Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PENGERTIAN ILMU TASAWUF MENURUT BAHASA DAN


ISTILAH

Makalah Ini disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Pada Mata Kuliah
“Akhlaq Tasawuf”

Dosen Pengampu:
Hakin Najili, S.H.I, M.Pd

Disusun Oleh:
Nama : Engkus
NIM : 12519.6303

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM HASEENA BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Rasa syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah mengkaruniakan


nikmat-Nya kepada kita sekalian, atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya
penyusun dapat menyelesaikan makalah yang merupakan tugas pada mata kuliah
“Akhlaq Tasawuf” dengan dosen pengampu Hakin Najili, S.H.I, M.Pd. Makalah
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas. Sholawat beserta
salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlaksana
dengan baik tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Penyusun
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dalam membantu menyelesaikan
makalah ini.
  Akhir kata, penyusun menyadari masih banyak kekurangan pada
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun khususnya, dan pembaca pada umumnya.

Bandung, 22 Februari 2020


Penulis,

Engkus

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................1


B. Rumusan Masalah............................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf Secara Lughawi...............................................2


B. Pengertian Tasawuf Berdasarkan Istilah..........................................3
C. Dasar-dasar Tasawuf Dalam Al-Qur’an dan Hadits........................4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................8
B. Saran.................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tasawuf merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan umat islam.
Ia merupakan unsur spiritual dari ajaran islam yang menyebabkan kehidupan lebih
bermakna. Tasawuf memang belum terdefinisikan secara tegas dimasa awal
ke;ahiran islam. Namun, indikasi adanya tasawuf sudah dirasakan sejak zaman
Nabi. Tasawuf berkembang setelah islam tersebar keberbagai pelosok dunia,
bahkan kemudian menjadi unsur yang dominan dalam islam.

Makalah ini merangkum hal-hal yang berkaitan dengan tasawuf, mulai


dari tokoh-tokoh yang merumuskan dasar-dasarnya, pandangan mereka tentang
hakikat hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, pengaruh terhadap kehidupan
politik umat islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian tasawuf secara lughawi?

2. Apa itu pengertian tasawuf secara istilah?

3. Apa itu dasar-dasar tasawuf dalam al quran dan hadis?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu pengertian tasawuf secara lughawi.

2. Untuk mengetahui apa itu pengertian tasawuf secara istilah.

3. Untuk mengetahui apa itu dasar-dasar tasawuf dalam al quran dan hadis?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN TASAWUF SECARA LUGHAWI


Tasawuf secara etimologis berasal dari kata bahasa arab, yaitu
tashawwafa, Yatashawwafu, selain dari kata tersebut ada yang menjelaskan bahwa
tasawuf berasal dari kata Shuf yang artinya bulu domba, maksudnya adalah bahwa
penganuttasawuf ini hidupnya sederhana, tetapi berhati mulia serta menjauhi
pakaian sutra dan memaki kain dari buku domba yang berbulu kasar atau yang
disebut dengan kain wol kasar. Yang mana pada waktu itu memaki kain wol kasar
adalah symbol kesederhanaan..

1. Kata shuf tesebut tersebut juga diartikan dengan selembar bulu yang
maksudnya para Sufi dihadapan Allah merasa dirinya hanya bagaikan selembar
bulu yang terpisah dari kesatuannya yang tidak memiliki arti apa-apa.

2. Kata tasauwf juga berasal dari kata Shaff yang berarti barisan, makna kata
shaff ini diartikan kepada para jamaah yang selalu berada pada barisan terdepan
ketika shalat, sebagaimana shalat yang berada pada barisan terdepan maka akan
mendapa kemuliaan dan pahala. Maka dari itu, orang yang ketika shalat berada di
barisan terdepan akan mendapatkan kemuliaan serta pahala dari Allah SWT.

