Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TASAWUF

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Akhlak Tasawuf.

Dosen : Hasan Basri, S.Pd.I., M.Pd

Oleh :

Kelompok 4

Muh. Abi Kholidin (20320130)

Ade Darsi Jamir (20320126)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

INTITUT AGAMA ISLAM (IAI)

AS’ADIYAH SENGKANG

2023

ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang Maha Memberikan Keberkahan
pada seseorang yang senantiasa menggunakan akalnya untuk berfikir sebagai tanda kesyukuran
kepadanya serta Tuhan yang memberikan hidayah kepada manusia sehingga senantiasa
bersyukur kepadanya karena waktu dan kesehatan yang telah ia berikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Akhlak Tasawuf yang berjudul “Tasawuf” ini
tepat waktu.

Sholawat dan salam semoga tetap terucapkan dari lisan kita kepada baginda Nabi
Muhammad SAW. Yang telah merubah peradaban dari masa Jahiliyah menjadi masa yang
cemerlang akan ilmu pengetahuan.

Terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi
kami maupun pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini, maka kami mengharapkan saran dan
kritik guna perbaikan dimasa yang akan datang dan dapat membangun.

Sengkang, 26 Oktober 2023

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................2
C. TUJUAN......................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................3
A. PENGERTIAN TASAWUF.........................................................................................3
B. SEJARAH TASAWUF................................................................................................4
C. AJARAN TASAWUF PADA MASA AWAL............................................................8
BAB III.......................................................................................................................................9
KESIMPULAN...........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Salah satu ilmu yang membantu dalam menghasilkan sumber daya manusia yang hebat
adalah ilmu tasawuf. Ilmu ini terhubung secara berantai dengan dunia luar dan ilmu-ilmu
lain yang tidak dapat dipisahkan seperti tubuh dan pikiran. Pengetahuan ini disebut juga
pengetahuan spiritual.

Ilmu itu ada dua macam, yaitu ilmu yang ada di hati dan ilmu yang bermanfaat, dan
ilmu yang diucapkan dengan lidah dan merupakan ilmu bukti/hukum bagi anak cucu Adam.
Dikatakan oleh Abi Syaba dan Hakim Hassan dan Syaikh al-Manawi bahwa ilmu batin
berasal dari hati dan ilmu Zahir berasal dari lidah. Tasawuf sebagai inti atau dimensi batin
wahyu Islam merupakan upaya batin yang mulia untuk mencapai tauhid. Semua umat Islam
percaya pada kesatuan yang diungkapkan dalam Syahadat.

Istilah tasawuf sudah tidak asing lagi di kalangan ulama Islam, baik di Indonesia
maupun di negara lain. Tasawuf disebut dengan tasawuf atau tasawuf Islam. Tasawuf juga
populer sebagai ilmu pengetahuan langsung tentang Tuhan yang ajaran dan metodenya
bersumber dari Al-Qur'an dan al Hadits, inspirasi orang bertakwa, serta kasyf (pembukaan
hati) orang-orang yang "berakal". Tasawuf memang telah menjadi kajian ilmiah yang
dikagumi banyak ulama. Karena pesan moral dimulai dari hubungan antar manusia, hingga
hubungan manusia dengan Tuhan.

Dalam kajian awal ilmu tasawuf, seseorang akan sering dikenalkan pada tingkatan
ibadah atau ketaqwaan kepada Allah SWT. yaitu syariat, tarekat, hakikat dan makrifat. 3
Para sufi sering membedakan makna dari tingkatan-tingkatan tersebut.

Tingkat pertama adalah hukum Syariah yang merupakan elemen paling dasar dari
agama yang bertujuan untuk meningkatkan praktik eksternal. Tingkatan kedua adalah
tarekat, yaitu “jalan” yang diikuti oleh para sufi, dan dapat digambarkan sebagai jalan yang
bersumber dari syariat, karena jalan pertama disebut syar’, sedangkan jalan kedua disebut
tariq.

1
Menurut Mukhtar Solihin dan Rosihon Anwar mengutip pernyataan L. Massignon
yang dikutip Aboe Bakar Atjeh, tarekat sufi mempunyai dua makna. Pertama, sarana
pendidikan moral dan spiritual bagi mereka yang ingin menjalani kehidupan sufi. Arti
kedua, tarekat berarti gerakan menyeluruh yang bertujuan untuk memberikan latihan mental
dan fisik kepada sekelompok umat Islam menurut ajaran dan keyakinan tertentu.

Tingkat ketiga adalah alam, yaitu hukum batin yang bertujuan untuk menyucikan jiwa
manusia. Jadi, jika syariat lebih menekankan pada tindakan eksternal, maka alam lebih
menekankan pada apresiasi internal. Dengan cara ini, praktik eksternal tidak akan
kekurangan apresiasi internal. Penghayatan batin inilah yang akan menjadi dasar munculnya
hakikat. Keseimbangan antara ketiga aspek di atas merupakan hal yang mutlak di mata para
sufi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian tasawuf?


2. Bagaimana sejarah tasawuf?
3. Bagaimana ajaran tasawuf pada masa awal?

C. TUJUAN

1. Apa pengertian tasawuf?


2. Bagaimana sejarah munculnya tasawuf?
3. Bagaimana ajaran tasawuf pada masa awal?

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TASAWUF

Makna tasawuf dan asal usulnya tergantung fokusnya disajikan dalam buku
“Menajamkan Mata Hati (Dalam Melihat Allah)”. Jihaduddin Rafqi al-Hanif
menerjemahkan pendapat dari Ahmad ibn Atayla sebagai berikut:

1) Berasal dari kata “Suffah” : segolongan sahabat-sahabat Nabi yang menyisihkan


dirinya di serambi masjid Nabawi, karena di serambi itu para sahabat selalu duduk
bersama-sama Rasulullah untuk mendengarkan fatwa-fatwa beliau untuk disampaikan
kepada orang lain yang belum menerima fatwa itu.
2) Berasal dari kata “Suufatun” : bulu binatang, sebab orang yang memasuki tasawuf itu
memakai baju dari bulu binatang dan tidak senang memakai pakaian yang indahindah
sebagaimana yang dipakai oleh kebanyakan orang.
3) Berasal dari kata “Suuf al sufa’” : bulu yang terlembut, dengan dimaksud bahwa
orang sufi itu bersifat lembut-lembut.
4) Berasal dari kata “Safa’” : suci bersih, lawan kotor. Karena orang-orang yang
mengamalkan tasawuf itu, selalu suci bersih lahir dan bathin dan selalu meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang kotor yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah.
Secara linguistik, ada beberapa kata atau istilah yang diasosiasikan para ahli untuk
menjelaskan kata “tasawuf”. Harun Nasution menyebutkan lima istilah yang berkaitan
dengan tasawuf: al-suffah (kaum as-Suffa) yaitu kaum yang hijrah bersama Nabi dari
Mekkah ke Madinah, saf (barisan), sufi (orang suci) dan Sophos merupakan Bahasa Yunani
yang artinya Hikmat dan Suf (kain wol). Dari segi kebahasaan dapat dipahami bahwa
tasawuf adalah suatu keadaan batin yang selalu menjaga kesucian diri, menunaikan ibadah,
hidup sederhana, siap berkorban demi kebaikan dan selalu berperilaku bijaksana. Sikap jiwa
seperti ini sebenarnya merupakan akhlak yang mulia.

Pengertian tasawuf menurut istilah atau pendapat para ahli mengacu pada tiga sudut
pandang, yaitu pandangan manusia sebagai makhluk yang terbatas, manusia sebagai
makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang beriman kepada Tuhan.

3
Jika kita melihat tasawuf dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka
tasawuf dapat diartikan sebagai upaya mensucikan diri dengan menjauhkan diri dari
pengaruh kehidupan duniawi dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah. Kemudian jika
kita memandang manusia sebagai makhluk yang perlu berjuang, maka tasawuf dapat
diartikan sebagai upaya menghiasi diri dengan akhlak yang berdasarkan ajaran agama guna
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jika kita menganggap manusia sebagai makhluk Ilahi,
maka tasawuf dapat diartikan sebagai kesadaran akan Fitrah (Ketuhanan), yang dapat
membimbing jiwa untuk fokus pada aktivitas yang dapat menghubungkan manusia dengan
Tuhan.

Jika ketiga pengertian tasawuf di atas saling berkaitan satu sama lain, maka langsung
terlihat jelas bahwa tasawuf pada hakikatnya adalah upaya melatih jiwa melalui berbagai
aktivitas yang dapat membebaskannya dari pengaruh kehidupan duniawi sehingga berefleksi
dan berakhlak mulia. dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain, tasawuf merupakan suatu
bidang kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan mental spiritual agar selalu dekat
dengan Tuhan. Inilah inti atau hakikat tasawuf.

Al-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi mengatakan bahwa tasawuf adalah ilmu yang
dengannya seseorang dapat mengenali baik buruknya jiwa, membersihkannya dari sifat-sifat
buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji, cara melakukan suluk, melakukan apa yang
diridhai Allah, dan meninggalkan larangannya-Nya. Tasawuf merupakan usaha untuk
menaklukkan dimensi fisik manusia agar ia tunduk dengan berbagai cara pada dimensi
spiritual (nafs) dan sekaligus sebagaimana diklaim oleh para sufi, mengupayakan
kesempurnaan akhlak dan memperoleh ilmu atau makrifat (ma’rifah) tentang zat ilahi dan
kesempurnaannya.

Menurut para sufi, proses ini disebut “mengetahui kebenaran” (marifah al-haqiqa).
Adapun pengertian tasawuf yang lain adalah ketekunan dalam beribadah dan memutuskan
hubungan dengan segala sesuatu dan hanya berpaling kepada Allah.

B. SEJARAH TASAWUF

Munculnya tasawuf dalam Islam tidak lepas dari lahirnya Islam itu sendiri, yaitu karena
Muhammad diutus sebagai rasul bagi seluruh umat manusia dan alam semesta. Fakta sejarah

4
menunjukkan bahwa Muhammad S.A.W. sebelum diangkat menjadi rasul, berulang kali
melakukan tawat dan halawat di gua Hira dan juga mengisolasi diri dari penduduk kota
Mekkah yang mabuk dengan mengikuti hawa nafsu duniawi. Rasulullah mencari bimbingan
Tuhan dengan menenangkan diri di sebuah gua. Di sisi lain, Nabi Muhammad SAW juga
berusaha mencari cara untuk mensucikan hati dan menghilangkan noda-noda yang mendera
masyarakat saat itu.

Takhanut dan Halawat yang dilakukan oleh Rasulullah bertujuan untuk menemukan
ketenangan pikiran dan kesuksesan hati, mengatasi perubahan berbagai permasalahan dalam
hidup, mendapatkan hidayah, serta menemukan hakikat kebenaran. Dalam keadaan
demikian, Nabi Muhammad (SAW) mendapat wahyu dari Allah SWT yang berisi ajaran dan
aturan sebagai pedoman untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalam sejarah Islam sebelum munculnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran
zuhud pada akhir abad ke I (permulaan abad ke II). Pada abad I Hijriyah lahirlah Hasan
Basri seorang zahid pertama yang termashur dalam sejarah tasawuf. Beliau lahir di Mekkah
tahun 642 M, dan meninggal di Basrah tahun 728M. ajaran Hasan Basri yang pertama
adalah Khauf dan Rajah’ mempertebal takut dan harap kepada Tuhan, setelah itu muncul
guru- guru yang lain, yang dinamakan qari’ , mengadakan gerakan pembaharuan hidup
kerohanian di kalangan umat muslim. Sebenarnya bibit tasawuf sudah ada sejak itu, garis-
garis mengenai tariq atau jalan beribadah sudah kelihatan disusun, dalam ajaran- ajaran yang
dikemukakan disana sini sudah mulai mengurangi makna (ju’), menjauhkan diri dari
keramaian dunia ( zuhud ).

Abu al- Wafa menyimpulkan, bahwa zuhud islam pada abad I dan II Hijriyah mempunyai
karakter sebagai berikut:

1) Menjaukan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nas agama , yang dilatar
belakangi oleh sosipolitik, coraknya bersifat sederhana, praktis( belum berwujud dalam
sistematika dan teori tertentu), tujuanya untuk meningkatkan moral.
2) Masih bersifat praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun
prinsip- prinsip teoritis atas kezuhudannya itu. Sementara sarana- sarana praktisnya
adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan secara penuh, sedikit makan maupun
minum, banyak beribadah dan mengingat Allah Swt., berlebih-lebihan dalam merasa

5
berdosa, tunduk mutlak kepada kehendak Nya., dan berserah diri kepada Nya. Dengan
demikian tasawuf pada masa itu mengarah pada tujuan moral.
3) Motif zuhudnya ialah rasa takut yaitu rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari
landasan amal keagamaan secara sungguh- sungguh. Sementara pada akhir abad II
Hijriyah, ditangan Rabi’ah al- Adawiyah muncul motif rasa cinta, yang bebas dari rasa
takut terhadap adab-Nya maupun harapan terhadap pahala-Nya. Hal ini dicerminkan
lewat penyucian diri dan abstraksinya dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan.
4) Akhir abad II Hijriyah, sebagian zahid, khususnyadi Khurasan, dan Rabi’ah alAdawiyah
ditandai kedalaman membuat analisa, yang bias dipandang sebagai masa pendahuluan
tasawuf, atau cikal bakal para pendiri tasawuf falsafati abad ke- III dan IV Hijriyah. Abu
al- Wafa lebih sependapat kalau mereka dinamakan zahid, qari’, dan nasik (bukan sufi)
(Abu alo- Wafa, 1970). Sejalan dengan pemikiran ini, sebelum Abu al- Wafa, al-
Qusyairi tidak memasukkan Hasan al- Basri dan Rabi’ah al-Adawiyyah dalam deretan
guru tasawuf.
Sedangkan zuhud menurut para ahli sejarah tasawuf adalah fase yang mendahului
tasawuf. Menurut Harun Nasution, station yang terpenting bagi seorang calon sufi ialah zuhd
yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Sebelum menjadi sufi, seorang
calon harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sesudah menjadi zahid, barulah ia meningkat
menjadi sufi. Dengan demikian tiap sufi ialah zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid
merupakan sufi.

Secara etimologis, zuhud berarti raghaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik
terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari
kesenangan dunia untuk ibadah. Berbicara tentang arti zuhud secara terminologis menurut
Prof. Dr. Amin Syukur, tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan
protes.

Apabila tasawuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia
dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu station (maqam)
menuju tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepada-Nya. Dalam posisi ini menurut A.
Mukti Ali, zuhud berarti menghindar dari berkehendak terhadap hal – hal yang bersifat

6
duniawi atau ma siwa Allah. Berkaitan dengan ini al-Hakim Hasan menjelaskan bahwa
zuhud adalah “berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah melatih dan
mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi (khalwat), berkelana, puasa,
mengurangi makan dan memperbanyak dzikir”.

Jadi zuhud merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan dengan tasawuf sebagai seorang
zahid yang menjauhkan diri dari kelezatan dunia serta mengingkarinya serta lebih
mengutamakan kehidupan yang kekal dengan mendekatkan diri untuk supaya tercapai
keridhoan dan makrifat perjumpaan dengan-Nya. Hal ini agar lebih mendekatkan diri
sebagai makhluk dengan Kholik sehingga dapat meraih keuntungan akhirat.

Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes yaitu sikap hidup yang
seharusnya dilakukan oleh seorang muslim dalam menatap dunia fana ini. Dunia dipandang
sebagai sarana ibadah dan untuk meraih keridlaan Allah swt., bukan tujuan tujuan hidup, dan
di sadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat – sifat mazmumah (tercela). Keadaan
seperti ini telah dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya.

Kalau ditilik dari segi historis tasawuf, menurut kalangan peneliti yang menjadi faktor
penyebab munculnya antara lain:

1) Karena adanya “pious opposition” (oposisi yang bermuatan kesalehan) dari sekelompok
umat Islam terhadap praktek-praktek regementer pemerintahan Bani Umayah di
Damaskus
2) Karena ada sekelompok (dalam hal ini para sahabat) yang selalu ingin meniru seperti
pekerti Rasulullah Saw, khususnya Khulafa al-Rasyid.
Menurut Prof. Dr. H. Asmaran As, MA dalam buku beliau Pengantar Studi Tasawuf,
asal-usul dan motivasi lahirnya tasawuf adalah:

1) Beberapa asumsi orang yang melatarbelakangi lahirnya tasawuf dalam Islam seperti
adanya unsur kristen, teori filsafat, unsur India, unsur Persia.
2) Ayat-ayat Alquran yang dijadikan landasan maqamat dan ahwal dalam tasawuf.
3) Kehidupan dan sabda Rasulullah Saw
4) Kehidupan dan ucapan sahabat dan Tabi’in, serta
5) Dari gerakan zuhud menjadi tasawuf

7
C. AJARAN TASAWUF PADA MASA AWAL

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa pada masa awal Islam, istilah tasawuf
belum dikenal. Meski demikian, bukan berarti amalan-amalan seperti puasa, zuhud, dan
yang lainnya tidak ada. Hal ini dibuktikan dengan perilaku Abdullah ibn Umar yang banyak
melakukan puasa sepanjang hari dan shalay atau membaca Al-Qur’an di malam harinya.

Pada paruh kedua abad ke-1 Hijriyah, muncul nama Hasan Basri (642-728M), seorang
tokoh Zahid pertama dan termahsyur dalam sejarah tasawuf. Hasan Basri tampil pertama
dengan mengajarkan ajaran khauf (takut) dan raja’ (berharap), setelah itu diikuti oleh
beberapa guru yang mengadakan gerakan pembaruan hidup kerohanian di kalangan
muslimin.

Ajaran-ajaran yang muncul pada abad ini yakni khauf, raja’, ju’ (sedikit makan), sedikit
bicara, sedikit tidur, zuhud (menjauhi dunia), khalwat (menyepi), shalat sunnah sepanjang
malam dan puasa di siang harinya, menahan nafsum, kesederhanaan, memperbanyak
membaca Al-Qur’an dan lain-lainnya, para Zahid ketika ini sangat kuat memegang dimensi
eksternal Syariah dan pada waktu yang sama juga menghidupkan dimensi internal.

Kemudian pada abad ke II Hijriyah, muncul Zahid perempuan dari Basrah-Irak Rabi’ah
Al-Adawiyah (801M / 185H). dia memunculkan ajaran cinta kepada Tuhan. Dengan ajaran
ini dia menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah SWT tanpa atau menghilangkan
harapan imbalan atas surga dan karena takut atas ancaman neraka.

Pada abad ini tasawuf tidak banyak berbeda dengan abad sebelumnya, yakni bercorak
kezuhudan. Meski demikian, pada abad ini kebersihan jiwa, kemurnian hati, hidup ikhlas,
menolak pemberian orang, bekerja mencari makan dengan usaha sendiri, berdiam diri,
melakukan safar (perjalanan), memperbanyak dzikir dan riyadlah. Tokoh yang
memperkenalkan istilah ini antara lain Ali Syaqiq al-Balkhy,, Ma’ruf al-Karkhy dan Ibrahim
ibn Adham

8
BAB III

KESIMPULAN

Tasawuf adalah sebuah disiplin ilmu yang menekankan pada pengembangan spiritual,
peningkatan kesadaran diri, dan pencapaian ketinggian spiritual dalam agama Islam. Ini
melibatkan penekanan pada praktik meditasi, refleksi, dan kontemplasi untuk mencapai
pemahaman yang lebih dalam tentang diri, Allah, dan kehidupan spiritual secara umum.
Tasawuf memiliki akar yang kuat dalam sejarah awal Islam. Para sufi awal telah
memperkenalkan dan mengembangkan konsep-konsep dan praktik-praktik tasawuf yang
sekarang menjadi bagian penting dari tradisi mistik Islam. Sejak itu, tasawuf telah terus
berkembang dan mengalami pengaruh dari berbagai tradisi dan budaya Islam di seluruh dunia.

Kesadaran diri adalah aspek penting dalam praktik tasawuf. Ini melibatkan
pengeksplorasian dan pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri, baik aspek fisik,
emosional, maupun spiritual. Dalam tasawuf, kesadaran diri adalah kunci untuk mengenal
Allah dengan lebih baik dan mencapai kesatuan dengan-Nya. Tujuan utama tasawuf adalah
mencapai kecintaan dan kesatuan dengan Allah. Ini melibatkan pembersihan hati dan jiwa
dari sifat-sifat negatif, seperti keserakahan, kebencian, dan kesombongan. Tujuan lainnya
adalah mencapai ketinggian spiritual, mencapai pencerahan, dan mencapai pemahaman yang
lebih dalam tentang makna hidup dan kehidupan.

Tasawuf melibatkan berbagai metode dan praktik untuk mencapai kedekatan dengan
Allah. Ini mencakup zikir, meditasi, puasa, muraqabah (pengamatan diri), dan tawakkal
(berserah diri kepada Allah). Metode dan praktik ini dirancang untuk membantu individu
mengembangkan kesadaran diri, meningkatkan kesalehan, dan mengalami kedekatan yang
lebih dalam dengan Sang Pencipta. Secara individu, praktik tasawuf dapat mengarah pada
perkembangan spiritual yang lebih dalam, peningkatan kesadaran diri, dan pembersihan hati.
Hal ini juga dapat memberikan panduan moral bagi individu dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. Secara masyarakat, tasawuf dapat mempromosikan perdamaian, toleransi, dan
kasih sayang antara sesama manusia.

9
Meskipun tasawuf memiliki banyak pengikut dan pengaruh yang luas, ia juga menghadapi kritik
dan kontroversi. Beberapa kritikus berpendapat bahwa tasawuf terlalu fokus pada pengalaman
pribadi dan mengabaikan aspek-aspek hukum dan sosial dalam Islam. Kritik juga terkait dengan
perilaku dan praktik-praktik ekstrem yang dilakukan oleh beberapa sufi dalam sejarah. Namun,
tasawuf tetap menjadi bagian penting dari tradisi spiritual Islam.

10
DAFTAR PUSTAKA

Fachruddin, 1992, Ensiklopedia Al-Qur'an. Rineka Cipta, Jakarta. Buku I dan II

Hamka, 1993, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya. Pustaka Panjimas, Jakarta. Cet.
XVIII.

Haddad, Sayyid Abdullah, 1990 M/1410 H, Al-Fushulul Ilmiyyah wal Ushulul Hikmiyyah.
Mathba’ah al-Madani, Kairo. Cet. IV.

Hadhiri, Choiruddin 1993, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an. Gema Insani Press, Jakarta.

Hasan, M. Ali, 1978, Tuntunan Akhlak. Bulan Bintang, Jakarta.

Hassan, 1962, Al-Furqan : Tafsir Qur’an. Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Jakarta.

Hawa, Sa’id, 1996, Jalan Ruhani (Diterj. oleh Drs. Khairul Rafie dan Ibnu Thaha Ali). Mizan,
Bandung.

Hilal, Ibrohim, tt.. Al-Tashawwuf al-Islami baina al-Din wa al-Falsafat. Dar al-Nahdlat al-
Arabiyyat, ttp.

Hsubky, Badruddin, 1994, Bid’ah-bid’ah di Indonesia. Gema Insani Press, Jakarta.

Ibnu Abdul Wahab, Muhammad, tt, Bersihkan Tauhid Anda dari Noda Syirik. (Diterj. oleh KH.
Bey Arifin dkk.). Bina Ilmu, Surabaya.

Ibnu Khaldun, 2011, Muqaddimah Ibn Khaldun. Terj. Ahmadie Toha. Pustaka Firdaus. Jakarta.
Cet. IX.

Ibnu Athoillah, Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim, tt, Syarhu AlHikam. Thoha Putra,
Semarang.

Ibnu Katsir, Imaduddin Abi Al-Fida Isma’il, tt, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim. Thoha Putra,
Semarang. Juz II.

Ibnu Mandzur, tt., Lisanul ‘Arab. Dar al-Fikr, Beirut.Jilid IX & XII.

11

Anda mungkin juga menyukai