Anda di halaman 1dari 38

Hambatan Tarif dan Non Tarif

Dalam Perdagangan Internasional

Ajeng Putri A (6164119) Mahliga Diguna (6164133)


Fauziyah Fadli (6164127) Triska Nurhaniifah (6164143)
M. Rafif Garda (6164135) Gilang Ali Hamsyi (6164128)

D4LB2E
Politeknik Pos Indonesia
Pendahuluan
Latar Belakang
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan
atau pembelian barang dan jasa antaranegara tanpa adanya hambatan tariff maupun
hambatan non tariff. Perdagangan bebas dapat juga dikatakan sebagai tidak adanya
hambatan buatan yang diterapkan pemerintah dalam perdagangan antar individual dan
perusahaan yang berada di Negara yang berbeda.

Namun demikian, karena tiap-tiap Negara mempunyai perbedaan dalam penguasaan


sumber daya yang menjadi komponen pendukung daya saing, sebagian pakar yang lain
berpendapat liberalisasi perdagangan berpotensi menimbulkan dampak negative karena
mendorong persaingan usaha yang tidak sehat. Atas dasar itu maka muncul pandangan
pentingnya upaya-upaya proteksi terhadap produksi dalam negeri dan kepentingan
lainnya dari tekanan pasar internasional melalui pemberlakuan hambatan perdagangan
baik tariff dan non tariff untuk produk-produk impor.
Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud hambatan tarif dan non tarif dalam perdagangan internasional ?
2. Hambatan tarif apa saja yang terjadi dalam perdagangan internasional ?
Tujuan

1. Mengetahui maksud hambatan tarif dan non tarif dalam perdagangan internasional
2. Mengetahui hambatan tarif apa saja yang terjadi dalam perdagangan internasional
Landasan Teori
Hambatan Tarif dan Non Tarif
Hambatan dalam perdagangan internasional merupakan upaya untuk melindungi
neraca pembayaran dan produksi dalam negeri terhadap persaingan barang impor di
dalam negeri atau di kenal dengan sebutan proteksi. Hambatan perdagangan luar negeri
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu hambatan berupa tarif dan nontarif, berikut ini
penjelasannya
Kebijakan Hambatan Tarif (Tariff Barrier)
Kebijakan hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis
terhadap barang– barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang-
barang sejenis yang diimpor dari luar negeri, dengan cara menarik/mengenakan
pungutan bea masuk kepada setiap barang impor yang masuk untuk dipakai/dikonsumsi
habis di dalam negeri.

Tarif adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diperdagangkan. Efek
kebijakan ini terlihat langsung pada kenaikan harga barang. Ditinjau dari aspek asal
komoditi ada 2 macam tarif yakni tarif ekspor (export tariff) dan tarif impor (import
tariff).
Tarif Impor dan Ekspor
Tarif impor adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang
masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri. Tarif impor berdampak
pada penurunan konsumsi domestik dan kenaikan produksi domestik. Berkurangnya
volume impor akibat tarif impor tercipta pendapatan tambahan bagi pemerintah dalam
bentuk pajak, serta terjadinya retribusi pendapatan dari konsumen domestik.

Tarif ekspor merupakan pajak untuk suatu komoditi yang di ekspor (Salvatore
1997).
Pengaruh Pengenaan Hambatan Tarif
 Harga barang yang dikenakan tarif meningkat.
 Jika kenaikan harga cukup tinggi konsumen akan mengalihkan pembelian kepada
barang pengganti (substitusi) yang harganya relatif lebih murah.
 Industri dalam negeri menjadi lebih mudah berkembang sebab harga barang pesaing
dari luar negeri lebih tinggi.
 Pemerintah menerima pendapatan.
 Adanya ekstra pendapatan yang dibayarkan oleh konsumen di dalam negeri kepada
produsen di dalam negeri.
Macam-macam Penentuan Tarif atau Bea
Masuk
 Bea ekspor (export duties) adalah pajak atau bea yang dikenankan terhadap barang
yang diangkut menuju negara lain (diluar custom area).
 Bea transito (transit duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan barang-barang yang
melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang tersebut negara lain.
 Bea impor (import duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-
barang yang masuk dalam suatu negara (didalam custom area).
Jenis Jenis Tarif
1. Bea ad valorem (bea harga)
Pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-
barang yang diimpor dikalikan harga CIF dari barang tersebut (BM = % tariff x Harga
CIF).
Keuntungan :
 Dapat mengikuti perkembangan tingkat harga/inflasi
 Terdapat diferensiasi harga produk sesuai kualitasnya

Kerugian:
 Memberikan beban yang cukup berat bagi administrasi pemerintahan, khususnya bea
cukai karena memerlukan data dan perincian harga barang yang lengkap.
 Sering menimbulkan perselisihan dalam penetapan harga untuk perhitungan bea
masuk antara importer dan bea cukai, sehingga dapat menimbulkan
stagnasi/kemacetan arus barang di pelabuhan.
Jenis Jenis Tarif (2)
2. Bea specific
Pungutan bea masuk yang didasarkan pada ukuran atau satua tertentu dari barang
impor. Di Indonesia sistem tariff ini digunakan sebelum tahun 1991.
Keuntungan:
 Mudah dilaksanakan karena tidak memerlukan perincian harga barang sesuai
kualitasnya.
 Dapat digunakan sebagai alat control proteksi industry dalam negeri.

Kerugian:
 Pengenaan tariff dirasakan kurang/tidak adil karena tidak membedakan harga/kualitas
barang.
 Hanya dapat digunakan sebagai alat control proteksi yang bersifat statis.

3. Bea compound (bea specific ad valorem)


Pajak yang merupakan kombinasi antara sistem bea ad valorem dan bea specifik.
Sistem Tarif
1. Tarif Tunggal (Singgle column tariff), yaitu suatu tarif untuk satu jenis komoditi yang
besarnya (prosentasenya) berlaku sama untuk impor komoditi tersebut dari negara
mana saja, tanpa kecuali.
2. Tarif Umum/Konvensional (General/Conventional Tariff), yaitu satu tarif untuk satu
komoditi yang besar persentase tarifnya berbeda antara satu negara dengan negara
lain, lazim juga dekenal sebagai tarif berkolom-ganda (two-column tariff).
3. Tarif Preferensi (Preferential Tariff), yaitu salahs atu tarif yang merupakan
pengecualian dari prinsip non-diskriminatif. Yang dimaksud dengan tarif preferensi
adalah tarif GATT yang persentasinya diturunkan
Kebijakan Tariff Barrier dalam Bentuk Bea
Masuk
1. Tarif rendah antara 0%-5%. Tarif ini dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan
vital, seperti beras, mesin-mesin vital, dan alat-alat militer;
2. Tarif sedang antara 5%-20%. Tarif ini dikenakan untuk barang setngah jadi dan
barang-barang lain yang belum cukup produksi di dalam negeri; dan
3. Tarif tinggi di atas 20%. Tarif ini dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-
barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang
kebutuhan pokok.

Tarif dan bea masuk pada hakekatnya merupakan tindakan diskriminatif yang digunakan
untuk mencapai berbagai tujuan, antara lain melindungi produk dalam negeri dari
persaingan dengan produk sejenis asal impor, meningkatkan penerimaan negara,
mengendalikan konsumsi barang tertentu, dan lain-lain.
Kebijakan Non Tarif
Kebijakan non- tariff barrier ( NTB) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain
bea masuk yang dapat menimbulkan distori, sehingga mengurangi potensi manfaat
perdagangan internasional (Hady, 2004).

