Anda di halaman 1dari 19

WEJANGAN NABI HIDIR

Ketika itu, Kanjeng Sunan Kalijaga yang juga dijuluki


Syech Malaka berniat hendak pergi ke Mekkah.
Tetapi, niatnya itu akhirnya dihadang Nabi Khidir.
Nabi Khidir berpesan hendaknya Kanjeng Sunan
Kalijaga mengurungkan niatnya untuk pergi ke
Mekkah,
sebab ada hal yang lebih penting untuk dilakukan
yakni kembali ke pulau Jawa.
Kalau tidak, maka penduduk pulau Jawa akan kembali
kafir.
Bagaimana wejangan dari Nabi Khidir pada Kanjeng
Sunan Kalijaga?
Hal itu tercetus lewat Suluk Linglung Sunan Kalijaga.
Inilah kutipan wejangannya:
Birahi ananireku, aranira Allah jati.
Tanana kalih tetiga,
sapa wruha yen wus dadi, ingsun weruh pesti nora,
ngarani namanireki.

Timbullah hasrat kehendak Allah menjadikan


terwujudnya dirimu;
dengan adanya wujud dirimu menunjukkan akan
adanya Allah dengan sesungguhnya;
Allah itu tidak mungkin ada dua apalagi tiga.
Siapa yang mengetahui asal muasal kejadian
dirinya,
saya berani memastikan bahwa:
orang itu tidak akan membanggakan dirinya
sendiri.
Sipat jamal ta puniku, ingkang kinen angarani,
pepakane ana ika,akon ngarani puniki,
iya Allah angandika,mring Muhammad kang
kekasih.
Ada pun sifat jamal (sifat terpuji/bagus) itu ialah,
sifat yang selalu berusaha menyebutkan, bahwa
pada dasarnya adanya dirinya,
karena ada yang mewujudkan adanya.

Demikianlah yang difirmankan Allah kepada Nabi


Muhammad yang menjadi Kekasih-Nya
Yen tanana sira iku, ingsun tanana ngarani,
mung sira ngarani ing wang,

baik di dunia maupun di akherat.


Dan kamu merasa bahwa Allah itu ada dalam
dirimu
Ruh idhofi neng sireku, Makrifat ya den arani,

dene tunggal lan sireki iya Ingsun iya sira, aranira


aran mami

Uripe ingaranan Syahdat,

Kalau tidak ada dirimu, Allah tidak


dikenal/disebut-sebut;

Urip tunggil jroning urip sujud rukuk pangasonya,


rukuk pamore Hyang Widhi

Hanya sebab ada kamulah yang menyebutkan


keberadaan-Ku;

Ruh idhofi ada dalam dirimu. Makrifat


sebutannya.

Sehingga kelihatan seolah-olah satu dengan


dirimu. Adanya AKU,

Hidupnya disebut Syahadat (kesaksian), hidup


tunggal dalam hidup.

Allah, menjadikan dirimu. Wujudmu


menunjukkan adanya Dzatku

Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti


dekat dengan Tuhan pilihan.

Tauhid hidayat sireku, tunggal lawan Sang Hyang


Widhi, tunggal sira lawan Allah,

Sekarat tananamu nyamur, ja melu yen sira wedi,


lan ja melu-melu Allah,

uga donya uga akhir, ya rumangsana pangeran,


ya Allah ana nireki.

iku aran sakaratil,


ruh idhofi mati tannana, urip mati mati urip

Tauhid hidayah yang sudah ada padamu,

Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal


(sekarat) tidak terjadi padamu.

menyatu dengan Tuhan. Menyatu dengan Allah,

Jangan takut menghadapi sakratulmaut, dan


jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu
dengan Allah.
Perasaan takut itulah yang disebut dengan
sekarat. Ruh idhofi tak akan mati; Hidup mati,
mati hidup
Liring mati sajroning ngahurip,
iya urip sajtoning pejah, urip bae selawase,
kang mati nepsu iku,

badan dhohir ingkang nglakoni, katampan badan


kang nyata, pamore sawujud, pagene ngrasa matiya,
Syekh Malaya (S.Kalijaga) den padhang sira nampani,
Wahyu prapta nugraha.
mati di dalam kehidupan. Atau sama dengan
hidup dalam kematian. Ialah hidup abadi.
Yang mati itu nafsunya.
Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa
pada jasad yang sebenarnya.
Kenyataannya satu wujud.

Raga sirna, sukma mukhsa. Jelasnya mengalami


kematian!
Syeh Malaya (S.Kalijaga), Terimalah hal ini
sebagai ajaranku dengan hatimu yang lapang.
Anugerah berupa wahyu akan datang padamu.

SANG SUNAN KALIJAGA


Yang awalnya dia berjuang dalam bentuk fisik,
menjadi perjuangan dalam bentuk batin (metafisik).
Dia telah meninggalkan syariat masuk ke ruang
hakekat untuk mereguk nikmatnya makrifat.
Namun syarat yang diajarkan Sunan Bonang cuma
satu:
Duduk, diam, meneng, mengalahkan diri/ego dan
patuh pada sang guru sejati (kesadaran ruh).
Untuk menghidupkan kesadaran guru sejati (ruh) yang
sekian lama terkubur dan tertimbun nafsu dan ego ini,
Bonang menguji tekad Raden Syahid dengan
menyuruhnya untuk diam di pinggir kali.

Ya, perintahnya hanya diminta untuk diam tok, tidak


diminta untuk dzikir atau ritual apapun.

AKU SAJATINE ROH SAKALIR,


TEKA NEMBAH, LUNGO NEMBAH,

Cukup diam atau meneng di tempat. Dia tidak diminta


memikirkan tentang Tuhan, atau Dzat Yang
Adikodrati yang menguasai alam semesta.

WONG SAKETI PADA MATI,


WONG SALEKSA PADA WUTA,

Sunan Bonang hanya meminta agar sang murid untuk


patuh, yaitu DIAM, MENENG, HENING,
PASRAH, SUMARAH, SUMELEH.

WONG SEWU PADA TURU,


AMONG AKU ORA TURU,

Awalnya, orang diam pikirannya kemana-mana.


Namun sekian waktu diam di tempat, akal dan
keinginannya akhirnya melemas dan akhirnya benarbenar tidak memiliki daya lagi untuk berpikir, energi
keinginan duniawinya lepas landas dan lenyap.
Raden Syahir mengalami suwung total, fana total
karena telah hilang sang diri/ego.
BADANKU BADAN ROKHANI,

PINANGERAN YITNA KABEH.


Demikian gambaran kesadaran ruh Raden Syahid kala
itu. Berapa lama Raden Syahid diam di pinggir
sungai?
Tidak ada catatan sejarah yang pasti. Namun dalam
salah satu hikayat dipaparkan bahwa sang sunan
bertapa hingga rerumputan menutupi tubuhnya selama
lima tahu.

KANG SIFAT LANGGENG WASESA,


KANG SUKSMA PURBA WASESA,
KUMEBUL TANPA GENI,
WANGI TANPA GANDA,

Setelah dianggap selesai mengalami penyucian diri


dengan bangunnya kesadaran ruh, Sunan Bonang
menggembleng muridnya dengan kawruh ilmu-ilmu
agama.

Dianjurkan juga oleh Bonang agar Raden Syahid


berguru ke para wali yang sepuh yaitu Sunan Ampel
di Surabaya dan Sunan Giri di Gresik.
Raden Syahid yang kemudian disebut Sunan Kalijaga
ini menggantikan Syekh Subakir gigih berdakwah
hingga Semenanjung Malaya hingga Thailand
sehingga dia juga diberi gelar Syekh Malaya.

UTAMANING SARIRA PUNIKI,


ANGRAWUHANA JATINING SALAT,
SEMBAH LAWAN PUJINE,
JATINING SALAT IKU,

Malaya berasal dari kata ma-laya yang artinya :


Mematikan diri.
Jadi orang yang telah mengalami Mati sajroning
Urip atau orang yang telah berhasil mematikan
diri/ego hingga mampu menghidupkan diri-sejati
yang merupakan guru sejati-NYA.

DUDU NGISA TUWIN MAGERIB,


SEMBAH ARANEKA,
WENANGE PUNIKU,
LAMUN ARANANA SALAT,

Sebab tanpa berhasil mematikan diri, manusia


hanya hidup di dunia fatamorgana, dunia apusapus, dunia kulit.

PAN MINANGKA KEKEMBANGING


SALAM DAIM,

Dia tidak mampu untuk masuk ke dunia isi, dan


menyelam di lautan hakikat dan sampai di palung
makrifatullah.
Salah satu ajaran Sunan Kalijaga yang didapat dari
guru spiritualnya, Sunan Bonang, adalah ajaran
hakikat shalat sebagaimana yang ada di dalam
SULUK WUJIL :

INGARAN TATA KRAMA.


Unggulnya diri itu mengetahui HAKIKAT SALAT,
sembah dan pujian.
Salat yang sesungguhnya bukanlah mengerjakan salat
Isya atau maghrib. Itu namanya sembahyang.

Apabila disebut salat, maka itu hanya hiasan dari


SALAT DAIM, hanya tata krama).

TAN SIMPANG DADI SEMBAH,


TEKENG WULUNIPUN,

Di sini, kita tahu bahwa salat sejati adalah tidak hanya


mengerjakan sembah raga atau tataran syariat
mengerjakan sholat lima waktu.

TINJA TURAS DADI SEMBAH,


IKU INGKANG NIYAT KANG SEJATI,

Salat sejati adalah SALAT DAIM, yaitu


PUJI TAN PAPEGETAN.
Bersatunya semua indera dan tubuh kita untuk
selalu memuji-Nya dengan kalimat penyaksian
bahwa yang suci di dunia ini hanya Tuhan
HU-ALLAH. DIA ALLAH

(Berbakti yang utama tidak mengenal waktu. Semua


tingkah lakunya itulah menyembah.
Diam, bicara, dan semua gerakan tubuh merupakan
kegiatan menyembah.

Hu - saat menarik nafas dan.


Allah - saat mengeluarkan nafas.

Wudhu, berak dan kencing pun juga kegiatan


menyembah. Itulah niat sejati. Pujian yang tidak
pernah berakhir)

Sebagaimana yang ada di dalam Suluk Wujil:


PANGABEKTINE INGKANG UTAMI,
NORA LAN WAKTU SASOLAHIRA,
PUNIKA MANGKA SEMBAHE MENENG MUNI
PUNIKU,
SASOLAHE RAGANIREKI,

Jadi hakikat yang disebut Sholat Daim nafas


kehidupan yang telah manunggaling kawulo lan gusti,
yang manifestasinya adalah Semua tingkah laku dan
perilaku manusia yang diniatkan untuk menyembahNya.
Selalu awas, eling dan waspada bahwa apapun yang
kita pikirkan, apapun yang kita kehendaki, apapun
yang kita lakukan ini adalah :

Bentuk yang dituntun oleh:


AKU SEJATI,

Salat daim boleh dilakukan saat apapun, misalnya


makan, tidur, bersenggama maupun saat membuang
kotoran.)

GURU SEJATI YANG SELALU MENYUARAKAN


KESADARAN HOLISTIK

Ajaran makrifat lain Sunan Kalijaga adalah IBADAH


HAJI.

BAHWA DIRI KITA INI ADALAH DIRI-NYA,


ADA KITA INI ADALAH ADA-NYA,

Tertera dalam Suluk Linglung suatu ketika Sunan


Kalijaga bertekad pergi ke Mekkah untuk
melaksanakan ibadah haji.

KITA TIDAK ADA,


Di tengah perjalanan dia dihentikan oleh Nabi Khidir.
HANYA DIA YANG ADA.
Sholat daim ini juga disebut dalam SULUK LING
LUNG karya Sunan Kalijaga:

Sunan dinasehati agar tidak pergi sebelum tahu


hakikat ibadah haji agar tidak tersesat dan tidak
mendapatkan apa-apa selain capek.

SALAT DAIM TAN KALAWAN,

Mekah yang ada di Saudi Arabia itu hanya symbol.

MET TOYA WULU KADASI,

MEKAH YANG SEJATI ADA DI DALAM DIRI.

SALAT BATIN SEBENERE,

Dalam suluk wujil disebutkan sebagai berikut:

MANGAN TURU SAHWAT NGISING.

NORANA WERUH ING MEKAH IKI,

(Jadi sholat daim itu tanpa menggunakan syariat


wudhu untuk menghilangkan hadats atau kotoran.

ALIT MILA TEKA ING AWAYAH,

Sebab kotoran yang sebenarnya tidak hanya kotoran


badan melainkan kotoran batin.

MANG TEKAENG PRANE YEN ANA


SANGUNIPUN,

TEKENG MEKAH TUR DADI WALI,

(Tidak tahu Mekah yang sesugguhnya. Sejak muda


hingga tua, seseorang tidak akan mencapai tujuannya.

SANGUNIPUN ALARANG,
DAHAT DENING EWUH,

Saat ada orang yang membawa bekal sampai di


Mekah dan menjadi wali, maka sungguh mahal
bekalnya dan sulit dicapai.

DUDU SREPI DUDU DINAR,


SANGUNIPUN KANG SURA LEGAWENG PATI,
SABAR LILA ING DUNYA.
MESJID ING MEKAH TULYA NGIDERI,
KABATOLLAH PINIKANENG TENGAH,
GUMANTUNG TAN PACACANTHEL,
DINULU SAKING LUHUR,

Padahal, bekal sesungguhnya bukan uang melainkan


KESABARAN DAN KESANGGUPAN UNTUK
MATI. SESABARAN DAN KERELAAN HIDUP DI
DUNIA.
Masjid di Mekah itu melingkar dengan Kabah berada
di tengahnya. Bergantung tanpa pengait, maka dilihat
dari atas tampak langit di bawah, dilihat dari bawah
tampak bumi di atas. Melihat yang barat terlihat timur
dan sebalinya. Itu pengelihatan yang terbalik).
Maksudnya, bahwa ibadah haji yang hakiki adalah
bukanlah pergi ke Mekah saja.

LANGIT KATON ING NGANDHAP IKI,


DINULU SAKING NGANDHAP,
BUMI ANENG LUHUR,

Namun lebih mendalam dari penghayatan yang seperti


itu. Ibadah yang sejati adalah
Pergi ke KIBLAT YANG ADA DI DALAM DIRI
SEJATI .

TINON KULON KATON WETAN,


TINON WETAN KATON KULON IKU SINGGIH
TINGALNYA AWELASAN.

Yang tidak bisa terlaksana dengan bekal harta, benda,


kedudukan, tahta apapun juga.

Namun sebaliknya, harus meletakkan semua itu untuk


kemudian meneng, diam, dan mematikan seluruh
ego/aku dan berkeliling ke kiblat AKU SEJATI.

Berkeliling ke RUMAH TUHAN, berkeliling bahkan


masuk ke AKU SEJATI dengan kondisi yang paling
suci dan bersimpuh di KAKI-NYA YANG MULIA.

Inilah Mekah yang metafisik dan batiniah. Memang


pemahaman ini seperti terbalik, JAGAD WALIKAN.

Tujuan haji terakhir adalah untuk mencapai INSAN


KAMIL, yaitu manusia sempurna yang merupakan
kaca benggala kesempurnaan-Nya.

Sebab apa yang selama ini kita anggap sebagai


KEBENARAN DAN KEBAIKAN MASIHLAH
PEMAHAMAN YANG DANGKAL.
APA YANG KITA ANGGAP TERBAIK,
TERTINGGI SEPERTI LANGIT DAN PALING
BERHARGA DI DUNIA TERNYATA TIDAK ADA
APA-APANYA DAN SANGAT RENDAH
NILAINYA.
Apa bekal agar sukses menempuh ibadah haji
makrifat untuk menziarahi diri sejati?
Bekalnya adalah kesabaran dan keikhlasan. Sabar
berjuang dan memiliki iman yang teguh dalam
memilih jalan yang barangkali dianggap orang lain
sebagai jalan yang sesat.
Ibadah haji metafisik ini akan mengajarkan kepada
kita bahwa episentrum atau pusat spiritual manusia
adalah BERTAWAF.

Sunan Kalijaga adalah manusia yang telah mencapai


tahap perjalanan spiritual tertinggi yang juga telah
didaki oleh Syekh Siti Jenar. Berbeda dengan Syekh
Siti Jenar yang berjuang di tengah rakyat jelata,
Sunan Kalijaga karena dilahirkan dari kerabat
bangsawan maka dia berjuang di dekat wilayah
kekuasaan. Di bidang politik, jasanya terlihat saat
akan mendirikan kerajaan Demak,
Pajang dan Mataram. Sunan Kalijaga berperan
menasehati Raden Patah (penguasa Demak) agar tidak
menyerang Brawijaya V (ayahnya). karena beliau
tidak pernah berlawanan dengan ajaran akidah.
Sunan Kalijaga juga mendukung Jaka Tingkir menjadi
Adipati Pajang dan menyarankan agar ibukota
dipindah dari Demak ke Pajang (karena Demak
dianggap telah kehilangan kultur Jawa.

Pajang yang terletak di pedalaman cocok untuk


memahami Islam secara lebih mendalam dengan jalur
Tasawuf.
Sementara kota pelabuhan jalurnya syariat. Jasa lain
Sunan Kalijaga adalah mendorong Jaka Tingkir
(Pajang) agar memenuhi janjinya memberikan tanah
Mataram kepada Pemanahan serta menasehati anak
Pemanahan, yaitu :

Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awanguwung durung ana sawiji-wiji, kang ana dhihin
iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun
sajatining kang urip luwih suci, anartani warna,
aran, lan pakartining-Sun (dzat, sipat, asma,
afngal).
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Ajaran petunjuk keberadaan Pangeran (Dzat Urip):

Panembahan Senopati agar tidak hanya mengandalkan


kekuatan batin melalui tapa brata, tapi juga
menggalang kekuatan fisik dengan membangun
tembok istana dan menggalang dukungan dari wilayah
sekeliling.
Bahkan Sunan Kalijaga juga mewariskan pada
Panembahan Senopati baju rompi Antakusuma atau
Kyai Gondhil yang bila dipakai akan kebal senjata
apapun

"Wirid Wolung Pangkat"


Wejangan pituduh wahananing Pangeran:

Sesungguhnya tidak ada apa-apa, sejak masih awanguwung (suwung, alam hampa) belum ada suatu
apapun, yang ada pertama kali adalah Ingsun, tidak
ada Pangeran kecuali Aku (Ingsun) sejatinya hidup
yang lebih suci, mewakili pancaran dzat, sifat, asma
dan afngal-Ku (Ingsun).
Selanjutnya, marilah kita renungkan kesemestaan
yang ada. Maka sungguh Maha Sempurna Tuhan yang
telah menciptakan semesta ini.
Luasnya tiada terhingga dan semuanya teratur,
selaras, dan sempurna. Disebut dalam mitologi Jawa,
bahwa semesta tercipta dalam keadaan hayu (elok,
indah, selaras dan sempurna).
Dalam tata semesta yang hayu tadi, bisa kita sadari
kalau planet bumi yang kita tempati hanya bagian
yang sangat kecil dari kesemestaan alam ciptaan
Tuhan.

Manusia hanyalah salah satu titah dumadi (makhluk


hidup) yang ditempatkan di planet bumi bersama
milyaran titah dumadi lainnya.

Kaping pat, Ingsun anganakake suksma minangka


dadi pratandha kauripaning-Sun, dumunung ana
alaming herah.

Semua titah dumadi disemayami Dzat Urip sebagai


derivate Dzat Tuhan.

Kaping lima, Ingsun anganakake angen-angen


kang uga dadi warnaning-Sun ana ing sajerone
alam kang lagi kena kaupamakake.

Kiranya bisa disimak wejangan kedua "Wirid 8


Pangkat Kejawen" sebagai berikut:
Wejangan pambuka kahananing Pangeran:
Satuhune Ingsun Pangeran Sejati, lan kawasa
anitahake sawiji-wiji, dadi ana padha sanalika
saka karsa lan pepesthening-Sun, ing kono
kanyatahane gumelaring karsa lan pakartiningSun kang dadi pratandha:

Kaping enem, Ingsun anganakake budi kang


minangka kanyatahan pencaring angen-angen
kang dumunung ana ing sajerone alaming badan
alus.
Kaping pitu, Ingsun anggelar warana (tabir) kang
minangka kakandhangan paserenaning-Sun.
Kasebut nem prakara ing ndhuwur mau tumitah
ing donya, yaiku Sajatining Manungsa.

Kang dhihin, Ingsun gumana ing dalem alam


awang-uwung kang tanpa wiwitan tanpa wekasan,
iya iku alaming-Sun kang maksih piningit.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Kapindho, Ingsun anganakake cahya minangka


panuksmaning-Sun dumunung ana ing alam
pasenedaning-Sun.

Sesungguhnya Aku adalah Pangeran Sejati, dan


berkuasa menitahkan sesuatu, menjadi ada dengan
seketika karena kehendak dan takdir-Ku, disitu
kenyataan tergelarnya kehendak dan titah (pakarti)Ku yang menjadi pertandanya:

Kaping telu, Ingsun anganakake wawayangan


minangka panuksma lan rahsaning-Sun,
dumunung ana ing alam pambabaring wiji.

Ajaran membuka pemahaman keadaan Pangeran:

Yang pertama, Aku berada di alam kehampaan


(awang-uwung) yang tiada awal dan tiada akhir,
yaitu alam-Ku yang masih tersembunyi.
Yang kedua, Aku mengadakan cahaya sebagai
penuksmaan-Ku berada di alam keberadaan-Ku.
Ketiga, Aku mengadakan bayangan sebagai
panuksma dan rahsa-Ku, berada di alam terjadinya
benih.

Tuhan dan ditempatkan di planet bumi


(bawana/buwana, jw.),
maka kewajibannya memayu hayuning bawana
(memelihara keselarasan bumi).

WIRID WOLUNG PANGKAT #2

Keempat, Aku mengadakan suksma (ruh) sebagai


tanda kehidupan-Ku, berada di alam herah (jaringan
sel).

Mitologi Jawa (Kejawen) memberikan suatu tuntunan


untuk memahami jatidiri manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya
dibanding titah dumadi yang lain.

Kelima, Aku mengadakan angan-angan yang juga


sebagai warna-Ku berada di alam yang baru bisa
diumpamakan.

Ketinggian derajat tersebut berkaitan dengan


operasionalnya Dzat Urip (Kesejatian Hidup) sebagai
derivate Dzat Tuhan dalam diri manusia.

Keenam, Aku mengadakan budi (gerak) yang menjadi


kenyataan berpencarnya angan-angan yang berada di
dalam alam badan halus (rohani).

Artinya, pada manusia diberikan suatu kesadaran akal,


rasa dan spirituil untuk lebih memahami dirinya

Ketujuh, Aku menggelar tabir (hijab) yang sebagai


tempat persemayaman-Ku. Tersebut enam perkara
diatas tadi tertitahkan di dunia, yaitu Sejatinya
Manusia.
Semua "titah dumadi" memiliki kewajiban
sebagaimana makna diciptakan. Manusia diciptakan

sebagai titah mulia (dalam Islam disebut kalifah


Tuhan di muka bumi).
Untuk itu mari kita renungkan wejangan ketiga
"Wirid 8 Pangkat Kejawen":

Wejangan gegelaran kahananing Pangeran:


Sajatining manungsa iku rahsaning-Sun, lan
Ingsun iki rahsaning manungsa, karana Ingsun
anitahake wiji kang cacamboran dadi saka karsa
lan panguwasaning-Sun, yaiku sasamaning geni
bumi angin lan banyu, Ingsun panjingi limang
prakara, yaiku :

Itulah yang menjadi cangkok (embanan) merasuknya


suksma-Ku rata menyeluruh dalam badannya
manusia.
Lebih mendalam lagi penjelasan tentang "purba
wasesa" (kekuasaan mutlak)

cahya, cipta, suksma (nyawa), angen-angen lan


budi.

Tuhan melalui "derivate"-nya (Dzat Urip) dalam diri


manusia sebagaimana disebutkan dalam wejangan
keempat, lima, dan enam dari "Wirid 8 Pangkat
Kejawen" sebagai berikut:

Iku kang minangka embanan panuksmaning-Sun


sumarambah ana ing dalem badaning manungsa.

Wejangan kayektening Pangeran amurba ciptane


(nalare) manungsa:

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Sajatine Ingsun anata palenggahan parameyaningSun (baitul makmur)

Ajaran pemahaman tergelarnya keadaan Pangeran:


Sesungguhnya manusia itu rahsa-Ku dan Aku ini
rahsanya manusia, karena Aku menitahkan benih
cacamboran (campuran berbagai unsur) yang terjadi
karena kehendak dan kuasa-Ku, yaitu
Berasal dari api tanah angin dan air, Aku resapi lima
perkara, yaitu: cahaya, cipta, suksma (nyawa),
angan-angan dan budi (gerak).

dumunung ana ing sirahing manungsa, kang ana


sajroning sirah iku utek,
kang gegandhengan ana ing antarane utek iku
manik (telenging netra aran pramana),
sajroning manik iku cipta (nalar),
sajroning cipta iku budi, sajroning budi iku napsu
(angen-angen), sajroning napsu iku suksma,

sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku


Ingsun.
Ora ana Pangeran anging Ingsun, Sejatining Urip
kang anglimputi sagunging kahanan.

Wejangan kayektening Pangeran amurba rasa


pangrasaning manungsa:
Sajatine Ingsun anata palenggahan laranganingSun (baitul haram)

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


dumunung ana dhadhaning manungsa,
Ajaran kuasanya Pangeran pada akal (cipta, nalar)
manusia:

ing sajroning dhadha iku ati lan jantung,

Sesungguhnya Aku telah mengatur tempat keramaianKu (baitul makmur)

kang gegandhengan ing antarane ati lan jantung


iku rasa pangrasa,

berada di dalam kepalanya manusia, yang ada di


dalam kepala itu otak,

ing sajroning rasa pangrasa iku budi,


ing sajroning budi iku jinem (angen-angen, napsu),

yang berkaitan antara otak itu manik (pusat


penglihatan/mata dinamakan pramana),

sajroning jinem iku suksma,

di dalam manik itu akal, di dalam akal itu budi


(gerak), di dalam budi itu nafsu (angan-angan),

sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku


Ingsun.

di dalam nafsu itu suksma, di dalam suksma itu rahsa,


di dalam rahsa itu Aku.

Ora ana Pangeran anging Ingsun, Sejatining Urip


kang anglimputi saguning kahanan.

Tidak ada Pangeran kecuali Aku. Sejatinya Hidup


yang meliputi seluruh swasana.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Ajaran kuasa Pangeran pada perasaannya manusia:

kang dumunung ana kontholing (wadon:


baganing) manungsa,

Sesungguhnya Aku telah mengatur tempat laranganKu (baitul haram)

kang ana ing sajroning konthol (wadon: baga) iku


pringsilan (wadon: purana),

berada di dadanya manusia, di dalam dada itu hati


dan jantung,

kang ana ing antaraning pringsilan (wadon:


purana) iku mani (wadon : reta),

yang berkaitan di antara hati dan jantung itu rasa


perasaan,

sajroning mani (wadon : reta) iku madi,

di dalam rasa perasaan itu budi (gerak),

sajroning madi iku wadi, sajroning wadi iku


manikem,

di dalam budi itu jinem (angan-angan, nafsu),

sajroning manikem iku rahsa,

di dalam jinem itu suksma,

sajroning rahsa iku Ingsun.

di dalam suksma itu rahsa, di dalam rahsa itu Aku.

Ora ana Pangeran anging Ingsun,

Tidak ada Pangeran kecuali Aku, Sejatinya Hidup


yang meliputi seluruh swasana.

Sajatining Urip kang anglimputi saliring tumitah,


jumeneng dadi wiji kang piningit,

Wejangan kayektening Pangeran amurba


tuwuhing wiji uripe manungsa:

tumurun mahanani sesotya kang dhingin kahanan


kabeh maksih dumunung ana alaming wiji,
laju manggon ana alam pambabaring wiji,

Sajatine Ingsun anata palenggahan pasucianingSun (baitul kudus)

laju tumurun ana alaming suksma (iya iku rah),

laju tumurun ana ing alam kang durung kahanan


(alam kang ingaran upama),

di dalam manikem itu rahsa,


di dalam rahsa itu Aku.

laju tumurun marang alam donya (alaming


manungsa urip),

Tidak ada Pangeran kecuali Aku,

iya iku sajatine warnaning-Sun.

Sejatinya Hidup yang meliputi seluruh titah,

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

berujud benih yang tersembunyi (piningit),

Ajaran kuasa Pangeran pada terjadinya benih


kehidupan manusia:

turun menjadikan permata (sesotya) yang awal semua


suasana masih berada di alam benih,

Sesungguhnya Aku telah mengatur tempat kesucianKu (baitul kudus)

terus bersemayam di alam terjadinya benih,


terus turun di alam suksma(yaitu jaringan sel hidup),

yang berada di dalam konthol manusia laki-laki


(perempuan: baga),
yang ada di dalam konthol (perempuan: baga) itu
buah pelir (perempuan: purana = indung telur),

terus turun di alam yang belum berujud (alam yang


disebut upama),

yang ada di antara buah pelir (perempuan: indung


telur) itu mani/sperma (perempuan: reta = sel telur),
di dalam mani (perempuan: sel telur) itu madi.
Di dalam madi itu wadi,
di dalam wadi itu manikem,

terus turun di alam dunia (alamnya manusia hidup),


yaitu sesungguhnya warna-Ku.

Wirid 8 Pangkat #3
Renungan kita lanjutkan pada Wejangan ke tujuh dari
"Wirid Wolung Pangkat" berikut:
Wejangan panetepan santosaning pangandel:
Yaiku bubuka-ning kawruh manunggaling
kawula-gusti sing amangsit pikukuh anggone bisa
angandel (yakin) menawa urip kita pribadi
kayektene rinasuk dening dzate Pangeran (Dzat
Urip, Sejatining Urip).
Pangeran iku ya jumenenge urip kita pribadi sing
sejati. Roroning atunggal, sing sinebut ya sing
anebut.
Dene pangertene utusan iku cahya kita pribadi,
karana cahya kita iku dadi panengeraning
Pangeran.
Dununge mangkene: "Sayekti temen kabeh
tumeka marang sira utusaning Pangeran metu
saka awakira, mungguh utusan iku nyembadani
barang saciptanira, yen angandel yekti antuk sih
pangapuraning Pangeran".

