemerintah dari tarif. Beban tarif tidak semua dipikul
oleh penduduk/konsumen negara itu, tetapi negara besar dapat menggeser ke negara
lain dengan adanya perubahan harga.
S
ejak diterbitkannya sebuah buku The Wealth of Nations) pada tahun 1776
yang lalu, ekonomi dunia mengalami perubahan drastis, terutama paham yang
berkaitan dengan perdagangan internasional. Paham Merkantilisme
mengajarkan bahwa, satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan
kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin
impor. Ide ini terus berkembang dan diterapkan oleh negara kebangsaan modern
seperti Inggris, Spanyol, Perancis, Portugal dan Nederland. Salah satu tokoh yang
terkenal dan paling berpegaruh dalam menyebarluaskan aliran ini adalah Thomas
Munn (1571 – 1641). Seperti yang dikutip dari salah satu bukunya yang
berjudul England’s Treasure by Foreign Trade, Munn mengatakan bahwa:
“Meskipun sebuah kerajaan kaya akan sumber daya alami, atau melimpah
dengan barang-barang yang dibeli dari negara lain, namun semua ini
bersifat tidak tentu dan tidak begitu dapat dijadikan patokan. Dengan
demikian, cara yang paling baik untuk meningkatkan kekayaan adalah
melalui perdagangan internasional, yaitu melalui aturan ini : dengan
menjual lebih banyak produk kepada penduduk asing dibanding dengan
nilai konsumsi kita dari barang-barang mereka. Oleh karena itu...bagian
dari stok kita tersebut (ekspor) yang tidak kembali kepada kita dalam
bentuk barang (impor) harus dibawa kembali ke negara kita dalam bentuk
kekayaan (emas)...
Kita mungkin...dapat mengurangi impor, jika kita dengan bijaksana dapat
menahadiri dari konsumsi berlebihan terhadap produk-produk luar negri.
Dalam aktivitasekspor, kita tidak hanya harus mempertimbangkan
berlebihnya produk, namun juga harus melihat kebutuhan negara-negara
yang kita ekspor. Dengan cara seperti itu, kitadapat mengembangkan
berbagai pabrik/produk yang mereka butuhkan, dan melakukan segala
usaha untuk menjualnya dengan menguntungkan, karena harga yang
tinggi tidak akan menyebabkan kebocoran kecil dakam ekspor kita...”
Namun, setelah diterbitkannya buku Adam Smith, paham ekonomi dunia
menjadi berbalik arah. Dalam bukunya Smith berpandangan bahwa pandangan
Merkantilis tidak dapat dijadikan dasar dalam perdagangan internasional, karena
menurut Smith paham merkantilis yang menitikberatkan pengendalian pemerintah
yang ketat terhadap semua aktifitas ekonomi akan menimbulkan keguncangan
dalam perekonomian. Bukunya The Wealth of Nations berisi pandangan-pandangan
yang menentang pengendalian pemerintah yang ketat terhadap aktifitas ekonomi.
Pandangan ini melahirkan Teori Perdagangan Internasional yang baru dan dikenal
dengan nama Teori Keungulan Absolut. Teori ini mengatakan bahwa, jika sebuah
negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolute terhadap) negara
lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau
memiliki kerugian absolute terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi
lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara
masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang
memiliki keunggulan absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat
digunakan dalam cara yang paling efisien. Output kedua komoditi yang diproduksi
pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dari
spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan. Hal ini
pasti akan dapat terjadi dan dilakukan mengingat tidak mungkin suatu negara ingin
memproduksi semua komoditi yang diperlukannya. kejadian ini hampir sama
dengan prilaku individu, karena individu pun biasanya hanya mampu
memperoduksi komoditi yang dapat ia produksi dengan lebih efisien, kemudian
menukarkan outputnya tersebut dengan komoditi lain yang ia inginkan atau ia
butuhkan. Melalui cara ini, total output semua individu dapat dimaksimalkan.