Secara garis besar NTB dapat dikelompokan:


1. Pembatasan Spesifik (Specific Limitation)
Pembatasan spesifik terdiri dari larangan impor secara mutlak, pembatasan impor
dan kuota sistem, peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu,
peraturan kesehatan atau karantina, peraturan pertahanan dan keamanan negara,
peraturan kebudayaan, perizinan impor atau impor licenses, serta embargo;

2. Pembatasan Bea cukai (Custom Administration Rules)


Peraturan bea cukai terdiri dari tatalaksana impor tertentu (procedure), penetapan
harga pabean (custom value) penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa
(forex control), consulat formalities, packaging/ labeling regulation, dokumentation
needed, quality and testing standard, pungutan administrasi (fees), serta tariff
classification;
Kebijakan Non Tarif
3. Campur tangan Pemerintahan (Goverment Participation)
Campur tangan pemerintah terdiri dari kebijakan pengadaan pemerintahan, subsidi
dan insentif ekspor, conterravailing duties, domestic assistance, dan trade diverting.

Amir (2003) mengatakan selain hambatan berbentuk tarif bea masuk, terdapat
aneka ragam kendala yang sengaja diciptakan untuk mengahalangi masuknya barang ke
dalam peredaran suatu negara.
Kendala Impor Berciri Non Tarif
1. Anti-Dumping atau Countervailing Duties
2. Yaitu bea yang dipungut oleh negara pengimpor atas komoditi yang terbukti
mendapat subsidi dari pemerintah negara pengekspor.
3. Pajak Impor, adalah pajak yang dipungut atas komoditi impor disamping bea-masuk.
4. Ijin Impor dan Alokasi Devisa.
5. Kontraksi Mata Uang dan Mempengaruhi Harga Impor.
6. Approved Traders (Importer), yaitu pemerintah dengan sadar membatasi importir
untuk komoditi tertentu, sehingga kuantum, mutu, harga dan distribusi komoditi
tersebut secara langsung dapat dikendalikan pemerintah.
7. Pengaturan teknis dan Administratif, yaitu dengan memberikan peraturan dan
prosedur yang rumit dan sulit dipenuhi serta memakan biaya dan waktu yang lama.
8. Pengadaan Pemerintah dan Penunjukan PNN.
9. Import-Quota, yaitu pembatasan yang diterapkan negara pengimpor atas jenis dan
jumlah (quantity) dari sutau komoditi yang boleh diimpor dari suatu negara lain.
Pengaruh Pengenaan Hambatan Non Tarif
 Terjadi keterlambatan kedatangan baik di gudang maupun di terminal penampungan
lain.
 Adanya beban biaya yang akan dikenakan kepada konsumen. Akibat yang lebih jauh
adalah harga barang meningkat.
 Memperburuk hubungan eksportir dan importir apabila terjadi keterlambatan
kedatangan barang.
 Memperburuk citra di kalangan eksportir sebagai suatu Negara yang aparatnya tidak
efesien.
 Menimbulkan balas dendam dari Negara yang merasa dirugikan.
Hambatan Tarif dan Non Tarif
Menurut GATT/WTO
Hambatan Tarif dan Non Tarif
1. Tariffs and Tarif-rate Quotas
Tarif yang merupakan pajak terhadap komoditas impor yang masuk ke dalam suatu
Negara merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah yang sudah cukup lama ada
dalam aktivitas perekonomian.
Ada dua motf ekonomi dari pengenaan tariff terhadap komoditas impor tersebut.
 Pertama, tariff bias memberikan penerimaan bagi pemerintah.
 Kedua, tariff juga dapat membantu perusahaan dan supplier dari idustri domestik
dalam menghadapi persaingan dari serbuan barang-barang impor.

Tariff-Rate Quota (TRQ) adalah suatu konsep yang menggabungkan pengenaan


tariff dengan penetapan suatu kuota. Secara umum dan berdasarkan Organisasi
PerdagangancDunia (WTO), Negara-negara diijinkan untuk menggunakan dua jenis
tariff dalam format Tariff-Rate Quota (TQR).
2. Quota
Kuota impor dulunya sangat sering digunakan dalam perdagangan produk-produk
pertanian. Dengan kuota, pemerintah membatasi secara ketat jumlah barang yang boleh
diimpor dan kemudian merencakan penentuan jumlah barang-barang yang diproduksi
secara domestik.

