PELAKU-PELAKU EKONOMI
A. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Setelah mempelajari materi ini diharapkan pembaca dan mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan pilar-pilar utama penyangga perekonomian dalam pembangunan
industri
2. Menjelaskan pola tata peran pelaku ekonomi (PTPPE) dalam pembangunan
industri
3. Menjelaskan tentang masalah kebijakan privatisasi di Indonesia
4. Menjelaskan sejarah dan perkembangan koperasi di dunia dan di Indonesia
B. URAIAN MATERI
1. Pilar-Pilar Utama Perekonomian
Di dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama
yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah (1) Badaan Usaha Milik
Negara (BUMN), (2) Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan yang terakhir (3)
adalah Koperasi, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa di dalam
perekonomian nasional ada dua kelompok pelaku ekonomi, yakni swasta dan
pemerintah. Kelompok swasta dapat dibagi menjadi dalam dua sub-kelompok,
yakni koperasi dan perusahaan non-koperasi. Sedangkan kelompok
pemerintah adalah BUMN (Tambunan, 2016: 187). Di lain pihak Yuniarti (2016:
269) menyebutkan para pelaku ekonomi itu adalah (1) Rumah Tangga, (2)
Perusahaan dan (3) Pemerintah.
Menurut jumlah unit usaha, jumlah BUMN jauh lebih kecil dibandingkan
perusahaan-perusahaan swasta, namun kelompok BUMN tersebut beroperasi
di sektor-sektor atau sub-sektor-sub-sektor ekonomi yang sangat strategis
seperti pertambangan, energi dan di sejumlah industri manufaktur (Tambunan,
2016: 187).
Jika dilihat dari penjelasan dia atas maka secara secara spesifik dengan
adanya keberadaan BUMN sebagai salah satu pilar dalam menjalankan roda
perekonomian nasional dapat dikatakan sebagai wujud dari representasi dari
UUD 1945 pasal 33 ayat 1 sampai 5. Pasal ini telah diamandemen dengan
ayat-ayatnya sebagai berikut:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.****)
Jika ditelaah dengan seksama dari pasal-pasal 33 UUD 1945 tersebut
maka dapat dimaknai bahwa keberadaan BUMN dalam menopang serta
menjalankan roda perekonomian adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa
tawar-tawar dan harus dilaksanakan oleh Negara. Tujuannya jelas untuk
menumbuhkembangkan pembangunan industri di tanah air supaya sila ke 5
dari Pancasila sebagai dasar kehidupan bernegara kita dapat diwujudkan
secara nyata untuk selama-lamanya.
Menurut Tambunan (2016: 187) Peran dari pelaku-pelaku ekonomi
tersebut di dalam perekonomian Indonesia selama ini dapat dilihat dari
sejumlah indikator sebagai berikut:
1. Dalam sumbangannya terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB
(pangsa PDB)
2. Kesempatan kerja (pangsa kesempatan kerja)
3. Peningkatan cadangan aluta asing (devisa) terutama lewat ekspor (pangsa
ekspor) dan
4. Sumbangannya terhadap keuangan pemerintah lewat pembayaran pajak
dan lainnya.
Sekarang, pertanyaannya, pelaku ekonomi mana yang selama ini paling
berperan atau belakangan ini semakin besar perannya di dalam perekonomian
nasional terutana sebagai motor penggerak pertumbuhan PDB atau
pendapatan nasional?. Pertanyaan lainnya yang juga semakin penting adalah
apakah perekonomian harus lebih mengandalkan pada BUMS, terutama sektor
mikro, kecil dan menengah (UMKM) atau BUMN, atau koperasi?. Semua itu
perlu kajian mendalam dengan tetap memberikan solusi terbaik untuk setiap
kendala-kendala yang ada disetiap pilar-pilar penopang perekonomian
tersebut.
