Anda di halaman 1dari 10

DZAT – SIFAT – ASMA – 

AF’AL
“ Kuntu kanzan makhfiyyan, fa ahbabtu ’an uraf fa khalaqtu al-khalqa li-kay u’raf “
Aku pada mulanya adalah khazanah/rahasia yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal, maka Aku ciptakan makhluk, agar
mereka mengenali-Ku Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, dia berkata: ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: 
“Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah
[air mani], kemudian menjadi ‘alaqoh [segumpal darah] selama waktu itu juga [40 hari], kemudian menjadi mudhghoh [segumpal
daging] selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang Malaikat kepadanya, lalu Malaikat itu meniupkan RUH padanya dan ia
diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya.
RODHITU BILLAHI ROBBA…
WA BIL ISLAMA DIINA…WA BIL MUHAMMADIN NABIYA WA RASULA…
WA BIL QURANI IMAMA…WA BIL KAABATI QIBLATA…
Maka demi Allah yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu,ada yang melakukan amalan penduduk Surga dan
amalan itu mendekatkannya ke Surga sehingga jarak antara dia dan Surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah
ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk Neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. 
Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk Neraka dan amal itu mendekatkannya ke
Neraka, sehingga jarak antara dia dan Neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu
dia melakukan amalan penduduk Surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” 
[HR. Bukhori dan Muslim]

SPERMA terdiri dari :


WADI asalnya dari API menjadi DAGING 
MADI asalnya dari ANGIN menjadi SUMSUM
MANI asalnya dari AIR menjadi TULANG
MANIKEM asalnya dari BUMI menjadi KULIT
Dari asalnya sepi di kesunyian, di Alam sebelum ada, ketika sudah ada di Alam Dunia, mengapa terjadi keributan? 
Sepi di jaman… 
KUN DZAT = HIDUP 
KUN SIFAT = HATI   
KUN MUTLAK = KEHIDUPAN 
[Alam Rahim] 
Sudah jelas wujud rupa, terjadi keributan di jaman… 
KUN FAYAKUN
Salah jadi Shaleh
Hadas jadi Hadist
Kotor jadi Bersih
Najis jadi Suci 
[Alam Dunia]
Rupa tidak bisa diganti, itu tandanya Kun Mutlak 
DZAT YANG MAHA AGUNG 

AKIL BALIGH – BERAKAL – MERDEKA 


Ketika bayi di Alam Rahim [di dalam air ketuban] belum ada nyawa, baru ada hidup yaitu adanya RUH, RASA pendengaran dan
Nafsu Muthmainah, dari Alam Rahim bayi pindah ke Alam Dunia, dan SIFAT FITRAH RUH berubah sifat menjadi ROH, ketika
kontak dengan Alam Dunia itulah adanya NYAWA, nyawa adalah DARAH ada di bawah kulit di atas permukaan daging, adanya
NAFAS adalah adanya HIDUP, adanya HIDUP adalah karena adanya DZAT dan SIFAT. 
1. RUH SULTHONIYAH ( HAK ALLAH ) 
Tempatnya di hati, jika Ruh ini keluar dari jasad, manusia akan mengalami kematian [Nafas]
2. RUH RUHANIYAH ( HAK RASULULLAH )
Tempatnya di dada [Jantung] dan pada 360 sendi = 360 hari, badaniyah bukan raga, Satu badan satu atap [Menyeluruh] 
3. RUH MAKODIYAH 
Ruh ini yang suka meninggalkan jasad, termasuk mimpi, mimpi yang benar adalah kita bisa mengingatnya dan menceritakannya
dengan jelas, walaupun kejadian mimpinya sudah lama.
4. RUH DINNIYAH / JASADIYAH
Berdirinya Islam, Fitrah diri/Fitrah Agama, Ruh Samawi
5. RUHUL QUDUS RASULULLAH SHALALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM
1. RUH SULTHONIYAH > INJIL > PENCIUMAN 
2. RUH MAKODIYAH > TAURAT > PENDENGARAN
3. RUH DINNIYAH > AL – QUR’AN > PENGLIHATAN
4. RUH RUHANIYAH > ZABUR > PERKATAAN
Hakikat NYAWA adalah RASA JASMANI, olahan dari 
API – ANGIN – AIR – BUMI pada waktu itu mata terbuka belum bisa melihat, telinga belum bisa mendengar, hidung belum bisa
mencium, mulut belum bisa berkata, hanya ada suaranya saja, setelah diberi asi atau makanan apa saja yang berasal dari saripati
Api, Angin, Air dan Bumi, maka dari saripati yang empat (SAEPI 4) ini, menjadi NUR DARAH yang empat macam :
1. NUR DARAH MERAH dari Saripati API, adanya pada DAGING, membesarkan dagingnya bayi, hawanya keluar melalui
TELINGA hingga bisa mendengar.
[RUHUS SAMMA’ = RASA PENDENGARAN] 
2. NUR DARAH KUNING dari Saripati ANGIN, adanya pada SUMSUM, membesarkan sumsum bayi, hawanya keluar melalui
HIDUNG hingga bisa mencium dan merasa.
[RUHUN NAFASI = RASA PENCIUMAN] 
3. NUR DARAH PUTIH dari Saripati AIR, adanya pada TULANG, membesarkan tulang bayi, hawanya keluar melalui MATA
hingga bisa melihat.
[RUHUL BASHAR = RASA PENGLIHATAN] 
4. NUR DARAH HITAM dari Saripati BUMI, adanya pada KULIT, membesarkan kulitnya bayi, hawanya keluar melalui LIDAH
[Mulut] hingga bisa berbicara. 
[RUHUL KALAMI = RASA PERKATAAN] 
5. NUR DARAH BENING 
Setelah bayi membesar kulitnya, membesar dagingnya, membesar tulangnya, membesar [banyak] sumsumnya, maka keluarlah
hawanya, yaitu nafsu yang empat yaitu: 
1. NAFSU AMARAH berdomisili pada TELINGA
2. NAFSU SUFIAH berdomisili pada MATA
3. NAFSU LAWAMMAH berdomisili pada LIDAH
4. NAFSU MUTHMAINAH berdomisili pada HATI
Datangnya nafsu yaitu keinginan pada waktu di beri ASI, rasa menjadi kontak dengan gulungan Api – Angin – Bumi – Air, sebab
itulah adanya air susu asal dari yang empat, buktinya adalah makanan yang di makan oleh Ibu, sebab jika Ibunya tidak makan apa-
apa, tidak akan ada air susu, ketika mulut bertemu dengan air susu, tentu ada rasa, rasa enak dan manis, terasa yang enak, sampai
ingin lagi tidak mau telat, kalau telat suka ngambek dan menjerit, semua terjadi karena adanya pertemuan / kontak, bukti
kontaknya Ibu dan Bapak keluarlah seorang bayi dari Alam Rahim dengan hidupnya, bertemulah hawa Baathin dan Dhohir, ketika
kontak dengan Alam Dunia adanya nyawa. 