Manfaat perdagangan: (a) mendorong pertumbuhan ekonomi (Kontribusi
PDB); (b) mendorong pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri; (c) sebagai
komoditas yang potensial untuk ekspor, perdagangan pertanian merupakan
penghasil devisa; dan (d) mendorong kesempatan kerja. Menurut pandangan
Merkantilisme sebuah negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan
mengorbankan negara lainnya serta menyarankan pengendalian pemerintah secara
ketat pada semua aktivitas ekonomi & perdagangan. Sedangkan menurut pandangan
Ekonom Klasik (Adam Smith), semua negara dapat memperoleh keuntungan dari
perdagangan serta menyarankan untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan
laissez-faire (suatu kebijakan yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi
pemerintah terhadap perekonomian)
S teori perdagangan internasional, maka pada kegiatan belajar dua ini akan
dibahas lebih lanjut hambatan tarif. Pada bagian selanjutnya akan dibahas
hambatan nontarif. Hambatan nontarif mempersulit masuknya barang impor
kedalam negara
Hambatan Perdagangan
Menurut Nopirin (1990) tarif dapat digolongkan menjadi tarif ekspor yaitu
tarif yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju kenegara lain (diekspor
kenegara lain). Jadi, pajak yang keluar dari custom area suatu negara yang
memungut pajak. custom area adalah daerah dimana barang bergerak bebas
tanpa dikenakan pajak (wilayah negara yang bersangkutan). Sedangkan tarif impor
adalah tarif yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk ke custom area
atau negara yang berasal dari negara lain.
a. Tarif Ekspor
Untuk menggambarkan dampak pemberlakuan tarif ekspor, digunakan
asumsi: (1) hanya ada dua negara, yaitu negara A sebagai negara pengekspor dan
negara B (gabungan dari beberapa negara lain) sebagai negara pengimpor, (2)
Tarif Ekspor, ekspor yang dikenakan merupakan tarif spesifik, yaitu tarif per unit
produk yang akan dieskpor, dan (3) negara pengekspor adalah negara besar dalam
perdagangan, dengan demikain adanya perubahan jumlah ekspor akan
mempengaruhi harga dunia. Pengenaantarif ekspor akan mengakibatkan harga
yang diterima oleh produsen akan menjadi lebih rendah dari harga dunia, yaitu
sebesar pajak yang dikenakan. Adanya pengenaan tarif ekspor tersebut, maka
biaya ekspor akan meningkat sehingga akan mengurangi jumlah ekspor.
Pemberlakuan tarif ekspor spesifik (t) akan menggeser secara paralel kurva
penawaran ekspor ke atas dengan jarak sebesar pajak (t) menjadi ES’. Dampak
ekonomi dari pengenaan pajak ekspor tersebut secara grafis disajikan pada
Gambar 2.
Pada kasus negara besar, dimana kurva permintaan impor mempunyai slope
yang negatif, maka penurunan jumlah penawaran ekspor pada harga tertentu akan
berpengaruh pada meningkatknya harga dunia menjadi Pw’. Harga yang diterima
produsen domestik pada negara A setelah adanya pajak ekspor adalah Pw’-t.
Pada harga ini konsumsi domestik akan naik menjadi Q1' dan produksi domestik
turun rrenjadi Q2’, sehingga kelebihan penawaran (excess supply) yang terjadi
sekarang adalah Q2-Q2’. Sebaliknya di negara importir, dengan harga dunia Pw’,
produksi meningkat menjadi Q2’ dan konsumsi turun menjadi Q1’, sahingga
terjadi kelebihan permintaan (excess demand) sebesar Q4'- Q3’ yang besarnya
sama dengan Q2’-Q1' atau jumlah keseimbangan baru pada pasar dunia, yaitu
Qe’.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan pajak
ekspor (dengan asumsi negara eksportir adalah negara besar) akan menyebabkan
penurunan harga yang diterima oleh eksportir (produsan), yang
selanjutnya akan diikuti oleh penurunan produksi domestik, penurunan volume
ekspor, peningkatan konsumsi domestik serta dapat memberikan penerimaan bagi
pemerintah di negara eksportir. Di sisi lain di negara Importir, terjadi kenaikan harga
sehingga merangsang kenaikan produksi dan penurunan konsumsi yang selanjutnya
akan mengakibatkan penurunan volume impor. Dampak kesejahteraan dari
pemberlakuan pajak ekspor dibandingkan dengan perdagangan tanpa distorsi (free
trade) dapat dianalisis melalui perubahan-parubahan pada surplus konsumen dan
produsen serta penerimaan yang diperoleh pemerintah. Berdasarkan pada Gambar 3
perubahan surplus tersebut disajikan pada Tabel 1.
b. Tarif Impor
Dampak ekonomi dari pemberlakuan tarif impor oleh negara importir pada
dasarnya hampir sama dengan pemberlakuan pajak ekspor di negara eksportir,
asumsi-asumsi yang digunakan adalah: (1) hanya ada dua negara, yaitu negara A
sebagai negara importir dan negara B (gabungan dari beberapa negara lain) sebagai
negara eksportir, (2) tarif impor yang diberlakukan adalah tarif spesifik, yaitu
pemberlakuan tarif per unit produk yang diimpor, dan (3) negara importir adalah
negara besar dalam perdagangan, dimana adanya perubahan jumlah impor dapat
mempengaruhi harga dunia. Ilustrasi secara grafis pemberlakuan tarif impor dalam
perdagangan suatu komoditi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
c. Negara importir b. Pasar dunia c. Negara eksportir
Gambar 3. Dampak pemberlakuan tarif impor
Sumber: Tweeten (1992)
Contoh kasus dari adanya tarif impor yang diberlakukan dari suatu negara
adalah penelitian yang dilakukan oleh Elsheikh et al (2013) bahwa pengurangan
tarif impor gandum akan mengakibatkan peningkatan import dan penurunan
produksi dalam negeri. Sebaliknya, kenaikan tarif impor gandum akan mengurangi
impornya dan mendorong produksi dalam negeri untuk swasembada dengan
efisiensi rendah, dan dampak negatif terhadap PDB. Peningkatan produksi gandum
dalam negeri menuntut investasi dalam menstabilkan dan memperluas areal dan
hasil budidaya, yang keduanya telah menunjukkan variabilitas yang tinggi dari
waktu ke waktu, sedangkan hasil rata-rata sangat rendah dibandingkan dengan
tingkat yang dicapai secara internasional.
Kemudian penelitian Putri et al (2014) mengemukakan bahwa penghapusan
tarif impor jagung Indonesia dari negara AFTA atau extra AFTA menurunkan
surplus produsen, sedangkan kombinasi penghapusan tarif impor jagung Indonesia
dari negara AFTA dan extra AFTA, penurunan harga eceran pupuk urea, dan
peningkatan harga jagung di tingkat petani dapat mengkompensasi penurunan
surplus produsen sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan (net surplus).
1. Kuota
Kuota adalah pembatasan jumlah impor atau ekspor secara langsung. Kuota
bisa berupa pembatasan kuantitas atau bisa juga berupa pembatasan nilai ekspor
ataupun impor. Misalnya ekspor produk suatu negara tidak boleh satu juta dolar per
tahun.
Kuota impor merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang
boleh diimpor. Pembatasan ini digunakan untuk melindungi sektor industri
domestik tertentu, misalnya untuk melindungi sektor pertanian. Kuota impor juga
sering dimanfaatkan untuk melindungi neraca pembayaran suatu negara.
Perbedaan antara quota impor dan tarif impor terletak pada adanya distribusi
lisensi impar dalam quota. Seandainya pemerintah tidak melelang hak atau lisensi
impor tersebul dalarn suatu pasar yang kompetitif,perusahaan-perusahaan yang
diberi kepercayaan untuk mernegang Iisensi tersehut akan memperoleh keuntungan
monopoli. Dalarn kasus tersebut pemerintah harus memutuskan landasan yang
paling tepat bagi pendistribusian lisensi impor itu di antara pcrusahaan-perusahaan
yang cukup potensial. Kalau tidak, artinya jika pemilihan didasarkan pada
pertimbangan sepihak (bukannya pertimbangan-pertimbangan efisiensi) maka yang
terjadi adalah distorsi dan korupsi yang pada akhimya akan menimbulkan
pemborosan yang merugikan perekonomian bersangkutan secara keseluruhan.
Kemudian untuk kuota ekspor, sebenarnya sudah jarang sekali terjadi karena
setiap negara cenderung untuk meningkatkan ekspomya. Tetapi quota ekspor ¡ni
pernah terjadi dalam bentuk pembatasan ekspor secara “sukarela”. Konsep ini
mengacu pada kasus dimana negara pengimpor mendorong atau bahkan memaksa
negara lain untuk mengurangi ekspornya “secara sukarela”. Biasanya, permintaan
ini dibarengi dengan ancaman bahwa negara pengimpor tersebut telah melakukan
hambatan perdagangan yang lebih keras lagi. Hal ini dikarenakan impor tersebut
dikhawatirkan akan melumpuhkan sektor tertentu dalam perekonomian domestik.
Sebagai contoh dari pembatasan kuota yaitu pada tahun 2013, pemerintah
menetapkan kebijakan kuota impor daging sebanyak 80.000 ton. Melalui penetapan
kuota impor itu, maka batas maksimal impor sudah ditentukan, sehingga tidak boleh
melebihi kuota tersebut. Terdapat dua jenis kuota yakni kuota ekspor dan impor.
Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai dampak tarif dan extra tarif
(kuota) diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Budrauskaite et al (2002)
mengemukakan bahwa kebijakan perdagangan yang diterapkan dalam arti hambatan
tarif dan extra tarif yang secara signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Imbruno (2016) bahwa
kebijakan perdagangan china yakni penurunan tarif impor untuk produk pertanian
impor China selama periode 2000-2006 menyebabkan peningkatan kuota impor
produk pertanian.
a. Kuota Ekspor
Pada dasarnya pembatasan ekspor (export quota) terhadap suatu barang
bertujuan untuk menjamin ketersediaan barang tersebut di dalam negeri. Selain itu,
pembatasan ekspor juga dimaksudkan untuk mengadakan pengawasan produksi
serta pengendalian harga untuk mencapai stabilisasi harga. Dampak ekonomi dari
pembatasan ekspor dalam perdagangan dapat dilihat pada Gambar 4.
Pada analisis ini diasumsikan hanya ada dua negara, yaitu negara A sebagai
ekportir dan negara B (atau gabungan beberapa lainnya) sebagai pengimpor. Selain
itu juga diasumsikan bahwa negara eksportir adalah negara besar dalam
perdagangan. Keseimbangan semula terjadi pada saat harga dunia (Pw) sama
dengan harga domestik (P) dengan jumlah ekspor dari negara A sebesar Q2 - Q1 =
Qe. Adanya pembatasan ekspor oleh negara A sebesar Qe', menyebabkan kurva
penawaran eksport negara A menjadi kurva patah ES’ dan berpotongan dengan
kurva ED membentuk haga Pw'. Akan tetapi, pada harga ini di negara A terjadi
kelebihan penawaran. Kelebihan penawaran ini akan hilang pada tingkat harga
domestik Pd’, yaitu pada perpotongan antara penawaran (SA) dan kurva
permintaan doemstik plus kuota (DA’), dimana kurva DA’ sejajar dengan jarak
horisontal sebesar kuota yang ditetapkan. Dengan demikian terlihat bahwa
pembatasan ekspor akan menyebabkan penurunan harga domestik di negara A dan
harga dunia, sehingga volume perdagangan menjadi berkurang. Selanjutnya dengan
adanya kebijakan pembatasan ekspor, maka kebijakan ini akan berpengaruh pada
besarnya kesejahteraan yang dapat diperoleh baik oleh produsen (eksportir) maupun
oleh konsumen (importir). Pada Gambar 4, menunjukkan adanya perubahan
kesejahteraan (surplus) disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa secara umum dampak dari
pembatasan ekspor akan menurunkan kesejahteraan dunia. Di negara eksportir, jika
daerah e lebih besar dari daerah d pada Gambar 5(a), maka negara eksportir akan
memperoleh manfaat dari pembatasan ekspor, karena konsumen dan pemegang
kuota akan memperoleh keuntungan. Namun, di negara importir terjadi penurunan
kesejahteraan nasional yang jauh lebih besar dari manfaat yang diperoleh oleh
negara eksportir, sehingga secara total terjadi penurunankesejahteraan dunia sebesar
daerah ( d + 2 + 4 ).
b. Kuota Impor
Kuota impor dilakukan dengan membatasi kuantitas barang yang boleh masuk
ke suatu negara. Pembatasan jumlah barang dilakukan dengan tujuan produk-
produk impor tidak membanjiri pasar dalam negeri. Dengan pembatasan ini
diharapkan produk-produk dalam negeri bisa bersaing di negerinya sendiri.
Pada analisis ini diasumsikan hanya ada dua negara, yaitu negara A sebagai
importir dan negara B (atau gabungan beberapa lainhya) sebagai pengekspor. Selain
itu juga diasumsikan bahwa negara importir adalah negara besar dalam
perdagangan. Keseimbangan semula terjadi pada saat harga dunia (Pw) sama
dengan harga domestik (P) dengan jumlah ekspor dari negara A sebesar Q2 -
Q1 = Qe.
Berdasarkan pada Tabel 4, diketahui bahwa dapat dilihat bahwa secara umum
dampak dari kuota impor akan menurunkan kesejahteraan dunia. Secara
keseluruhan kebijakan kuota impor gandumakan menyebabkan terjadinya
penurunan kesejahteraan dunia sebesar daerah ( d + 2 + 4 ). Berdasarkan berbagai
distorsi perdagangan internasional yang telah dipaparkan, dalam penelitian ini akan
fokus pada kebijakan distorsi perdagangan di Indonesia sebagai negara pengimpor
gandum dan tepung terigu yaitu berupa pemberlakuan tarif impor dan kuota impor
di Indonesia
2. Subsidi Ekspor
3. Dumping
DAFTAR PUSTAKA