EKSTERNALISASI
RENDAH TINGGI
• Likuidasi/jual • Korporatisasi
RENDAH • Rekayasa Ulang
• Merger/akuisisi
EFISIENSI
• Go publik/ go • Pertahankan
TINGGI internasional Go public
• Go publik/go
internasional
Perkembangan di Indonesia
Seperti telah diketahui bahwa tiga pilar penyangga perekonomian
adalah BUMN, BUMS dan Koperasi. Ketiganya mempunyai fungsi dan peran
masing-masing sesuai karakternya. Namun, sebagaimana yang diungkapkan
Widiyanto (1998) dalam Tambunan (2016: 206), dari ketiga pilar itu koperasi
yang mendapatkat predikat sebagai soko guru perekonomian, adalah pilar
ekonomi yang “jalannya paling terseok” jika dibandingkan dengan BUMN dan
BUMS. Padahal, koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah
(bahkan berlebihan) sesuai kedudukan istimewa dari koperasi di dalam
sistem perekonomian Indonesia.
Sebagai soko guru perekonomian , ide dasar pembentukan koperasi
sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 1 yang
menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Dalam penjelasan UUD 1945 itu
dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas
kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering disebut sebagai
perumus pasal tersebut.
Masih dalam penjelasan Widiyanto (1998), untuk lebih menata
organisasi koperasi, pada tahun 1967, pemerintah Indonesia (Presiden dan
DPR) mengeluarkan UU No. 12 dan pada tahun 1992 UU tersebut direvisi
menjadi UU No. 25, dibanding UU No. 12, UU No. 25 lebih komprehenshif,
tetapi juga lebih berorientasi ke pemahaman “Kapitalis”. Hal ini disebabkan
UU baru ini sesungguhnya memberi peluang koperasi untuk bertindak
sebagai sebuah perusahaan yang memaksimalkan keuntungan.
Berdasarkana data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai
dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat
sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak
26.000.000 orang. Corak koperasi di Indonesia adalah koperasi dengan skala
kecil; ini sangat berbeda dengan koperasi-koperasi di Negara maju yang
pada umumnya skala besar dengan nilai asset dan omset yang sangat besar.
Di Indonesia tidak semua koperasi yang ada adalah koperasi aktif. Misalnya
hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif hanya mencapai 71,50
persen, sedangkan yang menjalani rapat tahunan anggota (RAT) hanya
35,42 persen koperasi saja. Mengenai jumlah koperasi yang meningkat
cukup pesat sejak krisis keuangan Asia 1997-1998, menurut Soetrisno
(2003a,c), pada dasarnya sebagai tanggapan teradap dibukanya secara luas
pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres
18/1998, sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis
pengembangan dan hingga 2001 sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian
koperasi (Tambunan, 2016: 206).
Masih menurut Soetrisno (2003) dalam Tambunan (2016: 207),
memasuki tahun 2000, koperasi Indonesia didominasi oleh koperasi kredit
yang menguasai antara 55 hingga 60 persen dari keseluruhan aset koperasi.
Sementara itu, dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program
pemerintah, hanya sekitar 25 persen dari populasi koperasi atau sekitar 35
persen dari populasi koperasi aktif. Hingga akhir 2002, posisi koperasi dalam
pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah Bank Rakyat
Indonesia (BRI)-unit desa sebesar 46 persen dari KSP/USP dengan pangsa
sekitar 31 persen. Dengan demikian, walaupun program pemerintah cukup
gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi,
tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga
pada dasarnya, masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
C. SOAL LATIHAN/TUGAS
Jawablah pertanyaan berikut ini:
1. Coba saudara jelaskan secara singkat tiga pilar penyangga perekonian?
2. Jelaskanlah peran dari pelaku-pelaku ekonomi dalam perekonomian
Indonesia?
3. Jelaskanlah tentang koperasi dan peranannya?
4. Paparkanlah permasalahan BUMN di Indonseia dan Peraga Konsep
penyelesaian masalahnya?
D. DAFTAR PUSTAKA
Yuniarti, Vinna Sri. 2016. Ekonomi Makro Syariah. CV Pustaka Setia. Bandung.