3. Voluntary Export Restraint (VER)


Hambatan perdagangan non tariff lainnya yang juga cukup sering digunakan
dinamakan Voluntary Export Restraint (VER) dimana melalui skema ini Negara
pengekspor setuju untuk membatasi jumlah ekspornya ke Negara pengimpor, walaupun
kadang-kadang hal ini dilakukan dengan ancaman pembatasan perdagangan yang lebih
ketat lagi.
4. Dumping
Hambatan yang bersifat tariff (tariff barrier) tersebut akan menimbulkan salah satu
dampak yaitu: terjadinya pemberlakuan diskriminasi harga dalam pasar domestik
Negara eksportir dan pasar asing Negara importer.
Hambatan Perdagangan Non Tarif
1. Persyaratan Kandungan Lokal
Pemerintah dari banyak Negara telah sering menggunakan persyaratan kandungan
lokal untuk membatasi impor. Tujuannya adalah untuk mendorong perkembangan
industry domestik.
Persyaratan kandungan lokal biasanya dijalankan bersama-sama dengan kebijakan
subtitusi impor dimana produksi domestic diharapkan akan menggantikan produk
impor.

2. Impor Licenses
Impor Licenses terbukti sebagai salah satu mekanisme yang efektif dalam membatsi
jumlah impor. Dengan cara ini, para importer barang diharuskan untuk memperoleh ijin
dari setiap pengiriman barang yang dilakukan ke dalam negeri. Tanpa harus
menggunakan metode kuota seca eksplisit, suatu Negara dapat dengan mudah
membatasi impornya dengan berbagai cara yang dipilih dalam mengalokasikan ijin-ijin
impor tersebut.
3. Impor State Trading Enterprises (STEs)
Import State Tranding Enterprise (STEs) adalah institut atau agen-agen pemerintah
yang bertindak secara sebagian atau secara penuh sebagai pembeli tunggal komoditas
tertentu dari pasar dunia.
Import State Tranding Enterprise (STEs) bisa membatasi jumlah impor dengan
beberapa cara. Pertama, mengenakan tarif secara implisit terhadap produk-produk
impor tertentu dengan membelinya di harga dunia dan menjualnya kembali di pasar
domestik pada tingkat harga yang lebih tinggi.
Import State Tranding Enterprise (STEs) juga bisa menerapkan kuota secara implisit
untuk produk-produk impornya, juga bisa mengenakan berbagai peraturan impor yang
berbiaya tinggi sehingga membuat impor itu menjadi tidak menguntungkan sama sekali
lagi.
4. Hambatan Teknis dalam Perdagangan
Semua negara menerapkan peraturan-peraturan teknis dalam melakukan
perdagangan internasional seperti: masalah kemasan, definisi produk, labeling, dan lain-
lain. Dalam konteks perdagangan internasional, cara-cara ini merupakan bagian dari
hambatan-hambatan non tarif

5. Kebijakan Manajemen Nilai Tukas


Beberapa negara ada yang membatasi impor produk pertanian melalui kebijakan
mengontrol nilai tukar mereka. Tujuan dari program ini adalah untuk mengurangi
masalah ketidak-seimbangan dalam neraca pembayaran dan meningkatkan penerimaan
bagi pemerintah.
6. The Precautionary Principle and Sanitary and Phytosanitary
Ketentuan WTO mengenai Sanitary dan Phutosanitary (SPS) dalam peraturan
teknis perdagangan secara spesifik menyatakan bahwa setiap negara harus bertanggung
jawab untuk mengamankan negara mereka dari masuknnya barang-barang impor yang
tidak aman atau tidak sehat.
Contoh Kasus
PENGARUH KEBIJAKAN TARIF DAN NON TARIF UNI EROPA TERHADAP EKSPOR
TUNA INDONESIA