Menawa bisa nampa pituduh sing mangkene


diarah awas ing panggalih, ya urip kita pribadi iki
jumenenging nugraha lan kanugrahan.
Nugraha iku gusti, kanugrahan iku kawula.
Tunggal tanpa wangenan ana ing badan kita
pribadi.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Ajaran pemantapan keyakinan:
Yaitu pembukanya kawruh (ilmu) "Manunggaling
kawula-gusti" yang memberikan wangsit (petunjuk)
keteguhan untuk bisa yakin bahwa hidup kita pribadi
sesungguhnya dirasuki Dzatnya Pangeran (Dzat Urip,
Sejatining Urip).
Pangeran itu bertahtanya pada hidup kita yang sejati.
Dwitunggal (roroning atunggal) yang disebut dan
yang menyebut.
Sedangkan pengertian utusan itu cahaya hidup kita
pribadi, karena cahaya hidup kita itu menjadi
pertanda adanya Pangeran.
Maksudnya: "Sesungguhnya nyata semua datang
kepada kamu utusan Pangeran (memancar) keluar
dari dirimu sendiri.

Sebenarnya utusan itu mencukupi semua yang kamu


inginkan, kalau percaya pasti mendapatkan
pengampunan dari Pangeran".

geni, angin, banyu, lan sakabehing dumadi kang


gumelar ing jagad.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Bila bisa menerima petunjuk yang seperti ini supaya


awas dan hati-hati, ya hidup kita ini bertahtanya
nugraha dan anugerah.
Nugraha itu gusti (tuan) sedang anugerah itu kawula
(abdi). Bersatu tanpa batas pemisah dalam badan kita
sendiri.
Wejangan ketujuh ini menjelaskan bahwa konsep
Jawa tentang adanya utusan Tuhan berbeda dengan
yang diajarkan agama-agama. Dalam konsep keberTuhan-an Jawa, sebagaimana diajarkan "Wirid
Wolung Pangkat", menyatakan bahwa yang disebut
"utusan Tuhan" adalah "kesejatian hidup" manusia
sendiri. Yaitu "Dzat Urip" yang bertahta dan
bersemayam dalam diri manusia.
Selanjutnya kita renungkan wejangan ke delapan dari
"Wirid Wolung Pangkat" sebagai berikut:

Ajaran kesaksian:
Yaitu ajaran bertahtanya hidup kita pribadi mengakui
jadi warganya (titahnya) Pangeran yang sejati,
disuruh mempersaksikan kepada seluruh sanak
saudara kita, yaitu: bumi, langit, matahari, bulan,
bintang, api, angin, air, dan seluruh makhluk yang
tergelar di jagad (alam semesta).
Wejangan dalam "Wirid 8 Pangkat Kejawen"
merupakan suatu ajaran Kejawen tentang kejatidirian
manusia sebagai titah Tuhan Yang Maha Kuasa serta
hubungannya dengan alam semesta dan seluruh
isinya.
Maka wejangan tersebut bisa dijadikan pijakan untuk
membangun kesadaran kosmisnya. Melalui kesadaran
kosmis tersebut dicapai kesadaran ber-Tuhan yang
paripurna menurut Jawa.

Wejangan paseksen:
Yaiku wejangan jumenenge urip kita pribadi
angakoni dadi warganing Pangeran kang sejati
kinen aneksekake marang sanak sedulur kita,
yaiku: bumi, langit, srengenge, rembulan, lintang,

"Wirid Wolung Pangkat" ini merupakan "wacana"


yang digulirkan oleh para Pujangga Jawa di masa
Kerajaan Surakarta (Mataram Kartosuro).

Diantaranya tercantum dalam Serat Centhini (Suluk


Tambanglaras), Serat Wirid Hidayat Jati (R.Ng.
Ranggawarsito), dan Primbon Adammakna.
Sistim keber-Tuhan-an Jawa merupakan bagian dari
Tata Peradaban Jawa yang menjadi perhatian serius
para Pujangga dalam rangka mengupayakan merebut
kembali "kedaulatan spirituil" Jawa yang terpuruk
sejak runtuhnya Majapahit. Oleh karena itu, oleh
kalangan Islam, "Wirid Wolung Pangkat" ini sering
dinyatakan sebagai ajaran yang sesat.
Yang menarik justru pengantar ajaran tersebut yang
diwacanakan oleh para Pujangga. Konon dirangkum
dari ajaran para Wali Songo yang konon pula bertolak
dari "Wejangan" Nabi Muhammad SAW kepada adik
sepupu dan menantunya, Sayidina Ali.

Anda mungkin juga menyukai