3. Tasawuf juga berasal dari kata shafa yang berarti jernih, bersih, atau suci,
makna tersebut sebagai nama dari mereka yang memiliki hati yang bersih atau
suci, maksudnya adalah bahwa mereka menyucikan dirinya dihadapan Allah SWT
melalui latihan kerohanian yang amat dalam yaitu dengan melatih dirinya untuk
menjauhi segala sifat yang kotor sehingga mencapai kebersihan dan kesucian pada
hatinya.

4. Adapun yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Shuffah yaitu
serambi masjid nabawi yang ditempati sebagian sahabat Rasulullah. Maknanya
tersebut dilatar belakangi oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud dan
konsentrasi beribadah hanya kepada Allah SWT serta menimba ilmu bersama
Rasulullah yang menghuni masjid Nabawi. Sekelompok sahabat tersebut adalah

2
3

mereka yang ikut berpindah bersama Rasulullah dari Mekah ke Madinah dengan
keadaan mereka kehilangan harta dan dalam keadaan miskin.

B.     PENGERTIAN TASAWUF BERDASARKAN ISTILAH


Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri,
berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju
keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji
Allah dan mengikuti syari’at Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai
keridhaan-Nya, (Harun Nasution, 1992: 58)

Pengertian tasawuf menurut terminologi dari para ahli sufi juga terdapat
varian-varian yang berbeda. Hal ini dapat dijelaskan dari berbagai pandangan sufi
berikut:

1. Menurut Imam Junaid

`Menurut seorang sufi yang berasal dari Baghdad dan bernama Imam
Junaid, Tasawuf memiliki definisi sebagai mengambil sifat mulia dan
meninggalkan setiap sifat rendah.

2. Menurut Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah seorang syekh yang berasal dari
Afrika Utara. Sebagai seorang sufi ia mendefinisikan tasawuf sebagai proses
praktek dan latihan diri melalui cinta yang mendalam untuk ibadah dan
mengembailikan diri ke jalan Tuhan.

3. Sahal Al-Tustury

Sahal Al Tustury mendefinisikan tasawuf sebaai terputusnya hubungan


dengan manusia dan memandang emas dan kerikil. Hal ini tentu ditunjukkan
untuk terus menerus berhubungan dan membangun kecintaan mendalam pada
Allah SWT.

4. Syeikh Ahmad Zorruq

Menurut Syeikh Ahmaz Zorruq yang berasal dari Maroko, Tasawuf adalah
ilmu yang dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata untuk Allah
dengan menggunakan pengetahuan yang ada tentang jalan islam. Pengetahuan ini
dikhususkan pada pengetahuan fiqh dan yang memiliki kaitan untuk mempebaiki
amalan dan menjaganya sesuai dengan batasan syariah islam. Hal ini ditujukan
agar kebikjasanaan menjadi hal yang nyata.
4

Secara Umum
Dari pengertian tasawuf secara etimologi dan terminologi dapat diambil
kesimpulan bahwa Tasawuf adalah pelatihan dengan kesungguhan untuk dapat
membersihkan, memperdalam, mensucikan jiwa atau rohani manusia. Hal ini
dilakukan untuk melakukan pendekatan atau taqarub kepada Allah dan dengannya
segala hidup dan fokus yang dilakukan hanya untuk Allah semata.

C.     DASAR-DASAR TASAWUF DALAM AL-QUR’AN DAN HADIS


1.      Landasan Al-Qur’an
Secara umum, ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan
batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada
gilirannya nanti melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat
perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan As-sunnah
serta praktek kehidupan nabi dan para sahabatnya. Al-Qur’an antara lain berbicara
tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan Tuhan.
Hal itu misalnya difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 54
yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang


murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah
lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang
kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang
yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha
mengetahui”.   

Tafsir jalalaen :
5

Hai orang-orang yang beriman! Siapa yang murtad) yartadda pakai idgam
atau tidak; artinya murtad atau berbalik (di antara kamu dari agamanya) artinya
berbalik kafir; ini merupakan pemberitahuan dari Allah swt. tentang berita gaib
yang akan terjadi yang telah terlebih dahulu diketahui-Nya. Buktinya setelah Nabi
Muhammad saw. wafat segolongan umat keluar dari agama Islam (maka Allah
akan mendatangkan) sebagai ganti mereka (suatu kaum yang dicintai oleh Allah
dan mereka pun mencintai-Nya) sabda Nabi saw., "Mereka itu ialah kaum orang
ini," sambil menunjuk kepada Abu Musa Al-Asyari; riwayat Hakim dalam
sahihnya (bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap
keras) atau tegas (terhadap orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah dan
tidak takut akan celaan orang yang suka mencela) dalam hal itu sebagaimana
takutnya orang-orang munafik akan celaan orang-orang kafir. (Demikian itu)
yakni sifat-sifat yang disebutkan tadi (adalah karunia Allah yang diberikan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Luas) karunia-Nya (lagi
Maha Mengetahui) akan yang patut menerimanya. Ayat ini turun ketika Ibnu
Salam mengadu kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah! Kaum kami telah
mengucilkan kami!"

Kalau kita teliti lebih mendalam semua tingkatan dan keadaan yang dilalui
para sufi (yang ada pada dasarnya merupakan objek tasawuf), kita banyak
menemukan landasannya dalam Al-Qur’an. Berikut ini akan kami kemukakan
ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan sebagian tingkatan dan keadaan para
sufi.

Tingkatan zuhud, misalnya (yang banyak diklaim sebagai awal


beranjaknya tasawuf), telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 77
yang artinya:

“Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sementara, dan akhirat itu


lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa”.

Sementara tingkatan takwa berlandaskan pada firman Allah pada surat Al-
Hujurat ayat 13 yang artinya:
6

“Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah


ialah orang yang paling takwa di antara kamu”.

Tingkatan tawakal, menurut para sufi, berlandaskan pada firman-firman


Allah antara lain surat At-Thalaq ayat 3 yang artinya:

“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah mencukupkan


(keperluan)nya”;

dan surat Az-Z-umar ayat 39 yang artinya:

“Dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman itu


bertawakal”.

Tingkatan syukur antara lain berlandaskan kepada firman Allah surat


Ibrahim ayat 7 yang artinya:

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti kami akan menambahkan


(nikmat) kepadamu”.

Tingkatan sabar berlandaskan pada firman Allah surat Al-M’minun ayat


55 yang artinya:

“Maka bersabarlah kamu karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan
mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu
pada waktu petang dan pagi”.

dan surat Al-Baqarah ayat 155 yang artinya:

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.

Tingkatan rida berdasarkan pada firman Allah surat Al-Maidah ayat 119


yang artinya:

“Allah rida terhadap mereka, dan merekapun rida terhadap-Nya”.

2.      Landasan Hadis
Dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Juga terdapat petunjuk yang
menggambarkan bahwa beliau adalah sebagai seorang sufi. Nabi Muhammad
7

telah mengasingkan diri ke Gua Hira menjelang datangnya wahyu. Beliau


menjauhi pola hidup kebendaan yang pada waktu itu diagung-agungkan oleh
orang Arab tengah tenggelam di dalamnya, seperti dalam praktek perdagangan
dengan prinsip menghalalkan segala cara.

Selama di Gua Hira, Rasulullah hanyalah bertafakur, beribadah, dan hidup


sebagai seorang zahid. Beliau hidup sangat sederhana, terkadang mengenakan
pakaian tambalan, tidak makan atau minum kecuali yang halal, dan setiap malam
senantiasa beribadah kepada Allah.[2]
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasawuf adalah pelatihan dengan kesungguhan untuk dapat
membersihkan, memperdalam, mensucikan jiwa atau rohani manusia. Hal ini
dilakukan untuk melakukan pendekatan atau taqarub kepada Allah dan dengannya
segala hidup dan fokus yang dilakukan hanya untuk Allah semata.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya dan
dari segi isi juga masih perlu ditambahkan. Oleh karena itu, penyusun sangat
mengharapkan kepada para pembaca makalah ini agar dapat memberikan kritikan
dan masukan yang bersifat membangun.

8
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai