Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KLASIFIKASI PANDANGAN TASAWUF


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“ Pemikiran Tasawuf Kontemporer “
Dosen Pengampu:
Dr. Moh Asror yusuf, M.Ag

Disusun oleh :
Annisa Ayu Nur Ihsani (21107025)
Lailatul Maghfiroh (21107001)
Masyita Melati (20107035)
Laila Fauziyatur Rohmah (20107027)

PROGRAM STUDI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, karena telah melimpahkan Rahmat-Nya, sehingga
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Klasifikasi Pandangan Tasawuf”
dengan tepat waktu. Adapun makalah ini telah diusahakan semaksimal mungkin,
penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapakan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis mengharapkan semoga dari penulisan makalah ini diambil manfaat dan
pelajaran dan semoga memberikan impirasi bagi pembaca.

Kediri, 18 februari 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1

A. Latar Belakang ......................................................................1


B. Rumusan Masalah .......................................................................1
C. Tujuan Masalah .......................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2

A. Pengertian Tasawuf .........................................................................3


B. Masa Perkembangan Tasawuf .....................................................11
C. Macam-Macam Tasawuf ...................................................................
D. Perbandingan Dari Macam-Macam Corak Pandang Tasawuf .14

BAB III PENUTUP ....................................................................................20

A. kesimpulan ......................................................................................20
B. saran .................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara penganut agama islam terbanyak yang ada
di dunia. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan jumlah penduduk muslim sebesar
85% dari total penduduk indonesia. isla sendiri sebagai agama yang rahmatan lil
alamin yang mana telah mengajarkan pada umatnya untuk selalu berbuat
kebaikan. Tetapi, pada kenyataannya banyak sekali kejahatan yang dilakukan
manusia seperti pencurian, pembunuhan, penganiyaan, dan sebagainya. Hal
tersebut bertentangan dengan ajaran isla sesungguhnya. Ada faktor terbesar yang
mempengaruhi perilaku tersebut yakni kurang kedekatan batin dari mahluk dan
juga penciptanya. Yang mengakibatkan hati menjadi kotor serta selalu ingin
berbuat kerusakan yang ada di muka bumi. Ilmu yang mempelajari tentang
bagaimana hendak membersihkan atau memurnikan roh (hati) atau nafsu.
Supaya dari dorongan hati yang bersih ini, bisa membersihkan pula anggota
lainnya daripada melakukan kemungkaran serta kesalahan. Maka dari itu, ilmu
tasawuf yakni ilmu mengenai cara-cara membersihkan lahir dan juga batin dari
dosa serta kesalahan. Hakekat tasawuf sendiri ialah mendekatkan diri kepada
Tuhan. dala ajaran islam, tuhan memang dekta sekali dengan manusia. Dekatnya
Tuhan dengan manusia telah disebutkan dala Al-Qur’an dan hadits. “ jika
hambahku bertanya kepadau tentang aku, maka aku dekat dan mengabulkan
seruan orang yang memanggil jika aku dipanggil”. Dala hal ini untuk
memperdala ilmu tasawuf, perlu mempelajari tentang pembagian tasawuf,
tokoh-tokog dan pemikirannya.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tentang tasawuf ?
2. Bagaimana pengembangan masa tasawuf ?
3. Apa saja macam-macam pembagian tasawuf ?
4. Bagaimana perbandingan dari macam-macam corak pandang tasawuf ?
D. Tujuan
Untuk mengetahui penjelasan apa itu tasawuf dan juga pembagian-pembagian
tasawuf serta perbandingan dari macam-macam corak pandang tasawuf.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf
Tasawuf menurut bahasa, para ahli berselisih tentang asal kata tasawuf,
antara lain yakni shuffah (serambi tempat duduk) yaitu serambi masjid nabawi
di madina yang disediakan bagi orang-orang yang belum mempunyai tempat
tinggal dan juga kalangan muhajirin di masa Rasulullah SAW. biasa mereka
dipanggil dengan sebutan shuffah karena di serambi masjid itulah mereka
bernaung. Selanjutnya yakni shaf (barisan) yaitu kaum sufi mempunyai iman
kuat, jiwa bersih, ikhlas, dan juga senantiasa memilih barisan yang paling depan
dala sholat berjamah atau dala perang suci. Sedangkan pengertian tasawuf
menurut istilah adalah menurut para ahli, antara lain imam ghazali dala kitab
ihyaul ulumuddin, tasawuf merupakan ilmu yang didalamnya telah menjelaskan
cara-cara seseorang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf merupakan
budi pekerti yang mana barang siapa yang telah memberikan budi pekerti
kepadau ialah berarti telah memberikan bekal atas dirimu dalam bertasawuf,
oleh sebab itu hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk beramal serta
kesungguhan mereka dala melakukan suluk nur dengan nur (petunjuk) islam dan
ahli zuhud yang jiwanya menerima (perintah) untuk melakukan perilaku
(terpuji) sebab mereka telah melakukan suluk nur dengan (petunjuk) imannya.1
Tasawuf berarti semangat islam, karena semua hukum islam berdasarkan
landasan akhlak. Dalam hal ini hamka menyebutkan sebagai “tasawuf modern”
adalah “keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk kepada budi pekerti
yang terpuji”. Maksudnya yaitu membersihkan jiwa, mendidik dan juga
mempertinggi derajat budi serta menekankan segala kelobaan dan kerakusan ,
memerangi syahwat yang berlebihan dari keperluan untuk kesentosaan diri.
Selanjunya tasawuf “akhlak” ini dari awalnya dalam berberapa aspek utama, dan
juga mengatur sebagai mengikat doktrin Al-Qur’an melakukan ini dengan Sense
Of Presence Of God (rasa kehadiran tuhan) yang kuat. Penjelasan lainnya ini
tentang pengertian tasawuf ini yaitu hal yang tidak mudah, hal ini telah diakui

1
Muhammad husnur rofiq, “model pembentukan karakter berbasis tasawuf akhlaqi”, jurnal studi
pendidikan agama islam, vol. 1 (sepetember 2019), h. 74-75.