Sifat nyawa yaitu nafas, hakikatnya nyawa, rasa adalah buktinya, ketika rasa kontak dengan makanan maka akan menjadi nafsu
dan banyak kemauan sudah pasti, dan bibit dari pada kemauan adalah karena tadi sudah merasakan air susu itu enak di
rasakannya. 
Ada enak sudah pasti ada tidak enak. Murakabah enak dan tidak enak sudah tentu, kepada telinga, mata, kepada penciuman begitu
juga, sudah pasti ada enak dan tidak enak, bukti di pendengaran juga begitu, ada yang enak di dengar, ada yang tidak enak di
dengar sehingga menimbulkan amarah. 
Jika pendengaran kontak dengan suara yang jelek, kejadiannya menjadi rasa tidak enak, begitu juga jika kontak dengan suara yang
baik akan menimbulkan enak, seterusnya begitu. Di mata pun bukti, ada enak di lihat dan tidak enak di lihat, malah ada
penglihatan yang suka menimbulkan amarah. Matapun tergantung kontaknya dengan sifat, sifat yang baik dan yang buruk, jika
baik maka akan menjadi enak, di penciuman pun begitu ada enak dan tidak enak, sama dengan pendengaran. Semuanya itu adalah
bukti dari adanya segala KEINGINAN. SIFAT RASA BAIK dan SIFAT RASA BURUK. 
” Tidak ada Tuhan selain Aku. Akulah hakikat DZAT yang Maha Suci, yang meliputi SIFAT-Ku, yang menyertai [ASMA] Nama-
Ku, dan yang menandai [AF’AL] perbuatan-perbuatan-Ku .”
[DZAT ; dibaca DAT bukan Zat dan bukan Zat ciptaan-Nya] 

“ Sesungguhnya AKU ini adalah ALLAH, TIDAK ADA TUHAN (yang hak) selain AKU, maka SEMBAHLAH AKU dan
DIRIKANLAH SHALAT UNTUK MENGINGAT AKU ”  [At -Thaahaa : 14]
AKU = DZAT/Nurullah, SIFAT Laisa kamishlihi syaiun, Dzat yang tidak dapat diserupai oleh sesuatu apapun, tidak ada
umpamanya. 
BILLA HAEFFIN, artinya tak berwarna dan tak berupa, tidak merah tidak hitam, tidak gelap tidak pula terang. 
BILLA MAKANIN, artinya tidak berarah tidak bertempat, tidak di barat tidak di timur, tidak di utara maupun di selatan, tidak di
atas maupun di bawah. 
DZAT yang berdiri sendiri tanpa adanya ketergantungan kepada mahluk lain ciptaan-Nya, berbeda dengan manusia yang
membutuhkan Allah, untuk bisa selamat di kehidupan Dunia dan Akhirat, adanya Alam semesta, Dunia, Arasy, Malaikat,
Idajil/Azazil, Iblis, Setan, Jinn dan Manusia, dan semua ciptaan-Nya yang ada, adalah karena akibat dari adanya Dzat Yang Maha
Suci.
1. ALAM AHADIYAT. Sebelum Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan Alam-alam, termasuk Alam Semesta, Arasy, Bumi
dan Langit beserta isinya, yang ada hanyalah Dzat di Kesunyian Sejati Martabat Yang Maha Suci, Alam Tunggal Sejati, Ghaibul
Ghaib. 
Ahadiyat tadi di 2. ALAM WAHDAT/Alam DZAT. 
SIFAT adalah Laisa kamishlihi syaiun, bukti adanya JAUHAR AWWAL RASULULLAH atau samudra hidup, pohon nyawa,
wadah amal, kubur sejati, hidupnya segala rupa, seluruh isi tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit, asalnya yaitu dari cahaya yang
satu, yaitu JAUHAR AWWAL RASULULLAH atau RUH ILMU RASULULLAH utusan Maha Agung. 
DZAT/NURULLAH yang menjadikan Alam Dunia dan isinya, TIDAK PISAH dan TIDAK JAUH, DZAT dan SIFAT. 
Sifat = Jauhar Awwal Rasulullah = Hakikat Muhammad [Ruh Ilmu Rasulullah] atau disebut SEJATINYA SYAHADAT, yaitu
syahadatnya DZAT dan SIFAT, Ahadiat dan Wahdat, sudah tidak pisah, seperti gula dan manisnya.
Ibarat ; 
DZAT adalah MANIS, SIFAT adalah GULA
DZAT adalah WANGI, SIFAT adalah BUNGA 
DZAT dan SIFAT adalah PASTI. 
TIDAK AKAN ADA SIFAT, JIKA TIDAK ADA DZAT, 
begitupun sebaliknya.
JAUHAR AWWAL RASULULLAH yaitu cahayanya Allah. 
Keadaan di 3. ALAM WAHIDIYAT, yaitu Nur Ilmu Rasulullah sinarnya yang empat rupa dari Jauhar Awwal Rasulullah. Dzat
Sifat-Nya Allah sifatnya sangat halus, mengeluarkan cahaya empat rupa ; 
MERAH, KUNING, PUTIH, HITAM disebut NUR ILMU RASULULLAH [Nur Muhammad] yaitu Hakikat Adam bibit untuk
Alam Dhohir atau Asmanya Allah, 
yang empat menjadi lafadz ; 
ALIF – LAM – LAM – HA, tadinya adalah Asma Allah. 
Di alam ketiga yaitu Alam Wahidiyat, DZAT yang pertama disebut, dua SIFAT, barulah ASMA nomer tiga, kenyataannya sesudah
adanya NUR ILMU RASULULLAH atau Hakikat Adam, yang tiga bergulung jadi satu ;
Allah – Muhammad – Adam =  “ Wa nahnu aqrobbu ilaihi min hablil wariid “ = Sifat -sifat diri
4. ALAM ILMU di telusuri dari kenyataan DZAT, SIFAT, dan ASMA Allah, yang keempatnya AF’AL Maha Suci, yaitu Alam
Ilmu, API – ANGIN – AIR – BUMI disebut ARWAH yang menjadikan RUH dan DARAH, bibit Adam Manusia, jadi, Api,
Angin, Air, Bumi adalah dari sinarnya Nur Ilmu Rasulullah, Af’alnya Allah Yang Maha Agung, buktinya kekuasaan Allah adalah
adanya Alam Dunia dari Nur Ilmu Rasulullah cahaya yang empat.
Cahaya MERAH sinarnya menjadi API 
Cahaya KUNING sinarnya menjadi ANGIN
Cahaya PUTIH sinarnya menjadi AIR 
Cahaya HITAM sinarnya menjadi BUMI 
Dari cahaya empat rupa itu, dihidupkan oleh sinarnya Matahari, sifatnya yaitu terang, jika di dunia tidak ada terang, manusia dan
tumbuhan akan mati, akan tetapi Matahari tadi tidak akan terang, jika tidak terkena sinar Dzat Sifat-Nya, tidak ada bedanya lahir
dan baathin, di dhohirnya menjadi nyata, API, ANGIN, AIR, BUMI menjadi Asma Allah yaitu ALIF – LAM – LAM – HA.
Matahari bisa terang, yaitu yang menjadi Tasjidnya, yang menghidupkan semua, di dunia juga pasti ada Asmanya Yang Maha
Agung, satu cukup untuk semua, sifatnya meliputi. 
5. ALAM AJSAM, adalah nyatanya jasad manusia berasal dari bumi, air, api, angin, syariatnya terasa, semuanya dari proses nabati
dan hewani, tanaman yang ditanam menjadi besar karena adanya unsur bumi, api, air, angin, tidak ada unsur yang kurang satupun.
Kejadian di diri manusia, yaitu kulit, daging, tulang, sumsum menjadi nafsu empat rupa : 
1. Nafsu Amarah dari DAGING hawanya keluar melalui TELINGA 
2. Nafsu Lawammah dari SUMSUM hawanya keluar menuju MATA 
3. Nafsu Sufiah dari KULIT hawanya keluar menuju MULUT 
4. Nafsu Muthmainah dari TULANG hawanya keluar menuju HIDUNG.
6. ALAM MITSAL diwajibkan oleh Maha Suci, manusia harus ikhtiar, harus mencari ilmu, untuk mengetahui asal, asal jasad
waktu di Qadim, yaitu yang empat tadi. Nur ilmu Rasulullah, MERAH, KUNING, PUTIH, HITAM, asalnya jasad manusia, jika
manusia sudah kenal kepada empat perkara, dengan yakin dan di dasari ilmu yang haq, itulah alam Mitsal, yaitu ma’rifat kepada
alam tadi. 
7. INSAN KAMIL adalah sudah ma’rifat kepada Dzat Sifat Yang Agung, yaitu Jauhar Awwal Rasulullah, sejatinya syahadat,
sejatinya Iman, bibit nyawa semuanya. Insan Kamil artinya manusia sempurna [mukmin sejati] sudah sampai kepada asal, yaitu
samudra hidup, kesempurnaan nyawa, pasti bisa pulang kepada asalnya yang dahulu, asal dari Allah kembali kepada Allah, Allah
sudah janji, kepada siapapun manusia yang tahu, yang ma’rifat kepada Dzat Maha Suci, sewaktu di dunia, terus sampai ke Akhirat,
tidak akan pisah dengan Dzat Yang Maha Agung, jika buta waktu di dunia, maka di Akhirat akan lebih buta lagi, tidak akan
bertemu dengan terang, gelap sudah pasti karena tidak bisa melihat Dzat Yang Maha Agung, sewaktu gelap sudah pasti Neraka,
karena di dunia tidak mencari ilmu dan ibadah, sibuk mengantar NAFSU DHOHIR. 
Ibarat ;
DZAT adalah WANGI, SIFAT adalah BUNGA
DZAT adalah MANIS, SIFAT adalah GULA
TIDAK PISAH dan TIDAK JAUH 
Syahadatnya Dzat dan Sifat, Ahadiyat dan Wahdat.
Ilustrasi :

DI LUAR NAMA : 
DZATTULLAH yaitu disebut Alam, inilah yang memangku/menopang Alam Dunia
SIFATULLAH adalah Nur Ruh Ilmu Rasulullah seluas langit, tidak ada yang keluar dari DZAT SUCI, semuanya terliputi oleh
satu cahaya.
ASMATULLAH adalah Api, Air, Angin, Bumi, Asma yang Agung. Satu, cukup untuk semua, Api, Air, Angin, Bumi menjadi
huruf  ALIF – LAM – LAM – HA.
AF’ALULLAH yaitu hawa yang menghidupkan bumi dan isinya
DI DIRI MANUSIA :
DZATULLAH nyatanya di diri, buktinya adalah sekujur badan, yang memangku keadaan, segala hal yang menyangkut keadaan
pada wujud  
SIFATULLAH nyatanya adalah rupa, rupa manusia tidak ada yang sama dengan manusia lainnya, hanya satu di alam dunia,
tawilnya adalah ALLAH HANYA SATU. 
ASMATULLAH yang bukti di badan adalah ; 
KULIT, DAGING, TULANG, SUMSUM, 
menjadi lafadz Asma Allah yaitu ; 
ALIF – LAM – LAM – HA.
AF’ALULLAH yaitu geraknya wujud, semuanya diringkas kepada yang empat rupa, nyatanya Dzatullahi, yaitu perkataan, sebab
perkataanlah yang menjadikan semuanya, yaitu keramaian Alam dhohir, adanya kemauan manusia, sehingga menjadi bukti dengan
adanya gedung, rumah, mobil dll karena adanya bibit dari Dzat. 
Dari Ibn Abbas r.a., dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam.
sabdanya :
“FIKIRKANLAH MENGENAI SEGALA APA YANG DI CIPTAKAN ALLAH, TETAPI JANGANLAH KAMU
MEMIKIRKAN TENTANG DZAT ALLAH..” 
[HR Abu Syeikh] 
Abu Dzar r.a., dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam. sabdanya :
“FIKIRKANLAH MENGENAI SEGALA MAKHLUK ALLAH, DAN JANGANLAH KAMU MEMIKIRKAN TENTANG
DZAT ALLAH, KARENA YANG DEMIKIAN MENYEBABKAN KAMU BINASA [DALAM KESESATAN]” 
[HR Abu Syeikh] 
” FIKIRKANLAH OLEHMU SIFAT ALLAH DAN JANGAN KAMU MEMIKIRKAN AKAN DZAT-NYA. 
ALLAH MELIPUTI SEGALA SESUATU ” 
[Al-Fushilat : 54]
”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia [yang berhak disembah], yang menegakkan keadilan. Para
Malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan yang demikian. Tak ada Tuhan melainkan Dia [yang berhak disembah]
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Ali-Imran:18]
“Wa kawa ‘Idul Imani, wajibul wajib” 
Semua umat Allah wajib marifat, harus tahu kepada iman sejati, iman yang satu yaitu kepada DZAT MAHA SUCI. 
SIFAT Laisa kamishlihi syaiun adalah JAUHAR AWWAL RASULULLAH, TANDA KENYATAAN ADANYA DZAT. 
JAUHAR AWWAL RASULULLAH isinya adalah RUH ILMU RASULULLAH, yang Awwal Akhir di ciptakan oleh Allah. 
Ainal yakin dengan Ilmu, supaya bisa pulang, pulang kembali kepada Dzat, hakikatnya manusia berasal dari Dzat, akan tetapi
manusia tidak perlu tahu kepada Dzat, tetapi carilah utusan Dzat, yang disebut Jauhar Awwal Rasulullah, inilah jalan pulang yang
sempurna. 
“Illa anna awalla’nafsah fardhu ‘ain” 
Pertama hal ibadah adalah tahu kepada sejatinya hidup, sifat hidup harus di dapat, diri yang mana yang harus di cari? Apakah
jasmani yang terlihat? Yang harus dicari adalah badan Ruhani atau Jiwa. 
Sejatinya syahadat adalah bibit segala rupa yaitu Jauhar Awwal [Ruh Ilmu Rasulullah] Samudra Ilmu dan Kehidupan. 
“Ru’yatullahi Ta’ala fi dunya bi’ainil qolbi” 
Melihat Hakikat Allah Ta’ala di Dunia oleh mata Baathin. Bila Qolbu manusia sudah dianugrahi Sifat Nur Ilmu Rasulullah,
Qolbunya bisa dipakai untuk tempat melihat kepada Allah Ta’ala melalui mata Baathin karena sudah diberitahu oleh Sifat Nur
Ilmu Rasulullah, sehingga bisa merasakan ni’mat dari Dunia sampai di Akhirat, sudah tidak merasakan berpisah dengan Sifat Nur
Ilmu Rasulullah, lantaran wujud itu. Siang dan malam Qolbu ditempati oleh Sifat Nur Ilmu Rasulullah untuk melihat Allah Ta’ala,
melalui jalan Syariat, Tharekat, Hakikat dan Ma’rifat, Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih, Ushul Fiqih dan Ilmu Tasawuf.
“Ru’yatullohi Ta’ala bil akhiroti bi’ainil arsi” 
Melihat Allah di Akhirat, tentu sama mata, tidak salah lagi, sebab sudah bersatu seperti gula dan manisnya. 
Wajib hukumnya mencari tahu diri, diri yang sejati, diri manusia, sebenar-benarnya diri. 
Cahaya empat rupa adalah ; 
NARUN [Merah]
HAWAUN [Kuning] 
MA’UN [Putih] 
TUROBUN [Hitam]
yaitu badan ruhani [jiwa], inilah yang harus ketemu, jasmani harus hilang, tapi jangan hilang tanpa sebab, hilangnya harus terganti
oleh cahaya empat rupa [Sifat Nur Ilmu Rasulullah] hilangnya badan jasmani, harus terganti oleh badan ruhani. 
Jas artinya adalah baju, mani adalah badan ruhani, baju adalah bungkus, bungkusnya ruhani, manusia tidak akan mendapatkan
hasil, jika hanya mengetahui badan nyata saja, harus di buka dulu bajunya, supaya bisa ketemu dengan isinya, badan jasmani
adalah hijabnya kepada Yang Maha Suci, jika tidak hilang wujudnya dulu, maka isinya tidak akan ketemu, diibaratkan kucing,
maksud kucing hendak ngintip tikus keluar dari liangnya, tapi kucingnya diam di depan liang tikus, akhirnya tikus malah mati
karena tidak bisa keluar, tentu saja tidak akan hasil, kucing diibaratkan jasad, tikus ibarat yang Latif, tidak akan ketemu jika rasa
jasad tidak hilang. 
Jika kucing menginginkan agar tikusnya keluar dari liang, tentu saja kucing harus pergi menjauhi liang tikus, barulah tikusnya
keluar, sama seperti di diri manusia, jika ingin ma’rifat kepada Dzat Allah Ta’ala, harus merasa pasti, merasakan bahwa manusia
tidak memiliki jasad. Rasa jasmani harus hilang, terganti oleh Rasa Rasulullah [SIFAT NUR ILMU]  > Ladun Qolbin Salim >
Ladunni > Hati yang selamat. Rasa ni’mat yang sejati [Ni’mat Islam, Ni’mat Iman] karena saking ni’matnya melihat kepada Dzat
Maha Agung, tentu merasa hilang dunia dan jasmani [Iman Akhirat, Rasa Akhirat]
“Waman aroffa nafsahu, faqod aroffa robbahu…man aroffa robbaha, faqod jahilan nafsah” 
“Lahaula wala quwata, illa billahil aliyil ‘adim”…
Barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya, barang siapa mengenal Tuhannya pastilah bodoh dirinya …
Shalat sejatinya adalah ketika waktu Nafi Isbat bergulung, menerapkan Muhammad af’al. Ta’udz dan Bismillah untuk berlindung
kepada Yang Maha Agung, disinilah adanya kebersamaan, yang empat bersatu, hilangnya dunia dan wujud, bertemu dengan wujud
Agama, barulah dikatakan Islam jika sudah ketemu kepada sejatinya Agama/Ruh Samawi [Fitrah Agama] yaitu hidup manusia,
tentu wajib hukumnya, untuk tahu kepada sejatinya Agama, agar ibadah menjadi sah, tahu bibit rukun Islam, rukunnya yang empat
di badan:
1. Penglihatan 
2. Pendengaran 
3. Penciuman 
4. Perkataan. 
yang ke lima adalah Rasa Rasulullah [penguasa RASA]
jadi hakikatnya shalat adalah wujud rupa diri. 
“Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin“, 
“Shalat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“.
IHKROM – MI’RAJ – MUNAJAT – TUBADIL 
Artinya adalah shalat sejati, syariatnya ada di Mekkah, ketika orang pergi Haji, hakikatnya ada di pulau Jawa. 
IHKROM
Bersiap-siap, menyiapkan tekad sebelum pergi, ibarat burung niat ingin terbang, sayapnya sudah dibentangkan tapi tidak
dikepakkan. 
MI’RAJ
Jika sudah dengan terbang dan melayang, sudah meninggalkan Alam Dunia, lupa kepada Alam Dhohir. 
MUNAJAT
Sudah mau sampai ke Alam Baathin. 
TUBADIL
Sudah sampai kepada yang yang dituju, yaitu Baitullah suci, Baitullah sejati, bukan di Utara, bukan di Selatan, tidak di Timur dan
di Barat [Billa haefin, Billa makanin] inilah yang di maksud hakikat Ka’bah atau Kubah [rongga dada manusia] Itiqod [tidak
terkena rusak] kiblat nyawa yang sempurna yaitu Dzat Yang Maha Agung, sifatnya cahaya padang halus, terang benderang atau
Jauhar Awwal Rasulullah, samudra ilmu dan hidup, kiblat waktu wafat. Bertemunya ASHHADU = Allah dan WA ASHHADU =
Diri Manusia [Ghoib]
Sebab itu kiblat wafat wajib harus di ketemukan, jika tidak ketemu dikhawatirkan jadi gentayangan, nyawa tidak sampai kepada
asalnya dahulu, pantas adanya Neraka yaitu siksaan diri, sebab tidak menemukan jalan pulang yang sempurna, mumpung di dunia
harus bersungguh-sungguh mencari jalannya wafat, agar nyawa bisa pulang, BAB IBADAH sudah ada patokan yaitu Al-Qur’an
dan Hadist, sudah mencukupi, tinggal bersungguh-sungguh menghafal dan prakteknya, kalau jalan mati, itu lain aturan, itu adalah
penghujung, ujungnya harus wafat, yang ibadah dan yang tidak, semua manusia akan mengalami kematian, syariatnya sama, ada
sekaratnya… 
Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?” 
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” 
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. 
Sayyidina Ali r.a. menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati
dengan HAKIKAT KEIMANAN “. 
Jika manusia yang ma’rifat, mutajilah sudah pasti, sebab menjirimkan Allah terlihat oleh mata kepala, yang berarti ada dua diri,
Allah adalah NAFI ISBAT, ada Isbat hilang Nafi, ada Nafi hilang Isbat, Isbat adanya pasti, wujud jasmani, Nafi adanya Jiwa,
untuk Nafi Isbat-nya harus tidak ada. 
SIFAT NUR ILMU RASULULLAH adalah JAUHAR LATIF. Cahaya halus yang menghidupkan wujud manusia, matahari dalam
wujud jagad shagir, yang tidak terlihat oleh mata kepala, dan hanya bisa di lihat dengan MATA BAATHIN. 
AL – ILMU NURULLAH > Ilmu Sifat untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasulullah, Ilmu Sifat tidak akan samar, wangi
bunga rose tidak akan tertukar dengan wangi bunga melati. ‘Ain > Iliyin tempat tertinggi yang bisa di capai oleh orang berilmu.
Ilmu Ladunni/Ilmu Sifat, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui proses kegiatan pengamalan, mulai dari mandi, shalat, wirid,
baca Qur’an dll. Melalui jalan Syariat, Tharekat, Hakikat dan Mari’fat. Tuhan hanya bisa dikenal jika Dia sendiri berkehendak
untuk dikenali. Sifat Nur Ilmu adalah kendaraan bagi baathin untuk sampai ke sisi-Nya, melalui Sifat Rasa Rasulullah. Tidak ada
manusia yang bisa langsung ma’rifat kepada Allah Ta’ala, kecuali Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam melihat langsung
dan berdialog dengan Allah Ta’ala.
Sifat Nur Ilmu ini akan menerangi qolbu, baathin, hati dan ruh, Sirr nya berperan menyingkap tabir hakikat dan mengenal akan
Allah Ta’ala. Hakikat akan diketahui apabila seseorang giat mendalami pengetahuan tentang hakikat melalui proses pengamalan,
khalwat atau tirakat, muqarobah, mandi, sholat, wirid melalui bimbingan 
Guru Mursyid > Allah, Ilmu Ma’sum > Ilmu Syafa’at yang bisa memisahkan unsur Sifat Malaikat [NURR] dan unsur Sifat Jinn
[API] di dalam darah, seorang guru wajib menguasai 12 pan Ilmu, jika ilmunya tidak ma’sum, maka dikhawatirkan bangsa mahluk
halus akan ikut-ikutan nyusup/masuk ke dalam pengamalan, sehingga seseorang itu tidak merasa bahwa di dalam dirinya sudah di
tempati oleh Jinn, merasa berilmu padahal Jinn yang mengendalikan. 
Sifat Nur Ilmu adalah cahaya yang menerangi hati dan mengeluarkannya dari kegelapan serta membawanya untuk menyaksikan
sesuatu dalam keadaannya yang asli. Apabila cahaya atau latifah di diri sudah membuka tirai dan cahaya terang telah bersinar,
maka mata baathin dapat memandang kebenaran dan keaslian yang selama ini disembunyikan oleh alam nyata. Semakin terang
cahaya Illahi yang diterima oleh hati akan menambah jelas kebenaran yang dapat dilihatnya. Pengetahuan yang diperoleh melalui
pandangan mata baathin yang bersumber dari Cahaya Awwal/Jauhar Awwal Rasulullah/Ruh Ilmu Rasulullah inilah yang
dinamakan Ilmu Ladunni/Ilmu Sifat/Ilmu Syafa’at/Ilmu Shalat.
TINGKATAN MA’RIFAT :
1. Ma’rifat Sejati
2. Ma’rifat Suyudi
3. Ma’rifat Nur Imthinah [Baathin Rasulullah] 
Nabi = Ilmu
Rasul = Shalat
Rasulullah = Ruh Ilmu
Muhammad = Af’al [pekerjaan] 
RUH SHALAT = RASULULLAH
HAKIKAT KEHIDUPAN : 
1. Sebelum Shalat
2. Di dalam Shalat
3. Di luar Shalat
SHALAT adalah KEPALA AMAL 
HAKIKAT 17 RAKA’AT : 4 x 4 = 16
17 = Diri Manusia = Ghoib
[ada tapi tidak ada, tidak ada tapi ada]
1. DZAT
2. SIFAT
3. ASMA
4. AF’AL
1. Nur Darah Merah
2. Nur Darah Kuning
3. Nur Darah Putih
4. Nur Darah Hitam
1. Nafsu Amarah
2. Nafsu Sufiah
3. Nafsu Lawammah
4. Nafsu Muthmainah = Rahmat
1. Al-Qur’anul MAJID
2. Al-Qur’anul KARIM
3. Al-Qur’anul HAKIM
4. Al-Qur’anul ADHIM
1. RASUL PERTAMA : 
NABI ADAM ‘ALAIHISSALAM. 
Pertama kali Allah membuat utusan yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam, syahadatnya ;
“ASHHADU ANLAILAAHA ILLALLAHU WA ASHHADU ANNA ADAM KHALIFATULLAHI “ 
“ Kamu Adam di kehendaki oleh Kami, menjadi utusan, tetapi kamu sekarang jangan mau ma’rifat kepada Kami, cukup
mengetahui saja dulu, sebab wujud kamu adalah kenyataan adanya Kami “. Dalilnya ; “ Wallahu baathinul insan, Al insanu
dohirullah “, tapi wujud kamu pribadi sekarang harus Shalat yaitu dua raka’at, waktu subuh keluarnya fajar, sebabnya harus shalat
karena kamu harus menerima punya NYAWA, keduanya punya WUJUD, itulah asalnya ma’na adanya Shalat Subhi. 
2. RASUL KEDUA : 
NABI NUH ‘ALAIHISSALAM, syahadatnya ;
“ASHHADU ANLAILAAHA ILLALLAHU WA ASHHADU ANNA NUH HABIBULLAH “. 
“ Hai… Kamu Nuh dikehendaki oleh Kami jadi utusan, tetapi kamu sekarang jangan ingin ma’rifat kepada Kami, ketahui dulu
PENDENGARAN kamu yaitu pendengaran AKU”. 
Dalilnya ; Sama-Sami’an, dan “ Sekarang kamu harus Shalat waktu Duhur, banyaknya 4 raka’at, harus menerima punya DUA
TELINGA dan DUA KAKI “, makanya manusia wajib Shalat karena menerima punya dua telinga dan dua kaki. 
3. RASUL KETIGA : 
NABI IBRAHIM ‘ALAIHISSALAM, syahadatnya ;
“ASHHADU ANLAILAAHA ILLALLAHU WA ASHHADU ANNA IBRAHIM KHALILULLAHU “. 
“ Hai… kamu Ibrahim,sekarang sudah jadi utusan, tapi kamu jangan ingin ma’rifat kepada AKU, ketahui dulu PENGLIHATAN
kamu yaitu penglihatan AKU”. Dalilnya ; “ Basar dan Basiran”, sekarang kamu harus segera sujud, harus Shalat 4 raka’at Asyar
waktunya pasti, sebab kamu mempunyai DUA MATA dan DUA TANGAN “ begitulah asalnya mengapa ada Shalat Asyar. 
4. RASUL KEEMPAT : 
NABI MUSA ‘ALAIHISSALAM, syahadatnya ;
“ASHHADU ANLAILAAHA ILLALLAHU WA ASHHADU ANNA MUSA KALAMULLAH “. 
“ Hai…kamu Musa utusan AKU pribadi, tapi jangan ingin tahu kepada Dzat Sifat AKU, ketahui dulu PERKATAAN kamu, yaitu
sudah pasti PERKATAAN AKU “. Dalilnya ; “ Kalam Mutakalliman “ Shalatlah 3 raka’at waktu magrib, sebab kamu sudah pasti
punya BIBIR, kedua mempunyai PERKATAAN / LISAN dan ketiga mempunyai HATI. 
5. RASUL KELIMA : 
NABI ISA ‘ALAIHISSALAM, syahadatnya ; 
“ASHHADU ANLAILAAHA ILLALLAHU WA ASHHADU ANNA ISSA RUHULLAHI “. 
” Kamu Isa sudah menjadi utusan Kami, tapi kamu tidak harus tahu kepada Dzat AKU, ketahui dulu nafas / PENCIUMAN kamu
pribadi, sebab nafas kamu itu adalah kenyataan hidup AKU ” , sekarang kamu harus Shalat pada waktu Isya 4 raka’at karena di diri
kamu adalah kenyataan DUA LUBANG HIDUNG bukti adanya NAFAS, yang ke empatnya ada DARAH sudah bukti, sebab jika
darah tidak ada, nafas juga tidak ada, makanya sekarang harus Shalat di waktu Isya, sebab asalnya dari Nabi. 
6. RASUL KEENAM :
NABI MUHAMMAD SHALALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM. 
Syahadatnya ; 
“ASHHADU ANLAILAAHA ILLALLAHU WA ASHHADU ANNA MUHAMMADUR RASULULLAH “. 
Hai… Muhammad kamu adalah utusan Kami, sekarang kamu harus ma’rifat kepada AKU, sebab kamu yang paling dekat dengan
AKU. Dalil Qur’an ; 
“ Al INSANU SIRI WA ANA SIRUHU “
artinya “ Kamu Muhammad adalah RASA AKU “, sudah tentu karena pangkatnya tidak salah yaitu Muhammad Rasulullahi, ini
AKU memberimu buraq untuk nanti menghadap ke hadirat AKU “ dan akan turun kepada anak cucu, terus kepada para Wali
semua sampai kepada hari Kiamat, juga Muslimin dan para Auliya yang mendapatkan pertolongan Allah 
Begitulah sejarahnya, tapi heran bangsa Islam suka mungkir, keukeuh katanya tidak akan tersusul, Allah sudah berjanji kepada
Baginda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, sudah bersabda terus sampai hari Kiamat akan turun buraq – buraq tadi,
tentu saja tidak akan ketemu, jika kita diam di Tharekat puji tidak menyusul kepada Tharekat Ilmu, tidak memakai Ijma Qiyas,
tegasnya hukum akal tidak di susul, tanpa akal tidak akan terjadi. 
Hakikatnya Adam nyatanya adegan WUJUD pribadi 
Hakikatnya Nuh nyatanya PENDENGARAN 
Hakikatnya Ibrahim nyatanya PENGLIHATAN 
Hakikatnya Musa nyatanya PERKATAAN 
Hakikatnya Isa nyatanya PENCIUMAN, SIFAT NAFAS sudah pasti. 
Muhammad adalah RASA JASAD dan pantas Muhammad di sebut di tiap Hadist, Penghulunya, “ Kamu adalah utusan Kami,
sekarang kamu harus ma’rifat kepada AKU, sebab kamu yang paling dekat ”. Jika tidak punya RASA, wujud akan berbaring tidak
bisa bergerak dan berbalik, hakikatnya semua para Rasul, sudah bergulung pada jasad, tidak kekurangan lagi. 
“ TIDAK ADA SEORANGPUN YANG BISA MA’RIFAT DZAT KECUALI NABI MUHAMMAD RASULULLAH
SHALALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM “. 
Jika ada seseorang yang mengaku sudah TAUHID DZAT /  MA’RIFAT DZAT (MAHA GHAIB), maka dia menjadi MURTAD
tidak salah lagi, orang seperti ini jangan di dekati, bisa menjadi menular dan terkena murtad, sudah banyak yang seperti ini, yang
berceritapun orang yang ngajinya sudah puluhan tahun. Jika ngaji Hadist dan Dalil, harus di barengi ngaji QIYAS, IJMA harus di
susul, agar jangan keliru AKALnya di pakai. 
Kata Hadist “ Tidak ada seorangpun yang bisa ma’rifat kepada Dzat Maha Agung “, tentu saja, sebab yang namanya orang sudah
pasti melihatnya menggunakan mata kepala, jika begitu benar sekali, MUTAJILAH tidak salah lagi, sebab menjirimkan sudah
pasti, menjirimkan Allah, ada kita juga berbarengan ada itu, jadi ada HIDUP dua. 
Hadist tidak salah yaitu perkataan para Rasul dan para Nabi, yang salah sudah pasti yang ngajinya, ma’na kitab tidak dipikirkan
lagi. Ma’na kitab Qur’an, ada dua yang sudah di tulis di “ Lam yakunil Syahrul bariyyah, Khairul bariyyah “, ma’na yang kasar
dan ada ma’na yang halus, kasar untuk Neraka, yang halus untuk bagian Surga, kata Qur’an adalah begitu, apakah akan tidak
percaya kepada dalil Qur’an yang sudah pasti, dalil tidak boleh di rubah, ma’na pun begitu juga, hanya saja wajib dengan Ilmunya,
ma’na dalil di mengerti keluar dan ke dalamnya, hukum Qiyas di jalankan, sebab untuk menyempurnakan maksud tidak ada jalan
lagi harus memakai akal, Ilmu Lahir dan Ilmu Baathin. 
Katanya tadi di Hadist di sebut, “ Tidak ada yang bisa ma’rifat kepada Allah kecuali Baginda Nabi Muhammad Rasul “, benar
sekali, tapi jangan menetapkan saja ke situ. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam Mekah itu adalah yang menjadi bibit, bibitnya
yang ma’rifat, tapi carilah hakikat Nabi yang ada di wujud ; 
RASULULLAH ITU TIDAK PUPUS SEBAB JIKA PUPUS DUNIA INI PASTI LEBUR 
yang pupus adalah majajinya, hakikatnya tidak mati. Carilah RASA Rasulullah tegasnya RASA Allah di sekujur wujud, jika sudah
ketemu, tentu saja ma’rifat, kepada Dzat Maha Agung karena itulah yang ma’rifat. Orang berilmu mengenal Allah harus melalui
SIFAT RASA RASULULLAH [Jauhar Awwal] = TAUHID SIFAT / MA’RIFAT SIFAT.(GHAIBUL GHAIB)
Al-insan al-kamil adalah manusia yang telah memiliki dalam dirinya SIFAT NUR ILMU RASULULLAH nyatanya yaitu RASA
dan awasnya BAATHIN. 
“ BARANG SIAPA MENGENAL DIRINYA, MAKA DIA AKAN MENGENAL TUHANNYA “
Wujud orang tidak akan bisa melihat,tetap saja paling bodoh, tidak punya daya dan upaya pasti, hanya RASA Maha Agung yang
tetap tahu, yang MELIHAT TIDAK MEMAKAI MATA, BERKATA TIDAK MEMAKAI BIBIR, MENDENGAR TIDAK
MEMAKAI TELINGA.
Yang ghaib di wujud kita harus ketemu supaya bisa pulang, pulang kepada RASA AKHIRAT dahulu yaitu RASA Allah, sebab
jika tidak ketemu sekarang tentu tidak akan bisa pulang kepada rasa yang tadi, akan tetap di RASA DUNIA / IMAN DUNIA, balik
lagi ke Dunia menjadi gentayangan menjadi arwah (Sifat Nyawa), terkurung oleh Alam Dunia, tegasnya belum keluar, masih tetap
di “pembuangan”, buktinya banyak siluman, jinn, dedemit. 
RUKUN SHALAT :
1. Rukun Qalbi adalah rukun yang bersumber pada hati 
2. Rukun Fi’li adalah rukun yang bersumber pada perbuatan/tindakan dari anggota badan 
3. Rukun Qauli adalah rukun yang bersumber pada ucapan/bacaan/pekerjaan 
PUJI HADIST ‘ALAL HADIST 
Puji baru kepada yang baru, ibaratnya kita memuji kepada wujud orang lain, sama pada – pada baru, jika memuji kepada orang
bukanlah bab Ilmu karena tidak akan menjadi manfa’at, memuji itu harus kepada Allah, orang tidak wenang untuk di puji, jangan
menyamai Maha Agung, di syahadatpun Allah hanya satu yang wajib di ibadahi, dalil adalah aturan Ilmu sudah pasti, bukan untuk
memuji kepada makhluk tapi tetap untuk Allah dari makhluknya, kalau memuji ke sesama orang itu adalah aturan lain hanya untuk
di Dhohir 
Puji baru kepada yang baru adalah pada waktu baca kitab dan Qur’an, pada – pada baru pasti. Huruf Qur’an tentu saja baru hasil
pekerjaan Nabi, yang Qadim adalah perkataannya, hurufnya baru adalah pasti, ketika kita yang bacanya, suaranya baru, suara baru
ada adalah sesudah kita ke Alam Dunia, ketika di Alam Rahim tidak ada suara. 
PUJI HADIST ‘ALAL QADIM. 
Puji Hadist ‘alal Qadim, yang baru memuji kepada yang Qadim, yang baru adalah wujud, berdiri, ruku, sujud, duduk, attahiyat,
sama baru yang Qadimnya ialah Nur Muhammad asal tadi cahaya yang empat rupa. 
PUJI QADIM ‘ALAL QADIM. 
Qadim memuji yang Qadim adalah ketika Shalat sejati, sudah pasti di situ pada Qodim yang memuji dan dipujinya buktinya tidak
memakai bibir, pada Qodim semuanya. 
PUJI QADIM ‘ALAL HADIST. 
Qadim memuji kepada yang baru, jika ibadahnya dibarengi dengan ma’rifatnya kepada Dzat Maha Suci. Ibadah dengan Ilmu inilah
yang dipuji, sudah sah Dzat, sah Sifat, sah Asma dan sah Af’al, berada dalam KESADARAN MURNI, apalagi ibadahnya, berbalik
dan bergerak sudah pasti menjadi puji semuanya, sebab sudah tetap dalam keadaan sadar, tidak mengakui gerak sendiri, semua
hanya karena kehendak Allah. 
NABI MUHAMMAD AWWAL dan AKHIR.
Ruh Ilmu Rasulullah adalah bibit tujuh bumi tujuh langit, sesudah ada Nabi Adam dan Siti Hawa yaitu bibit yang mengeluarkan
umat manusia, tetap saja Nabi Muhammad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang menjadi awwal dan akhirnya, ketika
Adam dan Hawa mau punya anak, tentunya dua rasa bertemu, RASA hakikatnya adalah RASULULLAH, jika tidak ada rasa tidak
akan keluar mani, dua-duanya juga luput, mani adalah hakikat Adam, Adam dari cahaya Ruh Ilmu Rasulullah, yaitu cahaya RASA,
mani tadi menjadi rupa :
KEPALA menjadi MIM 
DADA menjadi HA 
PUSAR menjadi MIM 
KAKI menjadi DAL 
Menjadi lafadz Muhammad, akhirnya rasa yang tadi menjadi rupa manusia disebut Muhammad Awwal dan Akhir. Nabi penutup
maksudnya adalah penutup ilmu, yg empat dilakukan yaitu Syariat dan Hakikat. Tharekatnya di jalani, jalan Ma’rifat kepada Allah,
sampai kepada Yang Maha Suci, menjadi pangkatnya Nabi Muhammad Rasulullah, karena sudah ma’rifat kepada Allah. 
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sebagai Nabi penutup yang berada di Madinah [Jasad]
Muhammad majaji-nya sudah pasti yaitu syariatnya yang ma’rifat, Muhammad hakiki-nya adalah Wujud Sifat Nur Ilmu
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang hidup kekal abadi.
HAKIKAT ILMU ADALAH IMAN, suatu anugrah dari Allah Ta’ala kepada manusia yang paling mulia Nabi Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wassalam, manusia yang tidak mempunyai bayangannya sendiri, manusia yang tidak pernah menguap, manusia
yang lahir dalam keadaan sudah di sunat, setiap langkahnya di rindukan oleh bumi, di berinya Ilmu dan keimanan yang sempurna
[Ruh Ilmu Rasulullah] dipersiapkan jasad dan jiwanya untuk menerima mu’jizat terbesar yaitu Al-Qur’an dan sebagai Nabi
penutup akhir jaman [Jasad]
Rahmatan lil Alamin…
Rahmat bagi seluruh alam…
Di utus untuk membersihkan akhlaq baathin manusia dari berhala…
Bergelar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Sifatnya ; Siddiq, Amanah, Fathanah dan Tabligh. 
Sebagai pembawa risalah/Nubuwwah yang ma’sum jasad dan jiwanya, suci dan bersih dari Idajil, Iblis, Setan dan Jinn, isinya
adalah 10 Malaikat dan Rahmat. Semua 25 Nabi dan Rasul bertindak bukan berdasarkan HAWA NAFSU, tapi berdasarkan risalah
NUBUWWAH kenabian, yang isinya adalah RUH ILMU RASULULLAH.
Orang yang taat kepada perintah-Nya senantiasa kuat melakukan ibadah dan meningkatlah kekuatan ruhaninya. Dia akan kuat
untuk menyerahkan semua urusan kehidupannya kepada Allah saja. Dia tidak lagi takut apapun yang menimpanya. Dia tidak lagi
tergantung kepada sesama makhluk. Hatinya teguh dan ikhlas dengan semua ketentuan-Nya.
Bahaya dan bencana sehebat apapun tidak lagi menggugat imannya dan keni’matan duniawi tidak lagi menggelincirkannya.
Baginya suka dan duka, bencana dan keberuntungan sama saja, karena ini takdir yang sudah ditentukan Allah untuknya, dan
takdir-Nya kepadanya pasti yang terbaik. 
Orang yang seperti ini sentiasa di dalam penjagaan Allah, karena dia telah menyerahkan dirinya kepada Allah dan Rasulullah.
Allah menganugerahi orang ini dengan kemampuan untuk melihat dengan mata hati dan bertindak melalui Petunjuk Ladunni
(Ilham), tidak lagi melalui pikiran, kehendak diri sendiri atau angan-angan. Pandangan mata hati kepada hal ketuhanan memberi
kesan kuat kepada hatinya (qalbunya). Dia mengalami suasana yang menyebabkan dia menafikan perwujudan dirinya dan
diisbatkannya kepada Wujud Allah Ta’ala.
Suasana ini timbul akibat hakikat ketuhanan yang dialami oleh hati.. Dia merasakan benar-benar akan keesaan dan kuasa-Nya
Allah, bukan sekadar mempercayainya. Hakikat sesungguhnya hanya bisa di alami dengan mata baathin. Mata baathin melihat atau
menyaksikan keesaan Tuhan dan hati merasakan akan keadaan keesaan itu. Mata baathinnya melihat kepada Wujud-Nya, tidak lagi
melihat kepada wujud dirinya. Orang yang di dalam suasana seperti ini telah transenden dari sifat-sifat kemanusiaan. Orang yang
mencapai tingkat ini dikatakan telah mencapai maqam Ma’rifat Sejati, Ruh Iman. Hatinya jelas merasakan bahwa tidak ada yang
berkuasa melainkan DIA dan segala sesuatu datangnya dari Allah.
Yang perlu digarisbawahi, bahwa perjalanan spiritual manusia akan melalui beberapa tingkatan dalam proses mengenal Tuhan.
Pada tahap pertama terbuka mata baathin dan cahaya Qalbu memancar menerangi akalnya. Seorang yang akalnya diterangi cahaya
Qalbu akan melihat betapa dekatnya TUHAN. Dia melihat dengan ilmunya dan mendapat keyakinan yang dinamakan Ilmul Yaqin.
Pada tahap keduanya mata baathin yang telah terbuka. Seseorang tidak lagi melihat dengan mata ilmu tetapi melihat dengan mata
baathin dan mata baathin memandang itu dinamakan Kasyaf. Kasyaf melahirkan pengenalan atau ma’rifat. Seseorang yang berada
di dalam maqam ma’rifat dan mendapat keyakinan melalui kasyaf dikatakan memperoleh keyakinan yang dinamakan Ainul Yaqin.
Pada tahap Ainul Yaqin seseorang telah menceburkan diri di wilayah keghaiban segala sesuatu termasuk dirinya sendiri. 
Shalat itu suci, Ruh shalat suci, Al-Qur’an suci, Ruh samawi itu suci, sehingga di perlukan persiapan kebersihan untuk masuk
arena shalat, segala beban dan permasalahan duniawi sudah harus ditinggalkan, yang ada hanyalah pasrah, pasrah dalam arti
manusia tidak memiliki kuasa apapun, ibaratnya, jika sebentar lagi akan di cabut nyawa, sudah tidak ada lagi yang dicintainya
karena Rasa Dunia sudah terganti dengan Rasa Akhirat, Iman Dunia sudah terganti dengan Iman Akhirat…
“ALASTUBIRAFBIKUM QOLU BALA SYAHIDENA” 
” Bukankah aku ini Tuhanmu ? Betul engkau Tuhan kami,kami menjadi saksi ”
“Aku berlindung dengan ridha-Mu dari amarah-Mu, dan aku berlindung dengan ampunan-Mu dari murka-Mu, dan aku berlindung
kepada-Mu dari-Mu”.

Anda mungkin juga menyukai