Anda di halaman 1dari 29

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

ntuk melindungi produksi dalam negeri dari ancaman produk sejenis yang

U diproduksi di luar negeri, maka pemerintah suatu negara menerapkan atau


mangeluarkan suatu kebijakan perdagangan internasional di bidang impor
dan ekspor komoditi pertanian. Kebijakan Perdagangan perdagangan
internasional tersebut berupa hambatan tarif dan non tarif. Adanya
hambatan tersebut akan menjadi hambatan bagi negara eksportir untuk memasukkan
produk dagangannya ke negara importir sehingga jumlah impor suatu produk atau
komoditi dapat dibatasi yang juga berpengaruh terhadap perkembangan neraca
perdagangan.

Teori Perdagangan Internasional

Perdaganagan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh


penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan
individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu
negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional
menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan
internasional telah terjadi selama ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan
ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan
internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan
transportasi,globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Menurut Asmarantaka (2014), perdagangan internasonal merupakan bagian
dari ekonomi internasional. Perdagangan internasional merupakan pertukaran
barang dan jasa yang dilakukan antarnegara. Pelakunya merupakan penduduk suatu
negara dengan negara lain atau oleh pemerintah suatu negara dengan negara lain.
Perdagangan internasional ini tercermin dari aktivitas ekspor-impor suatu negara
yang akan memberi kontribusi terhadap pendapatan negara (Produk Domestik
Bruto).
Teori Heckscher-Ohlin menyatakan bahwa sebuah negara akan
mengekspor komoditi yang produksinya menyerap faktor produksi yang relatif
melimpah dan murah, dan akan mengimpor komoditi yang produksinya menyerap
faktor produksi yang relatif langka dan mahal (Salvatore, 2004). Sehingga
perdagangan internasional akan menguntungkan kedua belah pihak karena
masing-masing pihak dapat memanfaatkan perbedaan faktor produksi yang
tersedia di negara-negara yang berbeda secara umum dapat dikatakan bahwa
terjadinya perdagangan antar negara adalah karena adanya perbedaan harga relatif
dari dua komoditi antar negara tersebut. Berdasarkan hasil perdagangan tersebut,
kedua negara yang mengadakan transaksi akan mendapatkan manfaat dari
perdagangan atau "gain from trade" melalui pertukaran komoditi tersebut pada
beberapa rasio harga yang ditentukan sebelum mengadakan transaksi perdagangan
(Krugman dan Obstfeld 1994).
Perdagangan internasional merupakan perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas kesepakatan bersama.
Perdagangan internasional akan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak,
karena masing-masing pihak dapat memanfaatkan perbedaan faktor produksi yang
tersedia di negara-negara yang berbeda. Secara umum perdagangan internasional
antar negara terjadi karena adanya perbedaan harga relatif dari dua komoditas antar
negara tersebut (Salvatore 1997).
Perdagangan internasional memberikan dua sumber manfaat bagi negara-
negara yang melakukan perdagangan (Lipsey et al. 1993). Sumber manfaat tersebut
adalah:
1. Perbedaan dalam hal iklim dan kekayaan alam yang dimiliki masing-masing
negara di dunia mengakibatkan adanya keunggulan dalam memproduksi
barang-barang tertentu dan kelemahan dalam memproduksi barang yang lain.
2. Penurunan biaya produksi di masing-masing negara yang disebabkan leh
meningkatnya skala produksi karena adanya spesialisasi.

Kondisi sebelum terjadi perdagangan internasional disebut autarki.


Bedasarkan gambar 1, menunjukkan bahwa harga di negara A (eksportir) sebesar
PA dengan volume komoditas sebesar OQA, sedangkan harga di negara B (importir)
sebesar PB dengan volume komoditas sebesar OQB. Penawaran di pasar dunia akan
terjadi jika harga dunia lebih tinggi dari PA, sedangkan permintaan di pasar dunia
akan terjadi jika harga dunia lebih rendah daripada PB. Negara A memiliki kelebihan
penawaran (excess supply) sebesar r pada harga PB dan negara B terjadi kelebihan
permintaan (excess demand) sebesar s pada harga PA. Perpotongan antara excess
supply (ES) dan excess demand (ED) di pasar dunia menghasilkan harga dunia
sebesar PW dengan volume perdagangan dunia sebesar OQe.
P DA SA P ES DB SB
P
r

PB
x

Pw Pw Pw

m
PA

s
ED

O QA Q O Qe Q O QB Q

Negara A Negara B
Pasar Dunia
(Eksportir) (Importir)

Gambar 1 Mekanisme perdagangan internasional


Sumber: Lindert dan Kindleberger (1993)

Kurva ES didapatkan dari titik awal yang menunjukkan keseimbangan


autarki pada negara A saat tidak ada ekspor dengan volume perdagangan sebesar
OQA pada harga sebesar PA. Kurva ED didapatkan dari titik awal yang menunjukkan
keseimbangan autarki pada negara B saat tidak ada impor dengan volume
perdagangan sebesar OQB pada harga sebesar PB. Kedua tersebut merupakan negara
besar sehingga berpengaruh terhadap pasar dunia. Dari perpotongan garis ED dan
ES pada pasar dunia, sehingga membentuk harga keseimbangan Pw. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa pada negara eksportir, harga domestik Pa lebih rendah
dibanding harga internasional Pw sehingga melakukan ekspor ke negara importir.
Sedangkan pada negara importir, harga domestik Pb lebih tinggi dibanding harga
internasional Pw sehingga melakukan impor ke negara eksportir. Perdagangan
internasional menyebabkan besarnya komoditas yang diperdagangkan di pasar
dunia (OQe) sama dengan besarnya komoditas yang ditawarkan negara eksportir (x)
dan komoditas yang diminta negara importir (m) pada harga dunia Pw.

Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian

Sejak krisis pangan global pada tahun 2008 dan dengan adanya lonjakan
harga pada tahun 2010-2011, pasar komoditas pertanian telah menjadi jantung
perhatian ekonomi dunia. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti kegagalan
panen, kejadian cuaca ekstrem, perkembangan biofuel dan pertumbuhan ekonomi
yang sedang berkembang. Selain itu, pada saat bersamaan harga komoditas
pertanian naik secara substansial sehingga investasi finansial pada
komoditas pertanian melonjak. Kenaikan ini terutama didorong pada investasi
berbasis indeks, yang mengarah pada "financialization" pasar komoditas pertanian
(Blancard 2011).
Komoditas pertanian seperti jagung, kapas, unggas, dan kedelai
menyumbang hampir sepertiga dari pendapatan ekspor pertanian Amerika Serikat.
Ekspor jagung Amerika Serikat sekitar sepersepuluh dari total dunia (Chambers dan
Just 2002). Sementara itu, ekspor jagung untuk pemrosesan industri sebagian besar
terbatas pada Jepang, Korea Selatan, dan Kanada dengan ekspor jagung ke Afrika
Sub-Sahara dan Amerika Latin. Pada tahun 2001, tercatat bahwa terdapat lima
importir terbesar di dunia yakni Argentina dengan pangsa pasar ekspor global 9
persen, Uni Eropa dengan pangsa pasar 4% dan Amerika Serikat dengan pangsa
pasar 70 persen.
Komoditas jagung merupakan salah satu makanan pokok dibeberapa negara
misalnya negara Afrika, Asia dan Amerika Tengah dan Selatan. Oleh sebab itu,
jagung termasuk salah satu komoditas unggulan yang merupakan bagian terbesar
dari bantuan pangan internasional. Secara keseluruhan, komoditas jagung
menempati urutan ketiga setelah gandum dan beras. Mulai dari 1 sampai 1.5 juta ton
setiap tahunnya. Sementara jagung sebagai komoditas unggulan mewakili antara 20
sampai 30 persen dari total ekspor, namun jumlah tersebut tidak lebih dari 2 persen
dari total perdagangan jagung dunia. Amerika Serikat sebagai produsen penghasil
jagung terbesar didunia diikuti oleh Uni eropa, China, dan Republik Korea
(Almarwani et al 2012).
Sementara itu, perdagangan internasional menyumbang hanya 12 persen
dari produksi jagung dunia yang mewakili sepertiga dari total perdagangan sereal.
Perdagangan jagung global telah meningkat secara signifikan selama dua dekade
terakhir, dari 55 juta ton menjadi sekitar 80 juta ton. Alasan Utama perkembangan
ini adalah negara-negara yang biasanya memiliki surplus jagung untuk ekspor relatif
sedikit jumlahnya, sementara negara yang mengandalkan pasar internasional untuk
memenuhi kebutuhan domestik melakukan impor jagung yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pakan ternak domestik. Amerika Serikat adalah eksportir
jagung terbesar di dunia yang menyumbang sekitar 60 persen dari pangsa global,
diikuti oleh Argentina dan Cina. Brasil, Republik Afrika Selatan dan Ukraina juga
termasuk beberapa negara lain yang sering memiliki surplus untuk ekspor
(Abbassian 2007).
Terdapat berbagai kebijakan perdagangan pada setiap negara diantaranya
pemberlakuan tarif dan extra tarif (kuota) yang akan berpengaruh terhadap negara
exportir dan importir. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai dampak tarif
dan extra tarif (kuota) diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Budrauskaite et
al (2002) mengemukakan bahwa kebijakan perdagangan yang diterapkan dalam arti
hambatan tarif dan extra tarif yang secara signifikan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Imbruno (2016)
bahwa kebijakan perdagangan china yakni penurunan tarif impor untuk produk
pertanian impor China selama periode 2000-2006 menyebabkan peningkatan kuota
impor produk pertanian.