2
oleh para ahli tasawuf. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan spiritual pada
setiap pemahaman agama, aliran filsafat, dan peradaban dalan berbagai kurun
waktu. Maka dari itu wajar jika setiap orang menyatakan pengalaman pribadinya
dalam konteks pemikiran serta kepercayaan yang berkembang pada masyarakat.
Dan disamping itu juga, karena tasawuf yakni aspek esorotis yang telah
menekankan unsur batin yang sangat tergantung pada pengalaman spiritual
masing-masing dari perilaku induvidu, sehingga memang wajar bila pengertian
tasawuf yang muncul di kalangan para sufi seringkali telah ditemukan
perbedaan-perbedaan.2
B. Masa Pengembangan Tasawuf
Saat mempelajari dan mendeskripsikan sejarah, sejarawan menggunakan
berbagai metode. Metode yang umum digunakan adalah metode periodik dan
metode melihat perkembangan pemikiran umum atau peradaban dari waktu ke
waktu. Kemudian pada penelitian ini, penulis memilih untuk menggunakan
kedua metode tersebut. Oleh karena itu, nanti penulis akan memaparkan proses
perkembangan tasawuf mulai dari pembentukan, pengembangan, pemantapan,
filsafat hingga pemurnian. Pada setiap tahapan periode, pengarang juga akan
mencantumkan tahun atau abad, tokoh, dan gagasan yang dominan pada saat itu.
Singkatnya, di sini penulis menggunakan model pembahasan yang digunakan
Amin Syukur dalam bukunya Menggungat Tasawuf.
1. Masa formatif
Seperti disebutkan sebelumnya, pada masa awal Islam (Nabi dan
Khulafaur Rasyidin), istilah tasawuf tidak dikenal. Namun, bukan berarti
kebiasaan seperti puasa dan asketisme tidak ada. Hal itu dibuktikan
dengan perbuatan Abdullah bin Umar yang banyak berpuasa di siang hari
dan shalat atau membaca Al-Qur'an di malam hari. Teman lain yang
dikenal dengan hal ini antara lain Abu al-Darda', Abu Dzar al-Ghiffari,
Bahlul ibn Zaubaid dan Kahmas al-Hilali.3

2
Audah mannan, “esensi tasawuf akhlaki di era modernisasi”, jurnal aqidah, vol. IV (tahun 2018),
h. 37-38.
3
HM. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. II, 2002). Halm: 30.

3
Pada paruh kedua abad pertama Hijriah, Hasan Basri (642-728M), tokoh
Zahid terkenal pertama dalam sejarah sufi, muncul. Hasan Basri muncul
pertama kali, mengajarkan ajaran khauf (ketakutan) dan raja' (harapan),
dan beberapa guru kemudian meluncurkan gerakan yang bertujuan untuk
memperbaharui kehidupan spiritual umat Islam.4 Ajaran yang muncul
pada abad ini adalah khauf, raja', ju' (kurangi makan), kurangi bicara,
kurangi tidur, zuhud (menjauh dari dunia) khalwat (menyendiri), sholat
malam dan puasa siang hari, pantang, sederhana , tambahkan Al-Qur'an
dan bacaan lainnya. Zahid saat ini sangat kuat dalam memegang dimensi
luar Islam (Syari'ah) sekaligus menghidupkan dimensi batin
(Bathiniyyah).5 Kemudian pada Hijriyah pada abad kedua, muncul
seorang zahid perempuan dari Basrah-Irak Rabi'ah al-Adawiyah
(meninggal 801M/185H). Dia datang dengan doktrin cinta Allah (Hubb
al-Ilah).6

Dengan ajaran tersebut, ia pasrah sepenuhnya kepada Allah SWT,


tidak memiliki atau kehilangan harapan akan pahala dari surga, dan takut
akan ancaman neraka.Tasawuf pada abad ini tidak jauh berbeda dengan
abad sebelumnya yaitu asketisme. Namun, di abad ini Beberapa kata
benda yang rumit juga mulai muncul, antara lain kebersihan jiwa,
kemurnian hati, kebersihan jiwa, hidup dengan ikhlas, menolak
pemberian orang, bekerja mencari makan dengan usaha sendiri, berdiam
diri, memperbanyak dzikir dan riyadlah. Tokoh yang memperkenalkan
istilah tersebut antara lain Ali Syaqiq Al-Balkhy, Ma’ruf Al-Karkhy dan
Ibrahim ibn Adham.

2. Masa pengembangan

Periode perkembangan ini terjadi antara abad ke-3 dan ke-4 Masehi.
Dua tokoh terkemuka muncul selama periode ini, Abu Yazid al-
Bushthami (meninggal 261 M) dan Abu Mansur al-Hallaj (meninggal

4
Ibid.,
5
Ibid.,
6
Che Zarrina Binti Sa’ri, Tokoh Sufi Wanita Rabi’ah al-Adawiyyah: Motivator ke Arah Hidup Lebih
Bermakna, dalam Jurnal Usuluddin, Bil 12, 2007, h. 29-43.

