Anda di halaman 1dari 23

TASAWUF SUNNI

Makalah Matakuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu :
Drs. Malik Ibrahim, M.Ag.

Disusun Oleh :
Ajura Shaivira Asri (17108030006)
Ayu Setianingsih (17108030007)
Irdan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH A


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga kami mampu untuk merampungkan makalah dengan judul “Tasawuf
Sunni” ini. Sholawat dan salam selalu kita ucapkan dan curahkan untuk junjungan
nabi agung kita, Nabi Muhammad SAW yang sudah menyampaikan petunjuk
Allah SWT untuk kita semua, sebuah petunjuk paling benar yakni syariah agama
Islam yang sempurna dan satu-satunya karunia paling besar kepada seluruh alam
semesta.
Adapun penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan atas tugas mata
kuliah Akhlak Tasawuf. Pada makalah ini membahas mengenai pengertian
tasawuf sunni, latar belakang tasawuf sunni, dan bentuk-bentuk dari tasawuf
sunni.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Drs. Malik Ibrahim, M.Ag selaku
dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf, yang telah membimbing kami
dalam pembuatan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada staff
dan karyawan Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga yang telah menyediakan
referensi-referensi, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tidak lupa juga
kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu kami
dalam penulisan makalah ini.
Kami sadar jika makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari
kata sempurna, untuk itu kami memerlukan kritik dan saran dari pembaca.
Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat, baik dalam proses belajar
mengajar maupun diluar hal akademik.

Yogyakarta, September 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................i


KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................2
C. Tujuan .......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf Sunni.........................................................................3
B. Latar Belakang Munculnya Tasawuf Sunni...............................................8
C. Bentuk-bentuk Tasawuf Sunni
a. Hasan Al-Bashri dan Bentuk Tasawufnya ....................................9
b. Al-Muhasibi dan Bentuk Tasawufnya ........................................11
c. Al-Qusyairi dan Bentuk Tasawufnya..........................................13
d. Al-Ghazali dan Bentuk Tasawufnya ...........................................14
e. Rabi’ah al-Adawiyah dan Bentuk Tasawufnya...........................17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................19
B. Saran .......................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang didalamnya termuat ajaran-ajaran Islam sebagai petunjuk atau
pedoman hidup umat Islam di dunia. Ajaran tersebut mencakup ajaran aqidah,
syari’ah maupun muamalah. Ketiga muatan ajaran tersebut banyak tercermin
dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Ayat-ayat Al-Qur’an tersebut perlu dipahami oleh
umat Islam sebagai petunjuk hidup umat Islam. Pemahaman ayat-ayat Al-
Qur’an bisa secara tekstual-lahiriyah maupun kontekstual-rohaniyah. Jika
ayat-ayat Al-Qur’an dipahami secara lahiriyah saja, akan terasa kaku, kurang
dinamis, dan tidak mustahil akan ditemukan persoalan yang tidak dapat
diterima secara psikis.
Ajaran Islam mengatur kehidupan secara lahiriyah maupun bathiniyah.
Ajaran yang mengatur kehidupan secara bathiniyah pada dasarnya akan
melahirkan ajaran tasawuf. Tasawuf bertujuan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah yang didasari dengan semangat beribadah untuk mencapai
kesempurnaan hidup dan ma’rifah. Tasawuf adalah sebagian ilmu ajaran Islam
yang membahas cara-cara seseorang mendekatkan diri kepada Allah, seperti
berakhlak mulia, tekun dalam beribadah tanpa keluh kesah, memutuskan
hubungan selain Allah karena merasa tidak memiliki suatu apapun di dunia ini
dan tidak dimiliki oleh siapa pun di kalangan makhluk, menolak hiasan-hiasan
duniawi seperti kenikmatan harta benda yang biasa memperdaya manusia, dan
menyendiri menuju Allah dalam kholwat (mengasingkan diri dari keramaian
dunia) untuk beribadah.
Dalam perkembangannya tasawuf ada yang mengarah kepada teori-teori
perilaku seperti tasawuf salafi, tasawuf akhlaqi, dan tasawuf sunni. Selain itu,
ada yang mengarah kepada teori-teori yang rumit dan memerlukan
pemahaman lebih mendalam seperti tasawuf falsafi. Pembagian ini didasarkan

1
atas kecenderungan pada perilaku atau moral keagamaan dan kecenderungan
pada pemikiran. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin mengkaji
lebih dalam mengenai tasawuf sunni dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan tasawuf sunni?

2. Apa yang melatar belakangi munculnya tasawuf sunni dari faktor


internal dan eksternal?
3. Bagaimana bentuk dari tasawuf sunni?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian tasawuf sunni.
2. Untuk mengetahui latar belakang munculnya tasawuf sunni dari faktor
internal dan eksternal.
3. Untuk mengetahui bentuk dari tasawuf sunni.

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Pengertian Tasawuf Sunni
Tasawuf secara umum adalah falsafah hidup dan cara tertentu dalam
tingkah laku manusia dalam upayanya merealisasikan kesempurnaan moral,
pemahaman tentang hakikat realitas dan kebahagiaan rohaniah.1
Tasawuf dalam bahasa Arab berarti membersihkan atau saling
membersihkan. Kata “membersihkan” merupakan kata kerja transitif yang
membutuhkan objek. Objek dari tasawuf ini adalah akhlak manusia.
Kemudian saling membersihkan merupakan kata kerja yang di dalamnya harus
terdapat dua subjek yang aktif memberi dan menerima.2
Reynold A. Nicholson mengatakan bahwa dengan melihat adal-usul kata
(etimologi), serta sumbernya dari bahasa Arab, yang artinya “kemurnian”, atau
membawa pengertian bahwa orang-orang sufi adalah orang yang “murni
hatinya” atau insan “yang terpilih”. Tetapi beberapa sarjana Eropa mengatakan
bahwa asal-usul kata tersebut adalah sophos (bahasa Yunani), dalam
pengertian sebagaimana pada kata theosophy yang artinya kebijaksanaan. Jirji
Zaidan berkeyakinan bahwa ada hubungan kalimat Arab ini (tasawuf) dengan
kalimat Yunani tersebut, beralasan karena ilmu mereka (orang Islam) belum
lagi muncul dan mereka belum dikenal dengan sifat ini, kecuali setelah masa
penerjemahan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab.3
Menurut Ibrahim Hilal, tasawuf itu ialah memilih jalan hidup secara
zuhud, menjauhkan diri dari perhiasan hidup dalam segala bentuknya.
Tasawuf itu adalah bermacam-macam ibadah, wirid dan lapar, berjaga di
waktu malam dengan memperbanyak shalat dan wirid, sehingga lemahlah
unsur jasmaniah dalam diri seseorang dan semakin kuatlah unsur rohaniahnya.
Tasawuf dengan kata lain menundukkan jasmani dan rohani dengan jalan yang

.
1 Abul Wafa’ al-Taftazani, Madkhal Ila Tasawwuf al-Islami, Dar al-Saqafah li al-
Tiba’ah wa al-Nasyr, Cairo, 1979, hlm. 3.
2. Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia, 2010, hlm. 229.
.
3 Team Penyusun, Pengantar Ilmu Tasawuf, Proyek Ditbinperta IAIN Sumatera
Utara, Medan, 1981/1982, hlm. 10.

3
disebutkan di atas sebagai usaha mencapai hakikat kesempurnaan rohani dan
mengenal zat Tuhan dengan segala kesempurnaan-Nya.4
Ibrahim Basyuni telah memilih 40 definisi tasawuf yang diambil dari
rumusan-rumusan ahli sufi yang hidup pada abad III yaitu antara tahun 200-
334 H. Definisi-definisi tersebut belum mencakup pengertian tasawuf secara
menyeluruh. Hal ini disebabkan karena para ahli tasawuf tidak memberikan
definisi tenang ilmunya sebagaimana para ahli filsafat. Ahli tasawuf hanya
menggambarkan tentang suatu keadaan yang dialaminya dalam kehidupan
rohaninya pada waktu tertentu.
Definisi tasawuf merupakan suatu pekerjaan yang rumit karena definisi
yang dikemukakan para sufi adalah hasil pengalaman batin di dalam
melakukan hubungan dengan Tuhan. Jika berbicara mengenai tasawuf, maka
faktor rasa lebih menonjol daripada rasio, kadang-kadang rasio kurang bisa
mengungkapkan ungkapan rasa.
Definisi tasawuf memang banyak ditemukan tetapi menurut Annemarie
Schimmel, definisi-definisi tersebut hanya sekedar petunjuk saja bagi kita.
Sebab tujuan tasawuf merupakan sesuatu yang tidak bisa dilukiskan tidak bisa
dijelaskan maupun dipahami dengan ungkapan apapun, baik filsafat maupun
penalaran. Hanya kearifan hati yang bisa mendalami beberapa di antara segi-
seginya.
Sedangkan kata sunni atau sunnah wal jamaah ditinjau dari ilmu bahasa
(etimologi), ahlussunnah wal jamaah berasal dari kata-kata :
a. Ahl (Ahlun), berarti “golongan” atau “pengikut”
b. Assunnah berarti “tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang
mencakup ucapan, tindakan dan ketetapan Rasulullah SAW”.
c. Wa, huruf ‘athf yang berarti “dan” atau “serta”
d. Al jama’ah berarti jama’ah, yakni jama’ah para sahabat Rasul SAW.
Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.

Secara etimologis, isitilah “Ahlu Sunnah Wal Jama’ah” berarti golongan


yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulullah dan jalan hidup para
sahabatnya. Atau golongan yang berepegang teguh pada sunnah Rasul dan

.
4 Ibrahim Hilal, Al-Tasawuf al-Islami Baina al-Din wa al-Falsafah, Dar Nahdiah
al-‘Arabiah, Cairo, 1979, hlm. 1.

4
sunnah para sahabat yaitu Abu Bakar As-Shiddi, Umar bin Khattab, Utsman
bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Kata “Ahlu Sunnah” mempunyai dua makna. Pertama, mengikuti sunnah-


sunnah dan atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah dan para sahabat,
menekuninya, memisahkan yang shahih dari yang cacat dan melaksanakan apa
yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan
ahkam. Kedua, lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh
sebagian ulama di mana mereka menamakan kitab mereka dengan nama As-
Sunnah. Mereka maksudkan (As-Sunnah) itu i’tiqad shahih yang ditetapkan
dengan nash dan ijma’. Kedua makna ini menjelaskan bahwa madzhab Ahlu
Sunnah itu kelanjutan dari apa yang pernah dilakukan Rasulullah dan para
sahabat.

Kata sunni atau ahlussunnah wal jamaah, adalah mereka yang senantiasa
tegak di atas Islam berdasarkan Al-Qur’an dan hadits, dengan pemahaman
para sahabat, tabiin dan tabiut tabiin.5

Jadi, tasawuf sunni adalah bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan
Al-Qur’an dan Al-Hadits secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan
maqamat (tingkat kerohanian) mereka pada dua sumber tersebut. 6 Tasawuf
sunni adalah tasawuf yang konsisten dengan prinsip-prinsip Islam yang masih
dalam timbangan syara’, tasawuf ini kurang memperhatikan ide-ide spekulatif
karena mereka sudah puas dengan argumentasi yang bersifat naqli samawi.
Tasawuf sunni mendasarkan pengalaman kesufiannya dengan pemahaman
yang sederhana dan bisa dipahami oleh manusia pada tataran awam,
berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Sufi
golongan ini menghindari pemikiran tentang bersatunya antara Tuhan dengan
manusia maupun alam. Perhatian utamanya ditujukan unutk menjadikan
manusia bersih jiwanya dalam rangka mencapai tujuan untuk mendekatkan
diri dan beribadah kepada Allah SWT. Seorang sufi harus melakukan amalan
5. id.wikipedia.org/wiki/sunni
6. Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia, 2010, hlm. 250.

5
dan latihan kerohanian yang cukup berat, yang tujuannya untuk menguasai
hawa nafsu, membersihkan jiwa untuk berada di hadirat Allah SWT. Tasawuf
ini banyak ditemukan di negara-negara Islam yang bermadzhab Syafi’i.
Tasawuf sunni juga dikenal dengan tasawuf akhlaki. Akhlak berasal dari
bahasa Arab. Kata akhlaq merupakan bentuk jamak dari khuluq yang secara
bahasa bermakna perbuatan atau penciptaan. Akan tetapi dalam konteks
agama, akhlak bermakna perangai, budi, tabiat, adab, atau tingkah laku. 7
Secara etimologis, tasawuf akhlaki bermakna membersihkan tingkah laku atau
saling membersihkan tingkah laku. Tasawuf akhlaki merupakan tatanan dasar
untuk menjaga akhlak manusia atau moralitas masyarakat. Tasawuf akhlaki
dapat diwujudkan secara utuh, jika pengetahuan tasawuf dan ibadah kepada
Allah SWT dibuktikan dalam kehidupan sosial.
Ciri-ciri tasawuf sunni adalah :
1. Melandaskan diri kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah
Tasawuf ini cenderung menggunakan landasan Al-Qur’an dan
Hadits sebagai kerangka pendekatannya. Mereka tidak membahas sesuatu
hal di luar pembahasan Al-Qur’an dan Hadits. Karena Al-Qur’an dan
Hadits yang mereka pahami, kalaupun harus ada penafsiran, sifatnya
hanya sekedarnya dan tidak begitu mendalam.8
2. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana terdapat
pada ungkapan-ungkapan syathahat.
Terminologi tersebut dikembangkan oleh tasawuf sunni secara
lebih transparan, sehingga tidak kerap bergelut dengan term-term
syathahat. Kalaupun ada term yang mirip syathahat, itu dianggapnya
merupakan pengalaman pribadi, dan mereka tidak menyebarkannya
kepada orang lain. Pengalaman yang ditemukannya itu mereka anggap
pula sebagai sebuah karamah atau keajaiban yang mereka temui. Dan
ajarannya lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara
Tuhan dengan manusia. Dualisme yang dimaksudkan dalam ajaran ini
yaitu mengakui bahwa meskipun manusia dapat berhubungan dengan

7. Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia, 2010, hlm. 230.
.
8 Rosihon Anwar. Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung, CV Pustaka
Setia, 2004), hlm. 62.

6
Tuhan, dalam hal esensinya hubungan tetap dalam kerangka yang berbeda
diantara keduanya. Sedekat apapun manusia dengan Tuhannya tidak lantas
membuat manusia dapat menyatu dengan Tuhan.
3. Al-Qur’an dan Hadits dengan jelas menyebutkan bahwa “inti” makhluk
adalah “bentuk lain” dari Allah. Hubungan antara Sang Pencipta dan yang
diciptakan bukanlah merupakan salah satu persamaan, tetapi “bentuk lain”.
Benda yang diciptakannya adalah bentuk lain dari penciptaan-Nya. Hal ini
tentunya berbeda dengan paham-paham Tasawuf filosofis yang terkenal
dengan ungkapan-ungkapan keganjilannya. Kaum sufi ini menolak
ungkapan-ungkapan ganjil, seperti yang dikemukakan Abu Yazid Al-
Busthami dengan teori fana dan baqa-nya, Al-Hallaj dengan konsep hulul-
nya, dan Ibnu ‘Arabi dengan konsep wahdatul wujud-nya.9
4. Kesinambungan antara hakikat dengan syari’at.
Dalam pengertian lebih rinci, keterkaitan antara tasawuf (sebagai
aspek batiniahnya) dengan fiqih (sebagai aspek lahirnya). Kaum sufi dari
kalangan sunni tetap memandang persoalan-persoalan lahiriah-formal,
seperti aturan yang dianut fuqaha.
5. Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak, fan
pengobatan jiwa dengan cara Riyadh (latihan mental) dan langkah
takhalli, lahalli’, dan tajalli.10

B. Latar Belakang Munculnya Tasawuf Sunni


Latar belakang kemunculan tasawuf sunni dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal munculnya
tasawuf sunni adalah kritik-kritik tasawuf yang ada saat itu oleh tokoh-
tokoh sufi yang menyimpang. Sedangkan faktor eksternal kemunculan
tasawuf sunni adalah sekitar masalah aqidah-aqidah yang menjadi masalah
besar.
Faktor eksternal munculnya ajaran ini tidak terlepas dari
percekcokan masalah aqidah antara ulama fiqh dan tasawuf pada abad
kelima hijriyah aliran syi’ah al-islamiyah yang berusaha untuk
mengembalikan kepemimpinan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib.
9. Ibid, hlm. 63.
10. Ibid, hlm. 64.

7
Dimana syi’ah lebih banyak mempengaruhi para sufi dengan doktrin
bahwa imam yang ghaib akan pindah ke tangan sufi yang layak
menyandang gelar waliyullah, di pihak lain para sufi banyak yang
dipengaruhi oleh filsafat Neo-Platonisme yang memunculkan corak
pemikiran tasawuf falsafi yang tentunya sangat bertentangan dengan
kehidupan para sahabat dan tabi’in. Dengan ketegangan inilah muncullah
sang pemadu syari’at dan hakekat yaitu Imam Ghazali. 11
Para sufi yang menjadi pelopor munculnya tasawuf sunni,
sekaligus mengembangkan dengan ajaran-ajarannya antara lain : Hasan
Al-Bashri (21 H – 110 H) dalam kitab Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali
berkata “Hasan Al-Bashri merupakan orang yang kata-katanya paling
mirip dengan sabda para nabi, dan paling dekat petunjuknya dari
sahabat”12, Al-Muhasibi (165 H – 243 H) dengan pemikiran tasawufnya
tertuang dalam kitab “Ar-Riayah li Huquqillah” tentang Hak-Hak Allah
dan Pengaruh Egoisme Terhadapnya, Al-Qusyairi (376 H – 465 H) dengan
salah satu pemikiran tasawufnya yaitu Al-Ma’rifat (pengetahuan tentang
Tuhan secara dekat), Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali (450 H – 505
H) dengan konsep tasawuf yang dapat dicapai melalui dua pendekatan
yakni “pendekatan ilmu pengetahuan dan pendekatan amal perbuatan”,
Rabiah Al-Adhawiyah yang terkenal dengan konsep Mahabbahnya.

C. Bentuk-bentuk Tasawuf Sunni


Bentuk-bentuk tasawuf sunni tidak terlepas dari tokoh yang
membawa dan juga mengembangkannya. Dalam hal demikian jelas
terdapat perbedaan-perbedaan pemikiran antara tokoh satu dengan tokoh
lain yang lebih ditonjolkan, namun semua itu tentunya mempunyai
persamaan syariat dan hakikat, selain itu dari sumber ajarannya pun sama
yaitu Al-Quran dan Hadits, dengan pemahaman para sahabat, tabiin dan
tabiut tabiin.
Tokoh-tokoh tasawuf sunni dan bentuk ajarannya yaitu :
1. Hasan Al-Bashri dan Bentuk Tasawufnya

11. Tesa. Amienraka, Loc. Cit.


12 Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, jilid I, hal. 77.

8
a. Riwayat Hidup
Nama lengkap Hasan Al-Bashri adalah Abu Sa’id Al-Hasan
bin Yasar. Ia dikenal sangat masyhur di kalangan tabi’in. Ia
dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H (632 M) dan wafat pada
hari Kamis bulan Rajab tanggal 10 tahun 110 H (728M). Ia
dilahirkan dua malam sebelum Khalifah Umar bin Khattab wafat.
Ia dikabarkan bertemu dengan 70 orang sahabat yang turut
menyaksikan peperangan Badr dan 300 sahabat lainnya.13
Hasan Al-Bashri dan ayahnya pindah ke Bashrah, tempat
yang membuatnya masyhur dengan nama Hasan Al-Bashri. Ia
berguru hampir kepada seluruh ulama di Hijaz. Hasan Al-Bashri
menjadi imam secara khusus di Bashrah dan di daerah-daerah
lainnya secara umum karena ia terkenal dengan keilmuannya yang
sangat dalam. Di samping dikenal sebagai zahid, ia pun dikenal
sebagai seorang yang wara’ dan berani dalam memperjuangkan
kebenaran. Di antara karya tulisnya berisi kecaman terhadap aliran
kalam Qadariyyah dan tafsir-tafsir Al-Qur’an.14
b. Bentuk Ajaran Tasawuf Hasan Al-Bashri
Hamka mengemukakan sebagian ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri
sebagai berikut15 :
1) Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tenteram lebih baik
daripada rasa tenteram yang menimbulkan rasa takut.
2) Dunia adalah negeri tempat beramal. Barang siapa bertemu
dunia dengan perasaan benci dan zuhud, ia akan bahagia dan
memperoleh faedah darinya. Akan tetapi, barang siapa bertemu
dunia dengan perasaan rindu dan hatinya tertambal dengan
dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan
penderitaan yang tdak dapat ditanggungnya.

13 Hamka, Tasauf : Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta : Pustaka Panji


Mas, 1986, hlm. 76.
14 Ibid
15 Hamka, op.cit., hlm. 77.

9
3) Tafakur membawa kita pada kebaikan dan berusaha
mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan
kita untuk tidak mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana’ –
betapa pun banyaknya – tidak akan menyamai sesutau yang
baqa’ – betapa pun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri
yang cepat datang dan pergi serta penuh tipuan.
4) Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan
beberapa kali ditinggal mati suaminya.
5) Orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi
dan sore hari karena berada diantara dua perasaan takut, yaitu
takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut memikirkan
ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.
6) Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa
mengancamnya, hari Kiamat yang akan menagih janjinya.
7) Banyak duka cita di dunia memperteguh semangat amal saleh.

2. Al-Muhasibi dan Bentuk Tasawufnya


a. Riwayat Hidup
Al-Harits bin Asad Al-Muhasibi (wafat 243 H) menempuh
jalan tasawuf karena ingin keluar dari keraguan yang dihadapinya.
Tatkala mengamati madzhab-madzhab yang dianut umat Islam, Al-
Muhasibi menemukan berbagai kelompok di dalamnya. Di antara
mereka, ada sekelompok orang yang tahu tentang keakhiratan,
tetapi jumlah mereka sangat sedikit. Sebagian dari mereka adalah
orang-orang yang mencari ilmu karena kesombongan dan motivasi
keduniaan. Di antara mereka terdapat pula orang-orang yang
terkesan sedang melakukan ibadah karena Allah SWT, tetapi
sesungguhnya tidak demikian.16
Al-Muhasibi memandang bahwa jalan keselamatan hanya
dapat ditempuh melalui ketakwaan kepada Allah SWT,
melaksanakan kewajiban-kewajiban, wara’, dan meneladani
Rasulullah SAW. Tatkala sudah melaksanakan hal-hal di atas –

16 Ibrahim Hilal, Al-Tashawwuf Al-Islam bain Ad-Din wa Al-Falsafah, Kairo :


Dar An-Nahdhah Al-‘Arabiyyah, 1979, hlm. 56.

10
menurut Al-Muhasibi – seseorang akan diberi petunjuk oleh Allah
SWT berupa penyatuan antara fiqh dan tasawuf. Ia akan
meneladani Rasulullah SAW dan lebih mementingkan akhirat
daripada dunia.17
b. Pandangan Al-Muhasibi Tentang Makrifat
Hadis Nabi Muhammad SAW “Pikirkanlah makhluk-makhluk
Allah dan jangan coba-coba memikirkan Dzat Allah, sebab kalian
akan tersesat karenanya”. Berdasarkan hadis tersebut dan hadis-
hadis senada, Al-Muhasibi mengatakan bahwa makrifat harus
ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan
sunnah.18 Al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan makrifat
sebagai berikut19
1) Taat. Awal dari kecintaan kepada Allah adalah taat. Taat
hanyalah merupakan wujud konkret ketaatan hamba kepada
Allah SWT. Kecintaan kepada Allah SWT hanya dapat
dibuktikan dengan jalan ketaatan, bukan sekedar pengungkapan
ungkapan-ungkapan kecintaan semata sebagaimana dilakukan
sementara orang. Mengekspresikan kecintaan-kecintaan kepada
Allah SWT hanya dengan ungkapan-ungkapan, tanpa
pengamalan merupakan kepalsuan semata. Di antara
implementasi kecintaan kepada Allah SWT adalah memenuhi
hati dengan sinar. Sinar ini kemudian melimpah pada lidah dan
anggota tubuh yang lain.
2) Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang
memenuhi hati merupakan tahap makrifat selanjutnya.
3) Pada tahap ketiga ini Allah SWT menyingkapkan khazanah-
khazanah keilmuan dan kegaiban kepada setiap orang yang
telah memenuhi kedua tahap di atas. Ia akan menyaksikan
berbagai rahasia yang selama ini disimpan Allah SWT.

17 Ibid.
18 Ibid., hlm. 58.
19 Ibid., hlm. 58-59.

11
4) Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi
dengan fana’ yang menyebabkan baqa’.
c. Pandangan Al-Muhasibi tentang khauf dan raja’
Khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) merupakan
bagian penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwanya.
Pangkal wara’ menurutnya adalah ketakwaan; pangkal ketakwaan
adalah introspeksi diri (muhasabat an-nafs); pangkal introspeksi
diri adalah khauf dan raja’; pangkal khauf dan raja’ adalah
pengetahuan tentang janji dan ancaman Allah SWT; sedangkan
pangkal pengetahuan tentang keduanya adalah perenungan.20
Khauf dan raja’ menurut Al-Muhasibi dapat dilakukan
dengan sempurna hanya dengan berpegang teguh kepada Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Dalam hal ini, ia terkesan pula mengaitkan
kedua sifat itu dengan ibadah dan janji serta ancaman Allah SWT.
Menurut Al-Muhasibi, Al-Qur’an jelas-jelas berbicara tentang
pembalasan (pahala) dan siksaan. Ajakan-ajakan Al-Qur’an pun
dibangun atas dasar targhib (sugesti) dan tarhib (ancaman).
Raja’ dalam pandangan Al-Muhasibi seharusnya
melahirkan amal saleh. Tatkala telah melakukan amal saleh,
sesorang berhak mengharap pahala dari Allah SWT.

3. Al-Qusyairi dan Bentuk Tasawufnya


a. Riwayat Hidup

Nama lengkapnya adalah ‘Abdul Karim bin Hawazin. Ia


lahir tahun 376 H di Istiwa, kawasan Naishabur. Ia berdarah Arab
dan tumbuh dewasa si Nishapur, salah satu pusat ilmu pengetahuan
di masanya. Di sinilah ia bertemu dengan gurunya Abu ‘Ali Ad-
Daqqaq, seoramg sufi terkenal.

Menurut B. Khalikan, Al-Qusyairi adalah seorang yang


mampu “mengompromikan syariat dengan hakikat”. Al-Qusyairi
berhasil menguasai doktrin Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang

20 Ibid., hlm. 60.

12
dikembangkan Al-Asy’ari dan muridnya. Al-Qusyairi merupakan
pembela paling tangguh aliran tersebut dalam menentang doktrin
aliran-aliran Mu’tazilah, Karamiyyah, Mujassamah dan Syi’ah.

b. Bentuk Ajaran Tasawuf Al-Qusyairi


Beberapa ajaran Al-Qusyairi yaitu :
1) Membina prinsip tasawuf atas landasan tauhid yang benar, agar
jauh dari adanya penyimpangan.
2) Menolak tasawuf Syathoiyyah, yaitu tasawuf yang
mengungkapkan adanya penyatuan dengan Tuhan.
3) Tidak setuju dengan pakaian sufi yang compang-camping,
karena baginya tasawuf bukanlah masalah pakaian namun
masalah batin.

4. Al-Ghazali dan Bentuk Tasawufnya


a. Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’i Al-
Ghazali. Secara singkat dipanggil Al-Ghazali atau Abu Hamid Al-
Ghazali. Ia dipanggil Al-Ghazali karena ia lahir di kampung
Ghazlah suatu kota di Khurasan, Iran,21 pada tahun 450 H/1058 M,
tiga tahun setelah kaum Saljuk mengambil kekuasaan di
Baghdad.22
Ketika ayah Al-Ghazali menjelang wafatnya, Al-Ghazali
dan adiknya yang bernama Ahmad dititpkan kepada seorang sufi.
Selama hidupnya, Al-Ghazali banyak menimba ilmu dan
mempelajari banyak cabang ilmu pengetahuan dan juga filsafat.
Dia mempelajari ilmu tersebut untuk menghilangkan keraguan
sejak dia mengajar. Tetapi ilmu tersebut tidak memberinya

21 Ibid.; T.J. De Boer, The History of Philosophy in Islam, Chapel Hill : The
University of North Carolina Pres, 1975, hlm. 93.
22 Annemarie Schiemel, Mystical Dimension of Islam, Chapel Hill : The
University of North Carolina Pres, 1975, hlm. 93.

13
ketenangan jiwa, ilmu tersebut malah memberinya kegelisahan
jiwa sampai membuatnya tertimpa krisis psikis yang kronis.
Ketika beliau menyadari ketidakmampuannya dan hilang
seluruh kesanggupannya untuk memutuskan, maka beliaupun
memutuskan menuju Allah. Kemudian timbullah kecenderungan ke
arah tasawuf pada diri Al-Ghazali.
Pilihan tasawuf Al-Ghazali jatuh kepada pilihan tasawuf
sunni berdasarkan doktrin Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dari paham
tasawufnya itu beliau menjatuhkan semua kecenderungan gnotis
yang mempengaruhi para filosof Islam, sekte Islamiyah dan aliran
Syi’ah, Ikhwanus Shafa, dan lain-lainnya. Beliau juga menjauhkan
tasawufnya dari teori-teori ketuhanan menurut Aristoteles, antara
lain teori emanasi dan penyatuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
tasawuf Al-Ghazali benar-benar bercorak Islam.
b. Bentuk Ajaran Tasawuf Al-Ghazali
Al-Ghazali menilai negatif terhadap syathahat karena
dianggapnya memiliki dua kelemahan. Pertama, kurang
memperhatikan amal lahiriyah, hanya mengungkapkan kata-kata
yang sulit dipahami, mengemukakan kesatuan dengan Tuhan, dan
menyatakan bahwa Allah SWT dapat disaksikan. Kedua,
syathahat merupakan hasil pemikiran yang kacau dan hasil
imajinasi sendiri. Dengan demikian, ia menolak tasawuf
semifilsafat meskipun ia mau memaafkan Al-Hallaj dan Yazid Al-
Busthami. Ungkapan-ungkapan yang ganjil itu telah menyebabkan
orang-orang nasrani salah dalam menilai Tuhannya, seakan-akan ia
berada pada diri Al-Masih.23
Al-Ghazali menolak paham hulul dan ittihad. Untuk itu ia
mengemukakan paham baru tentang makrifat, yaitu pendekatan diri
kepada Allah SWT (taqarrub ila Allah) tanpa diikuti penyatuan
dengan-Nya.24 Makrifat menurut Al-Ghazali diawali dalam bentuk
23 Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, Jilid III, Kairo : Musthafa Babi Al-Halabi,
1334, hlm. 350.
24 Ibid., Jilid IV, hlm. 263.

14
latihan jiwa, lalu diteruskan dengan menempuh fase-fase
pencapaian rohani dalam tingkatan-tingkatan (maqamat) dan
keadaan (ahwal).
Al-Ghazali menjadikan tasawuf sebagai sarana untuk
berolah rasa dan berolah jiwa, sehingga sampai pada makrifat yang
membantu menciptakan (sa’adah).25
c. Pandangan Al-Ghazali Tentang Makrifat
Menurut Al-Ghazali, sebagaimana dijelaskan oleh Harun
Nasution, makrifat adalah mengetahui rahasia Allah SWT dan
mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada.26
Alat memperoleh makrifat bersandar pada sir, qalb, dan roh. Harun
Nasution juga menjelaskan pendapat Al-Ghazali yang dikutip dari
Al-Qusyairi bahwa qalb dapat mengetahui hakikat segala yang ada.
Jika dilimpahi cahaya Tuhan qalb dapat mengetahui rahasia-
rahasia Tuhan dengan sir, qalb, dan roh yang telah suci dan
kosong, tidak berisi apa pun. Saat itulah, ketiganya akan menerima
iluminasi (kasyf) dari Allah SWT. Pada waktu itulah Allah SWT
menurunkan cahaya-Nya kepada sang sufi sehingga yang dilihat
sang sufi hanyalah Allah SWT. Di sini, sampailah ia kepada tingkat
makrifat.27
Makrifat menurut Al-Ghazali berbeda dengan makrifat
menurut orang awam ataupun ma’rifat ulama ataupun mutakallim,
tetapi makrifat sufi yang dibangun atas dasar dzauq rohani dan
kasyif Illahi. Makrifat ini diperoleh tanpa melalui perantara,
langsung dari Allah SWT.
d. Pandangan Al-Ghazali Tentang As-Sa’adah
Menurut Al-Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan yang
paling tinggi adalah melihat Allah SWT (ru’yatullah). Kelezatan
dan kenikmatan dunia bergantung kepada nafsu dan akan hilang

25 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia, 2010, hlm. 248.
26 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang,
1978, hlm. 78.
27 Ibid., hlm. 77.

15
setelah manusia mati. Sedangkan kelezatan dan kenikmatan
melihat Tuhan bergantung kepada qalb dan tidak akan hilang
walaupun manusia sudah mati. Sebab qalb tidak ikut mati, bahkan
kenikmatannya akan bertambah karena dapat keluar dari kegelapan
menuju cahaya terang.28

5. Rabi’ah al-Adawiyah dan Bentuk Tasawufnya


a. Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Ummu al-Khair Rabi’ah binti
Isma’il al-Adawiyah al-Qisiyah. Dia lahir di Bashrah pada tahun
96 H/713 M, lalu hidup sebagai hamba sahaya. Dia berasal dari
keluarga miskin dan dari kecil dia tinggal di kota kelahirannya. Di
kota ini namanya sangat harum sebagai seorang manusia suci dan
sangat dihormati oleh orang-orang saleh semasanya. Menurut
sebuah riwayat dia meninggal pada tahun 185 H/801 M.
Rabi’ah al-Adawiyah seumur hidupnya tidak pernah
menikah, dia memperkenalkan konsep cinta (al-hubb) khas sufi ke
dalam mistisme dalam Islam. Dia banyak beribadah, bertaubat dan
menjauhi hidup duniawi. Ia hidup dalam kemiskinan dan menolak
bantuan materi yang diberikan orang kepadanya. Dia hidup dalam
keadaan zuhd dan hanya ingin dekat dengan Tuhan.
b. Bentuk Ajaran Tasawuf Rabi’ah al-Adawiyah
Isi pokok ajaran tasawufnya adalah tentang cinta. Karena
itu, dia mengabdi, melakukan amal saleh bukan karena takut
masuk neraka atau mengharap masuk surga, tetapi karena cintanya
kepada Allah. Cintalah yang mendorongnya ingin selalu dekat
dengan Allah; dan cinta itu pulalah yang membuat ia sedih dan
menangis karena takut terpisah dari yang dicintainya. Allah
baginya merupakan zat yang dicintai, bukan sesuatu yang harus
ditakuti.
Kemasyhuran yang diperoleh Rabi’ah al-Adawiyah karena
ia membawa dan mengemukakan konsep baru dalam hidup
kerohanian. Konsep zuhd yang membawa Hasan al-Basri karena
28 Ibid., hlm. 130.

16
khauf dan raja’ dikembangkan oleh Rabi’ah al-Adawiyah kepada
konsep zuhd karena cinta. Cinta kepada Tuhan sangat memenuhi
jiwanya sehingga ia menolak semua tawaran menikah dengan
alasan dirinya adalah milik Allah, yang dicintainya; dan siapa yang
ingin menikah dengannya haruslah meminta izin kepada Allah.
Menurut al-Taftazani dapat disimpulkan bahwa Rabi’ah al-
Adawiyah, pada abad III Hijriyah, telah merintis konsep zuhd
dalam Islam berdasarkan cinta kepada Allah. Tetapi dia tidak hanya
berbicara tentang cinta Illahi, namun juga menguraikan ajaran-
ajaran tasawuf yang lain, seperti konsep zuhd, rasa sedih, rasa
takut, rendah hati, tobat, rida dan lain sebagainya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasawuf sunni adalah bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-
Qur’an dan Al-Hadits secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan
maqamat (tingkat kerohanian) mereka pada dua sumber tersebut. Tasawuf
sunni juga dikenal dengan tasawuf akhlaki.
Latar belakang kemunculan tasawuf sunni dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal munculnya tasawuf
sunni adalah kritik-kritik tasawuf yang ada saat itu oleh tokoh-tokoh sufi yang
menyimpang. Sedangkan faktor eksternal kemunculan tasawuf sunni adalah
sekitar masalah aqidah-aqidah yang menjadi masalah besar.
Bentuk-bentuk tasawuf sunni tidak terlepas dari tokoh yang membawa
dan juga mengembangkannya. Dalam hal demikian jelas terdapat perbedaan-
perbedaan pemikiran antara tokoh satu dengan tokoh lain yang lebih
ditonjolkan, namun semua itu tentunya mempunyai persamaan syariat dan
hakikat, selain itu dari sumber ajarannya pun sama yaitu Al-Quran dan Hadits,
dengan pemahaman para sahabat, tabiin dan tabiut tabiin.

17
Adapun bentuk ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri yaitu tentang rasa takut
(khauf) dan pengharapan (raja’). Al-Muhasibi juga memberikan
pandangannya tentang makrifat, khauf dan raja’. Kemudian ada tokoh Al-
Qusyairi yang memberikan pandangannya tentang pakaian sufi, prinsip sufi
dan menolak tasawuf syathoiyyah. Al-Ghazali, menolak negatif tentang
syathahat. Dan ia memberikan pandangannya mengenai makrifat dan as-
sa’adah. Rabi’ah al-Adawiyah yang terkenal dengan konsep zuhd karena cinta
kepada Allah SWT.

B. Saran
Apabila kita ingin bertasawuf sebaiknya kita memahami dulu ajaran-ajaran
yang terkandung dalam tasawuf tersebut. Kita harus memastikan apakah
ajaran tersebut cocok dengan kapasitas diri kita atau tidak. Dan tentunya kita
harus merasa nyaman dalam menjalani ajaran tasawuf tersebut.

18
19
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung : CV. Pustaka Setia.

As, Asmaran. 1994. Pengantar Studi taswuf. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Hamka. 1994. Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta : Penerbit


Hikmah.

Nasution, Harun. 1973. Falsafat dan Mistisme dalam Islam. Jakarta : Bulan
Bintang.

http://www.academia.edu/9787786/SEJARAH_PERKEMBANGAN_TASAWUF
_Tasawuf_Sunni_Falsafi_dan_Syii

http://amienrakatesa.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-perkembangan-tasawuf.html

http://digilib.uinsby.ac.id/8697/7/bab%204.pdf

https://djauharul28.wordpress.com/2014/10/14/biografi-dan-ajaran-al-muhasibi/

https://id.wikipedia.org/wiki/Sunni

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/127272-RB07I248a-Ajaran%20tasawuf-
Pendahuluan.pdf

Anda mungkin juga menyukai