Pajak impor yang dikenakan sebagai suatu persentase dari nilai faktur
barang-barangyang diimpor.
c. Bea spesifik
Jumlah tetap yang dikenakan atas unit fisik barang yang diimpor.
d. Bea kombinasi
Kombinasi pajak-pajak spesifik dan ad valorem..
e. Pajak variable
Pajak impor yang ditetapkan dengan perbedaan antara harga pasar dunia
dan harga-haraga yang didukung pemerintah lokal.
f. Harga resmi
Harga-harga ini termasuk dalam tariff bea cukai dari beberapa Negara dan
merupakan dasar untuk perhitungan pajak ad valorem bilamana harga
faktur yang sebenarnya lebih rendah.
g. Bea yang lebih rendah untuk masukan lokal yang lebih banyak
2. Hambatan-hambatan Nontarif
Hambatan-hambatan nontarif adalah semua bentuk diskriminasi terhadap impor selain pajakpajak impor/bea masuk yang telah dibahas sebelumnya. Ada beberapa macam hambatan
nontarif:
1) Kuantitatif
a)
Kuota, sebuah bentuk hambatan kuantitatif, adalah pembatasan jumlah jenis
barang tertentu yang akan diizinkan diimpor oleh sebuah negeri tanpa hambatan
selama jangka waktu tertentu. Apabila kuota itu absolut, sekali jumlah tertentu telah
diimpor, maka impor berikutnya selama sisa waktu itu (biasanya satu tahun) dilarang.
Tariff-rate quotas (kuota dengan tingkat tarif) yang mengizinkan suatu jumlah
yang ditetapkan untuk masuk ke Amerika Serikat dengan bebas bea atau dengan tarif
yang rendah tetapi ketika jumlah itu tercapai, pajak yang terlalu tinggi dikenakan atas
impor berikutnya.
Kuota pada umumnya bersifat global yaitu suatu jumlah yang ditetapkan tanpa
melihat sumbernya.
Kuota diskriminasi (discriminatory quotas) yaitu kuota yang dialokasikan, dalam
hal ini pemerintah Negara pengimpor menyetujui kuantitas untuk negara-negara
tertentu.
Pembatasan ekspor secara sukarela (voluntary export restraints-VER) kuota
ekspor yang dikenakan oleh Negara pengekspor. Bersifat sukarela bahwa Negara itu
memiliki hak formal untuk mengurangi atau memodifikasinya. Ia juga bersifat sukarela
karena Negara pengekspor dapat lebih menyukai konsekuensinya daripada hambatanhambatan perdagangan apa saja yang mungkin diberlakukan oleh Negara pengimpor.
b) Persetujuan Tertib Pemasaran, adalah VER yang terdiri atas persetujuan-persetujuan
formal antara para pemerintah negara pengekspor dan pengimpor untuk membatasi
persaingan internasional dan melindungi beberapa pasar nasional untuk produsen
lokal. Biasanya persetujuan itu menyatakan besarnya kuota ekspor atau impor yang
akan diperoleh tiap negara untuk barang tertentu.
2) Non-kuantitatif
a) Partisipasi pemerintah langsung dalam perdagangan. Bentuk yang paling lazim
partisipasi pemerintah langsung adalah subsidi. Kebijakan pengadaan barang
ke dalam dolar AS tidak mencerminkan daya beli mata uang domestik. Untuk mengatasi
kekurangan tersebut, Program Pembandingan Internasional PBB telah mengembangkan
metode untuk membandingkan PDB berdasarkan paritas daya beli, bukannya berdasarkan
permintaan internasional akan mata uang (kurs). Paritas daya beli adalah jumlah unit mata
uang yang diperlukan untuk membeli jumlah barang-barang dan jasa-jasa yang sama di pasar
domestic sebanyak yang dapat dibeli dengan $1 di Amerika Serikat.
3. Faktor Konversi Atlas
Ketidakpuasan atas metode paritas daya beli dan konversi mata uang berdasarkan nilai
tukar umum menyebabkan Bank dunia mengadopsi metode Atlas untuk mengestimasi GNI
per kapita. Faktor konversi atlas adalah metode aritmatika yang menghitung rata-rata nilai
tukar saat ini dengan nilai tukar dua tahun sebelumnya yang sudah disesuaikan dengan rasio
antara inflasi domestik dan inflasi negara G5 (Perancis, Jerman, Jepang, Inggris, dan
Amerika Serikat). Pendapatan yang dihitung dengan metode ini umumnya lebih stabil dan
peringkat negara menurut pendapatan lebih dipengaruhi kinerja ekonomi daripada fluktuasi
nilai tukar.
4. Karakteristik Negara Berkembang
Kendati terdapat perbedaan besar di antara banyak negara berkembang sebagian besar
sama-sama memiliki karakteristik umum sebagai berikut:
1) PNB/kapita kurang dari $9.265. (Kriteria Bank Dunia)
2) Distribusi pendapatan tidak merata, dengan kelas menengah yang sangat kecil.
3) Dualisme teknologi-campuran perusahaan-perusahaan yang menggunakan
teknologi mutakhir dan perusahaan-perusahaan yang memakai cara-cara yang
sangat primitif.
4) Dualisme regional-produktivitas dan pendapatan yang tinggi di beberapa wilayah
dan pembangunan ekonomi yang sedikit di wilayah-wilayah yang lain.
5) Sebagian besar (80-85%) penduduk memperoleh penghasilan dalma sektor
pertanian yang relatif tidak produktif.
6) Pengangguran tidak kentara atau setengah pengangguran, dua orang melakukan
suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh satu orang.
7) Pertumbuhan penduduk yang tinggi (2,5 sampai 4 persen setahun).
8) Tingkat buta huruf yang tinggi dan sarana pendidikan yang tidak mencukupi.
9) Kekurangan gizi yang neluas dan banyak permasalahan di bidang kesehatan.
10) Instabilitas politik.
11) Sangat bergantung pada beberapa produk ekspor, umumnya produk-produk
pertanian atau pertambangan.
12) Topografis yang tidak ramah, seperti gurun pasir, pegunungan, dan hutan tropis.
13) Tingkat tabungan yang rendah dan fasilitas perbankan yang tidak memadai.
5. Pendekatan kebutuhan manusia pada pembangunan ekonomi
Pendekatan kebutuhan manusia mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai
pengurangan kemiskinan, pengangguran, dan ketidak merataan distribusi pendapatan.
Batasan kemiskinan juga telah diperluas. Bukannya didefinisikan dalam artian
pendapatan seperti lazimnya di negara-negara maju, pengurangan kemiskinan sekarang
berarti berkurangnya buta huruf, menurunnya kekurangan gizi, berkurangnya penyakit
dan kematian dini, serta peralihan dari produksi pertanian ke industri.
Sebuah teori lain dikembangkan oleh Knickerbocker yang mengemukakan bahwa apabila sebuah
perusahaan khususnya yang memimpin dalam oligopolistik memasuki sebuah pasar, maka
perusahaan-perusahaan lain dalam industri itu mengikutinya. Teori ini dianggap defensif karena
para pesaing melakukan investasi untuk menghindari kehilangan pasar yang dilayani dengan
ekspor ketika investor pertama memulai produksi lokal. Mereka juga mungkin takut pemrakarsa
itu akan mencapai beberapa keunggulan dengan melakukan diversifikasi risiko yang tidak ingin
mereka derita kecuali mereka juga memasuki pasar itu. Selain itu, dengan menduga pemrakarsa
itu mengetahui sesuatu yang tidak mereka ketahui, mereka mungkin merasa lebih baik
menyelamatkan diri daripada menyesal nantinya.
b. Teori internalisasi
Teori internalisasi merupakan pengembangan teori ketidak-sempurnaan pasar. Sebuah
perusahaan memiliki pengetahuan unggul, tetapi ia dapat memperoleh harga yang lebih tinggi
untuk pengetahuan itu dengan cara menggunakannya daripada menjualnya di pasar terbuka.
Dengan melakukan investasi di anak perusahaan luar negeri ketimbang memberikan lisensi,
perusahaan itu mampu mengirim pengetahuannya melewati batas negara, sementara tetap
mempertahankannya di dalam perusahaan dengan harapan dapat mewujudkan hasil yang lebih
baik atas investasi yang dilakukan untuk memproduksinya.
c. Teori Aliber
Aliber percaya ketidaksempurnaan dalam pasar valuta asing munkin menyebabkan investasi
asing. Perusahaan-perusahaan di negara-negara dengan mata uang yang nia\lainya terlalu tinggi
(overvalued) tertarik untuk menanamkan modal di negara-negara yang mata uangnya nilainya
terlalu rendah (undervalued).
d. Teori Porto folio
Teori ini menyatakan bahwa operasi-operasi internasional memungkinkan diversifikasi risiko dan
karenanya cenderung memaksimalkan laba investasi yang diharapkan.
5. Teori Eklektik Produksi Internasional dari Dunning
Teori ini menggabungkan unsur-unsur dari beberapa teori yang telah kita bahas. Dunning
menyatakan apabila sebuah perusahaan bermaksud melakukan investasi dalam sarana produksi
luar negeri, ia harus memiliki tiga jenis keunggulan:
a. Kepemilikan yang khas (ownership specific), yaitu sejauh mana sebuah perusahaan
memiliki atau dapat memperoleh aset-aset yang kelihatan (tangible) dan tidak
kelihatan (intangible) yang tidak dapat diperoleh perusahaan-perusahaan lain.
b. Internalisasi (internalization) adalah dalam kepentingan terbaik perusahaan untuk
menggunkana keunggulan kepemilikan khas (menginternalisasi) ketimbang
melisensikannya kepada pemilik asing (mengeksternalisasi).
c. Kekhasan lokasi (location-spesific), perusahaan akan memperoleh keuntungan
dengan menempatkan sebagian fasilitas produksinya di luar negeri.