4
309 M). Abu Yazid berasal dari Persia yang memberikan ajaran
Kefanaan (melelehkan atau menghancurkan perasaan), Liqa' (bertemu
dengan Allah SWT) dan Wahdah al-Wujud (kesatuan wujud atau
penyatuan hamba dengan Allah SWT). Sedangkan Al-Hallaj muncul
dengan teori Hulul (Tuhan yang menjelma), Nur Muhammad dan
Wahdat al-Adyan (kesatuan agama). Juga, para Sufi lain saat ini
berbicara tentang Wahdat al-Syuhud (keunikan kesaksian), Ittishal
(hubungan dengan Tuhan), Jamal wa Kamal (keindahan dan
kesempurnaan Tuhan) dan Insan al-kamil (manusia sempurna). Mereka
mengatakan bahwa semua ini tidak dapat dicapai tanpa latihan teratur
(Riyadhah).7 Selain muncul tasawuf yang cenderung ke arah syathahiyat,
ekspresi eksentrisitas atau ekstasi, dan semi-filosofis, Dikelola oleh
kedua tokoh tersebut, gerakan seruan yang dijalankan oleh Syekh Junaid
al-Baghdadi juga mulai bermunculan pada periode ini. Dia dengan ketat
mengisolasi ajaran tasawuf dari Al-Qur'an dan Sunnah dan mulai
meletakkan dasar-dasar tarekat, studi dan pengajaran tasawuf, Syekh,
Mursyid, Murid, dan jalan Murad.8 Dengan kata lain, ada dua mazhab
yang kontradiktif selama periode ini, Sufi Sunni (al-Junaid) dan sufi
semi-Far-Safis (Abu Yazid dan al-Hallaj). Juga harus dicatat bahwa
selama periode ini tasawwuf mencapai peringkat tertinggi dan paling
ditentukan dan menghasilkan tokoh-tokoh terkemuka yang berfungsi
sebagai model tasawuf selanjutnya.

3. Masa konsolidasi
periode yang terjadi selama abad V H. diadakan konsolidasi antara kedua
aliran pada masa sebelumnya, dan hal ini ditandai dengan adanya
kompetisi antar keduanya, yang kemudian dimenangkan oleh tasawuf
sunni dan menenggelamkan tasawuf falsafi. Dengan persaingan tersebut,
tasawuf saat ini dianggap sedang mengalami kebangkitan, masa di mana
tasawuf memantapkan dan kembali pada landasannya dalam Al-Qur'an

7
HM. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. II, 2002). Halm: 31-36.
8
Ibid.,

5
dan Hadits. Tokoh-tokoh dari periode ini antara lain al-Qusyairi (376-
465 SM), Al-Harawi (396 M) dan al-Ghazali (450-505 M).
Al-Qusyairi (376-465 M) dikenal sebagai teologis wal Jama'ah, pembela
sunnah Islam, yang mampu melakukan kompromi antara hukum Islam
dan hakikah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dia menekankan
bahwa kesehatan mental lebih penting daripada pakaian luar dengan
menekankan keduanya.
Al-Harawi (396 H), yang tegas dan tegas dalam pendekatan tasawufnya,
percaya bahwa orang yang suka mengucapkan syhahat, hatinya tidak bisa
Tenang, atau dengan kata lain, Shatarhart berasal dari kegelisahan.
Karena jika kedamaian itu tertanam dalam hati mereka, itu akan
mencegah seseorang berbicara aneh atau apa pun. Al-Ghazali (450-505
H), memilih tasawuf Sunni berdasarkan ajaran Ahlussunnah wal
Jama'ah, dan gaya tasawufnya bersifat psiko-moral, mengutamakan
pendidikan akhlak. Dia memiliki sikap negatif terhadap syatharah karena
dia memiliki dua kelemahan, kurangnya perhatian pada tindakan
eksternal dan makna aneh yang tidak dia mengerti.
4. Tahap falsafi (IV H)

Tasawuf Falsafi didasarkan pada tasawuf dan teori falsafi. Tasawuf


falsafi ini tentu saja dikembangkan oleh para filosof sufi. Menurut At-
Taftajani, Tasawuf falsafi tidak dapat dikategorikan sebagai tasawuf
dalam arti sebenarnya, karena teorinya selalu ditemukan dalam falsafi,
dan lebih condong ke panteisme. Pada saat yang sama, menurut Hamka,
tasawuf ini tidak bisa sepenuhnya disebut sebagai tasawuf, juga tidak
bisa disebut sebagai falsafi.9 Demi kejelasan, Ibnu Khaldun menjabarkan
objek-objek utama yang menjadi perhatian tasawuf falsafi ini dalam
empat elemen. Pertama, praktik perasaan, intuisi, dan refleksi yang
muncul darinya. Kedua, sifat-sifat yang diwahyukan dari alam ghaib,
seperti sifat-sifat rabbi, kursi, malaikat, nabi, roh halus, dan lain-lain.
Ketiga, peristiwa-peristiwa di alam dan alam semesta yang

9
Hamka, Tasawuf; Perkembangan dan pemurnian, (Jakarta: Pustaka, tt), halm: 76 dan 86.

6
mempengaruhi berbagai wujud ketuhanan atau luar biasa. Keempat,
terciptanya ungkapan yang sepintas tampak ambigu, dan yang dalam hal
ini menimbulkan reaksi publik, berupa mengingkarinya, menyetujui, dan
menginterpretasikannya.10 Tokoh yang terlibat falam aliran ini antara
lain: Ibn Arabi, Al-Hallaj, Al-Jilli, Ibnu Sab’in, As-Suwardi, dll.

5. Masa pemurnian

Pada saat pengaruh dan praktik tasawuf semakin meluas melalui


Tarekat, para sultan dan pangeran tidak segan-segan memperluas
perlindungan dan kesetiaan pribadi mereka. Dan mengancam akan
merusak reputasi baiknya dengan mencap penampilan bid'ah, takhayul,
mengabaikan hukum syariah dan hukum moral, menghina ilmu
pengetahuan, menghindari akal dengan menampilkan praktik irasional,
mengandalkan dukungan massa. Jimat dan adat istiadat, serta kekuatan
gaib, ditekankan.11 Oleh karena itu, Ibnu Taimiyah tampaknya
menyerang semua itu dengan menghidupkan kembali ajaran tasawuf
berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Keyakinan yang tidak biasa
diluruskan, seperti keyakinan kepada wali, khurafat, dan bentuk-bentuk
bid'ah umum lainnya. Menurut Ibn Taimiyah yang disebut wali (kekasih
Allah) adalah orang yang berperilaku baik (shaleh), istiqomah dengan
syari’ah Islamiyah.