Dampak Kebijakan terhadap Surplus Konsumen dan Produsen


Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dapat memberikan dampak yang
merugikan atau menguntungkan produsen dan konsumen. Terkait dengan komoditi
pertanian pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan. Kebijakan-kebijakan
tersebut berdampak pada kesejahteraan produsen dan konsumen. Alasan adanya
intervensi pemerintah dalam pasar impor pertanian adalah untuk meningkatkan
penerimaan negara, mendukung pendapatan produsen, mengurangi biaya pembelian
pangan bagi konsumen, mencapai pemenuhan kebutuhan pangan sendiri (swasembada
pangan) dan membalas intervensi dari pemerintah negara lain. Gambar 2 menunjukkan
para pelaku ekonomi di dalam negeri, yaitu: konsumen komoditi pertanian dalam
hal ini adalah rumah tangga dan industri. Dari sisi pemerintah, maka jika terdapat
penerapan kebijakan bea masuk impor atau tarif impor jagung akan menjadi sumber
penerimaan bagi pemerintah. Kesejahteraan produsen dan konsumen dapat
dipelajari melalui perubahan surplus produsen maupun surplus konsumen sebagai
akibat dari adanya perubahan kebijakan yang dapat mempengaruhi situasi pasar
suatu komoditi. Secara umum, surplus produsen dan surplus konsumen pada suatu
pasar komoditi dapat dijelaskan pada Gambar 2 sebagai berikut.

Gambar 2. Surplus produsen dan surplus konsumen pada keseimbangan


pasar
Sumber: Chiang (1984).

Surplus konsumen dapat didefinisikan sebagai parbedaan antara jumlah


maksimum nilai uang yang ingin dibayar oleh konsumen dengan nilai yang benar-
benar dibayar terhadap jumlah tertentu dari suatu produk. Surplus produsen adalah
perbedaan antara jumlah nilai uang yang benar-benar diterima produsen dengan
jumlah nilai minimum yang diinginkan produsen tersebut. Surplus konsumen adalah
daerah a (luas Δ Ps E Pe) yang berada di bawah kurva permintaan QD(P) dan di atas
gads Pe, yang menunjukkan selisih antara kesediaan membayar agregat (agregate
willingness to pay) dengan jumlah agregat yang sesungguhnya dibayarkan oleh
konsumen untuk jumlah barang Q. Sementara itu, surplus produsen adalah daerah b
(luas Δ PD E Pe) yang berada diatas kurva penawaran Qs (P) dan di bawah garis Pe,
yang menunjukkan selisih antara jumlah agregat yang diterima produsen dengan
jumlah minimum agregat yang bersedia ditawarkan untuk sejumlah barang Qe.
Terdapat tiga dasar postulat yang penting dalam penggunaan surplus konsumen dan
surplus produsen untuk mengukur kesejahteraan yaitu permintaan merupakan
refleksi dari keinginan untuk membayar, penawaran merupakan refleksi dari biaya
marginal (marginal cost), dan perubahan pada pendapatan individu bersifat
penambahan (additive) (Vesdapunt, 1984). Secara matematis, surplus konsumen
dan produsen diukur dengan mengintegralan fungsi penawaran dan fungsi
permintaan (Chiang, 1984).
dimana:
SK = Surplus konsumen (Rp);
SP = Surplus produsen (Rp)
Qs = Fungsi Penawaran;
Qd = Fungsi Permintaan
Pe = Harga keseimbangan (Rp)
Pd = Harga pada perpotongan kurva permintaan dengan sumbu harga
Ps = Harga pada perpotongan kurva penawaran dengan sumbu harga

Gambar 2 merupakan penjelasan yang terjadi pada negara besar yakni Jika yang
mengenakan negara besar efek tarif membawa pengaruh pada harga pasar dunia
(dua negara yang berdagang). Perbedaan pokok pengaruh tarif dengan negara kecil,
yaitu besarnya penerimaan pemerintah dari tarif. Beban tarif tidak semua dipikul
oleh penduduk/konsumen negara itu, tetapi negara besar dapat menggeser ke negara
lain dengan adanya perubahan harga.

Organisasi Perdagangan Dunia

Menurut Aridar (2012),Organisasi internasional adalah suatu bentuk dari


gabungan beberapa negara atau bentuk unit fungsi yang memiliki tujuan bersama
mencapai persetujuan yang juga merupakan isi dari perjanjian. PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa) juga merupakan orgnisasi internasional yang memiliki tujuan
utama dalam perjanjian atlantic charter. Organisasi perdagangan dunia dapat dilihat
sebagai berikut.

1. WTO (World Trade Organization)


Merupakan organisasi internasional yang bermarkas di Jenewa, Swiss
bertugas untuk mengawasi kesepakatan perdagangan yang mendefenisikan
“aturan perdagangan” diantara anggotanya. Organisasi tersebut didirikan
pada tanggal 1 januari 1995 untuk menggantikan GATT. Persetujuan setelah
perang dunia II untuk meniadakan hambatan perdagangan internasional.

2. IMF (International Monetery Fund)


Organisasi internasional ini bertujuan untuk memajukan kerjsam
internasional dalam bidang kebijakan moneter dengan bantuan dari
kehadiran suatu organisasi yang secara berkesinambungan bersedia untuk
memberi saran dan promosi kerjasama dalam upaya memecahkan masalah-
masalah internasional. Selain itu, IMF juga bertujuan untuk mendukung
stabilitas mata uang dan bekerja sama dalam upaya penghapusan hambatan
terhadap mata uang asing. Organisasi tersebut didirikan pada tahun 1952 di
Bretton Woods, Amerika Serikat. Negara anggota IMF sepakat untuk
bekerja sama secara erat di dalam masala-masalah kebijakan mata uang
sehingga menjamin pertumbuhan perdagangan internasional yang kontinu
dan bebas dari kesulitan.

3. UNCTAD (United Nations Commission on Trade and Development)


Organisasi internasional ini bertujuan untuk memajukan perdagangan
internasional khususnya di negara-negara yang berbeda tingkat
pembangunannya, dengan maksud untuk mempercepat pertumbuhan
ekonomi di negara-negara berkembang. Selain itu, melakukan pengkajian
dan memberikan kemudahan bagi pelaksanaan koordinasi kegiatan-kegiatan
dari lembaga lain dalam sistem PBB di bidang perdagangan internasional.
Organisasi tersebut didirikan pada 1964 melalui Resolusi SMU PBB No.
1995 (XIX) yang saat ini beranggotakan ebanyak 192 negara.

4. ADB (Asian Development Bank)


Organisasi internasional ini bertujuan untuk membantu mendorong
pertumbuhan ekonomi dan kerja sama di kawasan Asia Timur, serta
memperlancar proses pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang
yang menjadi anggotanya. Dalam rangka mencapai tujuannya, ADB
melaksanakan fungsinya yakni memberi pinjaman dan melakukan investasi
(equity investment) untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan sosial di
Asia. Indonesia merupakan salah satu anggota ADB sejak tahun 1968
dengan jumlah kekuatan suara sebesar 104.887 atau 5,2 persen dari
keseluruhan jumlah suara. ADB didirikan pada tanggal 19 Desember 1966
di Manila dan ditanda tangani oleh 31 negara.

5. GATT (General Agreement on Tariff and Trade)


Merupakan kesepakatan multilateral yang mewajibkan negara anggotanya
untuk melakukan kerja sama ekonomi internasional. GATT menuntut
anggotanya untuk mengorganisasikan perdagangan luar negeri mereka
sesuai dengan prinsip perlakuan bangsa yang paling menguntungkan yang
bertujuan untuk membuat perdagangan luar negeri sebebas mungkin melalui
penurunan tingkat tarif dan penghapusan hambatan kuota impor dan untuk
memberikan pengarahan tertentu terhadap kebijakan perdagangan luar
negeri negara-negara tersebut. Organisasi internasional ini tandatangani
pada tahun 1947. Prinsip pokok GATT yakni sebagai berikut :
1. non-diskriminasi terhadap pasal-pasal MFN (most favored nation)
2. melarang kuota
3. GATT sebagai penengah yang dapat melakukan tindak merugikan atas
negara yang melanggar MFN.