Ekspor tuna Indonesia ke pasar dunia sejak tahun 1997 hingga tahun 2006 mengalami
fluktuasi dengan laju kenaikan rata-rata sebesar 23 %. Uni Eropa merupakan pasar potensial
Indonesia yang menduduki posisi ketiga setelah Jepang dan Amerika Serikat bagi produk hasil
perikanan Indonesia terutama tuna. Pada tahun 2005, besar ekspor tuna yang ditujukan ke
Uni Eropa meningkat menjadi 17.367 ton atau 18,95 % dari total tuna yang diekspor
Indonesia pada tahun tersebut. Tahun 2006 terjadi penurunan ekspor tuna ke Uni Eropa dan
ekspor tuna menjadi 11,53 % dari total tuna yang diekspor Indonesia pada tahun tersebut
atau sebesar 10.591 ton.
Perkembangan ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa periode 1992-2006 sangat fluktuatif.
Rata-rata kenaikan ekspor tuna ke Uni Eropa selama selang periode 1992-2006 sebesar 3,82
% per tahun. Peningkatan yang besar terjadi pada tahun 1998 dengan tingkat pertumbuhan
dari 9 % menjadi 32 % atau sebesar 8.523 ton pada tahun 1997 menjadi 11.211 ton pada
tahun 1998. Pertambahan negara Uni Eropa yang terjadi pada tahun 1995 dan 2004
memberikan pengaruh yang cukup besar kepada Indonesia. Pada tahun 1995 peningkatan
ekspor terjadi sebesar 13,77% dari volume ekspor tahun sebelumnya atau menjadi sebesar
7.537 ton. Tahun 2004 juga terjadi peningkatan sebesar 3,26 % dari tahun sebelumnya atau
menjadi sebesar 12.877 ton dan tersu mengalami peningkatan. Namun, pada tahun 2006
terjadi penurunan yang cukup besar menjadi hanya 10.591 ton.
Selama selang periode 2000-2005, pangsa pasar tuna Indonesia di Uni Eropa
berfluktuatif. Pada tahun 2000, pangsa pasar tuna Indonesia di Uni Eropa telah mencapai
1,58 % dan pada tahun 2005 telah mencapai 2,08 %. Namun pada tahun 2006 terjadi
penurunan menjadi 1,26 % yang diakibatkan oleh penurunan volume ekspor pada tahun
tersebut.
Produk tuna yang diekspor ke Uni Eropa selama ini dalam bentuk segar (fresh atau
chilled), bentuk beku (frozen), dan bentuk olahan (dalam bentuk olahan (preserved),
maupun dalam wadah vakum (airtight container). Tuna yang dominan diekspor ke Uni
Eropa dalam bentuk tuna olahan (preserved) atau kaleng dengan HS code 1604.141000,
namun sekarang ini Indonesia sudah mulai mengekspor tuna dalam bentuk segar
gelondongan. Tuna bersirip kuning (yellowfin), tuna mata besar (bigeye), tuna abu-abu
(bluefin) dan cakalang (skipjack) merupakan jenis tuna yang diominan diekpsor ke Uni
Eropa. Hingga tahun 2006, perusahaan ekspor tuna Indonesia yang telah mendapatkan
approval number oleh Uni Eropa berjumlah 29 perusahaan.
Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarid
Perdagangan Tuna Indonesia di Uni Eropa
Uni Eropa sebagai negara yang memberlakukan GSP memberikan perlakuan khusus
kepada Indonesia. Perlakuan khusus ini berupa pemberian tarif preferensi terhadap
produk ekspor Indonesia (termasuk produk tuna) yang ditujukan ke Uni Eropa. Tarif
preferensi ini menjadi sebuah peluang kepada Indonesia untuk dapat memperluas akses
pasar.
Ketentuan terhadap besarnya tarif preferensi yang diberlakukan Uni Eropa kepada
negara dunia ketiga ada pada EC No. 2658/87 yang merupakan dasar perlakuan tarif
dan dalam Council Regulation (EC) No. 980/2005 yang mengatur skema GSP.
Tarif yang dikenakan Uni Eropa untuk produk tuna kaleng (canned tuna) Indonesia
diturunkan sebesar 50 % dari tarif sebelumnya menjadi 12 % pada tahun 2003.
Penurunan tarif ini diatur dalam Council Regulation (EC) No.975/2003 terhitung sejak 1