Ibnu Taimiyah mengkritik ajaran Ittihad, Hulul dan Wahdat al-Wujud


karena menimbulkan kekafiran (ateisme), padahal ajaran tersebut berasal
dari orang-orang yang dikenal sebagai 'arif (orang yang mencapai tingkat
ma'rifat), ahli tahqiq (naturalis) dan monoteis (orang-orang dari keesaan
Tuhan). Pandangan ini harus datang dari mulut orang Yahudi dan
Kristen. Orang yang memegang pendapat ini sama dengan yang

10
Ibn Khaldun, Muqaddimah, terj Masturi Irham, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hal.
877.
11
Amin Syukur & Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2022),
halm: 17

7
membuatnya, yaitu kufur. Mereka yang mengikutinya karena
ketidaktahuan masih dianggap beriman.12
Perkembangan Tasawuf Masa Modern

Sejak awal abad ke-19, banyak orang, baik orientalis maupun


Muslim, berusaha memastikan asal-usul dan asal muasal tasawuf.
Padahal, asal usul dan asal usul adalah pertanyaan kompleks yang tidak
mudah dijawab. Pendapat ini didasarkan pada fakta bahwa banyak tokoh
sufi yang berasal dari Persia, seperti Markh Kalki dan Abu Yazid al-
Bustami. Terlepas dari kenyataan bahwa beberapa pendiri kelompok
tasawuf pertama berasal dari kelompok orang majusi.13 Kemajuan
gerakan sufi cepat sekali meluas. Dalam masa lima puluh tahun saja,
semua gerakan batik di Irak, kecuali gerakan Malamayitah di Khurasan,
telah memakai perkataan sufi. Dua abad kemudian, istilah sufi memiliki
pengertian tertentu sebagaimana yang biasa dipakai zaman sekarang.14
Menurut Fazlur Rahman, perkembangan sufisme sekarang boleh
dikatakan sebagai neo-sufisme yang lebih menitikberatkan pada
ajaran berupa tekanan kepada motif moral dan penerapan metode
dzikir dan muraqabah atau konsentrasi spiritual guna mendekati tuhan.
Objek dan kandungan konsentrasi itu diidentikan dengan doktrin
ortodoks dan tujuannya didefinisikan kembali sebagai penguat iman
pada akidah yang benar dan kemurnian moral. Jenis sufisme
ini cenderung untuk menhidupkan kembali aktifisme salafi dan
menanamkan kembali sikap positif terhadap dunia. Berbeda dengan
salafisme klasik yang lebih menekankan individudari pada
masyarakat, neo-sufisme mengalihkan pusat perhatian pada
rekonstruksi sosiomoral masyarakat muslim. Sebagaimana dengan
perjalanan tasawuf klasik sebagai cikal bakal neo-sufisme, maka dalam
perkembangannya tasawuf terutama pada abad III H, pengaruh eksternal
semakin terasa, antara lain dipengaruhi berbagai mazam corak budaya.

12
Amin Syukur & Mayharuddin, Intelektualisme…, halm: 32.
13
Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Pustaka, 2010) halm: 233.
14
Dadang Kahmad, Tarekat dalam Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2022), halm: 72.

8
Dampak dari hal tersebut melahirkab dua corak pemikiran tasawuf, yaitu
yang bercorak dengan materi dasarnya bersandar pada Al-Qur’an dan
Hadits dengan ide gagasan pada pembentukan moralitas, di back up
ulama moderat pada satu sisi, sedangkan sisi yang lainnya tasawuf yang
bercorak dengan materi dasarnya banyak bersumber dari filsafat dengan
kecenderungan pada materi hubungan manusia dengan Tuhannya, yang
diangkat ileh para filofof yang terkadang mengemukakan pengalaman
ekstasik-fananya dan ucapan-ucapan ganjil para sufi, ditandai dengan
banyak pemikiran spekulatif-metafisis, yaitu Al-Hulul, Wahdat Al-
Wujud, Al-Ittihad atau lainnya.

Dari penilaian di atas, untuk mempertegas sikap tersebut, maka tidak


mengherankan jika para sufi tidak mementingkan pemikiran tentang
masalah-masalah sosial, bahkan hanya terfokus pada aspek-aspek ibadah
saja. aspek eksternal ajaran Islam dengan pendekatan eksoteris dan
rasional. Ketika kondisi dan fenomena ini semakin melembaga,
pentingnya menghidupkan kembali identitas sufi yang menekankan
dimensi moral umat dengan merekonstruksi sejarah awal dan esensi
tasawuf diakui. Kesadaran ini, diungkapkan oleh Fazlur Rahman,
dikembangkan oleh Ibnu Taimiya dan muridnya Ibnu Qayim al-Jawziyah
dan oleh Fazlur Rahman dengan nama Neo-Sufisme atau Sufisme Baru.
Tampaknya tidak dapat dipisahkan dari apa yang disebut kebangkitan
agama. Kebangkitan ini juga merupakan kelanjutan dari penolakan kita
terhadap ketergantungan berlebihan pada teknologi sebagai produk
modernisasi. Modernitas dinilai tidak mampu memberikan kehidupan
yang bermakna bagi masyarakat. Oleh karena itu, banyak orang yang
kembali pada nilai-nilai agama karena salah satu fungsi agama adalah
memberi makna hidup.

Tasawuf modern tidaklah sama dengantasawuf yang dikenal pada


masa klasik,bagaimana masa klasik orang yang bertasawufdipandang
mereka yang sering mejalankankholwat mereka yang memisahkan diri
darikehudapan masyarat, ia mencari jalan sucidengan menyendiri,
maka pada zaman modernini, tasawuf tidak lah mereka

9
yangmengasingkan diri, tetapi ia jug masih dalamkehidupan
bermasyarakat sebab manusiaadalah mahkluk sosial yang penuh
akan budidan pekerti sebagaimana yang dikatakan olehsalah seorang
ahli Tasawuf yaitu Al-Junaid.Bahwa:“Tasawuf adalah membersihkan
hati dari apa saja yang menganggu perasaan mahluk, berjuang
menanggalkan pengaruh budi yang asal/Instink kita, memadamkan
sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan
hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada
ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal
menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang teguh janji
dengan Allah dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh Rasulullah dalam
hal syariat”.15

Demikian, Era postmodern yang dirundung berbagai krisis yang kian


memburuk di berbagai bidang kehidupan. Moral sosial turun dan
kejahatan meningkat. Kebangkitan kembali nilai-nilai religi tentu
menghidupkan kembali upaya revitalisasi karya-karya klasik dengan
pendekatan-pendekatan baru, termasuk dalam ranah tasawuf. Karya-
karya dalam bidang tasawuf karya penulis kontemporer seperti al-
Taftazani menunjukkan adanya garis lurus yang menegaskan bahwa
tradisi tasawuf tidak pernah lepas dari akar keislamannya.Ini
menunjukkan bahwa kebangkitan tasawuf kontemporer ditandai
dengan pendekatan yang sangat pesat antara spiritualisme tasawuf
dengan konsep-konsep Syariah. Tasawuf yang dianut dan
dikembangkan oleh sufi kontemporer nampaknya berbeda dari
sufisme yang difahami oleh kebanyakan orang selama ini yaitu
sufisme yang hampir lepas dari akarnya (Islam), cenderung
bersifatmemisah atau eksklusif. Menurut mereka, sufisme yang
berkembang kebelakangan ini, sebagaimana dinyatakan oleh Akhbar
S Ahmed, pasca-modernisme membawa kita kepada kesadaran betapa
pentingnya nilai keagamaan dan keperluan terhadap toleransi serta

15
Athoullah Ahmad, Diktat Ilmu Akhlak dan IlmuTasawuf, (Serang: Fakultas Syariah IAIN
Sunan GunungDjati, 1985), hal, 96.

10
perlunya memahami orang lain yang semuanya terdapat dalam
neosufisme.16 Tasawuf modern ini merupakan imbas dari
perkembangan pemikiran modern yang mengembangkan dimensi logika
rasional, sehingga berdampak serius terhadap karakteristik dari
Tasawuf modern ini, yang tentunya mau tidak mau Tasawuf modern
ini harus menyesuikan dengan perkembangan masa dan waktu serta
harus menyesuikan dengan kondisi dan situasi suautu tempat dimana
Tasawuf modern ini timbul dan berkembang, sehingga tidak terjadi
kesenjangan antara pengalaman Tasawuf ini dengan kondisi sosial
kemasyarakatan ditempat itu.

Karena dalam Tasawuf modern ini, yang merupakan pembeda dari


Tasawuf klasik adalah kemauan untuk memperbaiki kehidupan
sosial masyarakat yang sedang mengalami suatu krisis baik itu krisis
moral maupun krisis ekonomi. Jadi dalam tasawuf modern ini tidak
ada kehendak untuk mengasingkan dan bersikap eksklusif dari
masyarakat, berbeda jauh dengan Tasawuf klasik yang seringkali
pengamalannya itu dengan cara menjauhkan diri dari kontak sosial
dengan masyarakat, padahal kita diciptakan sebagai mahluk social
atau dalam Aristoteles-nya zoon politicon,yang tentunya memerlukan
mahluk lain dalam setiap interkasi kita.

C. Macam-Macam Tasawuf (Akhlaki, Amali, Dan Falsafi)


Setelah selesai mempelajari tentang pengertian dan juga masa
perkembangan tasawuf di atas kemudian, melanjutkan membahas tentang
mcama-macam tasawuf yakni dibagi menjadi tiga yaitu tasawuf akhlaki,
tasawuf amali dan tasawuf falsafi.

a. Tasawuf akhlaki
Kata “tasawuf” dalam bahasa Arab adalah bisa “membersihkan” atau
“saling membersihkan”. Kata “membersihkan” merupakan kata kerja yang
membutuhkan objek. Objek tasawuf adalah akhlak manusia. Kemudian kata

16
Hadi Saiful, Neosufisme (neosufisme modern) dalam perkembangannya, makalah, (Malang: UIN
Malang, 2011).

11
“ahlaq” juga berasal dari bahasa Arab yang secara bahasa bermakna
“pembuatan” atau “penciptaan”. Dalam konteks agama, akhlak bermakna
perangai, budi, tabiat, adab, atau tingkah laku. Menurut Imam Ghazali,
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun
pertimbangan. Jadi, jika kata “tasawuf” dengan kata “akhlak” disatukan,
akan terbentuk sebuah frase yaitu tasawuf akhlaki. Secara etimologi,
tasawuf akhlaki ini bermakna membersihkan tingkah laku atau saling
membersihkan tingkah laku.
Dalam tasawuf akhlaki terdapat sistem pembinaan akhlak yang
disusun sebagai berikut:
1. Takhalli.
Merupakan langkah pertama yang harus dijalani seseorang, yaitu
usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlak tercela. Hal
ini dapat tercapai dengan menjatuhkan diri dari kemaksiatan
dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan
hawa nafsu.
2. Tahalli.
Adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan
membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji.
Tahapan tahalli ini dilakukan setelah jiwa dikosongkan dari
akhlak-akhlak jelek.
3. Tajalli.
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui
pada fase tahalli, rangkaian pendidikan akhlak disempurnakan
pada fase tajalli. Tahap ini termasuk penyempurnaan kesucian
jiwa. Para sufi sependapat bahwa tingkat kesempurnaan
kesucian jiwa hanya dapat ditempuh dengan satu jalan, yaitu
cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu.
Tasawuf akhlaki juga memiliki karakteristik, yaitu sebagai berikut:

12
1. Melandaskan diri pada Alquran dan As-Sunnah. Dalam ajaran-
ajarannya, cenderung memakai landasan Qur’ani dan Hadis
sebagai kerangka pendekatannya.
2. Kesinambungan antara hakikat dengan syariat, yaitu keterkaitan
antara tasawuf (sebagai aspek batiniahnya) dengan fiqh (sebagai
aspek lahirnya).
3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan
antartuhan dan manusia.
4. Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak
dan pengobatan jiwa dengan cara latihan mental (takhalli,
tahalli, dan tajalli).
Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat. Terminologi-
terminologi yang dikembangkan lebih transparan.
Tokoh-tokoh tasawuf akhlaki sebagai berikut:
1. Hasan al-Bashri
2. Al- Muhasibi
3. Al- Ghozali
4. Al- Qusyairi
b. Tasawuf amali
Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tasawuf amali adalah seperti yang
dipraktekan di dalam kelompok tarekat, dimana dalam kelompok ini
terdapat sejumlah sufi yang mendapat bimbingan dan petujuk dari seorang
guru tentang bacaan dan amalan yang harus di tempuh oleh seorang sufi
dalam mencapai kesempurnaan rohani agar dapat berhubungan langsung
dengan Allah. Setiap kelompk tarekat memiliki metode, cara dan amalan
yang berbeda satu sama lain.
Kaum sufi amali adalah kaum sufi yang berkehendak “menyipati dirinya
sesuai dengan sifat Tuhan”, seperti apa yang digariskan dalam tradisi
kerasulan guna menyatukan kehendak-Nya, sehingga bisa mengatasi
kesulitan teoritis yang diakibatkan dilemma takdir dan kehendak bebas.
Mistik ini bisa dilihat sebagai suatu proses kehidupan praktis.

13
Berikut macam-macam maqom yang harus dilalui seorang sufi,
yaitu:
1. Al-Maqamat.
Untuk mencapai tujuan tasawuf seseorang harus menempuh
jalan yang panjang dan berat, perjalanan panjang dan berat
tersebut dapat di pelajari melalui tahapantahapan tertentu atau
yang biasa disebut dengan istilah al-Maqamat (stasiun=tahap-
tahap). Perjalanan panjang itu dibagi kepada 7 macam, yaitu:
AlTaubah, Al-Wara’, Al-Zuhd, Al-Shabr, Al-Tawakkal dan Al-
Ridho.
2. Al-Ahwal
Al-Ahwal adalah situasi kejiwaan yang diperoleh seseorang
sebagai karunia Allah, bukan dari usahanya. Mengenai jumlah
dan formasi al-Ahwal ini sebagian besar sufi berpendapat ada
delapan, yaitu: Al-Muraqabah, Al-Khauf, Al-Raja’, Al-Syauq,
Al-Uns, AlThoma’ninah, Al-Musyahadah dan Al-Yakin.
Tokoh-tokoh tasawuf Amali sebagai berikut:
1. Rabi’ah al-Adawiyah
2. Dzu Al-Nun Al-Mishri
3. Abu yazid al-Bustami
4. Abu Mnshur Al-Hallaj
c. Tasawuf Falsafi
Tasawuf sebagai jalan atau Latihan keras untuk mengembangkan
kesucian batin atau hati selain menarik bagi ulama-ulama yang tidak senang
dengan filsafat, juga menarik bagi sebagian ulama yang menguasai filsafat.
Dari sini muncul sejumlah sufi yang berlatar belakang disiplin ilmu
kefilsafatan. Hasilnya, pandangan-pandangan tasawuf mereka bernuansa
filosofis. Istilah untuk menyebut tasawuf model ini adalah tasawuf falsafi,
yakni corak tasawuf yang kaya dengan pandangan filsafat atau banyak
diwarnai pandangan-pandangan filosofis.Tasawuf falsafi adalah tasawuf
yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional
pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaki, tasawuf falsafi

14
menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi
falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah
memengaruhi para tokohnya.
Menurut At-Taftazani, tasawuf falsafi mulai muncul dalam
khazanah Islam sejak abad keenam Hijriah, meskipun para tokohnya baru
dikenal setelah seabad kemudian. Sejak saat itu, tasawuf jenis ini terus hidup
dan berkembang terutama di kalangan para sufi yang juga filsuf, sampai
menjelang akhir-akhir ini. Menurut At-Taftazani, ciri umum tasawuf falsafi
adalah ajarannya yang samar-samar akibatbanyaknya istilah khusus yang
hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf jenis ini.
Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan
metodenya didasarkan pada rasa (dzauq), tetapi tidak dapat pula
dikategorikan sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena
ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi
pada panteisme.
Upaya pengungkapan secara verbal pengalaman sufistik (spiritual) dalam
dokstrin filosofis menjadikan tasawuf jadi suatu pengalaman spiritual yang
dibahaskan dan terumuskan, tentu dengan keterbatasan bahasa yang ada.
Dari sinilah muncul apa yang disebut tasawuf falsafi. Kalangan sufi falsafi
mengembangkan konsep filosofis, teosofis, dan metafisika mengenai
realitas ketuhanan, penciptaan alam materi, kedudukan umat manusia di
jagad raya yang diciptakan oleh Tuhan, dan teori kebersatuan manusia
dengan Tuhan (wahdatul wujud). (Lapidus,2000: 173-174). Tasawuf jenis
ini biasanya menggabungkan tasawuf dengan berbagai aliran mistik yang
berasal dari lingkungan di luar islam. ()
Tasawuf falsafi memiliki karakteristik yaitu sebagai berikut:
1. Mendasarkan ajarannya pada Al-Qur’an dan Sunnah namun
mereka menambahkan dengan pemikiran filsafat. Mereka
kemudian menggabungkan antara pemikiran rasional dan
pengalaman spiritual.

15
2. Memiliki dokstrin kontroversial ittihad, hulul dan wihdatul
wujud, yang dalam pandangan tasawuf sunni bertentangan
dengan AL-Qur’an dan Sunnah.
3. Mereka kebanyakan secara ideologis berasal dari kalangan
Syi’ah.
4. Memiliki penjelasan rumit dan Bahasa mistik “eksklusif” dalam
dolstrin tasawufnya.
Tokoh-tokoh tasawuf falsafi sebagai berikut:
1. Ibnu Arabi
2. Al-Jili
3. Ibnu Sab’in

D. Perbandingan Dari Macam-Macam Corak Pandang Tasawuf


1. Tasawuf akhlaki
Taswauf ini lebih berkonsentrasi pada perbaikan akhlak,
mencari hakikat kebenaran dengan metode-metode yang telah
ditentukan. Tasawuf Akhlaki, juga dikenal sebagai Tasawuf Sunni,
adalah bagian dari tasawuf yang mengelilingi dirinya dengan
Hadits dan Al-quran. Manusia memiliki kapasitas kebajikan
(karakter mulia) dan kapasitas kejahatan (karakter tercela). Ada
kemungkinan untuk kebaikan adalah Al-qalb (hati) dan al-'aql
(pikiran). Sementara nafsu, yang dibantu oleh setan, memiliki
kemampuan untuk menjadi jahat.
Pokok-pokok ajaran Tasawuf Akhlaki ada 3 yaitu takhalli,
tahalli, dan tajalli. Menghilangkan perilaku yang tercela lebih
diprioritaskan di lingkungan Takhalli. Langkah ini merupakan
langkah pengisian dari sikap lanjutan dari langkah takhalli untuk
wilayah tahalli. Pada tahap ini, seseorang harus mengisi amal saleh
seperti tobat, khauf dan raja', zuhud, fakir, sabar, muraqabah, dan
lain-lain. Dan terakhir, wilayah tajalli merupakan ikhtiar atau hasil

16
riyadhah jangka panjang, khususnya dalam bentuk mentalitas yang
terfokus pada ilmu Allah (marifah).17
2. Tasawuf falsafi
Meski tokoh-tokohnya baru diketahui satu abad kemudian,
tasawuf filosofis ini mulai tampak jelas dalam literatur Islam sejak
abad VI Hijriah. Tasawuf yang bersifat falsafi masih hidup dan subur
di abad ini, terutama di kalangan para sufi yang sampai saat ini juga
adalah para filsuf. kombinasi tasawuf dengan filsafat dengan
sendirinya telah menyebabkan ajaran tasawuf falsafi bercampur
dengan filsafat budaya selain Islam, termasuk Yunani, Persia, India,
dan Kristen. Namun keunikannya sebagai bentuk tasawuf tetap
dipertahankan. Para tokohnya terus berusaha untuk menjaga
kemandirian ajarannya.
Tasawuf falsafi pada umumnya adalah tasawuf yang ajarannya
mencampurkan pandangan mistik dan rasional atau logika. Ajaran
falsafi lebih fokus pada teori-teori yang sulit dan menuntut. Ajaran
mereka menggabungkan wawasan mistis dengan logika dan
pemahaman yang lebih dalam tentang motivasi mereka. Ajaran atau
istilah-istilah yang sering muncul adalah wahdat al wujud, wahdat
al adyan, wahdat asyuhud, hulul, fana’, liqa’, ittishal, ittihad,
isyraqiyyah, Nur Muhammad dan cinta.18
Objek utama yang menjadi perhatian tasawuf falsafi menurut Ibnu
kaldun ada empatperkara, yaitu:
1. Latihan rohani dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang
timbul dalam dirinya.
2. Misalnya, sifat-sifat Rabbani, 'arasy, kursi, malaikat, wahyu
kenabian, ruh, sifat realitas segala sesuatu yang berwujud, yang
ghaib dan yang tampak, dan komposisi kosmos, khususnya
tentang pencipta dan ciptaannya, adalah contoh iluminasi atau
sifat yang terungkap dari dunia gaib.
3. Kejadian alam dan kosmos yang berdampak pada berbagai
macam kekeramatan atau keluarbiasaan.

17
Rafli Kahfi, Siti Nur Aisyah, Hijriyah, Dwi Rizki nabila nasution. (2023) Klasifikasi tasawuf: Amali,
Falsafi, Akhlaki. (Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol. 5 No. 1, hal. 4077.
18
Devi Umi Solehah, Haidar Putra Daulay, Zaini Dahlan. (2021) Konsep Pemikiran tasawuf Falsafi
(ittihad, Hulul dan Wahdatul Wujud). Islam dan Contemporary Issues. 1(2), hal 5-6.

17
4. Penemuan ungkapan samar-samar (syatahiyyat) dengan makna
awal yang rancu yang dalam hal ini menimbulkan reaksi
masyarakat berupa penyangkalan, pembatalan, atau penafsiran

3. Tasawuf amali
Tasawuf secara keseluruhan, atau 'amali, dapat dilihat
sebagai tasawuf yang lebih mengajarkan perilaku yang benar dalam
kaitannya dengan pelaksanaan ibadah kepada Allah. Didalamnya
menekankan bagaimana melakukan hubungannya dengan Allah
melalui zikir atau wirid yang penuh harapan mendapatkan ridha
Allah SWT. Amali merupakan jenis tasawuf yang mendorong
mujahadah dengan memberantas sifat-sifat yang tercela, mengubah
semua penghalang itu, dan menghadapkan seluruh penderitaan
kepada Allah SWT saja. Oleh karena itu, penekanan tasawuf amali
ini lebih pada prosedur spiritual daripada teori. Dengan kata lain,
pengamalan tasawuf bukan sekedar pengetahuan teori melainkan
langsung dipraktekkan dalam shalat. seperti memeperbanyak
amalan-amlan seperti wirid dan lainnya.19
Tasawuf amali mempunyai ciri sebagai berikut:
1. Dia mendasarkan ajarannya pada Al-Qur'an dan As-Sunnah dan
puas dengan pembenarannya, sehingga dia tidak merasa perlu untuk
mendukung ajaran sufistiknya dengan pembenaran filosofis.
2. Menekankan nilai tarekat, syariah, dan hakekat dalam ibadah.
3. Tuhan juga sementara.
4. Lugas dan mudah dikenali oleh kebanyakan orang serta tidak
menggunakan teori-teori tasawuf yang rumit atau sulit.
5. Menganut paham al-kasysyaf dan al-musyahadah dengan menolak
paham ittihad, hulul, dan wahdatul balik (pengungkapan langsung dan
kesaksian).
6. Sebagian besar adalah kelompok Sunni.

19
Rafli Kahfi, Siti Nur Aisyah, Hijriyah, Dwi Rizki nabila nasution. (2023) Klasifikasi tasawuf: Amali,
Falsafi, Akhlaki. (Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol. 5 No. 1, hal. 4076.

18
Sedangkan jalan menuju untuk mendekatkan diri kepada Allah, ada
yang perlu diketahu. Antara lain:
1. Maqamat, seorang mubtadi harus menempuh jalan yang jauh dan
sulit untuk mencapai tujuan tasawuf. Dan untuk itu harus
melakukan banyak amal dan pengorbanan, baik secara fisik
maupun mental, melewati dahapan yang dikenal dengan nama
maqam.
2. Al-Ahwal, kondisi psikologis sesorang atas karunia Allah bukan
dari usahannya sendiri. Kondisi mental ini muncul secara tidak
mennetu, terkadang datang dan perge terlalu cepat. Sebagaimana
dengan maqam dalam jumlah dan formasi yang berbeda.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya, perkembangan ilmu tasawuf ini telah terjadi
disebabkan adanya perbedaan pendapat para sufi. Yang mana telah
menimbulkan berbagai macam paham pada dunia kesufian. Paham-paham
tersebut telah memiliki tujuannya sendiri yang berlainan, sehingga terjadi
perbedaan yang mencolok antara paham yang satu dengan yang lain.
Tasawuf diciptakan sebagai media dalam mencapai maqashid al-syar’i
(tujuan-tujuan syara’). Maka dari itu bertasawuf itu pada hakikatnya telah
melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain
sebagainya yang mana telah dilakukan untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT.
B. Saran
Tentunya kami sebagai penulis menyadari dalam menyusun
makalah ini banyak kesalahan dan kami mengharapkan kepada teman-
teman untuk memberikan pada makalah ini. Semoga bermanfaat untuk para
pembaca dan dalam pembuatan makalahnya lebih baik kedepannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Kahfi, Rafli. Dkk. “ Klasifikasi Tasawuf: Amali, Falsafi, Akhlaki”. Jurnal


Pendidikan Dan Konseling. (Tahun 2023). Vol. 5: 4076.
Kahfi, Rafli. Dkk. “Klasifikasi Tasawuf: Amali, Falsafi, Akhlaki”. Jurnal
Pendidikan Dan Konseling. (Tahun 2023). Vol. 5: 4077.
Mannan, Audah. “Esensi Tasawuf Akhlaki Di Era Modernisasi”. Jurnal
Aqidah-Ta. (Tahun 2018). Vol. IV: 37-38.
Rofiq, Muhammad Husnur. “Model Pembentukan Karakter Berbasis
Tasawuf Akhlaqi”. Jurnal Studi Pendidikan Agama Islam. (Tahun
2019). Vol. 1: 74-75.
Solehah, Devi Umi. Dkk. “Konsep Pemikiran Tasawuf Falsafi (Ittihad,
Hulul Dan Wahdatul Wujud). Islam Da Contemporary Issues. Vol.
1: 5-6.
Syukur, HM Amin. “Menggugat Tasawuf: Sufisme Dan Tanggung Jawab
Sosial Abad 21”.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet II. (2002), H. 30.
Sa’ri, Che Zarrina. Tokoh Sufi Wanita Rabi’ah Al-Adawiyah: Motivator Ke
Arah Hidup Lebih Bermakna”. Jurnal Usuluddin. (Tahun 2007),H.
29-43.
Hamka. “Tasawuf Perkembangan Dan Pemurnian”. Jakarta: Pustaka, Tt. H.
76-86.
Khaldun, Bn. “Muqaddimah, Terj Masturi Irham”.Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar. (Tahun 2001), H. 877.
Syukur, Amin. Dan Masyharuddin. “Itelektualitas Tasawuf”. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. (Tahun 2022), H. 17.
Rahman, Fazlur. “Islam”. Bandung: Pustaka. (Tahun 2010),H. 233.
Kahmad, Dadang. “Tarekat Dalam Islam”.Bandung Pustaka. (Tahun
2022),H. 72.
Ahmad, Athoullah. “Diktat Ilmu Akhlak Dan Ilmu Taswuf”. Serang:
Fakultas Syariah IAIN Sunan Gunug Djati 1985. H. 96.
Saiful, Hadi. “Neousufisme (Neosufisme Modern) Dalam
Perkembangannya”. (Tahun 2011).

21

Anda mungkin juga menyukai