Dampak Positif Perdagangan Internasional bagi Perekonomian Indonesia

Dalam setiap kerja sama perdagangan internasional yang dilakukan


Indonesia dengan negara lain harus mengandung prinsip saling menguntungkan.
Beberapa dampak positif perdagangan internasional bagi perekonomian Indonesia,
di antaranya sebagai berikut:
1. Mendorong dan Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi
Dengan adanya perdagangan internasional yang dilakukan oleh Indonesia
akan dapat mendorong tumbuhnya industri-industri dalam negeri untuk
mengembangkan usahanya sehingga akan mempercepat pertumbuhan
perekonomian dalam negeri. Perdagangan internasional akan dapat meningkatkan
permintaan dan penawaran akan suatu produk. Hal inilah yang mendorong
bertumbuhnya industri-industri dalam negeri. Sebagai contoh yakni industri batik,
kerajinan, dan industri tekstil.
2. Meningkatkan Pendapatan Negara
Melalui perdagangan internasional akan diperoleh devisa yang merupakan
salah satu sumber penerimaan negara. Semakin besar ekspor kita maka semakin
besar pula devisa yang diperoleh. Dengan meningkatnya pendapatan negara maka
pembangunan dapat terlaksana dengan baik dan kebutuhan negara akan dapat
terpenuhi.
3. Memperluas Lapangan Pekerjaan
Adanya perdagangan internasional dapat meningkatkan permintaan akan
suatu produk. Hal inilah yang mendorong tumbuh dan berkembangnya industri-
industri dalam negeri sehingga terciptalah lapangan kerja, yang pada akhirnya dapat
mengurangi pengangguran di dalam negeri.
4. Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Adanya perdagangan internasional akan dapat memperluas lapangan kerja
dalam negeri, dan banyak masyarakat yang dulunya sulit mencari pekerjaan/menjadi
pengangguran sekarang dapat bekerja dan mempunyai penghasilan. Dengan
berpenghasilan, masyarakat akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, yang
berarti kesejahteraan hidupnya meningkat.
5. Meningkatkan Kualitas Produksi
Mengingat banyaknya persaingan dari negara-negara lain dalam
perdagangan internasional maka hal itu mendorong setiap negara untuk
meningkatkan kualitas produk ekspornya agar bisa laku di pasar internasional dan
menang dalam persaingan. Demikian juga dengan negara kita, agar dapat bersaing
dengan negara lain maka Indonesia mau tidak mau juga dituntut selalu berusaha
untuk meningkatkan kualitas produknya agar sesuai dengan standar mutu
internasional dengan cara menerapkan ilmu pengetahuan dan tehnologi dalam
proses produksinya sehingga dapat bersaing dan laku di pasar internasional.
Misalnya dengan mengganti peralatan/mesin industri dengan yang lebih modern dan
berteknologi.
6. Memajukan Dunia Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Dampak positif lain dengan adanya perdagangan internasional adalah
semakin majunya lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank, karena
bagaimanapun dalam perdagangan internasional akan melibatkan lembaga
keuangan untuk membantu memperlancar dan mempermudah transaksi dalam
pembayaran dalam negara lain. Misalnya, mengatasi perbedaan alat pembayaran
antarnegara.

Dampak Negatif Perdagangan Internasional bagi Perekonomian Indonesia


Dalam setiap kerja sama perdagangan internasional baik bilateral, regional,
maupun multilateral tentu saja selain mempunyai dampak positif juga menimbulkan
dampak negatif. Adapun dampak negatif perdagangan internasional bagi
perekonomian Indonesia adalah sebagai berikut
1. Kelangsungan Hidup Produk Dalam Negeri Teracam
Kelangsungan hidup produksi dalam negeri dapat terancam karena
perdagangan internasional dapat membuka peluang dan kesempatan masuknya
produk luar negeri ke dalam negeri sehingga bagi produk dalam negeri yang
kualitasnya rendah tentu akan kalah bersaing dan tidak laku di pasaran. Sedangkan
produk luar negeri yang proses pembuatannya lebih maju dan modern tentu saja
kualitasnya lebih baik akan laku dan menguasai pasaran.
2. Menyempitnya Pasar Produk Dalam Negeri
Dengan masuknya produk luar negeri ke dalam negeri tentu akan
mengurangi pasar di dalam negeri. Sehingga pasar dalam negeri yang semula
dikuasai oleh produk dalam negeri, perlahan-lahan akan dapat digeser dan dikuasai
oleh produk luar negeri.
3. Hancurnya Industri Dalam Negeri
Bagi industri kecil yang kemampuan modalnya kecil dan daya saingnya
rendah sudah pasti akan kalah bersaing dengan pengusaha asing. Akibatnya banyak
pengusaha dalam negeri yang bangkrut atau menutup usahanya. Maka untuk
mencegah hal ini pemerintah melakukan proteksi guna melindungi produksi dalam
negeri dari serbuan produk-produk luar negeri.
4. Meningkatnya Pengangguran
Banyaknya perusahaan yang bangkrut atau gulung tikar karena kalah
bersaing dengan perusahaan asing yang menjual produknya di Indonesia,
mengakibatkan banyaknya tenaga kerja yang di-PHK sehingga menyebabkan
pengangguran meningkat dan daya beli masyarakat menurun.
5. Terjadinya Utang Luar Negeri
Dalam perdagangan internasional apabila ekspor negara kita lebih kecil
daripada impor, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya hutang luar negeri.
Padahal untuk membayar hutang tersebut Indonesia harus membayar dengan devisa,
akibatnya devisa Indonesia berkurang dan perekonomian dalam negeri akan
terganggu.
TEORI KEUNGGULAN PERDAGANGAN

S
ejak diterbitkannya sebuah buku The Wealth of Nations) pada tahun 1776
yang lalu, ekonomi dunia mengalami perubahan drastis, terutama paham yang
berkaitan dengan perdagangan internasional. Paham Merkantilisme
mengajarkan bahwa, satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan
kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin
impor. Ide ini terus berkembang dan diterapkan oleh negara kebangsaan modern
seperti Inggris, Spanyol, Perancis, Portugal dan Nederland. Salah satu tokoh yang
terkenal dan paling berpegaruh dalam menyebarluaskan aliran ini adalah Thomas
Munn (1571 – 1641). Seperti yang dikutip dari salah satu bukunya yang
berjudul England’s Treasure by Foreign Trade, Munn mengatakan bahwa:
“Meskipun sebuah kerajaan kaya akan sumber daya alami, atau melimpah
dengan barang-barang yang dibeli dari negara lain, namun semua ini
bersifat tidak tentu dan tidak begitu dapat dijadikan patokan. Dengan
demikian, cara yang paling baik untuk meningkatkan kekayaan adalah
melalui perdagangan internasional, yaitu melalui aturan ini : dengan
menjual lebih banyak produk kepada penduduk asing dibanding dengan
nilai konsumsi kita dari barang-barang mereka. Oleh karena itu...bagian
dari stok kita tersebut (ekspor) yang tidak kembali kepada kita dalam
bentuk barang (impor) harus dibawa kembali ke negara kita dalam bentuk
kekayaan (emas)...
Kita mungkin...dapat mengurangi impor, jika kita dengan bijaksana dapat
menahadiri dari konsumsi berlebihan terhadap produk-produk luar negri.
Dalam aktivitasekspor, kita tidak hanya harus mempertimbangkan
berlebihnya produk, namun juga harus melihat kebutuhan negara-negara
yang kita ekspor. Dengan cara seperti itu, kitadapat mengembangkan
berbagai pabrik/produk yang mereka butuhkan, dan melakukan segala
usaha untuk menjualnya dengan menguntungkan, karena harga yang
tinggi tidak akan menyebabkan kebocoran kecil dakam ekspor kita...”
Namun, setelah diterbitkannya buku Adam Smith, paham ekonomi dunia
menjadi berbalik arah. Dalam bukunya Smith berpandangan bahwa pandangan
Merkantilis tidak dapat dijadikan dasar dalam perdagangan internasional, karena
menurut Smith paham merkantilis yang menitikberatkan pengendalian pemerintah
yang ketat terhadap semua aktifitas ekonomi akan menimbulkan keguncangan
dalam perekonomian. Bukunya The Wealth of Nations berisi pandangan-pandangan
yang menentang pengendalian pemerintah yang ketat terhadap aktifitas ekonomi.
Pandangan ini melahirkan Teori Perdagangan Internasional yang baru dan dikenal
dengan nama Teori Keungulan Absolut. Teori ini mengatakan bahwa, jika sebuah
negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolute terhadap) negara
lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau
memiliki kerugian absolute terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi
lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara
masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang
memiliki keunggulan absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat
digunakan dalam cara yang paling efisien. Output kedua komoditi yang diproduksi
pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dari
spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan. Hal ini
pasti akan dapat terjadi dan dilakukan mengingat tidak mungkin suatu negara ingin
memproduksi semua komoditi yang diperlukannya. kejadian ini hampir sama
dengan prilaku individu, karena individu pun biasanya hanya mampu
memperoduksi komoditi yang dapat ia produksi dengan lebih efisien, kemudian
menukarkan outputnya tersebut dengan komoditi lain yang ia inginkan atau ia
butuhkan. Melalui cara ini, total output semua individu dapat dimaksimalkan.
Manfaat perdagangan: (a) mendorong pertumbuhan ekonomi (Kontribusi
PDB); (b) mendorong pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri; (c) sebagai
komoditas yang potensial untuk ekspor, perdagangan pertanian merupakan
penghasil devisa; dan (d) mendorong kesempatan kerja. Menurut pandangan
Merkantilisme sebuah negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan
mengorbankan negara lainnya serta menyarankan pengendalian pemerintah secara
ketat pada semua aktivitas ekonomi & perdagangan. Sedangkan menurut pandangan
Ekonom Klasik (Adam Smith), semua negara dapat memperoleh keuntungan dari
perdagangan serta menyarankan untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan
laissez-faire (suatu kebijakan yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi
pemerintah terhadap perekonomian)

A. Keunggulan Absolut (Adam Smith)


Keunggulan absolut adalah jikasSuatu negara lebih efisien daripada (atau
memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi suatu
komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut
terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya. Teori ini lebih
mendasarkan pada besaran (variabel) rill bukan moneter sehingga sering dikenal
dengan nama teori murni (pure theory) dalam perdagangan. Teori Keunggulan
Absolut (Adam Smith) disusun berdasarkan beberapa asumsi yaitu:
1. Di dunia diwakili oleh 2 negara dan 2 komoditi;
2. Tidak ada hambatan perdagangan;
3. Faktor produksi yang digunakan tenaga kerja;
4. Pertukaran dilakukan secara barter;
5. Biaya transportasi diabaikan

B. Keunggulan Komparatif (David Ricardo)


Menurut Teori Keunggulan Absolut, jika suatu negara memiliki keunggulan
absolut pada kedua komoditi maka tidak terjadi perdagangan, sehingga muncul
Teori Keunggulan Komparatif. Meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding
(atau memiliki kerugian absolut terhdap) negara lain dlm memproduksi kedua
komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang
menguntungkan kedua pihak. Negara (yang mengalami kerugian absolut untuk
kedua komoditi) tersebut harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan
mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan
komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki
kerugian absolut lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian komparatif).
Teori keunggulan komparatif (David Ricardo) disusun berdasarkan
beberapa asumsi yaitu:
1. Di dunia diwakili oleh 2 negara dan 2 komoditi;
2. Tidak ada hambatan perdagangan;
3. Mobilitas tenaga kerja yang sempurna dalam negara, namun tidak ada mobilitas
antar 2 negara;
4. Produk marjinal dan biaya marjinal konstan;
5. Biaya transportasi diabaikan;
6. Tidak ada perubahan teknologi;
7. Menggunakan teori nilai tenaga kerja.
Menurut teori nilai tenaga kerja, nilai atau harga sebuah komoditi tergantung
dari jumlah TK yang digunakan untuk membuat komoditi tersebut, sehingga
implikasinya bahwa:
a. Setiap TK adalah satu-satunya faktor produksi, atau TK digunakan dalam
proporsi yang tetap dan sama jumlahnya dalam membuat semua komoditi;
b. TK bersifat homogen.
Kritik terhadap teori ini adalah TK bukan satu-satunya faktor produksi terdapat
modal, lahan, dan sebagainya. Penggunaan TK juga tidak dilakukan dalam proporsi
yang tetap dan dalam jumlah yang sama pada semua komoditi. Tenaga kerja
nyatanya tidak homogen karena adanya perbedaan dalam pendidikan, produktivitas,
dan upah yg diterimanya. Maka Teori Keunggulan Komparatif tidak perlu
didasarkan pada teori nilai tenaga kerja.
HAMBATAN PERDAGANGAN TARIF
etelah mempelajari pemasaran produk pertanian dipasar internasional dan dan

S teori perdagangan internasional, maka pada kegiatan belajar dua ini akan
dibahas lebih lanjut hambatan tarif. Pada bagian selanjutnya akan dibahas
hambatan nontarif. Hambatan nontarif mempersulit masuknya barang impor
kedalam negara

Hambatan Perdagangan

Hambatan perdagangan merupakan kebijakan perdagangan atau peraturan


pemerintah yang bersifat membatasi perdagangan guna melindungi produsen dalam
negeri. Menurut Apridar (2012), hambatan perdagangan dapat mengurangi efisiensi
ekonomi, karena masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari adanya
produktivitas negara lain. Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan
perdagangan adalah produsen dan pemerintah. Produsen mendapatkan proteksi dari
hambatan perdagangan, sementara pemerintah mendapatkan penghasilan dari bea-
bea.

Hambatan perdagangan adalah regulasi atau peraturan pemerintah yang


membatasi perdagangan bebas.Hambatan perdangan mengurangi efisiensi
ekonomi, karena masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan
dari produktivitas negara lain. Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan
perdangan adalah produsen dan pemerintah. Produsen mendapatkan proteksi dari
hambatan perdagangan, sementara pemerintah mendapatkan penghasilan dari bea-
bea. Argumen untuk hambatan perdangan antara lain perlindungan
terhadap industri dan tenaga kerja lokal. Dengan tiadanya hambatan perdangan,
harga produk dan jasa dari luar negeri akan menurun dan permintaan untuk produk
dan jasa lokal akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan matinya industri lokal
perlahan-lahan. Alasan lain yaitu untuk melindungi konsumen dari produk-produk
yang dirasa tidak patut dikonsumsi, contoh: produk-produk yang telah diubah
secara genetika. Di Indonesia, hambatan perdagangan banyak digunakan untuk
membatasi impor pertanian dari luar negeri untuk melindungi petani dari anjloknya
harga lokal (Wikipedia, 2017).

Hambatan perdagangan dibuat oleh pemerintah untuk melindungi industri


lama maupun industri yang baru saja berkembang yang ada didalam negeri. Selain
itu, hambatan perdagangan juga bertujuan untuk melindungi neraca pembayaran
negara dan melindungi sektor pertanian utamanya petani. Di Indonesia, hambatan
perdagangan selalu diterapkan untuk membatasi jumlah impor produk pertanian
agar harga produk pertanian petani tidak anjlok. Selain itu, untuk menghidari
ketergantungan impor agar swasembada produk pertanian tercapai. Contohnya pada
komoditi jagung, dimana pemerintah memberlakukan hambatan berupa tarif agar
swasembada jagung nasional bisa tercapai. Jika hambatan perdagangan dihapus,
maka harga produk barang dan jasa dari luar negeri akan menurun dan permintaan
untuk barang dan jasa dalam negeri akan menurun. Hal ini akan menyebabkan
berkurangnya industri dalam negeri secara perlahan-lahan karena konsumen lebih
memilih melakukan impor. Ada 2 jenis hambatan yang ada dalam perdagangan
internasional yakni berupa tarif dan nontarif.

Jenis Hambatan Tarif

Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap


barang-barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang-barang
sejenis yang diimpor dari luar negeri. Tarif adalah hambatan perdagangan yang
berupa penetapan pajak atas barang-barang impor atau barang-barang dagangan
yang melintasi daerah pabean (custom area). Sementara itu, barang-barang yang
masuk ke wilayah negara dikenakan bea masuk. Efek kebijakan ini terlihat
langsung pada kenaikan harga barang. Dengan pengenaan bea masuk yang besar,
pendapatan negara akan meningkat sekaligus membatasi permintaan konsumen
terhadap produk impor dan mendorong konsumen menggunakan produk domestik.
Tarif merupakan pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-barang
yang melewati batas suatu negara. Tujuan diberlakukannya hambatan tarif disuatu
negara adalah sebagai berikut
• Melindungi tenaga kerja dan produsen dalam negeri
• Stabilitasi harga barang
• Mengurangi penganggguran dalam negeri.
• Menghilangkan defisit neraca pembayarn nasional
• Memperbaiki kesejahteraan nasional
• Mendorong sector industri dalam negeri untuk bersaing denganprodusen
luar negeri.
• Melindungi industry penting nasional.

Indonesia dan Uni-Eropa menggealr perundingan perjanjian


dagang Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) putaran kelima
di Brussels, Belgia pada 9 hingga 13 Juli 2018. dalam pertemuan tersebut, salah satu
tema pembahasan yang menjadi fokus Indonesia adalah terkait permintaan
penurunan tarif ekspor komoditas ke kawasan Uni-Eropa, terutama pada sektor
pertanian, perikanan, dan industri.

1. Tarif Berdasarkan Aspek Asal Komoditi

Menurut Nopirin (1990) tarif dapat digolongkan menjadi tarif ekspor yaitu
tarif yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju kenegara lain (diekspor
kenegara lain). Jadi, pajak yang keluar dari custom area suatu negara yang
memungut pajak. custom area adalah daerah dimana barang bergerak bebas

tanpa dikenakan pajak (wilayah negara yang bersangkutan). Sedangkan tarif impor
adalah tarif yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk ke custom area
atau negara yang berasal dari negara lain.

a. Tarif Ekspor
Untuk menggambarkan dampak pemberlakuan tarif ekspor, digunakan
asumsi: (1) hanya ada dua negara, yaitu negara A sebagai negara pengekspor dan
negara B (gabungan dari beberapa negara lain) sebagai negara pengimpor, (2)
Tarif Ekspor, ekspor yang dikenakan merupakan tarif spesifik, yaitu tarif per unit
produk yang akan dieskpor, dan (3) negara pengekspor adalah negara besar dalam
perdagangan, dengan demikain adanya perubahan jumlah ekspor akan
mempengaruhi harga dunia. Pengenaantarif ekspor akan mengakibatkan harga
yang diterima oleh produsen akan menjadi lebih rendah dari harga dunia, yaitu
sebesar pajak yang dikenakan. Adanya pengenaan tarif ekspor tersebut, maka
biaya ekspor akan meningkat sehingga akan mengurangi jumlah ekspor.
Pemberlakuan tarif ekspor spesifik (t) akan menggeser secara paralel kurva
penawaran ekspor ke atas dengan jarak sebesar pajak (t) menjadi ES’. Dampak
ekonomi dari pengenaan pajak ekspor tersebut secara grafis disajikan pada
Gambar 2.

a. Negara pengekspor b. Pasar dunia c. Negara pengimpor


Gambar 2. Dampak Pemberlakuan Pajak Ekspor
Sumber: Tweeten (1992)

Pada kasus negara besar, dimana kurva permintaan impor mempunyai slope
yang negatif, maka penurunan jumlah penawaran ekspor pada harga tertentu akan
berpengaruh pada meningkatknya harga dunia menjadi Pw’. Harga yang diterima
produsen domestik pada negara A setelah adanya pajak ekspor adalah Pw’-t.
Pada harga ini konsumsi domestik akan naik menjadi Q1' dan produksi domestik
turun rrenjadi Q2’, sehingga kelebihan penawaran (excess supply) yang terjadi
sekarang adalah Q2-Q2’. Sebaliknya di negara importir, dengan harga dunia Pw’,
produksi meningkat menjadi Q2’ dan konsumsi turun menjadi Q1’, sahingga
terjadi kelebihan permintaan (excess demand) sebesar Q4'- Q3’ yang besarnya
sama dengan Q2’-Q1' atau jumlah keseimbangan baru pada pasar dunia, yaitu
Qe’.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan pajak
ekspor (dengan asumsi negara eksportir adalah negara besar) akan menyebabkan
penurunan harga yang diterima oleh eksportir (produsan), yang
selanjutnya akan diikuti oleh penurunan produksi domestik, penurunan volume
ekspor, peningkatan konsumsi domestik serta dapat memberikan penerimaan bagi
pemerintah di negara eksportir. Di sisi lain di negara Importir, terjadi kenaikan harga
sehingga merangsang kenaikan produksi dan penurunan konsumsi yang selanjutnya
akan mengakibatkan penurunan volume impor. Dampak kesejahteraan dari
pemberlakuan pajak ekspor dibandingkan dengan perdagangan tanpa distorsi (free
trade) dapat dianalisis melalui perubahan-parubahan pada surplus konsumen dan
produsen serta penerimaan yang diperoleh pemerintah. Berdasarkan pada Gambar 3
perubahan surplus tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis Dampak Kebijakan Pemberlakuan Pajak Ekspor terhadap


Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir
Jenis Perubahan Negara Eksportir Negara Importir
Surplus Konsumen (a + b) -(1 + 2+ 3+ 4)
Surplus Produsen -(a + b + c + d + e) 1
Penerimaan Pemerintah (d + f) ---
Kesejahteraan Sosial Bersih (c + e + f) -(2 + 3 + 4)
Kesejahteraan Dunia Bersih -(c + e + 2 + f)
Sumber: Tweeten (1992)

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa secara umum dampak pemberlakuan


pajak ekspor akan menurunkan kesejahteraan dunia. Di negara Importir terjadi
penurunan kesejahteraan nasional sebesar daerah (2+3+4), sedangkan di negara
eksportir dampaknya terhadap kesejahteraan nasional sangat ditentukan oleh
elastisitas permintaan dan penawaran. Pajak yang optimal bagi negar eksportir akan
berada pada kondisi - (c +e) + f maksimum. Oleh karena itu, untuk tingkat pajak
ekspor tertentu kesejahteraan nasional bersih bagi negara eksportir akan negatif jika
(c + e) lebih besar dari f. Penurunan pajak ekspor dari kondisi yang diuraikan di atas
berarti memperkecil penurunan kesejahteraan masyarakat dunia, Produsen di negara
eksportir akan menerima penurunan harga yang lebih kecil sehingga dapat
merangsang terjadinya peningkatan volume ekspor, sementara konsumen di negara
importir akan membayar dengan harga yang lebih rendah.

b. Tarif Impor
Dampak ekonomi dari pemberlakuan tarif impor oleh negara importir pada
dasarnya hampir sama dengan pemberlakuan pajak ekspor di negara eksportir,
asumsi-asumsi yang digunakan adalah: (1) hanya ada dua negara, yaitu negara A
sebagai negara importir dan negara B (gabungan dari beberapa negara lain) sebagai
negara eksportir, (2) tarif impor yang diberlakukan adalah tarif spesifik, yaitu
pemberlakuan tarif per unit produk yang diimpor, dan (3) negara importir adalah
negara besar dalam perdagangan, dimana adanya perubahan jumlah impor dapat
mempengaruhi harga dunia. Ilustrasi secara grafis pemberlakuan tarif impor dalam
perdagangan suatu komoditi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
c. Negara importir b. Pasar dunia c. Negara eksportir
Gambar 3. Dampak pemberlakuan tarif impor
Sumber: Tweeten (1992)

Pemberlakuan tarif impor spesifik menyebabkan biaya impor menjadi lebih


tinggi, sehingga menggeser kurva ED paralel ke bawah dengan jarak vertikal
sebesar tarif menjadi ED-t. Akibatnya harga dunia turun menjadi Pw', sedangkan
harga yang ditetima oleh konsumen di negara A (Gambar 4 a) menjadi Pw'+t,
dimana pada harga ini jumlah barang yang harus diimpor turun menjadi Q2' - Q1'.
Sebaliknya di negara eksportir dengan harga dunia Pw', kelebihan penawaran
turun menjadi Q4' - Q3' yang besamya sama dengan Q2'- Q1 (Gambar 4 c).
Dengan demikian keseimbangan baru pada pasar dunia adalah pada tingkat harga
dunia sebesar Pw’ dengan volume perdagangan Qe’ (Gambar 4 b).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan


tariff impor terhadap suatu produk menyebabkan kenaikan harga produk di
Negara importir, yang selanjutnya akan menurunkan konsumsinya, peningkatan
produksi, penurunan volume impor serta adanya penerimaan baru pemerintah
berupa tarif. Sebaliknya, di negara eksportir terjadi penurunan harga sehingga
menyebabkan berkurangnya volume ekspor. Dampak perubahan kesejahteraan
dari adanya pemberlakuan tarif impor dibandingkan dengan perdagangan bebas
dianalisis melalui perubahan-perubahan surplus konsumen dan surplus produsen
serta adanya penerimaan pemerintah dari tarif, dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai
berikut.

Tabel 2 Analisis Dampak Kebijakan Pembelakuan Tarif Impor terhadap


Kesejahteraan Masyarakat di Negara Importir dan Eksportir
Jenis Perubahan Negara Eksportir Negara Importir
Surplus Konsumen -(a + b + c + d + e) 1
Surplus Produsen A -(1 + 2+ 3+ 4)
Penerimaan Pemerintah c+e ---
Kesejahteraan Nasional Bersih e- b – d -(2 + 3 + 4)
Kesejahteraan Dunia Bersih b-d-2–4
Sumber: Tweeten (1992)

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa secara umum dampak dari


pemberlakuan tarif impor akan menurunkan kesejahteraan dunia. Di negara
eksportir terjadi penurunan kesejahteraan nasional sebesar daerah (2 + 3 + 4),
sedangkan di negar importir dampaknya terhadap kesejahteraan nasional sangat
ditentukan oleh elstisitas perawaran ekspor (ES). Jika kurva ES makin elastis, maka
daerah (b + d) akan makin luas dari daerah (e), sehingga secara urnum negara
importir akan semakin dirugikan dengan adanya tarif impor. Penurunan tarif impor
dari kondisi yang diuraikan di atas berarti memperkecil penurunan kesejahteraan
masyarakat dunia. Konsumen di negara importir menerima kenaikan harga yang
lebih kecil, sedangkan produsen di negara eksportir menerima harga yang lebih
tinggi.

Contoh kasus dari adanya tarif impor yang diberlakukan dari suatu negara
adalah penelitian yang dilakukan oleh Elsheikh et al (2013) bahwa pengurangan
tarif impor gandum akan mengakibatkan peningkatan import dan penurunan
produksi dalam negeri. Sebaliknya, kenaikan tarif impor gandum akan mengurangi
impornya dan mendorong produksi dalam negeri untuk swasembada dengan
efisiensi rendah, dan dampak negatif terhadap PDB. Peningkatan produksi gandum
dalam negeri menuntut investasi dalam menstabilkan dan memperluas areal dan
hasil budidaya, yang keduanya telah menunjukkan variabilitas yang tinggi dari
waktu ke waktu, sedangkan hasil rata-rata sangat rendah dibandingkan dengan
tingkat yang dicapai secara internasional.
Kemudian penelitian Putri et al (2014) mengemukakan bahwa penghapusan
tarif impor jagung Indonesia dari negara AFTA atau extra AFTA menurunkan
surplus produsen, sedangkan kombinasi penghapusan tarif impor jagung Indonesia
dari negara AFTA dan extra AFTA, penurunan harga eceran pupuk urea, dan
peningkatan harga jagung di tingkat petani dapat mengkompensasi penurunan
surplus produsen sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan (net surplus).

2. Jenis Tarif Berdasarkan Mekanisme Perdagangan

Adapun jenis tarif menurut mekanisme perdagangan yakni sebagai berikut.

a. Tarif Ad Valorem (Ad Valorem Duties)

Merupakan tarif yang besarannya dinyatakan dalam presentase(%) dari


suatu nilai barang yang dikenakan tarif atau presentase tertentu dari pajak yang
dikenakan berdasarkan nilai barang-barang yang diimpor. Contoh : harga CIF
barang X = $100 dan tarif bea masuknya 10%, sedangkan kurs = Rp 5.000/USD.
Maka pungutan bea masuknya = 10% x $100 x Rp 5.000 = Rp. 50.000.000. menurtut
Hady (2004) tarif ad valorem ini memiliki keuntungan dan kelemahan sebagai
berikut.

• Keuntungan : dapat mengikuti perkembangan tingkat harga/inflasi dan


terdapat diferensiasi harga produk sesuai kualitasnya.
• Kerugian : memberikan beban yang cukup berat bagi administrasi
pemerintahan, khususnya bea cukai kerena memerlukan data dan perincian
harga barang yang lengkap. Selain itu, sering menimbulkan perselisihan
dalam penetapan harga untuk perhitungan bea masuk antara importir dan bea
cukai, sehingga dapat menimbulkan stagnasi.
Pada tarif ad valorem, Bea Masuk dihitung mengikuti tarif yang tertera pada
BTKI. Perhitungan bea masuk berdasarkan tarif Ad valorem dikecualikan untuk
barang-barang sebagai berikut:
• Barang impor hasil pertanian tertentu
• Barang impor yang termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia
pada persetujuan umum mengenai tarif dan perdagangan
• Barang impor yang dikenakan tariff bea masuk berdasarkan perjanjian atau
kesepakatan internasional, barang bawaan penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman pos atau jasa titipan, dan
barang impor berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor secara
diskriminatif.

b. Tarif Spesifik (Spesific Duties)

Merupakan tarif yang dikenakan terhadap barang impor maupun ekspor


berdasarkan unit barangnya. Contoh : untuk semen Rp 3.000/ton, sepatu Rp
14.500/pasang, piring Rp Rp 5.000/lusin, jeruk Rp 500/kg. menurtut Hady (2004)
tarif spesifik memiliki keuntungan dan kelemahan sebagai berikut.
• Keuntungan : mudah dilaksanakan karena tidak memerlukan perincian harga
barang sesuai kualitasnya dan dapat digunakan sebagai alat kontrol proteksi
industri dalam negeri.
• Kerugian : pengenaan tarif dirasakan kurang/tidak adil karena tidak
membedakan harga/kualitas barang dan hanya dapat digunakan sebagai alat
kontrol proteksi yang bersifat statis.
Jenis barang impor yang dikenakan tariff spesifik sekarang ini
dikelompokkan menjadi 4 jenis barang yaitu beras (pos tariff BTKI: 10.06) dan
Gula(pos tariff BTKI: 17.01), film sinematografi (pos tariff BTKI 37.06 dan 85.23),
bir terbuat dari malt (pos tariff 22.03) dan minuman fermentasi dari buah anggur
atau lainnya (pos tarif BTKI 22.04, 22.05, dan 22.06).

c. Tarif Campuran (Compound Duties)

Merupakan gabungan antara tarif ad valorem dan tarif spesifik sehingga


jenis tarif ini dikenakan terhadap barang impor maupun ekspor berdasarkan nilai
dan unit barangnya. Contohnya
Dalam pelaksanaan kegiatan export import, pembebanan tarif dapat
dikelompokan menjadi beberapa jenis, antara lain :
1. Bea Export (Exports Duties)
Yaitu pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju ke
negara lain. Digunakan untuk barang-barang yang keluar dari custom area suatu
negara yang memungut pajak. Custom area adalah daerah dimana barang-
barang bebas bergerak dengan tidak dikenai bea pabean. Batas custom area ini
biasanya sama dengan batas wilayah suatu negara.

2. Bea Transit (Transit Duties)


Yaitu pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui
wilayah suatu negara dengan ketentuan bahwa barang tersebut tujuan akhirnya
adalah negara lain.

3. Bea Impor (Import Duties)


Yaitu pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk
dalam custom area suatu negara dengan ketentuan-ketentuan bahwa negara
tersebut sebagai tujuan akhir.
HAMBATAN PERDAGANGAN NONTARIF
Kebijakan non-tarif merupakan metode yang berbeda dari tarif. Kebijakan
tersebut merupakan bagian dari fungsi peraturan khusus yang diumumkan secara
resmi terhadap barang impor ketika mengenakan “shadow tarif”. Hal ini
dikarenakan setiap negara senantiasa menerapkan berbagai kebijakan untuk
melindungi produksi dalam negerinya agar dapat meningkatkan ekspor dan
membatasi impor. berbagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatu Negara
baik secara lansung maupun tidak lansung, akan mempengaruhi struktur,
komposisi, dan arah perdagangan internasional negara tersebut. Kebijakan
perdagangan internasional dilaksanakan dengan tujuan untuk melindungi
kepentingan ekonomi nasional, industri dalam negeri, dan lapangan kerja serta
menjaga stabilitas ekonomi nasional. Akan tetapi, dalam praktek perdagangan
internasional saat ini, kebanyakan pemerintah melakukan campur tangan dalam
kegiatan perdagangan internasional menggunakan kebijakan lainnya yang lebih
rumit, yaitu kebijakan nontarif. Hal ini dilakukan negara tersebut untuk
menyembunyikan motif proteksi atau sekedar mengecoh negara lainnya. Oleh
karena itu, sampai saat ini masih banyak negara yang memberlakukan kebijakan
nontariff. Berbagai kebijakan yang dikenakan pemerintah untuk hal tersebut
diantaranya :

1. Kuota
Kuota adalah pembatasan jumlah impor atau ekspor secara langsung. Kuota
bisa berupa pembatasan kuantitas atau bisa juga berupa pembatasan nilai ekspor
ataupun impor. Misalnya ekspor produk suatu negara tidak boleh satu juta dolar per
tahun.
Kuota impor merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang
boleh diimpor. Pembatasan ini digunakan untuk melindungi sektor industri
domestik tertentu, misalnya untuk melindungi sektor pertanian. Kuota impor juga
sering dimanfaatkan untuk melindungi neraca pembayaran suatu negara.
Perbedaan antara quota impor dan tarif impor terletak pada adanya distribusi
lisensi impar dalam quota. Seandainya pemerintah tidak melelang hak atau lisensi
impor tersebul dalarn suatu pasar yang kompetitif,perusahaan-perusahaan yang
diberi kepercayaan untuk mernegang Iisensi tersehut akan memperoleh keuntungan
monopoli. Dalarn kasus tersebut pemerintah harus memutuskan landasan yang
paling tepat bagi pendistribusian lisensi impor itu di antara pcrusahaan-perusahaan
yang cukup potensial. Kalau tidak, artinya jika pemilihan didasarkan pada
pertimbangan sepihak (bukannya pertimbangan-pertimbangan efisiensi) maka yang
terjadi adalah distorsi dan korupsi yang pada akhimya akan menimbulkan
pemborosan yang merugikan perekonomian bersangkutan secara keseluruhan.
Kemudian untuk kuota ekspor, sebenarnya sudah jarang sekali terjadi karena
setiap negara cenderung untuk meningkatkan ekspomya. Tetapi quota ekspor ¡ni
pernah terjadi dalam bentuk pembatasan ekspor secara “sukarela”. Konsep ini
mengacu pada kasus dimana negara pengimpor mendorong atau bahkan memaksa
negara lain untuk mengurangi ekspornya “secara sukarela”. Biasanya, permintaan
ini dibarengi dengan ancaman bahwa negara pengimpor tersebut telah melakukan
hambatan perdagangan yang lebih keras lagi. Hal ini dikarenakan impor tersebut
dikhawatirkan akan melumpuhkan sektor tertentu dalam perekonomian domestik.

Sebagai contoh dari pembatasan kuota yaitu pada tahun 2013, pemerintah
menetapkan kebijakan kuota impor daging sebanyak 80.000 ton. Melalui penetapan
kuota impor itu, maka batas maksimal impor sudah ditentukan, sehingga tidak boleh
melebihi kuota tersebut. Terdapat dua jenis kuota yakni kuota ekspor dan impor.

Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai dampak tarif dan extra tarif
(kuota) diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Budrauskaite et al (2002)
mengemukakan bahwa kebijakan perdagangan yang diterapkan dalam arti hambatan
tarif dan extra tarif yang secara signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Imbruno (2016) bahwa
kebijakan perdagangan china yakni penurunan tarif impor untuk produk pertanian
impor China selama periode 2000-2006 menyebabkan peningkatan kuota impor
produk pertanian.

a. Kuota Ekspor
Pada dasarnya pembatasan ekspor (export quota) terhadap suatu barang
bertujuan untuk menjamin ketersediaan barang tersebut di dalam negeri. Selain itu,
pembatasan ekspor juga dimaksudkan untuk mengadakan pengawasan produksi
serta pengendalian harga untuk mencapai stabilisasi harga. Dampak ekonomi dari
pembatasan ekspor dalam perdagangan dapat dilihat pada Gambar 4.

a. Negara pengekspor b. Pasar dunia c. Negara pengimpor


Gambar 4. Dampak kuota ekspor
Sumber: Tweeten (1992)

Pada analisis ini diasumsikan hanya ada dua negara, yaitu negara A sebagai
ekportir dan negara B (atau gabungan beberapa lainnya) sebagai pengimpor. Selain
itu juga diasumsikan bahwa negara eksportir adalah negara besar dalam
perdagangan. Keseimbangan semula terjadi pada saat harga dunia (Pw) sama
dengan harga domestik (P) dengan jumlah ekspor dari negara A sebesar Q2 - Q1 =
Qe. Adanya pembatasan ekspor oleh negara A sebesar Qe', menyebabkan kurva
penawaran eksport negara A menjadi kurva patah ES’ dan berpotongan dengan
kurva ED membentuk haga Pw'. Akan tetapi, pada harga ini di negara A terjadi
kelebihan penawaran. Kelebihan penawaran ini akan hilang pada tingkat harga
domestik Pd’, yaitu pada perpotongan antara penawaran (SA) dan kurva
permintaan doemstik plus kuota (DA’), dimana kurva DA’ sejajar dengan jarak
horisontal sebesar kuota yang ditetapkan. Dengan demikian terlihat bahwa
pembatasan ekspor akan menyebabkan penurunan harga domestik di negara A dan
harga dunia, sehingga volume perdagangan menjadi berkurang. Selanjutnya dengan
adanya kebijakan pembatasan ekspor, maka kebijakan ini akan berpengaruh pada
besarnya kesejahteraan yang dapat diperoleh baik oleh produsen (eksportir) maupun
oleh konsumen (importir). Pada Gambar 4, menunjukkan adanya perubahan
kesejahteraan (surplus) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Analisis Dampak Kebijakan Pemberlakuan Kuota Ekspor terhadap


Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir
Jenis Perubahan Negara Eksportir Negara Importir
Surplus Konsumen (a + b) -(1 + 2+ 3+ 4)
Surplus Produsen (a + b + c + d) 1
Penerimaan Pemerintah c+e ---
Kesejahteraan Nasional Bersih -d+e -(2 + 3 + 4)
Kesejahteraan Dunia Bersih -(d + 2 + 4)
Sumber: Tweeten (1992)

Berdasarkan pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa secara umum dampak dari
pembatasan ekspor akan menurunkan kesejahteraan dunia. Di negara eksportir, jika
daerah e lebih besar dari daerah d pada Gambar 5(a), maka negara eksportir akan
memperoleh manfaat dari pembatasan ekspor, karena konsumen dan pemegang
kuota akan memperoleh keuntungan. Namun, di negara importir terjadi penurunan
kesejahteraan nasional yang jauh lebih besar dari manfaat yang diperoleh oleh
negara eksportir, sehingga secara total terjadi penurunankesejahteraan dunia sebesar
daerah ( d + 2 + 4 ).

b. Kuota Impor

Kuota impor dilakukan dengan membatasi kuantitas barang yang boleh masuk
ke suatu negara. Pembatasan jumlah barang dilakukan dengan tujuan produk-
produk impor tidak membanjiri pasar dalam negeri. Dengan pembatasan ini
diharapkan produk-produk dalam negeri bisa bersaing di negerinya sendiri.

Kuota Impor umumnya digunakan oleh negara-negara berkembang untuk


melindungi produsen dalam negeri. Kuota impor akan menyebabkan penawaran
domestik turun, yang pada gilirannya akan meningkatkan harga domestik.Untuk
lebih jelasnya dampak pemberian kuota impor terhadap mekanisme perdagangan
dunia, dapat dilhat pada Gambar 5.
a. Negara pengimpor b. Pasar dunia c. Negara pengekspor
Gambar 5. Dampak kuota impor
Sumber: Tweeten (1992)

Pada analisis ini diasumsikan hanya ada dua negara, yaitu negara A sebagai
importir dan negara B (atau gabungan beberapa lainhya) sebagai pengekspor. Selain
itu juga diasumsikan bahwa negara importir adalah negara besar dalam
perdagangan. Keseimbangan semula terjadi pada saat harga dunia (Pw) sama
dengan harga domestik (P) dengan jumlah ekspor dari negara A sebesar Q2 -
Q1 = Qe.

Adanya pembatasan impor oleh negara A sebesar Qe', menyebabkan kurva


permintaan impor negara A menjadi kurva patah ED’ dan berpotongan dengan
kurva ES membentuk harga Pw'. Akan tetapi, pada harga ini di negara A terjadi
kelebihan permintaan. Kelebihan permintaan ini akan hilang pada tingkat harga
domestik Pd’, yaitu pada perpotongan antara kurva permintaan (SA) dan kurva
penawaran domestik ditambah kuota impor (SA’), dimana kurva SA’ sejajar dengan
jarak horisontal sebesar kuota yang ditetapkan. Dengan demikian terlihat bahwa
pembatasan impor akan menyebabkan peningkatan harga domestik di negara A
dan harga dunia, sehingga volume perdagangan menjadi berkurang.

Selanjutnya dengan adanya kebijakan pembatasan impor, maka kebijakan


ini akan berpengaruh pada besarnya kesejahteraan yang dapat diperoleh baik oleh
produsen (eksportir) maupun oleh konsumen (importir). Pada Gambar 5,
menunjukkan adanya perubahan kesejahteraan (surplus) disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Analisis Dampak Kebijakan Pemberian Kuota Impor terhadap


Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir
Jenis Perubahan Negara Eksportir Negara Importir
Surplus Konsumen -(a + b + c + d) 1
Surplus Produsen A -(1 + 2+ 3+ 4)
Penerimaan Pemerintah b+e ---
Kesejahteraan Nasional - (c + d + e) -(2 + 3 + 4)
Bersih
Kesejahteraan Dunia Bersih -(c +d + 2 + 4)
Sumber: Tweeten (1992)

Berdasarkan pada Tabel 4, diketahui bahwa dapat dilihat bahwa secara umum
dampak dari kuota impor akan menurunkan kesejahteraan dunia. Secara
keseluruhan kebijakan kuota impor gandumakan menyebabkan terjadinya
penurunan kesejahteraan dunia sebesar daerah ( d + 2 + 4 ). Berdasarkan berbagai
distorsi perdagangan internasional yang telah dipaparkan, dalam penelitian ini akan
fokus pada kebijakan distorsi perdagangan di Indonesia sebagai negara pengimpor
gandum dan tepung terigu yaitu berupa pemberlakuan tarif impor dan kuota impor
di Indonesia

2. Subsidi Ekspor

Pada dasarnya, subsidi ekspor yaitu pembayaran langsung atau pemberian


keringanan pajak dan bantuan subsidi kepada para pelaku ekspor atau calon pelaku
ekspor nasional, dan atau pemberian pinjaman berbunga rendah kepada para pelaku
impor asing dalam rangka mendorong ekspor sualu negara. Kebijaksanaan
pemberian subsidi merupakan kebijaksanaan ekonomi dalam negeri yang bertujuan
untuk membantu produsen agar dapat berproduksi dan melakukan ekspor ke
berbagai negara. Dengan adanya subsidi ekspor, diharapkan produksi dalam negeri
meningkat dan impor dapat berkurang. Sebagai contoh dari subsidi ekspor yaitu
pemerintah Indonesia memberikan subsidi pupuk kepada petani kakao dalam negeri.
Hal ini dilakukan agar produksi kakao dapat meningkat dan petani dapat melakukan
ekspor ke berbagai negara.

Subsidi ekspor biasanya berupa pemberian uang kas kepada eksportir


dimana eksportis dapat menggunakannya sebagaai tambahan modal, kredit murah,
dan fasilitas-fasilitas dan pajak lebih rendah. Hal ini bertujuan agar harga barang
yang diekspor lebih rendah daripada seha-rusnya. Para konsumen luar negeri dapat
menikmati harga lebih rendah. Redistribusi pendapatan terjadi dari Pemerintah
kepada produsen. Pemberian subsidi ekspor ini dilarang dalam ketentuan GATT dan
WTO.

3. Dumping

Hambatan perdagangan juga dapat bersumber dari dumping. penetapan


harga ekspor barang yang lebih rendah dibandingkan harga jual produk yang sama
di dalam negerinya (nilai normal) dengan tujuan meningkatkan pangsa pasar.
Dumping dikiarifikasikan menjadi tiga golongan, yakni:

a. Dumping terus menerus atau praktek “banting harga” secara permanen,


istilah Iainnya yaitu dískrirnisasi harga internasional (international price
discrimination) merupakan kecenderungan terus menerus dari sebuah
perusahaan monompolis domestik untuk memaksimalkan total
keuntungannya melalul penjualan suatu komoditi dengan barga yang lebih
tinggi di pasaran domestik (berlindung dañ biaya transportasi dan berbagai
hambatan perdagangan Íainnya. Sedangkan harga yang dipasangnya untuk
pasar-pasar luar negeri sengaja dibuat Iebih murah (karena ia harus bersaing
dengan produk sejenis dari negara lain, yang mungkin produksinya lebih
efisien sehingga lebih murah dan kompetitif.
b. Diskriminasi harga yang bersifat predator (predator dumping) adalah
praktek penjualan komoditi di bawah harga atau dengan harga yang jauh
lebih murah ketimbang barga domestiknya. Proses dumping predator ini
biasanya hanya berlangsung sementara, akan tetapi diskriminasi atau
penciptaan selisih harganya sangat tinggi, sehingga dapat menggusur atau
bahkan mematikan produk pesaing dalam waktu yang singkat.
c. Dumping sporadis (sporadic dumping) adalati penjualan suatu komoditi
dibawah barga atau penjualan komoditi itu ke luar negeri dengan harga yang
sedikit lebib murah di bandingkan barga domestik, namun hal itu hanya
terjadi sekali-kali saja, dan tujuannya pun sekedar untuk mengatasi surplus
komoditi yang sesekali terjadi tanpa harus menurunkan barga domestik.
Ulasan mengenai bagaimana sebuah perusahaan monopolis domestic dapat
menentukan harga domestik dan harga internsional yang satu sama lain
berbeda demi memaksimalkan keuntungan totalnya.

4. Sanitary and Phyto-Sanitary (SPS)

Sanitary and Phyto-Sanitary (SPS) adalah salah satu perjanjian yang


dilakukan dalam dunia perdagangan yang mengakui hak dari anggota-anggota
WTO untuk menentukan sendiri standar keamanan pangan dan kesehatan hewan
dan tumbuh-tumbuhan yang berlaku di wilayah hukumnya. Namun pada saat yang
bersamaan perjanjian SPS juga mewajibkan aturan-aturan sedemikian didasarkan
pada basis ilmiah, yaitu bahwa aturan-aturan SPS diterapkan hanya sejauh perlu
untuk melindungi kesehatan dan aturan-aturan itu harus tidak mendiskriminasi
secara sewenang-wenang atau secara tak dapat dibenarkan antara anggota-anggota
dimana kondisi-kondisi yang identik atau sama terdapat.

Sanitary and Phyto-Sanitary (SPS) menerapkn prinsip kehati-hatian


(Precautionary Principle) selanjutnya akan disebut (prinsip kehati-hatian)
merupakan suatu prinsip baru dalam hokum lingkungan internasional. Prinsip ini
bertujuan untuk mengantisipasi dan melakukan pencegahan dini terhadap suatu
dampak yang tidak pasti akibat suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh manusia.
Kegiatan tersebut antara lain pengembangan tanaman rekayasa genetika,
perpindahan organisme hidup yang termodifikasi (transfer living modified
organisms) dari negara satu ke negara lain dan penambahan gen tertentu dalam
hewan sebagaimana yang diatur dalam Protokol Cartagena.

Perjanjian SPS bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kehidupan


manusia, tumbuhan atau hewan dari resiko bahan-bahan yang mengandung bahan
racun dan penyakit atau dengan kata lain bertujuan uuntuk menjamin kualitas dan
keamanan pangan, sedangkan Perjanjian TBT lebih mengtaur pada ukuran, bentuk
desain, fungsi, cara produksi, pelabelan dan pengemasan. Contoh tindakan yang
membedakan SPS dan TBT yaitu sebagai berikut:
SPS biasanya mengukur hal-hal yang berkaitan dengan:
• Zat aditif dalam makanan atau minuman
• kontaminan dalam makanan atau minuman
• zat beracun dalam makanan atau minuman
• residu obat hewan atau pestisida dalam makanan atau minuman
• sertifikasi: keamanan pangan, kesehatan hewan atau tanaman
• metode pengolahan dengan implikasi untuk keamanan pangan
• persyaratan pelabelan yang berkaitan langsung dengan keamanan pangan
• tanaman / hewan karantina bebas dari hama atau penyakit dengan tujuan
untuk mencegah penyakit atau hama menyebar ke atau di suatu negara
lainnya
• sanitasi persyaratan impor
Sebagai contoh, pemerintah dapat melarang impor terhadap daging yang
berasal dari negara dimana terdapat wabah penyakit yang akan membahayakan
konsumen pemakan daging sapi atau kehadiran dari daging impor sedemikian dapat
menyebarkan penyakit bagi sapi lokal. Perbuatan pemerintah untuk melarang
masuknya daging semacam itu dapat dibenarkan karena impor atas daging tersebut
akan membahayakan bagi kesehatan manusia dan hewan.

Menurut penelitian Wartini (2007) bahwa salah satu contoh kasus


perdagangan internasional berkaitan dengan unilateral measures yang dibuat oleh
negara yang didasarkan pada SPS Agreement ialah kasus “Hormone Beef“ antara
Amerika Serikat dengan Uni Eropa. Amerika Serikat menggugat Uni Eropa. Pada
tanggal 20 Mei 1996, penyelesaian sengketa melalui Panel WTO telah dibentuk
berdasarkan permohonan Amerika Serikat untuk meminta pertanggungjawaban Uni
Eropa atas larangan ekspor daging yang telah diberi hormon tiruan dari Amerika
Serikat ke pasaran Uni Eropa. Dalam kasus ini, Amerika Serikat berpendapat bahwa
larangan impor tersebut bertentangan dengan kewajiban Uni Eropa yang diatur
dalam Sanitary and Pythosanitary Measures Agreement (Wartini,2007).

5. Technical Barrier to Trade (TBT)

Technical Barrier to Trade (TBT) merupakan tindakan atau kebijakan negara


yang bersifat teknis yang dapat menghambat perdagangan internasional dimana
penerapannya dilakukan sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu hambatan
perdagangan. Pada perkembangannya, terminologi Techcincal Barriers To
Trade sering disamakan dengan food safety regulations dan sering tidak
didefinisikan secara eksplisit namun dibicarakan dengan cakupan yang lebih luas
dalam isu perdagangan di bidang lingkungan. Namun demikian, sebuah terminologi
coba dikemukakan oleh Roberts, Josling, dan Orden melalui pendekatan ekonomi
yang membedakannya dari berbagai bentuk kebijakan trade restrictions untuk
menegaskan keunikan bentuknya, dengan mengemukakan bahwa Technical
Barriers To Trade merupakan regulasi dan standar yang mengatur penjualan produk
ke dalam pasar domestik yang tujuan utamanya adalah untuk memperbaiki
inefisiensi pasar yang terhalangi oleh karena faktor – faktor dari luar yang berkaitan
dengan produksi, distribusi, dan konsumsi produk. TBT lebih mengatur pada
ukuran, bentuk desain, fungsi, cara produksi, peraturan teknis, pelabelan dan
pengemasan.

TBT biasanya mengukur hal-hal yang berkaitan dengan:


• pelabelan komposisi atau kualitas makanan, minuman dan obat-obatan
persyaratan mutu untuk makanan segar
• volume, bentuk dan tampilan kemasan
• kemasan dan pelabelan bahan kimia berbahaya dan zat beracun, pestisida
dan pupuk
• peraturan untuk peralatan listrik peraturan untuk telepon tanpa kabel, radio
peralatan dll
tekstil dan pakaian pelabela
• pengujian kendaraan dan aksesoris
• peraturan untuk kapal dan peralatan kapal
• peraturan keselamatan untuk mainan

Salah satu mekanisme penting dalam Perjanjian TBT ialah notifikasi.


Notifikasi adalah penyampaian informasi kepada negara-negara anggota WTO
lainnya tentang rencana pemberlakuan regulasi teknis yang berpotensi
menimbulkan hambatan perdagangan internasional dan merupakan kewajiban bagi
negara anggota untuk menginformasikan kepada sekretariat WTO dan anggota yang
lain. Disamping itu, notifikasi juga dilakukan bila suatu negara bergabung menjadi
anggota WTO, menerapkan Perjanjian TBT, atau menerapkan Code of Good
Practice for the Preparation, Adoption and Application of Standards sesuai dengan
pasal 15.2 dalam perjanjian TBT. Keharusan menotifikasi juga berlaku bagi
program kerja pengembangan standar, yang notifikasinya dialamatkan ke
Sekretariat Pusat ISO/IEC. Untuk membantu menjamin bahwa informasi ini dapat
diketahui dengan mudah, semua negara anggota WTO disyaratkan untuk
menetapkan national enquiry points dan melakukan notifikasi atas hal-hal yang
spesifik atas kebijakan perdagangannya. Di Indonesia, sebagai enquiry point dan
notification body ialah Badan Standardisasi Nasional.

1. Hambatan perdagangan nontarif merupakan metode yang berbeda dari tarif.


Kebijakan tersebut merupakan bagian dari fungsi peraturan khusus yang
diumumkan secara resmi terhadap barang impor ketika mengenakan “shadow
tarif”.
2. Hambatan perdagangan nontarif terdiri dari kuota, subsidi ekspor, dumping,
Sanitary and Phyto-Sanitary (SPS), dan Technical Barrier to Trade (TBT).
3. (1) Kuota adalah pembatasan jumlah impor atau ekspor secara langsung. (2).
Subsidi ekspor yaitu pembayaran langsung atau pemberian keringanan pajak dan
bantuan subsidi kepada para pelaku ekspor atau calon pelaku ekspor nasional. (3)
Dumping merupakan penetapan harga ekspor barang yang lebih rendah
disbanding dalam negeri (nilai normal) dengan tujuan meningkatkan pangsa
pasar. (4) Sanitary and Phyto-Sanitary (SPS) adalah salah satu hambatan
perdagangan yang dilakukan untuk menentukan sendiri standar keamanan
pangan dan kesehatan hewan, manusia dan tumbuhan. (5) Technical Barrier to
Trade (TBT) merupakan salah satu hambatan perdagangan yang lebih mengatur
pada ukuran, bentuk desain, fungsi, cara produksi, peraturan teknis, pelabelan
dan pengemasan.

DAFTAR PUSTAKA

Apridar. 2012. Ekonomi Internasional, Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan


Dalam Aplikasinya. Yogyakarta (ID) : Graha Ilmu.
Asmarantaka, Ratna Winandi. 2012. Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Bogor
(ID) : Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Insitut
Pertanian Bogor.
Jin HJ, Koo WW, Sul B. 2006. The Effects of The Free Trade Agreement Among
China, Japan, and South Korea. Journal of Economic Development, Vol. 31,
No. 2, pp 55-72.
Krugman, Paul R dan Maurice Obstfeld. 1994. Ekonomi Internasional :Teori dan.
Kebijakan, Jakarta (ID) : PT Rajagrafindo Persada.
Lindert PH, Kindleberger CP. 1993. Ekonomi Internasional. Edisi Kedelapan.
Abdullah B, penerjemah. Jakarta (ID): PT. Gramedia. Terjemahan dari:
Internasional Economics. Eighth Edition.
Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1993. Economics. Tenth Edition.
New York (US) : Harper Collins College Publishers.
Malik N. 2017. Ekonomi Internaional. Malang (ID) : UMM Press
Nopirin.1990. Ekonomi Moneter, edisi tiga. Yogyakarta (ID) : BPFE
Ritaningsih T. 2014. Trade Creation dan Trade Diversion Antara Indonesia dan
Negara-Negara Asean-Korea [Tesis]. Bogor (ID) : Program Studi Ilmu
Ekonomi. Sekolah Pascasarjana. Insitut Pertanian Bogor.
Salvatore D. 1997. International Economics. New Jersey (US): Prentice Hall- Gale.
Salvatore, D. 2014. Ekonomi Internasional. Jakarta (ID) : Salemba Empat.
Tweeten L. 1992. Agricultural Trade : Principles and Policies. Colorado (US):
Westview Press Inc.
Garut, M, S. Perbedaan SPS dan TBT [internet]. [diunduh 2018 November 14].
Tersedia pada: https://sabdamojanggarut.wordpress.com/category/others/.
https://indoforwarding.com/hambatan-perdagangan-internasional-di-indonesia/
Wikipedia, 2017. Hambatan Perdagangan. [diunduh 2018 Desember 5]. Tersedia pada
: https://id.wikipedia.org/wiki/Hambatan_perdagangan
Wartini, S. 2007. Implementasi Prinsip Kehati-hatian Dalam Sanitary And
Phythosanitary Agreemant, Studi Kasus: Keputusan Appellate Body WTO
Dalam Kasus Hormone Beef Antara Uni Eropa Dengan Amerika Serikat.
Jurnal Hukum. NO. 2 VOL. 14 APRIL 2007: 296 – 31.

Anda mungkin juga menyukai