Juli 2003 sampai 30 Juni 2008. Jika masa berlaku regulasi itu berakhir besar tarif yang
dikenakan untuk produk tuna Indonesia menjadi 20,5 % sesuai dengan skema GSP yang
dikeluarkan pada tahun 2005.
Penurunan tarif yang dilakukan Uni Eropa pada tahun pertengahan tahun 2003
berimbas positif terhadap volume ekspor tuna Indonesia sehingga Indonesia dapat
meningkatkan volume ekspornya.
Pada tahun 2003, volume ekspor tuna ke Uni Eropa mengalami peningkatan sebesar
37,32 % dari tahun sebelumnya dan terus mengalami peningkatan dengan rata-rata
peningkatan sebesar 9,11 % per tahun periode 2003-2006.
Rata-rata kenaikan ekspor tuna Indoensia ke Uni Eropa yang terjadi pada periode
2002-2006 sebesar 8,2 % per tahun. Namun, peningkatan volume ekspor ini harus
diikuti upaya meningkatkan standarisasi mutu produk tuna yang diekspor ke Uni Eropa.
Kondisi ini menyatakan bahwa pengetatan yang dilakukan Uni Eropa dengan
mengeluarkan regulasi yang mengatur keamanan pangan (EC 178/2002) tidak
berpengaruh besar terhadap volume ekspor tuna Indonesia, karena Uni Eropa tetap
harus memenuhi permintaan pasar.
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
1. Kesimpulan yang didapat yaitu usaha perlindungan atau hambatan yang dilakukan
Uni Eropa tidak berjalan efektif karena kelebihan akan permintaan (excess
demand).
2. Penurunan ekspor yang terjadi pada tahun 2006 diduga karena dikeluarkan EC
236/2006 yang mengatur khusus produk perikanan asal Indonesia yang ditujukan
untuk konsumsi manusia. Penetapan regulasi yang khusus ditujukan produk tuna
Indonesia dikarenakan adanya temuan kandungan histamin, merkuri dan cadmium
yang makin meningkat walaupun kasus penolakan yang terjadi makin menurun
3. Dugaan lain yang mempengaruhi penurunan volume ekspor tuna Indonesia pada
tahun 2006 adalah penurunan produksi tuna besar Indonesia yang menurun tajam
hingga minus 12.9 %. Dugaan ini muncul karena secara serentak penurunan juga
terjadi pada dua pasar potensial lainnya yaitu jepang dan Amerika Serikat.ami
penurunan.
4. Kebijakan perdagangan mengenai tarif Uni Eropa untuk impor tuna asal Indonesa
antara lain EC No.2886/89 yang berlaku dari tahun 1989-2005, EC No. 980/2005
yang berlaku mulai tahun 2006-2008, dan EC No. 975/2003 mengatur
pengurangan besar tarif khusus tuna kaleng asal Indnesai, Thailand dan Filiphina.
Kebijakan non tarif Uni Eropa untuk impor tuna asal Indonesia terangkum dalam
EC No. 178/2002, EC 466/2001, EC 178/2002, EC 852/2004, EC 853/2004, EC
854/2004, EC 882/2004 dan EC 2073/2005.
Saran
1. Indonesia perlu mengajukan permohonan kepada pihak Uni Eropa untuk
menurunkan besar tarif yang dikenakan pada produk tuna Indonesia
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan faktor-faktor lain yang
berpengaruh terhadap volume ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa seperti harga
tuna Indonesia, harga tuna negara pesaing, GDP Uni Eropa, dan nilai tukar.
Daftar Pustaka

Adriprawiro. 2013. Ekonomi Internasional. Depok: Universitas Gunadarma

Fakhrudin, Umar. 2008. Kebijakan Hambatan Perdagangan Atas Produk Ekspor Indonesia
Di Negara Mitra Dagang. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. Vol II. No.2

Apridar. 2007. Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori, Konsep, dan Permasalahan dalam
Aplikasinya. Jakarta: Unimal Press

Rastikarany Hikmah. 2008. “Analisis Pengaruh Kebijakan Tarif dan Non Tarif Uni Eropa
Terhadap Ekspor Tuna Indonesia”. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai