Anda di halaman 1dari 2

Cukup diam atau meneng di tempat.

Dia tidak diminta memikirkan tentang Tuhan, atau


Dzat Yang Adikodrati yang menguasai alam semesta. Tidak, Sunan Bonang hanya
meminta agar sang murid untuk patuh, yaitu DIAM, MENENG, HENING, PASRAH,
SUMARAH, SUMELEH. Awalnya, orang diam pikirannya kemana-mana. Namun sekian
waktu diam di tempat, akal dan keinginannya akhirnya melemas dan akhirnya benarbenar tidak memiliki daya lagi untuk berpikir, energi keinginan duniawinya lepas landas
dan lenyap. Raden Syahid mengalami suwung total, fana total karena telah hilang sang
diri/ego.
BADANKU BADAN ROKHANI, KANG SIFAT LANGGENG WASESA, KANG SUKSMA
PURBA WASESA, KUMEBUL TANPA GENI, WANGI TANPA GANDA, AKU SAJATINE
ROH SAKALIR, TEKA NEMBAH, LUNGO NEMBAH, WONG SAKETI PADA MATI,
WONG SALEKSA PADA WUTA, WONG SEWU PADA TURU, AMONG AKU ORA
TURU, PINANGERAN YITNA KABEH.
Demikian gambaran kesadaran ruh Raden Syahid kala itu. Berapa lama Raden Syahid
diam di pinggir sungai? Tidak ada catatan sejarah yang pasti. Namun dalam salah satu
hikayat dipaparkan bahwa sang sunan bertapa hingga rerumputan menutupi tubuhnya
selama lima tahu. Setelah dianggap selesai mengalami penyucian diri dengan
bangunnya kesadaran ruh, Sunan Bonang menggembleng muridnya dengan kawruh
ilmu-ilmu agama. Dianjurkan juga oleh Bonang agar Raden Syahid berguru ke para wali
yang sepuh yaitu Sunan Ampel di Surabaya dan Sunan Giri di Gresik. Raden Syahid
yang kemudian disebut Sunan Kalijaga ini menggantikan Syekh Subakir gigih
berdakwah hingga Semenanjung Malaya hingga Thailand sehingga dia juga diberi gelar
Syekh Malaya.
Malaya berasal dari kata ma-laya yang artinya mematikan diri. Jadi orang yang telah
mengalami mati sajroning urip atau orang yang telah berhasil mematikan diri/ego
hingga mampu menghidupkan diri-sejati yang merupakan guru sejati-NYA. Sebab tanpa
berhasil mematikan diri, manusia hanya hidup di dunia fatamorgana, dunia apus-apus,
dunia kulit. Dia tidak mampu untuk masuk ke dunia isi, dan menyelam di lautan hakikat
dan sampai di palung makrifatullah.
Salah satu ajaran Sunan Kalijaga yang didapat dari guru spiritualnya, Sunan Bonang,
adalah ajaran hakikat shalatsebagaimana yang ada di dalam
SULUK WUJIL: UTAMANING SARIRA PUNIKI, ANGRAWUHANA JATINING SALAT,
SEMBAH LAWAN PUJINE, JATINING SALAT IKU, DUDU NGISA TUWIN MAGERIB,
SEMBAH ARANEKA, WENANGE PUNIKU, LAMUN ARANANA SALAT, PAN
MINANGKA KEKEMBANGING SALAM DAIM, INGARAN TATA KRAMA. (Unggulnya diri
itu mengetahui HAKIKAT SALAT, sembah dan pujian. Salat yang sesungguhnya
bukanlah mengerjakan salat Isya atau maghrib. Itu namanya sembahyang. Apabila
disebut salat, maka itu hanya hiasan dari SALAT DAIM, hanya tata krama).
Di sini, kita tahu bahwa salat sejati adalah tidak hanya mengerjakan sembah raga atau
tataran syariat mengerjakan sholat lima waktu. Salat sejati adalah SALAT DAIM, yaitu

bersatunya semua indera dan tubuh kita untuk selalu memuji-Nya dengan kalimat
penyaksian bahwa yang suci di dunia ini hanya Tuhan:
Sebagaimana yang ada di dalam Suluk Wujil: PANGABEKTINE INGKANG UTAMI,
NORA LAN WAKTU SASOLAHIRA, PUNIKA MANGKA SEMBAHE MENENG MUNI
PUNIKU, SASOLAHE RAGANIREKI, TAN SIMPANG DADI SEMBAH, TEKENG
WULUNIPUN, TINJA TURAS DADI SEMBAH, IKU INGKANG NIYAT KANG SEJATI,
PUJI TAN PAPEGETAN. (Berbakti yang utama tidak mengenal waktu. Semua tingkah
lakunya itulah menyembah. Diam, bicara, dan semua gerakan tubuh merupakan
kegiatan menyembah. Wudhu, berak dan kencing pun juga kegiatan menyembah. Itulah
niat sejati. Pujian yang tidak pernah berakhir)
Jadi hakikat yang disebut Sholat Daim nafas kehidupan yang telah manunggaling
kawulo lan gusti, yang manifestasinya adalah semua tingkah laku dan perilaku manusia
yang diniatkan untuk menyembah-Nya. Selalu awas, eling dan waspada bahwa apapun
yang kita pikirkan, apapun yang kita kehendaki, apapun yang kita lakukan ini adalah
bentuk yang dintuntun oleh AKU SEJATI, GURU SEJATI YANG SELALU
MENYUARAKAN KESADARAN HOLISTIK BAHWA DIRI KITA INI ADALAH DIRI-NYA,
ADA KITA INI ADALAH ADA-NYA, KITA TIDAK ADA, HANYA DIA YANG ADA.
Sholat daim ini juga disebut dalam SULUK LING LUNG karya Sunan Kalijaga: SALAT
DAIM TAN KALAWAN, MET TOYA WULU KADASI, SALAT BATIN SEBENERE,
MANGAN TURU SAHWAT NGISING. (Jadi sholat daim itu tanpa menggunakan syariat
wudhu untuk menghilangkan hadats atau kotoran. Sebab kotoran yang sebenarnya
tidak hanya kotoran badan melainkan kotoran batin. Salat daim boleh dilakukan saat
apapun, misalnya makan, tidur, bersenggama maupun saat membuang kotoran.)
Ajaran makrifat lain Sunan Kalijaga adalah IBADAH HAJI. Tertera dalam Suluk Linglung
suatu ketika Sunan Kalijaga bertekad pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Di tengah perjalanan dia dihentikan oleh Nabi Khidir. Sunan dinasehati agar tidak pergi
sebelum tahu hakikat ibadah haji agar tidak tersesat dan tidak mendapatkan apa-apa
selain capek. Mekah yang ada di Saudi Arabia itu hanya simbol dan MEKAH YANG
SEJATI ADA DI DALAM DIRI.

Anda mungkin juga menyukai