Anda di halaman 1dari 93

Membuka Tabir Rahasia Ilmu Rasa

DAFTAR    -    ISI

BAB. I. ADANYA SURGA DAN NERAKA


BAB.II. TIDAK ENAKNYA KESALAHAN ATAU SIKSA DARI
DOSA
BAB. III. SAKITNYA KESALAHAN DAN ENAKNYA
KEBENARAN
BAB. IV. MERASA
BAB. V. RASA SEJATI
BAB. VI. SENTAUSA,  TEGAR, TERTUJU
BAB. VII. MENYATUNYA BUDI DAN ANGAN-ANGAN
BAB. VIII. TUNTUNAN MERASAKAN ATAS MAKNA
MENYAMBUNG DAN MENYATU
BAB. IX. DAYA YANG SATU
BAB. X. KETERANGAN YANG DISEBUT SAHIR DAN KABIR
BAB. XI. SALING MEMPENGARUHI ATAU SALING
BERTUKAR : SAHIR KABIR DENGAN SAHIR KABIR : BAGI
ALAM SATU DENGAN YANG LAINNYA
BAB. XII. TEMPAT – UMPAN – TEMBUS (EMPAN – PAKAN –
MEMPAN.
BAB. XIII. TENTANG CERMIN DAN BAYANGAN
BAB. XIV. JELAS SEJELAS-JELASNYA YANG DISEBUT DIRI
BAB XV. ARTI DARI LAHIR DAN BATIN
BAB. XVI.
PESAN
Penerjemah : Pujo Prayitno
1.     Setiap setelah selesai dibaca, simpanlah, jangan ditaruh
sembarangan.
2.     Jangan dibaca oleh sembarang orang, hanya untuk yang benar-
benar pencari ilmu tentang batin.
3.     Bagi yang sudah mebacanya, walaupun paham dan senang,
jangan untuk bahan perbincangan dengan dengan sembarang orang.
oooOOOooo
.Siapapun yang mau menjalankan pesan pesan tersebut di atas,
termasuk disebut mejaga atau menghormati dirinya sendiri.
Penerjemah : Pujo Prayitno
SARAN DARI YANG MEMBUAT buku INI
Penerjemah : Pujo Prayitno
1.     Pertamanya bacalah sekedarnya sampai tamat.
2.     Ulangi dari awal dengan pelan dan tenang.
3.     Jika sudah tamat ke dua kalinya. Simpanlah. Dalam membaca
yang ketiga dan seterusnya : tidak harus urut.
oooOOOooo

Pada awalnya tidak terang isinya


Namun jika sering disimpan dan dibaca dengan teliti dan terus-
menerus belajar
Semakin lama, semakin meningkat kejelasannya
Ditandai Sandi Tahun : Kawruh Raras Basuking Tyas
Penerjemah : Pujo Prayitno
BAB. I
ADANYA SURGA DAN NERAKA

Merasakan atau ingat, terhadap kebaikan Tuhan, itu disebut,


mengetahui cara bersyukur.
Merasakan atau mengingat-ingat terhadap kebaikan sesama makhluk
hidup, itu disebut mengetahui cara berterima kasih.
Mengetahui cara bersyukur, itu berarti, menyampaikan rasa
berterima kasih kepada Tuhan.
Mengetahui selalu mendapat kebaikan dari sesamanya, itu berarti
merasa telah menerima kebaikan dari sesamanya.
Mengetahui cara bersyukur itu, adalah lawan dari mengeluh, resah,
khawatir, merasa kurang beruntung dan sebagainya.
Mengetahui cara berterima kasih dan selalu bersyukur itu sering
salah dalam penerapannya, karena keduanya itu adalah bermakna
MERASA TELAH MENERIMA KEBAIKAN.
Mengeluh, resah, khawatir, merasa kurang beruntung, itu
mengandung makna merasa TIDAK ADIL atas Takdir Tuhan yang
menimpa dirinya.

2
Muak, tidak enak hati atau marah itu berarti, menganggap tidak adil
atas perbuatan orang lain terhadap dirinya.
Tanda-tanda orang yang sudah dewasa, MANUSIA SEJATI, itu
PERTAMA : Jika selalu merasa bersyukur, jarang mengeluh,
KEDUA : Jika selalu merasakan atas kebaikan orang lain dan jarang
marah-marah.
Ciri-ciri orang yang belum dewasa MANUSIA YANG SEJATI, itu,
PERTAMA : Jika sering berkeluh kesah, jarang bisa memaknai rasa
bersyukur. KEDUA, Jika selalu mengingat-ingat kejelekan orang
lain. Dan jarang ingat kepada kebaikan orang lain.
Senang menghitung-hitung kebaikan Tuhan itu mempengaruhi
banyak bersyukur dan, jarang mengeluh.
Senang menghitung-hitung  kebaikan orang lain, itu mempunyai
daya menyebabkan suka berterimakasih kepada sesamanya, dan
jarang susah di dalam perasaannya.
Seseorang yang membiasakan diri bersyukur dan berterimakasih itu
mempercepat kedewasaan dari sifat manusianya yang sejati.
Seseorang yang membiasakan berkeluh kesan dan marah-marah
memperlambat kedewasaan dari sifat manusianya yang sejati.
Seseorang yang merasakan bersyukur dan menerima kenyataan
dirinya akan mendapatkan ketenangan hati, ketenteraman hati dan
terang daya berpikirnya.
Orang yang merasakan atas rasa syukurnya dan rasa berterima kasih
itu di dalam hatinya ketempatan biji yang dayanya menumbuhkan
dingin dan terang. Biji tersebut yang menarik menuju ke dalam
surga.
Seseorang yang selalu merasa berkeluh kesah dan selalu marah
maka di dalam hatinya akan ditumbuhi biji yang dayanya berhawa
panas dan gelap. Biji tersebut itu yang menarik adanya Neraka.
Surga dan neraka itu, sebenarnya adalah RASA PERASAAN bukan
TEMPATNYA.
Surga itu bersal dari RASA yang sejuk dan terang (Rasa enak),
Neraka itu berasal dari RASA  yang panas dan kegelapan (Rasa
tidak enak).
Seseorang yang selalu tenang hatinya itu, akan selalu digiring ke
Surga.

3
Seseorang  yang hatinya selalu panas dan gelap, selalu digiring ke
Neraka.
Rasa sejuk dan terang, dan rasa panas dan gelap itu disebut : Alam
Sahir, sedangkan Surga – Neraka itu : disebut Alam Kabir.
Sehingga, alam Kabir itu, bermakna : Kelanjutan dari rasa dan
perasaan.
KEBERADAAN alam Kabir : berasal dari ADANYA alam Sahir,
akan tetapi keberadaannya bersamaan.
Hilangnya alam Kabir, karena hilangnya alam Sahir. Akan teapi
terjadi hilangnya itu, bersamaan.
Semua manusia itu, bisa membuat Surga dan bisa membuat Neraka.
Surga buatan itu, yang bisa merasakannya  hanya bagi yang
membuatnya itu sendiri. Sedangkan orang lain yang tidak ikut
membuatnya : Tidak akan bisa ikut merasakannya.
Neraka buatan itu, yang bisa merasakannya hanya bagi yang
membuatnya itu sendiri, Yang tidak ikut membuatnya, tidak bisa
ikut merasakannya.
Manusia yang sedang mengalami alam surga : Tidak percaya bahwa
neraka itu ada. Hanya surga yang dikiranya yang ada. Karena
perasaan bagi yang sedang berada di surga, dimana-mana pun
tempatnya, adalah surga semua. Di seluruh dunia walau di cari pun
tidak akan bisa ditemukan yang bernama neraka. Tidak ada tempat
walau sebesar lubang jarum yang ada nerakanya. Singkat kata :
Angkasa raya yang luasnya tidak berbatas : Semuanya berisi
kesenangan yang menerangi hati. Semua isi dunia tidak ada yang
tidak menyenangkan hati, dan tidak ada yang tidak membuat
terangnya hati. Semua yang terlihat semuanya menyenangkan dan
menerangi hati.
Manusia yang sedang mengalami alam neraka, tidak akan percaya
bahwa surga itu ada. Hanya neraka saja yang dikiranya ada. Karena
di dalam perasaannya bagi yang sedang berada di neraka : Dimana
pun saja, neraka semua. Walau pun dicari di seluruh dunia, tidak ada
yang bernama surga. Singkat kata : Angkasa raya yang luasnya tidak
berbatas : Semuanya berisi rasa panas, kebingungan, gelisah dan
membuat gelap pikirannya.. Semua isi dunia tidak ada yang tidak

4
membuat panas dan kesusahan hati,. Semua yang terlihat membuat
kesusahan dan memanaskan serta membuat gelap perasaan.
Seseorang yang sedang merasakan surga; mengapa mengira bahwa
neraka itu tidak ada : itu bagaikan manusia yang masih di alam
dunia. .Ketika tidak mempercayai bahwa surga dan neraka itu
memang ada. Dikiranya hanya alam dunia ini saja yang ada. Karena
di seluruh dunia yang tanpa batas, walau pun dicari : tidak ada
tempat selebar lobang jarum yang ada surga dan nerakanya. Yang
ada hanya keduniaan saja.
Seseorang yang sedang merasakan neraka, mengapa tidak
mempercayai bahwa surga itu ada : itu tidak berbeda dengan
manusia yang masih berada di alam dunia : Ketika tidak percaya
bahwa alam halus itu ada. Karena, walau pun dicari di seluruh dunia
tidak akan bisa ditermukan yang bernama Alam Kehalusan.
Jika ada yang bertanya : “Apakah surga dan neraka itu ADA atau
TIDAK?”, itu sebaiknya kepada yang bertanya diminta terlebih
dahulu untuk berpikir tentang arti kata ADA dan TIDAK ADA, itu
ada artinya atau tidak ada artinya.
Jika sudah mengerti arti kata ADA dan kata TIDAK ADA, barulah
akan bisa mengerti, bahwa surga itu memang benar adanya bagi
orang yang mengalaminya. TIDAK ADA : bagi yang tidak
mengalami. Neraka itu ADA bagi yang mengalami. TIDAK ADA :
bagi yang tidak mengalami.
Di bawah ini, jadikanlah sebagai contoh :
Suara itu, ada atau kah tidak? Bagi yang memiliki pendengaran
menyebutnya : ADA, Bagi yang tidak memiliki pendengaran :
Menyatakan TIDAK ADA.
Suasana terang, segala rupa dan warna, itu ADA apa TIDAK ADA?.
Bagi yang memiliki penglihatan menyebutnya ADA. Bagi yang
tidak memiliki penglihatan : Menyebutnya TIDAK ADA.
Surga itu, ADA ataukah TIDAK? Yang memiliki perasaan terang
dan dingin, (Enak) menyebutnya ADA. Yang tidak memiliki
perasaan terang dan dingin, menyebutnya : TIDAK ADA.
Neraka itu, ADA ataukah TIDAK? Yang memiliki perasaan Gelap
dan rasa skit (tidak enak): Menyebutnya ADA. Yang tidak memiliki,
Menyebutnya TIDAK ADA.

5
Dunia ini, ada apa tidak, Yang memiliki ingatan dan memiliki rasa
perasaan : Menyebutnya ADA. Yang tidak memiliki daya ingat dan
tida memiliki rasa perasaan mengatakan TIDAK ADA.
Tuhan itu ADA apa TIDAK? Yang memiliki budi dan rasa :
menyebutkan ADA, yang tidak memiliki BUDI dan RASA :
Mengatakan TIDAK ADA.
Contoh lainnya :
Buah pare  itu enak ataukah tidak? Yang senang memakannya,
mengatakan enak. Yang tidak mau memakannya mengatakan tidak
enak.
Si naya baik atau buruk? Yang menyenanginya mengatakan baik.
Yang membencinya mengatakan buruk.
Begitulah seterusnya.
ooOOoo

SERAT WULANG REH : WIRANGRONG

1
Den samya marsudeng budi, //  wiweka dipunwaspaos, //  aja dumeh
dumeh bisa muwus, //  yen tan pantes ugi, //  sanadyan mung
sakecap, //  yen tan pantes prenahira.
Berusahalah memperbaiki budi pekerti // pertimbangan harus di
dahulukan // jangan hanya karena bisa berbicara // jika hal itu tidak
pantas // walau hanya sepatah kata // jika tidak tepat penempatannya.
2
Kudu golek mangsa ugi, //  panggonan lamun miraos, //  lawan aja
age sira muwus, //  dununge den kesthi, //  aja age kawedal, //  yen
durung pantes rowangnya.
Harus mencari waktu yang tepat itu seharusnya // tempatnya juga
harus diperhitungkan jika ingin bicara // penempatannya harus
tepat // jangan segera diucapkan // jika belum pantas siapa teman
bicaranya.
3

6
Rowang sapocapan ugi, //  kang pantes ngajak calathon, //  aja sok
metua wong calathu, //  ana pantes ugi, //  rinungu mring wong
kathah, //  ana satengah micara.
Teman bertutur kata // yang pantas diajak membicarakan sesuatu //
jangan sembarang bicara // ada yang tidak pantas juga // jika
didengar oleh orang banyak // ketika sedang berbicara.
4
Tan pantes akeh ngawruhi, //  mulane lamun miraos, //  dipun
ngarah-arah ywa kabanjur, //  yen sampun kawijil, //  tan kena
tinututan, //  mulane dipun prayitna.
Tidak pantas jika banyak yang mendengarnya // sehingga jika ingin
bicara // dipertimbangkan terlebih dahulu jangan sampai sembarang
bicara // jika ucapan telah keluar // tidak bisa ditarik kembali // maka
dari itu berhati-hatilah dalam berbicara.

BAB. II
TIDAK ENAK KARENA SALAH ATAU SIKSAAN DOSA

Merasa salah atau merasa kotor itu mengarahkan kepada menelaah


keadilan kodrat.
Menelaah atas keadilan kodrat itu mengarahkan kepada menelaah
kesalahan diri sendiri, yang disebut merasa.
Jika bertemu dengan sesuatu yang tidak mengenakkan hati, ingatlah
bahwa itu : Bagian luar, tidak menjadi sesuatu bagi : yang di dalam.
Sedangkan intinya : Walau pun ada gunung meletus dan perang
bharata Yudha sekali pun, itu bagian luar saja.
Jika menemui sesuatu yang tidak mengenakkan hati, ingatlah,
bahwa yang tidak mengenakkan itu sebenarnya adalah
PERBUATAN DARI HATI ITU SENDIRI, bukan dari “ YANG
ADA DI LUAR HATI. Jika mempunyai dasar batin yang benar dan
bersih yang sebenarnya, tidak mungkin tidak merasa enak.
Sedangkan bersih itu, ada yang bersih bagi : Urusan luar, ada yang
bersih urusan dalam.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakkan hati, ingatlah
bahwa adanya siksaan itu karena dosa, Artinya : Menjadi adanya
tidak enak  itu berasal dari kesalahan. Tidak mungkin jika bukan

7
karena dosa, atau : tidak mungkin tumbuhnya tidak enak itu
disebabkan karena benar dan bersih. Tidak usah terlalu jauh
menelusuri dosa yang sudah lama terjadi. Dosa yang sekarang ini
saja yang sudah jelas (ketika sedang mengalami tidak enak saja).
Bentuk dosanya adalah : Mengapa harus merasakan yang membuat
tidak enaknya hati, padahal itu sudah jelas membawa masuk kepada
tidak enak, mengapa tidak menghindar saja. Apakah itu bukan
kesalahan? Karena kesalahan, apakah tidak menerima siksaannya?
Kesimpulannya : Yang memerintah untuk menjalani yang membuat
tidak enaknya hati itu tadi.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakkan rasa hati,
sudahlah, jangan bertanya lagi, tentu karena berasal dari gerak
hatinya sendiri yang menyebabkan menjadi susah, (salah dalam
perbuatan), menyimpang dari benar yang sebenarnya, yaitu
benarnya bagian dalam, bukan benar bagi bagian luar. Tanda bahwa
itu salah : Terbukti menjadi ujud yang tidak mengenakkan hati itu
tadi.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakkan hati, dan tidak
bisa menyimpulkan seperti penjelasan di atas itu, karena memang
benar-benar sulit. Ingatlah : Apakah “TIDAK BISA” itu bukan suatu
kesalahan? Apakah “Tidak bisa” atau “yang sulit” itu akan dijadikan
pedoman untuk menghindar dari kesalahannya itu?. Tidak
mengetahui bahwa “Tidak bisa” dan “Sulit” itu sudah termasuk
merupakan kesalahan? Artinya : Itulah adalah wilayahnya salah,
atau anak keturunannya kesalahan. Sehingga yang diingat : hanya
karena “BELUM TAHU” saja atas kesalahannya. Sedangkan “Tidak
tahu: itu adalah anak cucu dari kesalahan juga.
Jika bersjumpa lagi dengan sesuatu yang tidak mengenakkan hati.
Jangan hanya mengetahui saja : Yang ada di luar hati. Ketahui juga :
yang ada di dalam hati, yaitu di dalam hatinya sendiri (Jangan
mengingat-ingat YANG DIRASA-RASAKAN, Ingatlah YANG
DIGUNAKAN untuk merasakannya).
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakkan hati, bertanyalah
kepada pikirannya sendiri, apakah TIDAK ENAK itu bermanfaat?
Jika bermanfaat, seharusnyalah giat dalam menjalaninya. Jika sudah
mengerti : bahwa tidak ada gunanya, namun jika diterjang, itu salah

8
siapa? Menurut ilmu luar saja, sudah bertanya sebagai berikut :
Yang bermanfaat itu IKHTIARNYA atau KECEWANYA?
Jika menemukan sesutu yang tidak mengenakkan hati. Jika belum
bisa ditemukan atas kesalahan sebagai penyebabnya, itu berarti
masih salah dalam mencarikesalahannya. Tanda salahnya : Karena
belum bisa menemukannya itu tadi.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakkan hati, namun
ternyata karena atas kesalahan orang lain diluar hati dan sudah
disepakati oleh orang banyak bahwa seharusnya atau sebenarnya
memang tidak enak (karena sudah menjadi pemahaman umum)
ingatlah saja bahwa itu menjadi sebutan “benar”, belum menjadi
benar yang sebenarnya.
Yang di maksud dari buku ini : BENAR YANG SEBENARNYA,
bukan hanya BENAR saja. Benar itu hanya untuk urusan luar.
Sedangkan “Benar yang sebenarnya” itu untuk urusan dalam. Jika
hanya menerima yang biasa saja, tidak usah membicarakan urusan
dalam (batin) Karena hal itu akan dihindari oleh yang mencari :
Benar yang sebenarnya yang sulit teramat sulit untuk
menempuhnya.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakkan hati, cobalah
bertanya kepada Budi-nya sendiri APAKAH RASA JATI IKUT
MERASA TIDAK ENAK, KARENA SUDAH BENAR, PADA
UMUMNYA DAN KESEPAKATAN MANUSIA SEDUNIA.
Tentu tidak. Karena rasa jati belum tentu menganggap baik atas
yang sudah dianggap baik oleh rahsa.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakkan hati, ingatlah
kepada kata-kata : “CINTA itu bisa membutakan”. Rasa tidak enak
itu karena “Terbelenggu cinta kepada dirinya sendiri”. Itu, yang
membutakan hati. Butanya hati : Lupa bahwa diri sendiri itu bukan
benar yang sebenarnya atas keadaan yang tertuju atas rasa Cinta dari
yang memenuhi dunia.
Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakkan hati,
TANYAILAH DIRIMU SENDIRI : Wahai..... pencari, tunjukan
kemampuanmu, karena sekarang aku sedang mengalami yang tidak
enak. Apalah gunanya aku mencari ilmu batin, jika rasa senangku
hanya jika : Mendapatkan apa yang pada umumnya menyenangkan

9
atau : Susah jika menemukan yang menyusahkan. Jika hanya pada
umumnya hanya seperti itu saja. Tidak ada gunanya mencari ilmu
batin.

BAB. III
SAKITNYA KESALAHAN DAN ENAKNYA KEBENARAN
BAB. III
SAKITNYA KESALAHAN DAN ENAKNYA KEBENARAN

Sakitnya kesalahan bernama : Yang harus dialami (panandang).


Enaknya kebenaran disebut : PAHALA
Benar dan salahnya dan juga enak dan tidak enaknya (sakit), disebut
KARMA yang bermakna “Perbuatan” (Panggawe) dan Buahnya
Perbuatan.
Yang dimaksud merasa salah : Mengerti dan mengakui kebenaran
pengadilan kodrat.
Sikap hati tentang merasa dan mengakui kebenaran pengadilan,
disebut : Bisa menerima, yang dalam Bahasa Arab disebut dengan
“Ikhlas”. Itu bagi hati atas pengadilan Kodrat. Yang dalam bahasa
Melayu : Sikap hati terhadap keadilan Kodrat.
Rela itu menghilangkan anggapan : SIKSA. Atas apa yang
dialaminya, menetapkan KEPERLUAN.
Dan Ikhlas itu yang menghilangkan akibat yang dirasakan oleh
“hati”, karena sikap hati SELARAS dengan berjalannya Pengadilan.
Mencari “Kebenaran” menghasilkan : Penerang dan kesantausaan,
yaitu kelepasan dan merdeka.
Seseorang yang selalu menggerutu, resah, mengeluh, iri hati dan
sebagainya, itu berasal dari : Tidak selarasnya sikap hati dengan
adanya pengadilan.
Semua itu mengandung rasa : GUGATAN kepada berjalannya
kodrat, yang dirasa tidak adil.
Contoh lainnya : Timbulnya mengeluh, marah, nafsu, sakit hati,
menyangkal, mangkel, sakit hati, masgul, benci, kecewa, panas dan
sebagainya, itu sudah termasuk cucu dari “kesalahan”. Walau pun
tidak bermakna MENGGUGAT kepada pengadilan, akan tetapi
salah karena “tidak mengetahui atas kesalahan hati” ketika itu.

10
Kemudian : Walau pun hanya : Iba, tersentuh hatinya, getun, takut,
gila, terperanjat dan sejenisnya, oleh karena itu termasuk “Ribuan
jenis kesakitan” padahal “sakit: itu akibat dari kesalahan, sehingga
ternyata adalah berasal dari kesalahan, yang tidak diketahui asal
mulanya..
BAB. IV
MERASA

“Merasa” itu pintu masuk menuju : BENAR YANG


SEBENARNYA.
Maksud dari “Merasa” : Mengetahui kesalahan atau cela dari diri
sendiri.
Kesalahan atau tercela, itu tentu terjerumus, JIKA TIDAK
DIBENARKAN atau DIROBAH.
Membetulkan atau merobah itu tidak bisa terlaksana, jika tidak
didasari NIAT.
Tidak akan ada Niat : sebelum merasa.
Sepi dari rasa merasa : Gagal dan tidak akan berhasil.
Mengetahui kesalahan atau cela diri, untuk bisa menjadi jelas hanya
dengan cara TEKUN dan TELITI.
Sehingga “Niat” untuk mengetahui kesalahan diri itu, dengan tekun
dan teliti, itu modal nomor satu, bagi orang yang mencari ilmu yang
nyata.
Semakin tekun dan telaten, semakin cukup modalnya, dan
sebaliknya : Semakin kurang merasa diri, mengakibatkan kurang
tekun.
Berusaha membesarkan “merasa”, dan juga tekun dan telaten
mencari kesalahan diri, sebaiknya harus diusahakan, agar supaya
JANGAN SAMPAI KURANG CUKUP.
Jika manusia berniat dengan sungguh-sungguh mencari ilmu yang
nyata, itu dalam perbuatannya selalu tetap dalam keadaan :
WASPADA dan TEPAT memperhatikan KEHENDAK DIRI dalam
setiap harinya. Jangan menoleh ketika MENGAWASI HASRAT
DIRI, Jangan berubah dalam memperhatikan tumbuhnya “Niat”.

11
DALAM  MENGENDALIKAN HASRAT DAN Konsentrasi dalam
NIAT, itu yang disebut tekun, telaten membetulkan kesalahannya
atau merubah cela dirinya.
Mengendalikan dan konsentrasi itu, singkat katanya : Menjalankan
kewajiban menyembah yang dilakukan dalam siang dan malam
harinya.
Semakin ajeg dalam berusaha, semakin hilang lah penutup dan
kotorannya.
Semakin berkurang kesalahannya, semakin mendekat kepada
Anugerah (Sifat Ketuhanan).
Mata yang tertutup kotoran mata, melihat : Dunia ini gelap penuh
penghalang bagaikan kabut tebal.
Tidak melihatnya mata atas terangnya matahari itu, karena tertutup
kotoran yang bernama kotoran mata.
Jika saja pikiran percaya begitu saja kepada  penglihatan mata , itu
merupakan kesalahan yang rangkap, yaitu : yang pertama, dalam
menetapkan bahwa duni ini, itu gelap penuh dengan kabut. Kedua,
karena tidak mengetahui bahwa matanya tertutup kotoran mata.
Pikiran yang percaya begitu saja kepada mata yang  menipu
demikian itu, menjadi gambaran bagi manusia yang tidak bisa
merasa.
Dalam MENETAPKAN gelap atas dunia, itu sama maknanya
dengan dalam menetapkan TIDAK ADA KOTORAN di matanya.
Ketepan dua macam yang salah itu tadi, MENGHILANGKAN
NIAT untuk membersihkan kotoran. Sehingga, modal nomor satu
bagi seseorang yang mencari terangnya mata  yang tertutup kotoran
mata itu : MENGAKUI ADANYA KOTORAN MATA YANG
BERADA DI MATA, serta berniat MEMBERSIHKAN KOTORAN
MATA-NYA.
Penciuman, pendengaran, rasa lidah dan rasa badan itu, itu juga
sering menipu seperti penglihatan, ketika ketempatan kotoran atau
ketika sakit.
Yang seperti itu, jika PIKIRANNYA TERBAWA, merupakan
KESALAHAN YANG RANGKAP bagi pikiran.
Penjelasan di atas itu sebagai contoh : SUKMA ketika  terbawa arus
oleh Pancaindra (Angan-angan dan rahsa).

12
Sukma sebagai ibarat : Pikrian. Mata sebagai ibarat : Angan-angan,
rahsa. Hawa nafsu diibaratkan sebagai kotoran mata.
Kotoran atau karena sakitnya pancaindra menyebabkan TIDAK
BISA MELIHAT kepada YANG NYATA, seperti penglihatan
ketika ditak melihat kepada terangnya  cahaya matahari.
Yang seperti itu jika saja, sukma hanya percaya apa adanya saja
(Terbawa arus) kepada angan-angan dan rahsanya, yang
menyebabkan kebodohannya menjadi rangkap dua, yaitu : yang
pertama, ketika tidak melihat (tidak percaya) kepada Yang Nyata
Adanaya, Yang kedua, ketika tidak bisa melihat (tidak mengakui)
terhadap kotoran atau sakit yang  bertempat di angan-angan dan
rahsanya. Yang pada akhirnya menetapkan bahwa terangnya Yang
Nyata itu menjadi TIDAK ADA serta dirinya merasa TIDAK
KOTOR.
Mengakui atau mengetahui kotoran dari angan-angan dan rahsa itu
tadi, agar bisa MENJADI TERANG, jika dengan cara ketekunan
dan teliti di dalam ketenangan (bersih). Semakin tekun dan semakin
teliti, semakin terang atas kesalahan dari angan-angan, dan juga
cacatnya rahsa. Semakin jelas dan semakin berhati-hati ketika
konsentrasi melihat Yang Nyata, semakin berkurang kesalahan
karena kotoran, menjadi semakin terang dan jelas penglihatan
rahsanya.
Mata yang selamanya tidak bisa melihat kepada terangnya cahaya
matahari, disebut “buta”, dan mata yang bisa melihat disebut
“Melihat”.
Melihat itu keberuntungan, buta itu sial.
Makna melihat Yang Nyata itu HILANG KESALAHAN DAN
SAKITNYA PANCAINDRA, karena telah hilang kotorannya
menjadikan semakin terangnya melihat Yang Nyata.
Makna buta kepada Yang Nyata itu, selamanya tidak bisa melihat
kepada Yang Nyata, karena pancaindranya sakit atau penuh kotoran
(hawa nafsu) sehingga tidak bisa melihat.
Yang demikian itu jika dirasa-rasakan, ternyata : Buta kepada Yang
Nyata itu bisa dikatakan Buta yang sangat buta, artinya : Lebih buta
dibanding kebutaan mata sejak lahir. Karena : Buta kepada matahari
itu  hanya sebentar, dan hanya remeh saja. Sedangkan buta kepada

13
Yang Nyata, itu sangat lama sekali, dan untuk urusan penting yang
teramat sangat penting.
Manusia yang MENGAKUI terhadap adanya Yang Nyata, serta
tidak bisa melihatnya diakuinya DIKARENAKAN KOTORAN
DAN SAKITNYA ANGAN-ANGAN DAN RAHSANYA, manusia
yang seperti itu sudah termasuk ribuan dari yang bisa merasa.
Dari daya kekuatan merasa itu tadi, maka akan bisa menumbuhkan
niat untuk mencari kesalahan atau kotorannya.
Sedangkan KETEKUNANNYA dan TELITINYA itu, tergantung
dari KEPATUHANNYA, yaitu : KUATNYA NIAT.
NYANYIAN MACAPAT : KINANTHI
Mangka kang aran laku // lakune ngelmu sejati // tan dahwen pati
openan // tan panasten nota jail // tan njurungi ing kaardan // amung
eneng mamrih ening. (Wedhatama Winardi)
Sedangkan yang disebut menjalankan // menjalankan ilmu sejati //
tidak usil // tidak mudah terbakar hatinya dan tidak jahil // tidak
menuruti hawa nafsu // hanya tenteram agar menjadi hening (tenang)
.

BAB. V
RASA SEJATI
Yang manakah : Ujud dari yang disebut Rasa Jati itu?
Ujudnya : tidak bisa dilihat menggunakan mata biasa.
Jika bisa dilihat, jika menggunakan penglihatan gaib.
Jika untuk yang masih kasar, hanya bisa dirasakan saja.
Artinya : Selalu memperhatikan perbedaan antara Rasa dengan yang
bernama Rahsa.
Sedangkan ciri tanda yang disebut dengan Rasa Jati, adalah :
Yang mengajak Ikhlas
Yang mengajak Menerima kenyataan dirinya
Yang mengajak Ingat kepada Tuhan
Yang mengajak ketenangan ketenteraman
Yang mengajak Hening
Yang mengajak untuk menyayangi sesamanya
Yang mengajak untuk mempercaya tentang hal batin
Yang mengajak untuk bersyukur kepada Tuhan

14
Yang mengajak tahan dalam kesendirian
Yang mengajak agar tidak tergesa-gesa
Yang mengajak senang, tidak susah
Yang mengajak agar tidak merasa kuatir
Yang mengajak untuk tidak mudah bosan
Yang mengajak untuk tidak sungkan
Yang percaya dengan kepercayaan yang tebal kepada hal batin.
Yang diringkas menjadi : YANG MENGAJAK KESEJUKAN DAN
BERSERAH DIRI.

Akan tetapi, semua itu jangan dikira sudah murni (intisari rasa)
karena itu baru ujungnya saja. Masih tercampur dengan kehalusan
“Rahsa” (Mutmainah yang halus).
Walau pun demikian – sesiapa yang sudah bisa menggapai ujung
dari “Rasa Sejati”, walau pun hanya ujungnya saja, dan masih
tercampur rahsa – itu pun sudah ketempatan yang bernama
ketenteraman, Kejernihan, keikhlasan, kesabaran dan sebagainya.
Sudah menandakan bahwa sudah halus rahsanya.
Seseorang yang dalam pencariannya sudah bisa sedemikian itu,
disebut sudah tajam, artinya : Mulai menemukan Rasa Sejatinya.
Seseorang yang sudah tajam Rasa Sejatinya, bisa tekun dalam
ibadahnya dengan tidak merasa lelah atau bosan.
Apakah sebabnya? Sebabnya adalah : Yang berjalan itu bukan hanya
angan-angan dan rahsa saja; akan tetapi menggunakan pengaruh dari
gerak Rasa Sejatinya. Sehingga keteika dalam ketukunannya itu :
Rasa Sejati serta angan-angan dan Rahsa : Bergerak aktif semua.
Di situ Rasa Sejati memberi daya kepada keikhlasan, ketenteraman,
ketenangan, tahan senddirian, tidak bosan, dan sebagainya. Angan-
angan selalu mengingatkan kepada ibadahnya, sedangkan rahsanya,
merasakan atas berjalannya angin.
Sedangkan bagi seseorang yang belum memiliki ketajaman, baru
sampai kepada angan-angan dan rahsa saja. Sehingga cepat merasa
bosan, lelah dan curiga.
Bagaimanakah caranya agar bisa tajam?
Tidak ada lagi selain “Tekun”, membiasakan mengerjakan ibadah
serta menegakkan aturan kesusilaan.

15
Setelah memiliki ketajaman, jika dilakukan terus-menerus dalam
pencariannya, semakin lama semakin halus atas rahsanya, sehingga
bisa selaras (gathuk) dengan Rasa Sejatinya, di situ barulah mulai
bisa menghilang batu di dalam Sukmanya, artinya barulah bisa
mengitip kepada wilayah Yang Nyata.
Nyanyian : KINANTHI :
Pangasahe sepi samun // aywa esah ing salami // samangsa wis
kawistara // lalandhepe mingis-mingis // pasah wukir reksamuka //
kekes srabedaning budi (Wedhatama Winardi).
Dipertajam di tempat sepi dan hening // jangan terputus selamanya //
jika telah terlihat // ketajamannya sangat tajam // bisa
menghancurkan Gunung Reksamuka // penghancur  penghalang
budi.

BAB. VI
SENTAUSA TEGAR TERTUJU

Rasa sejati : Adalah rasa milik manusia sejati.


Untuk agar menjadi ringkas, disebutkan “RASA” saja.
Rasa Sejati atau RASA itu, sebutan bagi wujud yang sangat termat
halus.
Manusia sejati dengan RASA, tidak perlu untuk dibedakan, Manusia
sejati itu ya RASA.
Ada juga yang menyebutnya dengan sebutan RASUL, yang
dimaksud adalah RASA itu tadi.
Manusia sejatin atau RASA itu, tidak memiliki lelah, mengantuk
dan lapar. Oleh karena yang demikian itu, seseorang yang sudah
memiliki ketajaman Rasa Sejatinya : Pada umumnya tidak memiliki
kelelahan, mengantuk dan lapar, jika sedang bekerja di wilayah
Batin.
Sebab apakah sehingga orang seperti itu ketika mengerjakan tentang
Ilmu seolah tidak memiliki rasa lelah, mengantuk dan lapar?
Penyebabnya adalah : Gerak rasanya menjadi penuntun Rahsa. Rasa
mendapatkan daya kekuatan dari  Rasa. Sehingga sang “Rasa”
banyak beruntungnya karena patuh kepada Rasa, sehingga Rahsa
tidak membuatnya alelah, mengantuk dan lapar.

16
Manusia Sejati atau Rasa : Tidak memiliki watak senang atau susah,
yang dayanya menembus  Rahsa, sehingga daya kekuatan rahsa
menjadi berkurang, dalam mencari kesenangan atau mendapatkan
kesusahan.
Berkurangnya Senang dan susah itu : menumbuhkan selalu ingat dan
dalam ketenteraman.
Dan benar juga jika disebut : Tebalnya Ingat dan ketnteraman,
menjadikan berkuranganya kesenangan atau kesedihan.
Halusnya senang menyatu dengan ingat : disebut bahagia.
Halusnya susah menyatu dengan ingat : disebut Prihatin.
Halusnya bahagia dan prihatin, bisa menyatu menjadi satu, disebut :
Berada di Ingat dan teneteram.
Manusia sejati atau RASA : tidak memiliki watak senang atau benci
kepada segala urusan keduniaan. Oleh karena yang demikian itu,
sehingga seseorang yang  sudah tajam Rasa sejatinya, pada
umumnya jika senang kepada sesuatu : Tidak berlebihan. Demikian
juga jika benci kepada sesuatu, tidak berlebihan pula. Justru bagi
manusia yang sudah dewasa atas Manusia Sejatinya, hampir tidak
memiliki senang atau benci kepada segala sesuatu tentang
keduniaan.
Apakah sebabnya? Penyebabnya adalah : Rasa yang bergerak
menjadi panutan rahsa. Daya dari RASA : menembus rahsa yang
sudah tajam dayanya, sehingga rahsa tidak mempunyai daya
kekuatan untuk mengaktifkan RASA SENANG  dan RASA BENCI
terhadap segala urusan.
Tipisnya rasa senang dan rasa benci itu : menumbuhnya tetap selalu
ingat dan tenteram.
Dan benar juga disebut : Tebalnya ingat dan tenteram membuat
tipisnya kesenangan dan kebencian.
Kehalusan rasa senang menyatu dengan Ingat, disebut CINTA atau
kasih sayang, Sedangkan kasih sayang ditujukan kepada Rasa Sejati
milik semua manusia, tidak pilih-pilih.
Kehalusan kebencian menyatu dengan ingat : disebut
memprihatinkan bagi cela orang lain. Di situ tumbuh hasrat :
Menolong agar menghilangkan celanya, berdasar kasih sayang.

17
Manusia sejati atau Rasa; tidak memiliki watak membanggakan diri
atau kecil hati.
Membanggakan diri : sama saja mengaku serba bisa, mengaku
pintar, bertindak merasa berkuasa dan sebagainya, diringkas :
Membesarkan diri karena merasa beruntung dan kuasa.
Kecil hati sama saja dengan : merasa tidak memiliki kekuatan,
rendah diri, karena merasa diri rendah, sial, bodoh, celaka dan
sebagainya. Diringkas : Merendahkan diri merasa selalu celaka.
Rasa jati tidak ketempata dua rasa yang berlawanan itu tadi, oleh
karena itu seseorang yang sudah tajam Rasa Sejatinya, tidak
ketempatan rasa membanggakan diri dan tidak ketempatan rasa
merendahkan diri. Tidak sombong dan tidak kecil hati.
Apakah sebabnya? Karena : Tidak lain karena kekuatan daya Rasa
sejatinya, yang tidak memiliki watak yang demikian. Daya rahsanya
menjadi tipis yang selalu mengajak merasa berkuasa dan yang
merasa selalu sial. Sehingga tidak merasa panas oleh tingginya
angan-angan, dan tidak dingin oleh tidak bersemangat atau
kebeuntuan angan-angan.
Semakin berkurangnya merasa beruntung dan merasa sial :
Menumbuhkan rasa ingat dan tenteram.
Benar juga disebut dengan : Ingat yang tebal dan tenteram
mempengeruhi tipisnya watak merasa besar diri dan  merasa sial.
Halusnya mengaku serba bisa, mengaku pintar, mengaku berkuasa
dan sebagainya itu, menyatu dengan Ingat, disebut : Percaya kepada
diri sendir (Percaya diri).
Halusnya merasa selalu sial dan merasa rendah, menyatu dengan
Ingat, disebut : Berharap hanya kepada Tuhan (Nalangsa marang
Pengeran), menyatu dengan ingat, disebut : Berdiri pribadi dan
kesucian.
Begitu seterusnya.
Ringkasannyan : Seseorang yang manusia sejatinya sudah dewasa,
memiliki watak sentausa, tegar atau ketenangan, jika diterjang oleh
besarnya ombak rahsa.
Yang disebut yang harus dialami (panandang) itu, bukan hanya
berbagai jenis sakit, kesusahan, benci, marah, miskin, itu saja.
Walau pun gemuk, senang, suka, kaya, enak hidupnya, juga disebut

18
godaan (panandang), karena bisa menutup angan-angan menuju
Tuhan dan ketenteraman.
NYANYIAN GAMBUH
Sembah raga puniku // pakartani wong amangang laku // susucine
asrana saking warih // kang wus lumrah limang wektu // wantu
wataking wawaton.
Ibadah raga itu // Perbuatan orang untuk menjalankannya // bersuci
menggunakan air // pada umumnya dilakukan lima waktu //
menggunakan dasar aturan yang ada.

BAB. VII
MENYATUNYA BUDI DAN ANGAN-ANGAN

a. Menyatunya Rasa dan Budi


Ketika seseorang sedang diam, dan diamnya hingga sampai kepada :
Ketenangan yang sebenarnya, di situ, bisa merasakan  : Rasa, yang
bukan perasaan dan bukan rasa badan. Itulah yang disebut Rasa Jati.
Rasa Jati itu, adalah KEHALUSAN perasaan hati menyatu dengan
KEHALUSAN perasaan badan, menyatu menjadi satu, bertemu di
dalam Keheningan.
Ketika seseorang sedang diam, dan diamnya hingga sampai kepada :
Ketenangan yang sebenarnya, di situ bisa Ingat, yang ingatnya itu
bukan ingatan angan-angan, yaitu ingatnya Budi.
Budi itu sumber dari Ingat kepada Yang Nyata. Ingat yang tidak
terputus.
Rasa itu untuk merasakan Kenyataan, Rasanya tanpa terputus.
Rasa Jati dan Ingat itu : menyatu menjadi satu di ketenangan.
Ya INGAT Ya RASA, itu sama saja.
Maknanya, sebagai berikut :
Yang Ingat itu : Rasanya.
Yang merasa itu : Ingatnya.
Penjelasan di atas itu, bermakna menyatunya Budi dan Rasa.
Oleh karena itu, Rasa Jati jangan dikira sama dengan senang, susah,
suka, benci, pengharapan, menolak, sakit, kemudahan, manis, asin
dan sebagainya.

19
Ingatnya Budi itu bukan ingat kepada pekerjaan atau ingat kepada
kebutuhan, ingat kepada anaknya dan sebagainya. Itu hanya ingatan
dari angan-angan.
Saya sebut INGAT KEPADA SESUATU.
Rasa jati itu yang memberi daya kepada ketenteraman yang kekal
dan Ingat kepada yang kekal..
Orang yang mengolah tentang batin itu tahan sendirian di tempat
kesepian. Mengapa begitu? Karena selama sendirian itu ada yang
dirasakan di dalam hatinya, yang menarik kepada ketenteraman.
Yaotu ketika merasakan ingatan dari Rasa Jati atau ketika
merasakan rasa dari ingat.
Rahsa yang sudah halus diendapkan. Semakin lama semakin terasa
atas daya dari Rasa yang Sejati itut adi, dayanya amenembus Rahsa
yang halus. Pada akhirnya menjadikan kepuasan dan ketenteraman
di dalam hati.
Endapannya atau tenangnya itu, berarti hilangannya gagasan, dan
tenangnya rahsa, atau : berkumpulnya angan-angan.
Hilangnya gagasan atau puasnya rahsa itu, menumbuhkan tahan
sendirian di tempat yang sepi.
Sehingga, yang menyebabkan seseorang tidak tahan sendirian di
tempat yang sepi itu karena tumbuhnya gagasan, karena rahsanya
belum mengendap (nafsunya bergelora), atau karena gerak dari
angan-angan.
b. Menyatunya Angan-angan dan Budi
Jika sudah bisa merasakan INGATnya RASA ataua RASA INGAT,
di situ bisa merasakan PENGLIHATAN BUDI dan RASA, dengan :
TIDURNYA badan, artinya : Badan tertidur, seperti tidurnya orang
yang tidur pulas sekali, akan tetapi Budi dan Rasanya : Terjaga.
Sedangkan angan-angannya : Ikut terjaga, akan tetapi tidak
BERANGAN-ANGAN.
Seperti apakah maknanya : Angan-angan terjaga, akantetapi tidak
berangan-angan? Penjelasannya adalah : Ikut ingat, yang ingat
kesadarannya menyatu dengan ingatnya Budi, oleh karena sudah
menjadi satu (selaras) dengan Budi.
Karena ikut INGAT itulah, maka disebut TIDAK TIDUR, karena
tidur itu artinya : Lupa, tidak ingat. Sedangkan disebut TIDAK

20
BERANGAN-ANGAN itu : Karena tidak ingat segala kejadian,
tidak berubah-ubah seperti cari atas orang yang berangan-angan.
Daya ingat dari angan-angan itu jika berkumpul, menjadi terang dan
jernih, berkumpulnya bagaikan sinar matahari menjadi selebar
Suryakantha (Kaca pembesar) yang dikumpulkan menggunakan
suryakantha.
Angan-angan yang menjadi halus serta memberi umpan kepada budi
itu, diumpamakan : ana pangkalnya yang bisa menyambung dengan
ujung Budi (akantetapi jangan dibayangkan seperti ujud suatu
benda. Kesemuanya itu hanya RASANYA SAJA).
Arti makna menyambung itu : Selaras namun hanya sebagian.
Jika sudah demikian, angan-angan sudah diakui MENJADI SATU
dengan Budi. Budi Diakui menjadi satu badan oleh angan-angan.
Olehkarena demikian itu, ilmu pengetahuan milik Budi diakui oleh
angan-angan. Ilmu pengetahuan milik angan-angan diakui juga oleh
Budi.
Kesemuanya itu bermakna : Angan-angan ikut memiliki
pengetahuan tentang Yang Nyata. Bidu ikut memiliki ilmu
pengetahuan tentang urusan keduniaan, karena sudah sama-sama
dalam satu badan.
Hal itu disebut : Saling betatap muka antara Tuhan dan Hamba.
Yang disebut Ilmu pengetahuan itu, hasil dari mengetahui. Angan-
angan menyimpan Ilmu pengetahuan tentang tata kelahiran
(keduniaan). Budi dan Rasa menyimpan ilmu pengetahuan tentang
batin (Kenyataan).
Ibadanya CIPTA, itu intinya : Cipta diri selalu mencipta perbuatan
yang utama, berisi selalu ingat kepada Tuhan Yanga Maha Esa, arah
pusatnya cipta satu kiblat kearah Singgasana tempat duduk milik
Allah, di pusat hidup, yaitu inti dari sanubari.
Ibadahnya KALBU, itu ibadahnya Hati yang selalu disucikan
dengan cara membangun watak utama. Tujuan hati bebakti dan cinta
kepada Tuhan, Setianya tertanam di hati, siang atau malam, ketika
bepergian atau sedang di rumah, tetap ingat kepada Tuhan. Tidak
ada sesuatu hal yang membuat goncangnya ahati, karena yang
ddituju hanya patuh atas perintah Tuhan, dengan dituntun dan
peenerang dari Sang Guru Sejati.

21
Ibadahnya RASA, itu sang Rasa selalu terasa menyembah kepada
Allah. Karena cara Cinta dan berbakti dan kasmaran mengabdi
kepada Tuhan semakin menjadi-jadi, sehingga rasa perasaannya
selalu terasa mendekat kepada hadapan Tuhan.
Ibaratnya adalah seperti rasa perasaan seseorang yang terpisah
dengan kekasih hatinya yang sangat dicintainya, walau pun terpisah
jauh, akan tetapi tidak ada di rasa perasannya seperti sang
kekasihnya berada di hadapannya, yang tergantung di pusat jantung
dan terbayang-bayang di pojok mata.

BAB. VIII
MENUNTUK MERASAKAN KEPADA MAKNA
MENYAMBUNG DAN MENYATU
Di atas sudah diuraikan tentang terpisah dan menyambungnya antara
angan-angan dengan Budi, juga tentang terpisah dan
menyambungnya rahsa dengan Rahsa. Dan juga menjelaskan
menyatunya Budi dan Rasa.
Olehkarena Budi dan Rasa sudah bercampur menjadi satu, yang
kemudian di buku ini ada kata Budi, yang kadang-kadang
bermakna : Sudah dengan rasa. Demikian juga jika ada kata Rasa,
terkadang dimaknai sudah sama dengan Budi.
Budi dan rasa, kedunya bisa ringkas lagi menjadi : Kajaten (Yang
Sejati).
Sekarang akan menguraikan tentang penjelasan yang disebut dengan
Menyambung (Gathuk), agar bisa merasakan.
Dengan menggunakan contoh, sebagai berikut : Orang yang
membaca buku dengan makan, jika ketika membaca sangat
berkonsentrasi memperhatikan isi dari pada buku itu, pasti tidak
merasakan rasa dari makanan yang sedang dimakan. Terkadang
setelah selesai makan, jika ditanya tentang rasanya : tidak bisa
menjelaskannya. Bisa terjadi yang demikian itu, karena angan-angan
tidak menyambung dengan rasa lidah. Angan-angannya tidak
menyaksikan atas kerja dari rasa lidah, karena sedang tertuju kepada
buku, yang akhirnya akan terjadi jarak antara angan-angan dengan
rasa lidah.

22
Sedangkan jika angan-angan sedang tertuju kepada rasa dari
makanan, maka anga-angan tersambung dengan rasa di lidah. Jika
demikian, rasa di lidah menjadi satu dengan angan-angan. Gerak
rasa di lidah dipahami oleh angan-angan. Yang pada akhirnya hasil
dari kerja rasa di lidah itu akan diakui oleh angan-angan. Artinya :
Angan-angan memiliki pengetahuan yang berasal dari lidah,
sehingga setelah selesai makan, angan-angan menyimpan
pengetahuan dari lidah.
Seseorang yang jarinya sedang meraba sesuatu benda sambil
dirasakan, seperti : Meraba beludru, otot atau detak jantung, walau
pun orang itu sedang menghadap ke jalan dengan membuka
matanya, akan tetapi tidak mengetahui suasana yang ada di jalan.
Hal itu terjadi karena angan-angan tidak tersambung dengan
penglihatan, karena sedang menyambung dengan perasaan jari.
Sehingga pada waktu itu, angan-angan tidak memiliki pengetahuan
yang berasal dari penglihatan, hanya mendapatkan pengetahuan dari
perasaan di jari.
Penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa di lidah dan rasa seluruh
badan, kesemuanya jika sedang aktif namun tidak disaksikan oleh
angan-angan, (tidak tersambung denegan angan-angan) Artinya :
Angan-angan tidak mendapatkan pengetahuan yang berasal dari
lima indra tersebut.
Seseorang yang sedang bermimpi yang angan-angannya tidak
tersambung dengan sifat ingatan kehewanan(Hewani, roh jasmani)
itu setelah terbangun dari tidurnya : lupa semua atas mimpinya itu.
Bagaikan : Bermimpi yang belum sampai terbangun kemudian
tertidur lagi, walau pun semalam suntuk bermimpi terus-menerus,
akan tetapi pada pagi harinya semua mimpinya terlupakan. Terjadi
hal yang demikian, karena daya dari roh hewani (ingatan
kehewanan) tidak tersambung dengan angan-angan, artinya :
Perbuatan yang dilakukan oleh ingatan kehewanan tidak disaksikan
oleh angan-angan. Sehingga : angan-angan tidak mengakui atas hasil
dari sifat kehewanan, selama terpisah dengan angan-angannya.
Sedangkan jika kehewanan terhubung dengan angan-angan,
contohnya : Ketika sedang bermimpi tiba-tiba terbangun, maka
setelah terbangun dari tidurnya : Angan-angan kemudian terhubung

23
menjadi satu badan (Pangkal dari kehewanan terhubung dengan
ujung anga-angan).
Bukan hanya tidur saja, walau pun sedang terjaga, jika kehewanan
bekerja aktif namun meninggalkan angan-angan, pastilah angan-
angan tidak mengakuinya. Contohnya : Kerja dari anggota dan
ucapan yang disebut  “Bendana atau saradan” (berjalan denga
sendirinya), itu adalah aktif dengan sendirinya tanpa ada niatan dan
tidak terasa. Sehingga tidak diakui (tidak dirasakan) oleh angan-
angan.
Tidak kurang, orang yang bermimpi atau mengigau dalam keadaan
terjaga, hal itu disebabkan sifat kehewanan sedang aktif, yang tidak
dikendalikan oleh angan-angan.
Seseorangn yang TIDAK merasakan rasa bersyukur dan rasa ikhlas
menerima, pada waktu itu, anga-angannya tidak TERHUBUNG
dengan Mutmainah karena sedang terhubung dengan aamarah dan
supiyah. Sebaliknya : Yang sedang merasakan rasa bersyukur dan
rasa ikhlas menerima, angan-angannya mendapat pengetahuan yang
berasal dari Mutmainah.
Seseorang yang mementingkan bersyukur, angan-angan akrab dan
sepakat dengan rasa yang bersifat neraka, banyak pengetahuannya
tentang sifat neraka.
Angan-angan itu bisa tersambung dengan keduniaan, bisa terhubung
dengan sifat surga, bisa tersambung dengan Kajaten (Yang Sejati).
Seseorang yang angan-angannya tidak terhubung dengan Yang
Sejati (Budi Rasa), tentunya tidak memiliki pengetahuan tentang
Yang Nyata.
Yang hanya terhubung dengan Yang Sejati, maka ilmunya adalah di
WILAYAH yang Sejati.
Yang sudah menyatu dengan Yang Sejati, itulah MALIGINING
(hanya ada) Yang Sejati.
Tidur, itu artinya : Angan-angan tidak aktif  (tidak bekerja) Terjaga
itu artinya : Angan-angan bekerja (mengetahui).
Tidur lupa, itu artinya : Angan-angan tidak terhubung denga sesuatu,
tidak terhubung dengan Yang Sejati dan dengan keduniaan.
Sehingga tentunya tidak mengetahui segala sesuatu.

24
Tidur ingat, itu artinya : Angan-angan tersambung dengan Yang
Sejati, tidak tersambung dengan keduniaan.
Terjaga lupa, itu artinya : Angan-angan tidak terhubung dengan
Yang Sejati, hanya terhubung dengan keduniaan.
Terjaga ingat, itu artinya : Angan-angan terhubung dengan Yang
Sejati dan juga dengan keduniaan.
Barangsiapa yang sida bisa terjaga dan Ingat, tentu bisa tidur dan
ingat, karena angan-angannya sudah bisa terhubung ke sana kemari,
dan mendapatkan ilmu Yang Nyata dan pengetahuan tentang
keduniaan.
Rasajati, Budi atau Manusia Sejati, itu selalu kaya pengetahuan
tentang batin yang tidak terputus, selalu merasa tentang batas
besarnya, serta selalu ingat dan sadar tanpa terputus, selalu merasa
tentang Gaibnya rasa. Sayangnya kadang itu terbungkus di diri
manusia, yang angan-angannya belum bisa terhubung dengan Yang
Sejati, karena RAHSANYA masih kasar dan angan-angannya
masuh terlalu mudah berubah-ubah. Bagian dari Pancaindranya
belum ada yang halus, yang bisa selaras dengan Wilayah Yang
Sejati.
Jika angan-angannya terbiasa dipertajam dan juga Rahsa-nya sering
di endapkan, tentulah semakin lama semakin selaras dengan Yang
Sejati, angan-angan semakin selaras dengan Budi, Rahsa semakin
selaras dengan Rasa.
Jika Pancaindra (Angan-angan dan Rahsa) Sudah ada bagiannya
yang halus, atau sudah selaras dengan Yang Sejati, di situlah angan-
angan dan rahsa menyatu atau berkumpul dengan Budi.
Oleh karena angan-angan sudah bisa menyatu dengan Budi,
sedangkan budi itu memiliki Yang Sejati, sehingga angan-angan
juga memiliki ilmu Yang Sejati. Sehingga walau pun dipergunakan
tidur atau jaga, angan-angan membawa pengetahuan tentang Yang
Sejati. Seseorang yang sudah sedemikian itu disebut orang yang
Berpengetahuan, yang dimaksud adalah mengetahui Yang Sejati,
yang dalam kata di dalam Bahasa arab disebut dengan “Ma’rifat”.
Orang yang tidur dan lupa : itu sahir dan Kabir-nya sirna, dan
angan-angannya tidak memiliki pengetahuan tentang Yang Sejati,
karena tidak tersambung dengan Budi.

25
Orang tidur dan ingat, itu sahir kabirnya hilang, akantetapi
mempunyai pengetahuan tentang Yang Sejati, karena angan-
angannya terhubung dengan Yang Sejati.
Orang meninggal dunia dan lupa, iru sahir kabirnya tidak hilang,
namun sahir dan kabirnya itu berganti dengan yang lebih halus lagi
bahan-bahannya.
Orang meninggal dunia dan Ingat, itu sahir kabirnya dirna menjadi
Yang Nyata, serta kemudian menguasai segala sahir dan kabir.
Orang meninggal dunia dan mengalami surga, itu sahir kabirnya
tidak musnah, namun menjadi lebih urut dan selaras dibanding
dengan sifat raga.
Orang meninggal dunia yang mengalami neraka itu, sahir kabirnya
tidak hilang, namun bahan-bahannya lebih halus dibanding sifat
raganya, akan tetapi tidak urut dan tidak selaras.
(Penjelasan selanjutnya tentang Sahir dan Kabir, diuraikan di bab.
10).
NYANYIAN KINANTHI
Dene awas tegesipun// weruh warananing urip // miwah wisesaning
tunggal // kang atunggil rina wengi // kang mukitan ing sakarsa //
gumelar ngalam sakalir.
Sedangkan makna awas (tajam mata batinnya) // adalah mengetahui
segala tipuan hidup // serta kekuasaan Yang Maha Tunggal // Yang
menyatu di siang dan malam hari // yang Mukhid dalam segala
kehendaknya // hingga tergelarlah seluruh alam.
Asywa sembrana ing kalbu // wawasen wuwus sireki // ing kono
yekti karasa // dudu ucape pribadi // marma den sembadeng sedya //
wewesen praptaning uwis. (Wedhatama Winardi)
Jangan semaunya tentang cetusan kalbu // telaah dan pikir terlebih
dauhulu atas semua ucapanmu // maka akan terasa // bahwa bukan
ucapan yang berasal dari diri sendiri // Teguhlah dalam segala daya
upaya // bertahanlah hingga sampai pada akhirnya.

BAB. IX
DAYA YANG SATU

26
Jika gambang (salah satu jenis bagian alat musik jawa) wilahan
gulu, dibunyikan, Gender (salah satu jenis bagian alat musik jawa)
yang berada di dekatnya : Wilahan gulu ikut dibunyikan, sehingga
berbunyi menggema. Wilahan yang lainnya yang bukan gulu : tidak
ikut berbunyi, karena tidak selaras. Jika yang dibunyikan wilahan
enam, maka wilahan gender yang enam yang berbunyi, karena
dalam satu laras nada.
Musik di radio yang sama laras nadanya, walau terpisah jauh, jika
yang satu dibunyikan, yang lain ikut berbunyi, contohnya : di
Negara Ingris menghidupkan musidk di radio, orang-orang di negara
Darwis atau Jerman terkadang ikut berdansa, karena alat musiknya
ikut berbunyi (Pemancar radionya sama).
Dewa di Suralaya bisa memberikan sasmita kepada manusia di
Arcapada, jika manusia yang diberi sasmita itu rasa perasaanya bisa
selaras terhubung (satu laras nadanya), dengan Dewa yang memberi
sasmita.
Seseorang yang berada di Surakarta, bisa menggerakan hati orang
yang berada di Surabaya, jika sudah sama halusnya dan nada laras
hatinya sama.
Manusia sejati (Rasa) bisa memberi sasmita kepada Pancaindra
(orangngya), jika Pancaindra yang masuk di alam yang Sejati itu “
sudah banyak bagiannya yang halus, yaitu jika pangkal angan-angan
dan rahsa sudah selaras nadanya dengan ujung Rasa.
Sehingga ternyata : Getaran yang menyatu dalam satu laras
berwatak mempunyai daya yang sama, bisa saling pengaruh
mempengaruhi, atau saling memberi tahu, tidak terhalang jarak
jauhnya.
Daya penglihatan : mengatahui terangnya cahaya matahari dan
bentuk rupa yang bermacam-macam, yang memancarkan sinar, yang
merah, hijau dan sebagainya.
Penglihatan menetapkan bahwa terangnya cahaya matahari dan
segala betuk rupa itu : ada. Akantetapi tidak akan menganggap
kepada adanya suara (meniadakan bahwa suara itu ada).
Pendengaran menetapkan bahwa suara itu ada (mengiyakan terhadap
adanya suara). Akantetapi tidak menganggap kepada adanya cahaya
dan warna.

27
Kapankah penglihatan bisa mengetahui suara? Itu sama sekali tidak
bisa diharapkan. Karena, pasti tidak akan terjadi untuk selama-
lamanya, karena tidak ada suara yang berada di alam penglihatan.
Sejak ADA hingga SIRNA : Penglihatan itu akan tetap menjadi
penglihatan saja, sedangkan – selagi masih menjadi penglihatan :
Sudah ditetapkan (di nas) tidak akan bisa melihat suara.
Kapankah pendengaran bisa mendengar segala bentuk rupa? Itu
sama sekali tidak bisa diharapkan, karena pasti tidak akan bisa
terjadi untuk selama-lamanya, karena tidak ada segala bentuk rupa
yang berada di tempat  alam pendengaran. Sejak ADA hingga
SIRNA : pendengaran itu akan tetap menjadi pendengaran saja.
Sedangkan – selama masih menjadi pendengaran, di tetapkan (di
nas) tidak mengetahui segala bentuk rupa.
Penglihatan dan pendengaran disebut tidak dalam satu alam, bukan
satu daya.
Penciuman, itu beda lagi daya atau alamnya. Di alam penciuman ada
lagi keadaan yang tidak bisa berada di alam penglihatan dan juga di
alam pendengaran, itulah yang disebut bebauan. Contohnya : wangi,
menyengat, bau busuk dan sebagainya. Penglihatan dan
pendengaran sama-sama menetapkan bahwa, wangi, menyengat, bau
busuk itu tidak ada. Penciuman menetapkan bahwa wangi,
menyengat, bau busuk itu, pasti adanya, akantetapi merah, hijau :
tidak ada, demikian juga gemerincing dan suara ledakan itu tidak
ada.
Singkat kata : tiga indra itu, saling menyalahkan, saling bantah.
Hanya bisa menetapkan atas keyakinannya sendiri-sendiri.
Rasa di lidah itu, bagaimana? Di atas itu semua, dibantah adanya
oleh rasa di lidah. Rasa di lidah menetapkan bahwa di dunia ini yang
ada itu hanya : manis, pahit, gurih dan sebagainya. Tidak ada bentuk
rupa, tidak ada suara, tidak ada bebauan. Karena di dunia rasa lidah
itu : dicari pun, tidak akan bisa ditemukan dengan yang bernama
merah, hijau, gemerincing, suara ledakan, wangi, bau busuk.
Bagaimanakah rasa badan? Semua yang di atas itu di bantah
keberadannya oleh rasa badan. Dan yang didtetapkan adanya hanya :
Kasar, halus, dingin, panas, gatal, geli dan sebagainya. Sama sekali
tidak mengetahui tentang yang disebut Merah, hijau, serta pancaran

28
cahaya yang berkelap-kelip. Tidak mengetahui maksud dari yang
disebut wangi, bau menyengat, bau busuk, dan sama sekali tidak
mengetahui rasa pahit manis.
Piranti alat yang lima itu, saya sebut lawan dari pancaindra, karena
kegunaanya untuk membantah (melawan) daya dari pancaindra.
Lima alat itu di rajai (dikuasai) oleh angan-angan.
Angan-angan itu lebih halus dibandingkan dengan lima alat itu tadi,
sehingga bisa memuat dan menguasai kepada pengetahuan-
pengetahuan yang diperoleh oleh lima alat itu. Walau pun lima
macam alat itu saling membantah dan saling menyalahkan antara
yang satu dengan lainnya, akan tetapi, angan-angan mengakui
kepada keyakinan masing-masing alat itu, tidak ada yang di
tiadakan. Mengapa demikian? Karena angan-angan itu lebih halus.
Sedangkan yang lebih halus itu bisa memuat kepada yang kasar.
Semua hal yang kasar : memiliki watak sempit, hanya mengakui atas
keyakinannya sendiri saja, menyalahkan keyakinan yang lain, serta
hasrtanya itu : mengajak berpisah.
Segala yang ghalus, berwatak luas, menguasai dan memuat, bisa
menyatu masuk menyelaraskan diri kepada keyakinan orang lain
yang lebih kasar, serta berwatak : Mengjak menyatu, tidak mengajak
untuk berpisah. Seperti itulah watak dari Kodrat.
Olehkarena anga-angan itu menguasai dan memuat semua ilmu yang
berasal dari lima alat pancaindra yang sudah disebutkan di atas,
sehingga angan-angan menyimpan pengetahuan yang banyak dari
karena menghimpun yang diperoleh oleh lima alat pancaindra.
Apakah anga-angan itu sudah termat sangat halus? BELUM!!!!
Yang lebih halus dibanding angan-angan yaitu : BUDI atau Rasa
Jati  (Manusia Sejati).
Manusia Sejati bisa memuat serta bisa menghimpun pengetahuan-
pengetahuan yang berasal dari alam angan-angan dan alam rahsa.
Pengalaman milik angan-angan dan rahsa, ada yang disebut Surga,
Alam para Dewa, Ka-Endran, dunia peri, jin, dan sebagainya. Walau
pun dari amsing-masing jenis itu saling menyalahkan, hanya
meyakini keyakinannya sendiri saja, akan tetapi semua diakui
kebenarannya oleh Manusia Sejati. Bahkan Manusia Sejati justru
memperoleh pengetahuan yang tanpa batas banyaknya dan besarnya,

29
dihimpun dari pengalaman di alam yang berbagai macam. Hasil
menghimpun itu menjadi sarana untuk mengapai kesempurnaan atau
Penyatuan.
Penglihatan si A walau pun dekat dengan pendengarannya sendiri,
akantetapi tidak saling memberi tahu dengan pendengarannya
sendiri, tidak saling memberi tahu dengan si A itu sendiri, itu
disebut : Tidak berada di alam yang sama.
Penglihatan si A, walau pun jauh dengan penglihatan si B,
akantetapi saling memberi tahu dengan penglihatan si B, itu yang
disebut berada di alam yang sama. Demikian juga pendengaran si B
satu alam dengan pendengaran si A dan si C.
Saling memberi tahu itu bermakna : saling menyaksikan tentang
keadaan yang dialami.
Penglihatan si A, B, C dan D – saling menyaksikan bersama bahwa
suara itu ada.
Demikian dan seterusnya, dan kesemuanya itu disaksikan oleh
angan-angan. Pada akhirnya manusia kemudian menyaksikan bahwa
dunia ini ada.
Surga diakui keberadaannya oleh makhluk yang memiliki rasa
tentang surga (Mutmainah dan angan-angan yang benar). Makhluk
yang mengalaminya saling saksi menyaksikan dan berani
bersumpah, mengenai keberadaannya. Neraka diakui keberadaannya
oleh makhluk yang ketempatan rasa tentang setan (Amarah dan
angan-angan yang gelap). Alam Jin diakui oleh makhluk yang tebal
rasa imannya (Supiyah dan angan-angan yang kurang terang). Alam
dunia diakui oleh makhluk yang memiliki rasa tentang raga (rasa
jasmani). Alam penasaran atau alam makhluk halus, diakui oleh
makhluk yang ketempatan roh kehewanan, (Angan-angan yang
terlalu sangat gelap),
Manuisa sejati lebih halus dibanding angan-angan dan rahsa yang
sudah tersebut itu semua, sehingga bisa memuat semua
pengetahuan-pengetahuan yang dialami oleh makhluk yang
bermacam jenisnya yang berada di alam yang berbeda-beda tersebut
di atas, dengan tujuan agar supaya bisa mengalami pengalaman yang
bermacam-macam itu, tersimpan di dalam badan yang kekal.

30
Sangat besar manfaatnya memiliki banyak pengetahuan yang
bersumber dari pengalaman yang bermacam-macam, karena
dayanya meluhurkan derajat Manusia Sejati, hingga bisa menggapai
kepada Penyatuan.
Orang tidur dan jaga, orang hidup dan mati, walau pun
ORANGNYA tidak mengakui terhadap alam-alam itu, akan tetapi
MANUSIANYA YANG SEJATI : Mengakui serta selalu
mendapatkan pengetahuan dari karena berulang-ulang terlahir
kembali serta mengalami pengalaman yang bermacam-macam, baik
yang halus dan yang kasar, yang luhur dan yang rendah, yang terang
dan yang gelap, yang mulia dan yang sengsara.
Pengetahuan-pengetahuan itu semua belum dikabarkan-luaskan
kepada orangnya (Pancaindranya yang merasuki dirinya) itu bukan
karena sungkan, hanya karena pancaindranya (orangnya) belum bisa
menerima kabar, karena masih tersesat.
Jika pancaindra semakin halus, karena tekun dan rutin mencari
pengetahuan tentang batin, itu semakin lama semakin bisa menerima
kabar berita dari sedikit, di dalam batinnya sendiri. Semakin halus
maka semakin terang dalam menerima kabar berita dirinya dari batin
sendiri. Semakin halus semakin jelas dalam menerima kabar berita.
Yang disebut kabar itu, tumvuhnya Budi (Rasa) di dalam
sanubarinya.
Mengerti itu : Daya kodrat manuisa”, yaitu : Mengerti karena
berfikir (pikiran), mengerti karena terasa (merasakan,
merenungkan),
MENGERTI, bisa juga karena “Daya Gaib milik Tuhan” (Terbuka).

BAB. X
PENJELASAN YANG DISEBUT SAHIR DAN KABIR

A. Penglihatan itu memiliki rasa. Rasa dari penglihatan itu, bernama


Melihat.
Hasil dari melihat bernama : Pengetahuan, pengetahuan penglihatan 
disebut : Segala rupa, contohnya : warna merah, cahaya yang terang
dan gelap, rupa dari manusia, hewan dan sebagainya.

31
Penglihatan itu mengira bahwa segala rupa (segala bentuk)  itu
berada di luar penglihatan. Tidak mengira (lupa) bahwa itu hanyalah
rasa milik penglihatan. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut :
Karena berasal dari rasa milik penglihatan (melihat) di situlah
penglihatan kemudian menganggap, bahwa di luar mata itu ada
sesuatu. Sedangkan yang saya sebut sesuatu itu : yaitu segala rupa
itu tadi (ingatlah orang yang bercermin, penglihatan mengira ada
bentuk rupa di belakang cermin, karena terasa getaran cahayanya).
Ujud rupa atau warna itu KABIR bagi  alam penglihatan. Sedangkan
penglihatan itu SAHIR, bagi alam segala rupa.

B. Pendengaran itu memiliki rasa. Rasa dari pendengaran bernama :


Mendengar.
Hasil yang diperoleh dari mendengar, bernama pengetahuan, yaitu :
Yang di dengar, Ujudnya : Suara. Contohnya : Gemerincing,
berdentum, berdesir dan sebagainya.
Bagi pendengaran mengira bahwa suara itu berada di luar
pendengaran, tidak mengira (lupa) bahwa itu adalah rasa dari
pendengaran. Lebih jelasnya, sebagai  berikut :
Dikarenakan rasa milik dari pendengaran (mendengar), di situ
pendengaran kemudian menganggap, bahwa itu di luar telinga
bahwa ada sesuatu. Yang saya sebut sesuatu itu, yaitu yang disebut
suara. (Ingatlah : Kuping mendengar suara gaduh ketika kuping
ditutup rapat, sehingga mengira ada suara yang mendenging di luar
telinga. Itu dikarenakan rasa.
Suara itu KABIR bagi alam pendengaran. Pendengaran itu SAHIR
bagi alam mili suara.

C. Penciuman itu memilki rasa. Rasa milik penciuman itu, bernama


Mencium.
Hasil yang diperoleh dari mencium disebut juga Pengetahuan,
yaitu : bau=bauan, contohnya : Wangi, menyengat, bau busuk dan
sebagainya.
Sang penciuman mengira, bahwa bau-bauan itu berada di luar
penciuman. Tidak mengira (lupa) bahwa bau-bauan itu hara sebuah
rasa bagi penciuman. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut :

32
Disebabkan karena rasa dari penciuman, di situ penciuman
kemudian mempunyai anggapan bahwa di luar hidung itu ada
sesuatu. Yang saya sebut sesuatu itu yaitu yang bernama bau-bauan
yang diluar hidung dikiranya malah hilang.
Bau-bauan itu Kabir, bagi alam penciuman. Penciuman itu Sahir
bagi alam bau-bauan.

D. Manis, asin dan sejenisnya : dianggap berada di luar lidah, oleh


perasa lidah. Artinya : Yang didtetapkan manis itu adalah gulanya.
Yang ditetapkan asin itu garamnya. Ilat itu sendiri tidak mengira
(lupa) yang menyebabkan adanya rasa manis atau asin itu adalah
rasa di lidah itu sendiri. Ingatlah bahwa bagi orang sakit itu, nasi
rirasanya pahit, ikan dikiranya tidak enak.
Yang manis-manis dan yang asin-asin itu KABIR bagi perasa lidah.
Sedangkan Perasa lidah itu SAHIR bagi yang manis-manis atau
yang asin-asin.

E. Panas dingin, halus kasar dan sejenisnya : dianggap di luar badan.


Yang ditetapkan panas adalah api. Yang ditetapkan dingin itu
airnya. Sedangkan adanya rasa yang bernama panas atau dingin itu
bersumber dari gerak rasa di badan. Apinya dan aairnya sebenarnya
adalah ujud getaran. Getaran itu bisa dibuat panas atau tidak
(ingatlah orang sakit, semua yang di luar badan dikiranya tidak
meng-enakan badan).
Semua yang tersebut di atas : dipikir – seperti pikiran di huruf E.
Panas dingin dan sejenisnya itu KABIR bagi rasa badan. Rasa badan
itu SAHIR bagi alam milik panas dingin.
F. Oleh karne penglihatan memiliki pengetahuan yang disebut :
rupa/bentuk, pendengaran memiliki pengetahuan yang disebut
“Suara”, penciuman mempunyai pengetahuan yang disebut, bau-
bauan, rasa lidah memiliki pengetahuan yang disebut, manis asin,
rasa badan mempunyai pengetahuan yang disebut : Panas dingin,
dari berkemupulnya semua itu ... di situ diri kemudian mempunyai
anggapan, bahwa di luar rasa diri ada sesuatu.
Sedangkan yang saya sebut sesuatu di luar diri itu : yaitu yang
disebut JAGAD (DUNIA), cuntohnya : Alam dunia ini.

33
Dunia ini itu KABIR bagi RASA DIRI, sedangkan RASA DIRI itu
sahir bagi Dunia ini.
Yang saya sebut rasa diri iru rasa yang satu yang terbentuknya 
berasal dari bercampurnya seluru rasa perasaan, disingkat : Rasa
Pancaindra dianggap SATU.
Semua orang memiliki pengetahuan  tentang ADANYA dan
Keadaan dunia itu, karena adanya rasa diri, bukan rasa diri dari
pengetahuan tentang adanya dunia. Akantetapi terjadinya itu
bersamaan.
Hilangnya pengetahuan tentang adanya dunia, berasal dari hilangnya
rasa diri. Akantetapi dalam hilangnya itu bersamaan.
Tambahan penjelasannya adalah, sebagai berikut :
Diri itu memiliki rasa, Rasa diri itu disebut : Melihat. Hasil dari
melihat disebut : Pengetahuan.
Pengetahuan diri, contohnya : Rupa yang bermacam-macam, bau-
bauan yang bermacam-macam ditambah rasa sentuhan kulit
ditambah rasa senang dan susah dan sebagainya ditambah rasa
angan-angan yang disebut pikiran (Contoh : mengetahui = mengerti)
bahwa jika 3 kali 4 itu ada duabelas dan sebagainya samadengan Itu
semua diringkas dengan sebutan Pengetahuan diri (Pengetahuan
dalam tata lahir).
Sang diri mengira bahwa yang tersebut itu semua BERADA DI
LUAR RASA diri. Tidak mengira (lupa) bahwa itu semua hanya
RASA DIRI. Lebih jelasnya lagi : Oleh karena  rasa diri
(mengetahui, mengerti, merasa), di situ diri kemudian mempunyai
anggapan, jika  di luar diri : Ada sesuatu. Sedangkan yang saya
sebut sesuatu itu : Dunia yang tergelar.

G. Halusnya nafsu Mutmainah, tertembus terangnya angan-angan,


itu merupakan rasa. Rasanya itu juga disebut : Memahami.
Hasil dari pengetahuan juga disebut : Pengetahuan. Pengetahuan
dari mutmainah menyatu dengan pengetahuan dari ingatan yang
terang, yaitu yang disebut : Rasa tentang surga, contohnya :
Tergelarnya surga yangg menyenangkan, menenteramkan, indah
dilihat dan dirasa, membuat puas dan dingin serta merasa bebas.

34
Manusia di surga, penuh kasih dan menyenangkan...... dan
sebagainya.
Sedangkan pengetahuan angan-angan yang terang, yaitu : Suasana di
surga yang selalu dalam keadaan terang, semua serba jelas, tidak ada
yang membingungkan pikiran, selaras serta urut dengan jalannya
penalaran (pikiran). Yang seperti itu juga karena berasal dari daya
rasa diri yang senang, tenteram, manis, penuh kasih sayang, puas,
tenang, merdeka dan juga rasa dari ingatan yang terang, bening,
menembus, mengetahui yang belum terjadi. Kesemuanya yang
dilihatnya, yang dipikirkan dan yang dirasakan : Terlihat indah,
cantik, bersih, manis, menyenangkan, menenangkan hati,
menenteramkan. Karena juga berasal dari RASA MUTMAINAH
ITU SENDIRI.
Sehingga yang menarik, yang indah, manis, yang menyenangkan
dan sebagainya itu, MUTMAINAH! Bekal yang menjadi rasa yang
demikian itu getarannya sama dengan getaran luar, yang dayan
kekuatannya membangkitkan rasa yang demikian itu.
Semua yang diingatnya di suasan surga, membuat terangnya
ingatan, itu juga karena ingatan diri sendiri yang memang sudah
terang. Apa pun yang dilihatnya terlihat jelas, tanpa penghalang, itu
dikarenakan berasal dari penglihatan sendiri yang karena dasar
waspada.
Demikian itu seterusnya (semoga direnungkan dipkir dengan jernih
dan ditelaah dengan rasa yang dalam).
Jiwa-jiwa yang memilik rasa yang sama selaras (satu alam) juga
sama-sama saling memberitahukan, saling menyaksikan atas adanya
suasana yang dialami, juga berani bersumpah mengakui tentang
keberadaannya.
Jiwa-jiwa yang satu rasa tentang surga, berwatak saling mengasihi,
saling mencintai karena sama-sama terlihat menyenangkan hati dan
sama-sama menarik hati, dan juga berbudi lurus, jujur-jujur dan
terlihat iba hati, tidak ada wajah cemberut atau yang menyebalkan,
tidak ada tingkah laku yang kasar, tidak ada rasa membekas jelek,
menyusahkan dan mengawatirkan, saling percaya mempercayai
hingga terus ke dalam hati sanubari, seperti saudara kandung sendiri
yang saling mencintai (anak kecil yang manis, menyenangkan hati

35
dan menarik hati, itu sehingga memiliki sifat yang demikian itu
karena, karena masih banyak bekas watak-watk yang berasal dari
surga, belum banyak terkontaminasi dari nafsu supiyah, amarah dan
aluamah).
Karena halus dan kasarnya mutmainah dan angan-angan masing-
masing orang : tidak sama, sehingga yang disbut surga itu tidak ada
tingkatannya.
Yang disebut surga tingkatan bawah (kasar) yaitu : rasa diri yang
mutmainahnya masih terampur dengan supiyah sebagian.
Surga itu Kabir bagi alam milik rasa diri yang halus. Sedangkan rasa
diri yang halus itu Sahir bagi alam milik surga.
Rasa tentang surga mengira bahwa surga itu berada di luar rasa
perasaan, terlupa bahwa keberadaan tentang surga itu tergantung
kepada gerak dari angan-angan dan rahsanya.
Itu maknanya adalah sebagai berikut : Yang ditetapkan
menyenangkan, indah, membuat tenang dan sebagainya itu, keadaan
di luar rasa perasaan. Tidak ingat bahwa keberadaan suasana yang
demikian itu tergantung kepada rasa perasaan dirinya sendiri.
Sedangkan yang berada di luar rasa perasaan itu sebenarnya getaran
yang hidup (Daya hidup) yang kekuatannya bisa menggugah semua
rasa perasaan. Harap berhenti sebentar dalam membacanya, untuk
merenungkan dan memikirkannya.
Ilmu Pengetahuan Exakta (nyata) dan Ilmu Abstrak (tanpa ujud),
keduaya disebut pengetahuan, akrena berasal dari “bergeraknya
tahu”.
Oleh karena keadaan yang tersebut di atas itu : tidak mudah untuk
dipahami dan diterima oleh semua orang, barangkali saja pembaca
buku ini bertanya seperti ini : APAKAH ITU TADI MENIPU
(TIDAK NYATA) ?? MENGAPA DISEBUT HANYA
TERGANTUNG DARI RASA PERASAAN SAJA.
Penjelsannya adalah sebagai berikut :
Bagi YANG NYATA : memang benar menipu, karena bukan yang
nyata (bukan yang sejati), oleh karena itu, memang benar bahwa
tentang surga dan seluruh alam di luar Ketuhanan disebut bukan
yang sejati, karena bukan keadaan yang sejati (Bukan sejatinya

36
keadaan), mengapa disebut bukan yang nyata itu artinya : bukan
keadaan yang LEBIH DARI NYATA.
Akantetapi, walau pun demikian, tenangkan dulu dalam berpikir,
jangan menggampangkan dulu, sebaiknya dipikir-pikir kembali,
seperti berikut :
Apakah pembaca buku itu membantah kepada adanya segala rupa,
bebauan, suara dan sebagainya, karena hanya tergantung di rasa
perasaan saja? Tentunya tidak demikian, bukan?
Selanjutnya : Apakah pembaca buku ini membohongi kepada
adanya dunia, karena hanya tergantung pada rasa perasaan?
Tentunya tidak juga. Karena banyak yang menyaksikan bahwa alam
dunia itu memang benar-benar adanya, dan berani bersumpah.
Yang ini, setelah ddirasakan kemudian dipikir lagi, seperti berikut :
Selah saya (yang membaca) menetapkan tentang adanya dunia
(karena memang nyata), apakah kemudian menetapkan bahwa dunia
itu keadaan yang sejati (Yang nyata danya)? Tentunya tidak!!
Setelah di pikir-pikir lagi dan dirasa-rasakan lagi, kemudian
ditimbang-timbang, seperti ini : Maka dari itu, oleh akrena dunia,
yang ternyata bentuknya demikian ini, aku tidak bisa menganggap
tidak ada atas keberadaannya, apalagi tentang SURGA YANG
LEBIH NYATA DIBANDING DUNIA, serta yang lebih halus dan
luhur dibanding alam dunia, jika bisa menganggap tidak ada
(menganggap keadaan yang bukan sebenarnya). Tentunya sangat
tidak masuk akal jika bisa menganggap keadaan yang tidak nyata.
Ditimbang saja tentang yang ada terlebih dahulu, contohnya :
tentang rupa, yang tidak berada di penglihatan, atau tentang suara
yang tidak berada di telinga, dan sebagainya. Baru tentang yang
demikian itu saja, sudah sangat rumit untuk memahaminya,
bagaimana lagi agar bisa menganggap tidak ada tentang adanya
alam luhur yang lebih nyata dibanding dunia yang jika dipikir hanya
ada di rasa perasaan saja. Tentunya sangat tidak mungkin, benarkah
demikian?
Oleh karena itu, ringkasnya uraian adalah sebagai berikut : angan-
angan dan rahsa memang tidak berbohong tentang adanya alam yang
beraneka ragam yang dialaminya. Akantetapi YANG SEJATI tidak
menganggap keadaan Yang Nyata (yang sejati) kepada semua itu.

37
Lebih jelasnya lagi,s ebagai berikut : Angan-angan dan rahsa diri
sendiri, tidak dianggap keadaan Yang Sejati oleh Yang Nyata,
karena angan-angan dan rahsa itu tadi sesuatu yang baru bagi Yang
Sejati, karena semua itu suatu ujud yang tadinya tidak ada,
kemudian ada, yang kemudian tidak ada lagi.
Sedangkan yang disebut Kenyataan atau yang Sejati itu : Tidak
pernah ada, serta : Tidak akan tidak ada. Pedomannya : Segala
sesuatu yang adanya didahului tidak ada, serta ada batas akhirnya :
Tidak ada, itu bukan keadaan Yang Sejati bagi Yang Nyata,
akantetapi : Benar adanya bagi pancaindra 1). Bisa diringkas :
Kenyataan akana tetapi bukan : YANG NYATA ADANYA.
Mengapa mahluk tidak bisa menganggap tidak ada atas adanya
pengalaman yang dialami : Dibahasakan dikuasai di bawah
kekuasaan Kodrat.
----------------------------
1)
Ada orang yang mencari ilmu batin, oleh karena sudah mengerti
bahwa alam dunia itu bukan Yang Sejati, serta menetapkan bahwa
atas keberadaannya di dunia itu hanya mimpi saja, yang kemudian
menolak kepada keduniaan, mengikuti yang dilakukan oleh Pandhita
yang termuat di dalam dongeng cerita di jaman dulu. Akantetapi
ketika lapar, maka kemudian makan. Yang dimakan itu nasi
sungguhan, tidak dianggap tidak ada keberadaannya. Pun di tambah
dengan lauknya, dan lauknya itu lauk sungguhan, bukan lauk
impian. Hal seperti jadikanlah sebagai tanda bahwa makhluk itu
tidak bisa menganggap tidak ada kepada adanya alam, walau pun
alam itu bohongan bagi Yang Nyata. Yang bisa menyatakan kepada
bohong itu, hanya Yang Nyata saja.
Melanjutkan tentang Sahir dan Kabir.
H. Nafsu fupiyah yang dipengaruhi angan-angan, itu juga
menuumbuhkan rasa (pengetahuan_ manakah ujud rasanya
(ilmunya), itu juga tentang surga, akan tetapi bagi yang kurang
dalam ketenteraman dan kurang ingatnya dibanding surga milik
mutmainah yang sudah dijelaskan di atas.
Walau pun idah melebihi kesenagan raga (dunia) akanteapi masih
kurang ingat kepada Yang Sejati, karena masih tertutup oleh

38
kesenangan dan keinginan. Daya dari angan-angan yang bercampur
dengan supiyah, mengakibatkan menjadi kurang terang.
Surga milik mutmainah dan angan-angan yang halus, yang tersebut
di atas, saya sebut : Surga yang luhur, sedangkan surga milik
supiyah saya sebut surga tengah-tengah.
Sifat rasa surga madya (tengah-tengah) itu kurang tenteram dan
kurang ingat, karena masih kekurangan rasa bakti  (yang
menyebabkan menjadi kurang suci, kurang jujur, kurang bisa
menerima, terkotori oleh daya rasa milik dan hasar diri). Sedangkan,
karena sifat rasa surga yang seperti itu, juga masih ada yang
tercampur  dengan mutmainah, sehingga pada bagian yang luhur
dari surga madya itu, juga banyak kemiripannya dengan surga yang
luhur (sifat mutmainah). Dan juga bisa tersambung (saling pengaruh
mempengaruhi) dengan surga yang luhur itu tadi. Sedangkan yang
dibagian bawah (artinya : bagidan rasa terasa) menyambung dengan
rasa perasaan jin peri, menyebabkan bisa tersambung dengan dunia
Jin Peri.
Di bagian di bawahnya lagi (yang dipengaruhi oleh perasaan rendah)
tersambung dengan surga di tingkat rendah, yaitu surga penasaran,
surganya makhluk halus yang kasar (demit, brekasakan) karena
tercampur dengan rasa milik setan (Amarah).
Surga tingkat supiyah (surga tengah) ada yang menuebutnya
astraalgebled, itu di bagian yang luhur, tersambung dengan
kahyangan milik Bathara Endra, yang kemudian disebut Endraloka).
Jika mutmainahnya hanya sekedarnya saja (hampir hanya dari
angan-angan luhur) menjadi rasa bersifat Dewa, yaitu rasa yang
hanya mengandlkan bijaksana, waskitha dan kewaspadaan
(kedewaan) yang tersambung dengan kahyangan Bathara Guru,
sehingga disebut Guruloka.
Sebenarnya hal itu, hampir sama dengan Surga luhur yang sidah
tersebut di atas, serta mudah untuk bisa saling menyambung, dan
justru sering menyatu saling isi mengisi (rasanya), apalagi dengan
alam milik Endra (endraloka).
Mengapa alam luhur itu mudah untuk bisa menyatu dan saling isi
mengisi, karena semakin luhur semakin halus dan bisa
menyesuaikan diri karena dari bahan yang pantas (stef-e).

39
Surga luhur itu, terbentuk dari menyatunya mutmainah yang
dipengaruhi oleh keluhuran angan-angan, itu adalah surga milik
manusia yang mengagungkan  RASA BAKTI kepada Tuhan, bersar
rasa syukurnya, besar rasa kasih sayangnya kepada sesamanya, itu
pun bagian dari yang luhur, menyambung dengan alam para
Malaikat (pembantu kodrat Rasulullah).
Rasa dari sifat surga luhur bisa dibahasakan : Pangkalnya
tersambung dengan Rasa Yang Sejati.
Sedangkan jenis dari sifat Surga yang luhur itu bermacam-macam,
yang sudah tersebut itu semua : yaitu mudah untuk bisa
menyambung  ( saring memberitahukan) kadang juga ditempati oleh
Mutmainah. Yang mutmainahnya tipis, hanya bisa tersambung 
dengan surga madya (surga milik jin peri). Sedangkan yang
mutmainahnya terlalu tipis, hanya tersambung dengan surga milik
penasaran, yang mutmainahnya sangat tertutup.
Tidak hanya bisa tersambung dengan alam kehalusan saja, bahkan
juga bisa tersambung dengan dunia raga (alam dunia ini), yang
seperti itu juga bagian dari rasa perasaan yang selaras dalam satu
laras yang sama. Bahkan Yang Nyata bisa tersambung juga dengan
sifat raga, dan kadang juga dengan angan-angan dan Rahsa yang
sangat halusnya sehingga ada bagian yang bisa berhubungan dengan
Yang Sejati.
I. Kelanjutan tentagn SAHIR dan KABIR yang lain lagi.
Napsu amarah dipengaruhi oleh angan-angan kegelapan, itu juga
merupakan rasa atau pengetahuan. Pengetahuan milik amarah yaitu :
Yng diketahui adalah rasa dari kebencian, marah, dengki, jahil,
panas hati, sakit hati, susah, bingung, masgul, dendam, tidak enak
hati, mengeluh dan sebagainya. Diringkas : Yang menimbulkan
tidak enak, atau SAKIT, itu semua juga bernama pengetahuan, akan
tetapi pengetahuan tentang keburukan dunia atau keburukan
sesamanya. Yaitu rasa perasaan iblis (setan).
Sedangkan rasa milik setan itu, rasa sakit yang tidak ada henti-
hentinya, yang dialami hati. Tidak capek karena selalu ingin marah
dan [anas, karena semua isi dunia menurut rasanya adalah tidak
mengenakkan hati, membuat kesengsaraan hatinya, semua menurut
perasaanya adalah menjalankan perbuatan buruk, dikiranya

40
menyiksa kepada dirinya, itu terbawa karena kesalahan rasanya
(salah yang dirasa atau salah rasanya).
Tidak hanya dikiranya menganiaya dirinya saja. Bahkan dikiranya
saling berbuat jahat, saling mendengki antara satu dengan lainnya.
Sehingga dikiranya bahwa itu adalah cara hidupnya, bahwa di dunia
itu semuanya seperti itu. Makhuk di seluruh dunia dikiranya dalam
kesusahan, kebingungan, sakit, daling membenci dan celaka semua.
Menurut perasaannya angkasa yang tidak ada batasnya : walau dia
mencarinya, tidak ada tempat selebar lubang semut yang tidak berisi
kesakitan, celaka dan kesusahan. Angan-angannya teramat sangat
gelapnya, artinya : Dalam kesesatan yang nyata atas pikiran dan
daya nalarnya. Gerak ingatannya selalu berselisih dengan ketetapan
kodrat, yang dasar-dasarnya sama sekali tidak diketahuinya. Sama
sekali tidak mengetahui tentang yang disebut aturan kodrat. Keadaan
dunua yang demikian itu, dikiranya berada di luar dirinya, (di luar
amarah dan angan-angan yang gelap). Tidak mengira (lupa) bahwa
yang demikian itu berasal dari rasa di dalam dirinya sendiri yang
salah dan tersessat. (berlawanan dengan rasa ke-Tuhan-an).
Dunia yang menurut perasaannya menyakiti dirinya dan
membingungkannya itu, disebut neraka. Neraka itu kabir bagi nafsu
amarah. Sedangkan rasa amarah itu Sahir bagi neraka.
Rasa yang bersofat neraka itu ada tingkatannya, karena ada yang
dipengaruhi oleh supiyah dan rasa kejasmanian (luamah). Dan yang
banyak itu tercampuri supiyah : tersambung dengan dunia Jin peri
yang bersifat kasar. Dan yang banyak itu berkumpul dengan
kejasmanian (roh jasmani) terhubung dengan keduniaan, iitu yang
kadang disebut dengan sebutan : Dhemit atau brekasakan, yang
selalu berbuat kejahilan dan berbuat kejahatan.
Dunia penasaran (dunia milik brekasakan) itu juga ada sifat
surganya, akan tetapi lebih menipu dibanding surga madya. Bisa
dibahasakan Surga yang menjerumuskan atau sulapan.
Surga madya lebih nyata dibanding surga penasaran.
Surga luhur lebih dari nyata dibanding surga madya.
Sedangkan Yang Sejati yang nyata benar-benar nyata disebut
Kenyataan yang sebenarnya.

41
Orang yang mengaji ilmu tipuan (ilmu sulap) itu hasilnya menuntuk
kepada rasa perasaan dirinya sendiri kepada dunia penasaran.
Sehingga terjadi yang demikian karena itu berarti belajar
menyambungkan rasa dengan angan-angan sendiri dengan rasa yang
menjerumuskan.
Orang hidup itu sangat perlu mengendalikan rasa dan cara-cara
usaha, agar tidak tersesat (terjerumus).
KETERANGAN
Kata tersesast, berarti : salah jalan.
Tersesat bagi urusan batin, bermakna : berjalannya angan-angan
yang salah ketika mencari watak budi.
Kata terjerumus, artinya : rasanya salah berjalan, membuat
kesalahan, bertindak gelap kepada rasa dirinya sendiri. Karena tidak
merasa salah, tidak merasa korupsi, tidak merasa salah, tidak merasa
gelap, bahkan meyakini (menganggap benar) kepada rasa dirinya
yang salah itu tadi.
Kata : salah, bermakna angan-angannya mengikari wataknya budi.
Kata : butuk, bermakna  angan-angan tidak cocok dengan watak
budi.
Kata : benar, bermakna angan-angan cocok deengan watak budi.
Kata : baik, bermakna : rahsa cocok dengan watak rasa.
Yang disebut : Budi itu, Tukang memberi petunjuk tentang
kebenaran.
Yang disebut Rasa itu : Tukang memberi petunjuk kepada kebaikan.
Kata : hobby, artinya : Rahsa mebeelakangi Rasa.
Kata : kerem, tetap di tempat), artinya : angan-angan membelakangi
Budi/
Kata : terbawa (korup), artinya : mengingkari Yang Sejati, mengakui
yang bukan.
Terang : artinya bisa melihat (bisa mengetahui).
Gelap, artinya : Tidak bisa melihat (tidak bisa mengetahui).
Angan-angan, mempunyai kewajiba : untuk mencari watak budi.
Budi, mempunyai kewajiban : Petunjuk bagi angan-angan.
Rahsa, mempunyai kewajiban : mencari watak rasa.
Berfikir, itu : gerak perbuatan angan-angan mencari watak budi.
Merasakan, itu gerak perbuatan rahsa mencari watak Rasa.

42
Yang disebut Cahaya itu, Badan dari penerang ( yang memberi
penerangan).
Yang disebut Budi itu, Rasanya penerang (rasa terang).
Yang disebut Rasa itu : Dasarnya Budi.
Yang disebut Budi itu : Rasa yang sudah terang, (Cahaya terangnya
rasa).
Kata HIDUP, artinya :
1. Bisa berbuat, lawan katanya : mati.
2. Yang bisa berbuat, lawan katanya : kematian.
Kata INGAT, artinya :
1. Mengetahui kepada keberadaan dirinya, lawan katanya : Lupa
tidak ingat
2. Yang mengetahui atas keberadaan dirinya, lawan katanya : Lupa
(bukan ingat).
INGAT KEPADA HIDUPNYA, artinya :
1. Mengetahui kepada adanya yang penggerak menggerakkannya
2. Mengatahui penyebab bisa berbuat.
LUPA KEPADA HIDUPNYA, artinya :
1. Tidak mengetahui atas adanya yang menggerakan (sehingga diri
bisa berbuat).
2. Tidak mengetahui bahwa bisa berbuat.
MENCARI ILMU YANG NYATA, artinya, berusaha untuk bisa
melihat/mengetahui bahwa ada yang menggerakannya (sang
penggerak).
ILMU YANG NYATA, artinya : Hasil yang diperoleh oleh
Pengetahuan keadaan yang lebih dari nyata.
ILMU, artinya : Pedoman untuk mencari, langkah-langkah dalam
pencarian.
ILMU RASA, artinya : DASAR pedoman untuk mencari Yang
Nyata (Kasunyatan).
Semua yang bernama Ilmu itu adalah bumbu untuk angan-angan.
Kata Rasa, yang tulisannya menggunakan (R), artinya : Ujud yang
halus dan Rasa atas ujud itu.
Kata rasa (yang ditulis menggunakan huruf kecil semua),
maksudnya : Hanya rasa dari ujud saja, bukan bermakna Ujudnya

43
(raganya ujud), yang maksudnya : untuk emua ujud, dan juga rasa
dari ujud yang halus, dan pula rasa ujud dyang kasar.
Kata Rahsa, artinya : Wujud halus beserta rasanya juga, akan tetapi
yang lebih kasar dibanding rasa.
Melanjutkan tentang Sahir dan Kabir :
J. Rasa yang dimiliki oleh raga, itu juga mempunyai pengetahuan
sendiri, yaitu : Bisa bisa mengetahui kepada rasa manis dan pahit.
Mengetahui bau-bauan.
Mengetahui rasa sentuhan kulit dengan benda nyata, mendengar
suara dari getaran terlinga.
Melihat cahaya terang matahari, dari getaran suasana.
Mengetahui rasa enak dan tidak enak, bagi raga dan sebagainya.
Itu semua saya sebut : Rasa jasmani, yang itulah yang menyebabkan
diri mempunyai anggapan, bahwa alam dunia ini ada.
Jiwa-jia yang mengalami rasa kejasmanian, dalam menyaksikan
bahwa dunia memang ada, itu tidak lain menggunakan rasa
kejasmanian, seandainya tidak memiliki rasa kejasmanian, tentu
menganggap tidak ada atas adanya dunia (karena kekurangan alat
untuk dipergunakan menyaksikan  atas adanya).
Rasa kejasmanian itu pun ada surganya dan nerakanya, contohnya :
rasa badan ketika enak dan mengenakkan (Surga), sedang terasa di
neraka itu ketika sakit menderita.
Dunia itu Kabir bagi alam rasa kejasmanian.
Sedangkan kejasmanian itu SAHIR bagi alam dunia.
NYANYIAN KINANTHI :
Sirnakna semanging kalbu // den waspada ing pangeksi // yeku
dalaning kasidan// sinuba saka sethithik // Pmotahing nafsu hawa //
linalantih mamrih titih. (Wedhatama Winardi).
ARTINYA : Hilangkan keragu-raguan kalbu // Waspadalah dalam
mencari // Itullah jalan kembali ke asal diri // kendalikan dari sedikit
demi sedikit // Atas godaan nafsu hawa // tekun berlatihlah agar
menjadi ahli

BAB. XI

44
KUASA MENGUASAI ATAU SALING BERTUKAR : SAHIR
KABIR DENGAN SAHIR KABIR : ANTARA ALAM YANG
SATU DENGAN YANG SATUNYA.

A. BAB SAHIR
Jika pembaca buku unu sudah mengerti DENGAN TERANG serta
bisa merasakan DENGAN SEMPURNA, atas maksud dari semua
uraian yang tersebut di atas, tentu bisa. Memahami uraian di bawah
ini :
1. TENTANG HIDUP DI ALAM DUNIA (10).
Kalimat manusia hidup di alam dunia, itu artinya : Rasa diri yang
sedang dikuasai oleh rasa kejasmanian, karena rasa kejasmanian
yang sedang menjadi bagian dari rasa diri YANG PALING TEBAL.
Oleh karena paling tebal, kemudian menutup (menukar), atas rasa
tentang surga dan rasa tentang neraka.
Olehkarena rasa surga tertutup oleh rasa kejasmian, sehingga rasa
KABIR dari surga ( yaitu dunia bagi yang bernama surga) hilang
ujudnya. Yang ada tinggal : RASANYA saja. Hilangnya dunia
tentang surga itu, karena disebkan tertutup oleh ujud dari alam dunia
nyata ini. Yang demikian itu, maka kemudian angan-angan
mengira : Alam dunia yang luas ya tanpa bats hanya berisi dunia
saja, itu bisa idumpamakan halaman buku yang dibalik, tertutup oleh
halaman lainnya, tentu saja halaman yang ditutup itu tertutup oleh
halaman yang menutupinya. Walau pun demikian, meski kabir-Nya
tertutupi, akan tetapi SAHIR-nya (rasanya) masih tetap dirasakan
juga. Contohnya : Ketika manusia di alam dunia itu sedang
merasakan : SENANG, TNTERAM, TENANG, KASIH SAYANG,
CINTA, BAKTI, SUKA, SYUKUR, IKHLAS, MENERIMA APA
ADANYA..... dan sebagainya, itu semua adalah rasa tentang
SURGA, bukan rasa kejasmanian. Hanya saja, tentu tidak tebal
seperti ketika mengalami Kabir-Nya tentng surga. Sehingga rasa
surga did alam dunia : tipis, karena sebagian besar dari rasa
kejasmanian yang tebal itu tadi. Terjadi yang demikian karena
Sahir-Nya kejasmanian bergeser kepada Kabir-Nya. Makna  dari
Sahir bergeser kepada Kabir, itu, contohnya : Segala rupa dianggap

45
berada di luar penglihatan, suara dianggap berada diluar
pendengaran, asin dianggapnya berada di garamnya.
____________________
(1) Di sini, arti hdup itu : PERBUATAN  bukan YANG BERBUAT.
 Yang bisa berfikir itu dianggap otaknya, yang bisa melihat itu
dianggap mata kasarnya. Rasa diri miliknya dianggap badannya
yang berujud raga .... dan sebagainya, yang artinya : BADAN
KASAR DIANGGAP BISA BERPIKIR DAN MERASAKAN
SERTA MEMLIKI PENGETAHUAN (Menganggap tidak ada atas
ujud yang halus), yang demikian itu saya sebut : SAHIR-nya dibalik
oleh Kabirnya.
Di atas menjelaskan tentang sara sifat surga luhur kadang-kadang
muncul di alam dunia.
TENTANG RASA YANG BERSIFAT NERAKA
YANG KADANG MUNCUL DI ALAM DUNIA
Oleh karena rasa yang bersifat Neraka dikuasai oleh rasa
kejasmanian, sehingga Kar dari sifat neraka (dunia yang sedang
disebut sebagai neraka) hilang ujudnya, hanya tinggal RASANYA
saja. Setelah hilangnya dunia neraka itu tadi karena, membuka
halamam buku yang lainnya, sehingga tertutup oleh Alam dunia.
Walau pun dicari di angkasa yang luasnya tanpa batas, tidak akan
bisa bertemu dengan yang disebut neraka, semuma alam dunia itu
bisa diibaratkan sebuah halaman buku yang ada gambarnya neraka :
tertutup, karena membuka halaman yang penuh gambar dunia.
Walau pun Kabir-nya tertutupi, akan tetapi SAHIR-nya
(RASANYA) kadang masih dirasakan, yaitu ketika manusianya
sedang marah-marah, benci, bermusuhan, jahil, dengki, mudah
terpancing, mangkel, menyiksa, melakukan tidak durjana, mengeluh,
susah, bingung, kuatir, kebingungan dan sebagainya. Rasa yang
demikian itu adalah wilayah rasa bagi Neraka, bukan kejasmanian.
Hanya saja, bagi alam dunia tentu tidak pernah berhenti seperti jika :
menglaami Kabir-nya sifat Neraka. Sehingga rasa yang bersifat
neraka yang ada di dunia : tipis, karena sebagian, yang besar adalah
berasal dari rasa dirinya : dipergunakan merasakan rasa kejasmanian
yang tebal itu. Saling mempengaruhi karena sahir itu apda umumnya
terbawa kepada Kabir.

46
TENTANG RASA SURGA MADYA, YANG KADANG
MUNCUL DI DUNIA
Penyebab rasa surga madya tertutup oleh rasa jasmani, Kabir dari
surga madya ( yaitu yang disebut surga yang mengenakkan, surga
milik jin peri dan surga keindran) hilang ujudnya, hanya tinggal
rsanya saja, itu karena tertutup halaman baru, akantetapi walau pun
tertutup halaman buku baru atas Kabir-nya, akantetapi rasanya
(sahir-nya) tidak ikut hilang, kadang masih dirasakan, yaitu : ketika
mansuia di dunia sedang merasa senang, terbayang-bayang, senang
hatinya, tergiur, merasakan indahnya lagu, memandang sesuatu yang
indah dan bagus, tergiur menonton pertunjukan, ketika sedang
berjoged, merasakan ilmu yang baik dan sebagainya, yang disebut
merasakan atas rasa keindahan, rasa yang demikian itu bukan rasa
jasmani, akantetapi rasa surga madya. Sejenis rasanya jin peri.
Seandainya : menuju ke rasa Kaendran, yang kemudian
menyambung dengan rasa para dewa. Yang lebih halus lagi
menyambung dengan sura luhur. Akantetapi bagi orang di dunia ini,
hanya merasakan dari bagian yang kecil atas surga itu atau hanya
ujungnya saja, dan bahkan sudah berubah rasanya, karena terlalu
banyak campurannya.
TENTANG RASA SURGA RENDAH YANG TERKADANG
MUNCUL DI ALAM DUNIA
Rasa dari surga rendah yang kadang-kadang muncul di jasmani,
yaitu : rasa senang yang tidak diiringi ingat, rasa murka,
memaksakan diri, keinginan dan kemilikan barang-barang
keduniaan, senang karena melakukan perjudian, senang karena naik
kendaraan ugal-ugalan, bercanda dan bersendaugurau dengan orang
lain, kebingungan, berkata rusuh, menipu, mencuri dan sejenisnya,
Singkatnya kebahagiaan atau kesenangan yang bersifat rendah dan
remeh, dan juga yang berhubungan dengan perbuatan kasiat,
dilakukannya dengan meninggalkan penalaran. Olehkarena itu
termasuk ribuan kesenanagan dan kepuasan, walau pun tanpa aturan,
itu juga termasuk rasa surga juga, akantetapi surga yang
menjerumuskan. Kabir dari surga penjerumus tetap lebih indah
dibanding dunia. Karena, sumbernya lebih halus dibanding dunia
yang nyata ini.

47
Rasa surga rendah ini, olehkarena terjadinya berasal dari nafsu yang
kasar, sehingga mudah untuk bisa menyambung dengan rasa neraka.
Artinya, yaitu : Nafsu supiyah yang kasar mudah menyatu dengan
nafsu amarah. Dikarenakan yang demikian itu, makhluk yang
sedang mengalami surga penasaran, memiliki watak yang tercampur
dengan watanya setan, yaitu : Tega berbuat dan suka berbuat yang
merugikan kepada sesamanya.
1. TENTANG JASMANI YANG HALUS DAN BAHANNYA
Pembaca buku ini jangan mengira, bahwa segala macam bahan yang
tersebut di atas BATASNYA JELAS antara satu dengan lainnya,
yang kemudian dibayang-bayangkan berlapis atau bertingkat.
Antara jenis syang satu dengan lainnya, pasti ada penghubungnya
yang berujud yang mencampur antara jenis yang satu dengan yang
lainnya.
Yang untuk mencampurnya berupa bahan yang lain lagi, yang
keadaannya hamir mirip dengan keduanya.
Badan kasar dengan badan milik nafsu luamah, ada jarak antaranya,
saya sebut JASMANI YANG HALUS MENDEKATI
KEDUNIAAN.
Badan kasar dengan badan milik nafsu supiyah, ada jarak antaranya,
saya sebut JASMANI HALUS MENDEKATI ALAM JIN,
Badan kasar dengan badan milik nafsu mutmainnah, ada jarak
antaranya, saya sebut JASMANI HALUS MENDEKAT KEPADA
SUKMA.
Yang disebut RAHSA, di buku ini, yaitu raga bagi nafsu empat
macam yang sudah disebutkan di atas beserta dengan RASANYA
sekalian.
Yang disebutkan dengan nama ANGAN-ANGAN, yaitu :
Cahayanaya BUDI yang sudah beredar di seluruh badan.
Sebenarnya, seluruh badan itu ada RASANYA. Padahal RASA itu
mendapat sinar dari penerang, di situ rasa badan kemudian
MERASAKAN atas CAHAYANYA.
RASA sara milik terang yang dirasakan oleh badan disebut : Angan-
angan. Olehkarena itu, kemudian ada sebutan angan-angan gelap,
angan-angan terang, angan-angan teramat sangat terang (angan-
angan luhur).

48
Gelap dan tearng itu, sesungguhnya tergantung dari DASAR yang
menerima cahaya.
Yang disebut angan-angan SUMBER, yaitu : Cinar yang jatuh di
JASMANI HALUS atau NAFSU KASAR.
Akantetapi jangan dikira bahwa angan-angan itu tanpa bahan.
Semua yang disebut badan halus pasti ada bahannya.
Bahnnya, orang Jawa menyebutnya : Ujudnya; Orang Arab
menyebutnya : Jisimnya; Orang Belanda menyebutnya Staf (Ujud,
artinya : ADA).
Bahan, (Ujudnya, Jisim, atau Staf) itu, bagi Yang Sejati : hanya
GETARAN. Getar itu bagaikan daya kekuasaan dari Yang SEJATI.
Penguasa itu berbuat menggunakan Kebijaksanaan.
Ujud disebut SIRNA, itu bagi Yang Nyata, adalah hanya
GETARANNYA saja yang berhenti. Sehingga yang hilang itu ;
Getarannya (bergetarnya).
Untuk memudahkan dalam penalarannya, seperti berikut : Penguasa
itu, dibayangkan seperti : Electricitet, daya pengaruhnya
menghasilkan DAYA PENARIK di besi berani, menumbuhkan
PENERANGAN di lampu listrik, menimbulkan API di alat masak,
menimbulkan BUNYI di kilat di hawa, Menimbulkan kekuatan di
mesin-mesin dan lains ebagainya. Akantetapi tidak ada yang melihat
atau mengetahui ujud dari Elektrik itu, hanya amelihat dayanya atau
getarannya saja.
Diri yang dikuasai oleh JASMANI HALUS MENDEKAT
KEDUNIAAN itu, itu timbul karena tebalnya nafsu luamah (Nafsu
makan, tidur dan syahwat). Gelap pikirannya, karena yang memberi
penerang : angan-angan yang sudah menyebar. Diri yang dikuasai
oleh luamah seperti itu, lama berhentinya di alam kegelapan, bahkan
terkadang masih tercampur dengan keduniaan, karena butuh
makanan. Nama alamnya ada yang menyebutnya Dunia kegelapan.
Diri yang dikuasai JASMANI HALUS YANG MENDEKATI
SIFAT SETAN, berasal dari tebalnya luamah dan amarah
(mengandalkan luamah dan amarah), ingatannya remang-remang.
Diri yang dikuasai oleh amarah seperti itu keberadaanya lama
terhenti di dunia kesakitan dan panas. Bahkan terkadang ketika

49
bergaul dengan orang di dunia hanya berbuat kejahatan saja, jahil,
panas hati. Naman alamnya disebut : Neraka atau Hel.
Diri yang terkuasai oleh JASMANI YANG MENDEKATI SIFAT
JIN, terjadinya karena disebabkan oleh tebalnya nafsu luamah dan
supiyah (menuruti luamah dan kesenangan yang bermacam-macam).
Ingatannya termasuk terang. Diri yang dikuasai oleh teebalnya
supiah yang seperti itu, itu akan terheti lama di Dunia tingkat
tenagh-tengah, bahkan terkadang menyatu dengan manusia di dunia,
menyenangi dunia Jin atau peri, namun sebenarnya masih tetap
manusianya yang merasakan kesenangan bersama dengan manusia
di dunia, bahwakan banyak yang memiliki watak baik, dan berwatak
menolong dan mencari ilmu Yang Nyata, menjalan Agama dan
sebagainya. Nama alamnya disebut Rohiyah, yaitu alan surga bagian
tengah yang bawah. Jika menjadi tipis atas nafsu luamahnya maka
akan lebih cepat masuk ke bagian luhur.
Diri yang terkuasai oleh JASMANI YANG HALUS MENDEKATI
SIFAT SUKMA, karena disebabkan nasu luamahnya masih tebal
ditambah nafsu mutmainah (mementingkan luamah namun sifatnya
yang halus) akan bisa lama dalam menikmati surga luhur bagian
bawah. Terkadang masih berkumpul dengan manusia di dunia,
untuk memberi pertolongan, mengurusai manusia, membantu
kodrat. Nama alamnya disebut bersifat Dewa, akantetapi masih
bagian bawah. Jika luamahnya tidak tebal, akan cepat naik ke bagian
yang luhur.
KETERANGAN
Yang disebut sifat Dewa, itu tepatnya kata-kata, alam milik angan-
angan luhur, yaitu surganya angan-angan, bukan alam mutmainnah
(surga ketenteraman), akantetapu SEOLAH-OLAH SUDAH
TIDAK ADA PERBEDAANNYA dengan sifat Dewa, yang dengan
surga yang luhur saling isi mengisi, saling membutuhkan, artinya
adalah sebagai berikut : Rasa ketentaraman mengarahkan kepada
angan-angan luhur, angan-angan luhur membutuhkan rasa
ketenteraman milik mutmainnah, sehingga saling membutuhkan,
karena segala sessuatu tidak ada yang bisa berdiri sendiri, jika tidak
dengan yang lainnya, artinya : yang satu tidak bisa berdiri sendiri
jika tidak dengan yang satunya lagi (1). Jika dua jenis itu sudah

50
menyatu, barulah sempurna adanya, juga seudh demikian maka
barulah ada DIRI.
Diri, artinya : Detak atau detakan, hasil dari detak (berdiri) yang
berdetak, rangkaian dari adonan.
Surga bagian tengah bagian atas, menyambungnya dengan sifat
Dewa, dikarenakan oleh angan-angan luhur. Sedangkan yang
mendapinginya adalah surga ketenteraman, dikarenakan kehalusan
rasa.
Sehingga ternyata, badan halus itu, semakin halus semakin mudah
untuk bisa menyatu (saling memberi tahu) karena semakin mendekat
kepada Yang Nyata.
Mendekati Yang Nyata itu artinya mendekati penyatuan.
Mendekati Yang Nyata itu artinya mendekat kepada yang
sebenarnya atas semua KEADAAN, yaitu yang DMASUKI OLEH
SEMUA AKEADAAN.
(2). MAKNA DARI NAIK KE SURGA
Kalimat BERADA DI SURGA, itu kata BERADA DI, itu
sebenarnya tidak bermakana menempati. Kalimat NAIK KE
SURGA itu sebutannya adalah NAIK, bukan barmakna mendatangi
tempat yang berada di atasnya. Kalimat TURUN KE DUNIA,
turunya itu tidak bermakna berasal dari tempat yang tinggi menuju
ke tempat yang berada di bawahnya.
Berada di surga itu bermakna yang sebenarnya adalah : Diri yang
sedang dikuasai rasa yang bersifat Surga (rasa sejuk dan terang),
karena rasa SURGA  itu sangat tebal sekali, menguasai atas rasa
yang bersifat jasmani.
Rasa yang bersifat Jasmani terkuasai oleh rasa surga, itu artinya :
Rasa yang bersifat jasmani itu juga masih dirasakannya akan
KEHALUSANNYA, tetapi hanya Dirasakan saja MENJADI
PELENGKAP, atau WILAYAHNYA saja, tidak dirasa sebagai
BADAN RASA YANG SEBENARNYA (DASARNYA). Yang
dirasa sebagai INTI BADAN, yaitu Rasa dingin/sejuk dan terang
(dinginnya hati, terangnya pikiran).
Lebih jelasnya lagi tentang ghal itu, adalah sebagai berikut :
Umpamakan bagi orang yang menggunakan kacamata berwarna
merah, semua yang dilihatnya terlihat merah semua, warna merah

51
sebagai DASAR DARI PENGLIHATANNYA, itu umpamakan
sebagai dasar dari rasa Surga. Walau pun dasarnya adalah MERAH,
akan tetapi tidak bermakna ketika melihat daun terlihat merah saja,
masih ada hijaunya, akan tetapi hijaunya menjadi kemerahan. Benda
yang putih menjadi putih kemerahan. Yang kuning menjadi kuning
kemerahan. Begitu seterusnya, karena dasar penglihatannya :
MERAH. Rasa dasar selalu menjadi rasa diri tanpa terputus, akan
teapi rasa yang lain-lainnya, hanya kadang-kadang saja, terasa,
seperti merah bagi orang yang sedang menggunakan kacamata yang
kacanya aberwarna merah : Tidak pernah terputus atas pengaruhnya,
akantetapi : hijau, putih, kuning, biru, ungu, hanya kadang-kadang
saja, dan pasti tercampur dengan warna merah.
Contoh lainnya :
Seseorang yang sedang merasakan rasa enak dari makanan atau
minuman itu, sebenarnya yang menjadi dasarnya adalah : SIFAT
DARI RASA LIDAH, Bukan perbuatan Penciuman, penglihatan,
pendengaran dan sebagainya. Akantetapi semakin sempurna atas
rasa enaknya  jika bercampur dengan : Gerak dari Sifat
PENCIUMAN, dalam sekilas saja. Contohnya : Bersamaan dengan
merasakan BAU yang harum atau sedap. Semakin sempurna rasa
enaknya, jika bercampur dengan Sifat PENGLIHATAN, yang
melihat bagus atas tempat  makanannya atau menariknya rupa
makanan itu/ Dan semakin bertambah lagi jika abercampur dan sifat
Pendengaran yang mendengar sura gigi yang menyuarakan decak
(suara kerupuk ketika di gigit) .... Rasa Surga (dingin, terang)
umpamakan sebagai RASA LIDAH, Rasa yang lainnya, contohnya :
Rasa jasmani, Rasa bersifat Dewa, Bersifat Jin dan lain-lainnya,
umpamakan sebagai rasa penglihatan, epnciuman, pendengaran,
pengecapan.
Rasa Surga, Rasa sifat Dewa, Jin, Neraka ... semuanya diaku oleh
rasa jasmani, artinya : Dianggap sebagai KELENGKAPAN rasa
keduniaan, oleh MANUSIA DI DUNIA.
Rasa bersifat Jin, bersifat Dewa, bersifat Jasmani ;;; semua itu diaku
oleh rasa Surga, artinya : dianggap sebagai perlengkapan Rasa Surga
oleh ORANG SURGA.

52
Rasa Surga, neraka, jasmani, itu semua diaku oleh rasa bersifat Jin,
artinya : dianggap sebagai perlengkapan rasa bersifat Jin, oleh
ORANG JIN.
Rasa bersifat Jin, bersifat Jasmani, bersifat Dewa yang sedikit, ....
semuanya itu diaku oleh rasa bersifat Neraka, artinya : dianggap
sebagai PERLENGKAPAN dari rasa NERAKA oleh ORANG
NERAKA.
Semua rasa yang sudah disebutkan di atas itu semua DIKUASAI
oleh YANG SEJATI.
DIAKU dan DIKUASAI, tidak sama, perbedaannya akan dijelaskan
di belakang.
KETERANGAN :
Rasa dari Surga yang luhur tidak ketempatan rasa bersifat Neraka
sedikit pun. Rasa Neraka tidak memiliki rasa Surga luhur sedikit pu.
b. TENTANG KABIR
Yang sudah tersebut di atas itu, baru menjelaskan tentang SAHIR,
sekarang menguraikan tentang KABIR.
Dikarenakan rasa jasmani terkuasai oleh rasa surga, akhirnya Kabir
dari Jasmani (dunia ini) hilang ujudnya. Tinggal hanya
HALUSNYA RASA (Sahirnya) saja. Hilangnya raga dunia itu
dikarenakan Tertutup oleh Raga Surga. Angkasa raya yang tidak ada
batasnya, hanya berisi surga, tidak ada sifat keduniaannya.
Akantetapi ........ sahir dan kabirnya surga itu halus (bening)
sehingga bisa umpamakan halaman sebuah buku yang menyerupai
kaca jendela. Kebeningannya (terangnya)  atas sinarnya itu,
menyebabkan TIDAK MENYALAHKAN atas adanya RAGA
DUNIA ini. Artinya : Raga dunia kadang kala terlihat bsia dilihat
dari Raga Surga, ketika ada butuhnya, terlihat sebagai warna yang
terang.
Untuk mempermudah penalarannya, sebagai berikut : Bayangkan
orang yang sedang bercermin menggunakan kaca jendela, berdiri di
luar jendela, orang itu akan melihat bayangan dirinya beserta
bayangan semua keadaan di belakangnya, contohnya : Halaman,
pepohonan, sawah, gunung. Akantetapi orang tersebut itu juga
melihat suasana di dalam rumah, contohnya : tempat tidur, meja,
kursi, dan sebagainya, yang terlihat bercampur menjadi satu  dengan

53
halaman, pepohonan, sawah, gunung. Itu : Jika orang itu
memperhatikan keadaan di dalam rumah saja, pasi bayang-bayang
dari suasana di luar rumah, HILANG. Jika hanya memperhatikan
bayangan-bayangan yang berada di luar rumah saja, tentu keadaan
di dalam rumah hilang (tidak terlihat). Suasana di dalam rumah,
umpamakan sebagai : KEADAAN YANG SEBENARNYA di
surga, sedangkan bayangan-bayangan di cermin jendela umpamakan
sebagai Raga Dunia, bagi yang dipahami dan penglihatan Orang
Surga.
Oleh karena masing-masing orang Surga itu, pemahaman dan
PENGLIHATANNYA tidak sama, sehingga ada yang sangat jelas,
ada yang hanya bercahaya dalam memandang Dunia Kasar, bahkan
ada juga yang sama-sakli tidak bisa melihatnya, dikarenakan kurang
jernih penglihatan rasanya (Pramana), yaitu, yang sedang
mengalami tingkat Surga bagian bawah (Kasar).
Walau pun Kabir dari dunia itu hanya terlihat bagaikan bayang-
bayang saja di cermin yang tidak mengandung rasa, atau tertutup
oleh halaman buku ... akantetapi Sahir-nya (rasa kejasmaniahan)
dirasakan juga atas KEHALUSAN JASMANINYA, itu artinya
adalah sebagai berikut : Rasa dingin itu tidak seperti dinginnya rasa
hati bagi orang dunia, namun sambil dirasakan bagaikan dingin
badannya bagi orang dunia, itu halusnya, tidak kasar seperti rasa
jasmani kasarnya.
Rasa Enak itu juga bukan hanya rasa enaknya hati, juka rasa
enaknya RASA JASMANI HALUS yang tersambung dengan rasa
hati. Rasa terang itu juga tidak hanya Terangnya Ingatan saja,
namun sambil menjadi terangnya penglihatan mata yang selalu
waspada. Terangnya Pikiran yang sambil juga menjadi penerang
bagi penglihatan yang demikian itu, disebut PRAMANA.
Ringkasnya : Rasa Surga tidak kehilangan rasa jasmani. Alam Surga
tidak kehilangan Alam Dunia. Akantetapi rasa jasmani dan alam
dunia itu tidak memberi hidu/meghidupi  (tidak memempengaruhi),
justru terbawa dan dikuasai oleh Kabir Sahir dari Surga.
Sehingga, di alam Surga itu, Sahir dan Kabirnya tidak terpengaruh
oleh Sahir dan Kabir milik dari jasmani, justri mempengaruhi Sahir

54
dan Kabir dari Jasmani. Akan tetapi, walau pun surga itu sendiri,
sahir dan kabirnya kadang-kadang terpengaruh oleh Kabirnya.
Hanya diri yang sudah bisa tersambung dengan Yang Sejati, yang
Sahirnya tidak terpengaruh oleh Kabirnya. Bagi diri yang sudah
tersasmbung dengan Yang Sajti, semua Kabir itu tidak
mempengaruhinya, justru dipengaruhi dan menuju kepada Yang
Sejati.
KETERANGAN
Diri yang sudah mengalami Surga Tingkat Tinggi, oleh karena tidak
ketempatan yang bersifat Neraka, tidak bisa memandang atas
Kabirnya Neraka.
Untuk bisa melihatnya, Jika kemudian mempergunakan alat yang
kasat (dibahasanak turun menjadi) contohnya : Merasakan bibit
nafsu fupiyah atau nafsu jasmani ($).
Olehkarena semua jenis bibit itu, BATASNYA TIDAK JELAS
antara yang satu dengan lainnya, sehingga antara sifat mutmainah
dan sifat Dewa, sifat Jin dan Sifat Jasmani : Pasti ada bibit yang
menjadi penyebabnya, yang berupa sifat Mutmainah dengan yang
lainnya. Saling bercampur itulah yang membentuk rasa diri yang
berbeda sifatnya, namun banyak kemiripannya serta mudah untuk
saling pengaruh mempengaruhinya. Dan juga sama-sama ada
Kabirnya, yang masing-masing jenisnya mudah untuk saling
berhubungan. Oleh karena itu, badan halus yang bersifat luhur-luhur
itu bermacam-macam namanya, akan tetapi jika soal ini diuraikan di
buku ini, maka buku ini menjadi luas sekali uraiannya.
($). “Turun” itu, ada yang memang dihasratkan adan yang kerena
paksaan.
3. TENTANG ARTI DARI MASUK KE DALAM NERAKA.
Masuk ke dalam Neraka, artinya : Diri ini dikuasai oleh rasa yang
bersifat Neraka (Panas dan sakit, rasa tidak enak). Karena : Rasa
yang bersifat neraka yang sedang menjadi bagian terbesar dalam
dirinya. Rasa Surga, Rasa bersifat Dewa, Rasa Jasmani dan Rasa
bersifat Jin, tertutup oleh rasa yang bersifat Neraka.
Itu artinya : Rasa Jasmani dan lain-lainnya itu masih dirasakan, akan
tetapi dirasakan sebagai pelengkap saja. Apalagi tentang rasa surga
yang amat sedikit sekali, maka akan jauh tetutup, hingga sifatnya

55
menjadi hilang. Rasa yang ada hanya : Rasa HATI yang sakit dan
panas (Rasa tidak enak).
Masalah ini, itu bisa juga diibaratkan dasar penglihatan yang
menggunakan warna dasar MERAH, ketika melihat segala sesuatu
yang bermacam-macam. Warna Merah sebagai ibarat dari rasa
Neraka. Sedangkan warna yang lainlainnya : Yang berupa rasa
bersifat Jin, bersifat Jasmani, bersifat Dewa dan Rasa bersifat
Surga : Diibaratkan dengan warna PUTIH, jika dilihat menggunakan
kacamata, yang kacanya berwarna merah, tentu sifat putihnya akan
menjadi hilang.
Bisa juga diibaratkan RASA LIDAH dicampur dengan RASA
PENGLIHATAN, Pendengaran, penciuman dan sebagainya.
Lebih jelasnya lagi, sebagai berikut : Rasa tidak enak itu, RASA
YANG SEBENARNYA : Sakitnya hati, artinya : Susah, panas,
bingung, marah, kuatir, pegal, gemis, benci dan sebagainya, karena
tidak putus-putusnya dalam menempatinya. MENDAPAT
PENYEBAB DARI yang menyebabkan tumbuhnya rasa yang
demikian itu, di dalam hatinya. Akan tetapi jangan dikira hanya
khusus rasa HATI seperti rasa milik perorangan saja, tetapi juga
rasakan juga rasa sakit seperti sakitnya BADAN manusia sedunia.
Itu rasa sakit bagi RASA JASMANI HALUS YANG MENDEKATI
RASA NERAKA, yang sudah tersebut di atas. Rasa dari Jasmani
halus yang sedang sakit itu, rasa sakit itu menjadi perlengkapan
sakitnya hati, saling berhubungan menyatu menjadi satu. Keadaanya
tidak berbeda dengan manusia di dunia, jika hatinya sedang panas,
maka raganya ikut sakit. Namun bagi urusan keduniaan, rasa itu
belum seberapa daya kekuatannya seperti daya amarah ketika
menggandeng rasa jasmani, Sedangkan bagi rasa Neraka itu, rasa
amarahnya yang menguasai atas rasa jasmani. Rasa surga tingkat
bawah (keinginan kepada yang remeh-remeh atau kesenangan yang
remeh cepat ingatnya) itu hanya menyela sementara atas rasa tidak
enak (sakit), artinya : Senangnya hanya sebentar saja, kemudian
cepat merasa tidak enak lagi bercampur dengan rasa marah dan
keluh-kesah yang lama waktunya. Dan ketika senang yang hanya
sebentar, segera tercampur dengan rasa sakit. Kadang-kadang
mempunyai kehendak yang sangat kuat dan segera ingin sekali

56
terpenuhinya. Namun karena keinginannya yang sakat kuat dan
sangat ingin sekali segera terpenuhi, hingga terasa panas  dan tidak
enak hati, serta karena meninggalkan pemikiran, sehingga apa yang
sangat diinginkannya itu tidak bisa tercapai, mengakibatkan kecewa
yang sangat, yang terasanya dalam waktu yang lama.... dan selalu
begitu selama-lamanya dalam mengalami hal yang seperti itu yaitu
mengalami rasa neraka atau “HEL”. Tidak pernah bisa 
menghentikan atas gerak hatinya agar bisa MERENUNGKAN
ATAS YANG MEMBUAT TIDAK ENAKNYA HATI itu. Merasa
ingin selalu marah-marah, merasa tidak sabaran karena tumbuhnya
gagasan yang jahat, menganggap buruk apa yang sedang dialami
dan kepada sesamanya. Mengangkap tidak adil atas takdir yang
menimpa dirinya itu, sehingga menumbuhkan rasa kuatir, gelisah
atau menimbulkan rasa bingung, tidak tahu apa yang harus
dikerjakan, dikarenakan menguatirkan tentang kejadian yang
sebenarnya tidak perlu untuk dikuatirkan. Sehingga mengakibatkan
dalam selama-lamanya mengalami rasa Neraka, dan selama
hidupnya selalu mencari-cari  untuk dijadikan kesudahan hidupnya
dan mencari-cari semua yang dibencinya, mencari-cari sesuatu
untuk dikuatiri, mencari-cari sessuatu untuk membaut hatinya panas,
untuk disakiti hatinya ($).
-----------------------------------------------
($). Sedangkan yang mencari seperti itu, tidak merasa bahwa sedang
mencari hal yang seperti itu.
Demikian itu terjadi selama-lamanya, tidak puas jika tidak mencari,
dan setiap mencarinya itu selalu mendapatkan, tidak pernah tidak
mendapatkan, karena : Semua yang dikerjakan atau yang dilihatnya :
mebuat kecewa, susah, marah dan membuat bingung. Rasa bersifat
Dewa yang sedikit (angan-angan yang gelap) yang berada di dalam
rasa neraka, juga dirasanya hanya MELENGKAPI SAJA atas rasa
nerakanya, artinya : Apa yang didengarnya dan yang dipikirnya,
hanya menimbulkan kecewa, susah, marah dan sakit hati. Apa-apa
yang dingat oleh angan-angannya, hanya menumbuhkan gagasan
yang buruk, yang menyebabkan tumbuhnya rasa benci, singkatnya :
Selalu dirundung kesusahan, sakit, panas hati, kesedihan,
kebingungan ... yang tidak ada putusnya (lebih baik TIDAK

57
TERINGAT atau TIDAK MELIHAT, dibanding TERINGAT serta
MELIHAT, karena TERINGAT dang melihat mengetahuinya itu
yang didapatnya hanya membangkitkan Rasa Sakit dan Rasa Panas),
yang semuanya itu dikiranya berasal dari luar rasa dirinya sendiri,
sama sekali tidak merasa bahwa semua itu sebenarnya berasal dari
DIRINYA SENDIRI. Mengapa demikian? Karena getaran rasa
amarah itu sangat sulit sekali dihentikan, selalu ingin aktif, yang
perbuatannya menjadikan rasa sakit dan pana (rasa tidak enak).
Untuk apakah rasa sakit dan rasa panas (rasa tidak enak) itu dicari?
Apakah yang menyebabkan enak itu? Itu, bukan karena sakit (tidak
enak) yang menyebabkan tidak enak, hanya karena memiliki watak
yang tidak cocok dengan Rasa enak. Bukan karena rasa panas itu
terasa enak, hanya karena tidak cocok dengan yang dingin-dingin.
Cocog-nya dengan : yang panas-panas. Bukan karena rasa benci itu
menyegarkan. Hanya karena tidak bisa menghentikan rasa tergesa-
gesa ingin segera membenci sesuatu yang ada di dekatnya. Bukan
karena rasa kuatir dan susah itu memuaskan, hanya disebabkan tidak
mau dinginkan oleh susah dan kuatir. Itu semua karena tidak sesuai
wataknya.
Selain dari itu, mempergunakan INGAT KEPADA
KEPERLUANYA. Jangankan di alam Neraka, jika orangnya ingat
kepada keperluannya, walau berada di alam mana saja, banyak
sekali perbuatan yang tidak disertai Rasa INGAT kepada
keperluannya. Hanya sifat Surga dan Sifat Dewa  DI TINGKAT
YANG TINGGI yang selalu ingat kepada perlunya dari sebuah
perbuatan yang dijalankannya, karena menyambung dengan Yang
Sejati (Yang selalu mengingatkan).
Orang yang dineraka itu, tidak hanya mengira dirinya sendiri saja
yang mengalamai kesakitan, menurut perkiraannya, semua orang di
dunia ini mengalmi kesakitan dan kepanasan semuanya, serta
menusia di seluruh dunia saling membenci dan saling berkhianat.
Selain memiliki anggapan yang demikian, memiliki juga anggapan
bahma semua manusia se dunia  dibencinya juga, karena dikiranya
semua sifatnya adalah jahat semua, dengki dan usil.
Manusia yang sedang di Neraka, sama sekali tidak mengetahui
bahwa surga itu ada, sama sekali tidak mengetahui bahwa orang

58
yang baik hatinya itu ada. Hal yang demikian itu, umpamakan :
Pendengar itu sama sekali tidak tahu bahwa bentuk rupa itu ada.
Penglihatan itu sama sekali tidk mengetahui bahwa rupa dan suara
itua da. Itu sama juga dengan manusia yang ada di dunia yang sama
sekali menganggap bahwa surga dan neraka itu ada, dan sama sekali
tidak mengira bahwa Dunia Halus itu ada, yang mengguasai dunia
seluruhnya. Semakin kuat tidak mengertinya bahwa ujud dunia ini
bisa musnah, tertutup oleh dunia kehalusan.
Semoga manusia yang hidup di dunai bisa memikirkan hal yang
demikian, agar supaya memiliki RASA PERASAAN dan CARA
MENDAPATKANNYA. Yang akhirnya akan menunjukan ke arah
pemikiran yang benar.
Oleh karena masing-masing jenis Bahan (Jenis) itu BATASNYA
TIDAK JELAS ANTARA yang satu dengan yang lainnya, sehingga
Rasa yang bersifat Neraka dan Rasa Jasmani, dan juga Rasa tentagn
Surga, itu ada sesuatu benih sebagai yang  penarik (yang
menghubungkan), yang berupa bercampurnya Rasa Neraka dengan
rasa lainnya. Hasil dari bercampurnya itu membentuk suatu diri
yang sifatnya berbeda-beda, namun banyak kemiripannya  serta
mudah dalam saling menyatu (larut). Oleh karena itu, badan halus
yang rendah-rendah itu, bermacam-macam pula namanya,
contohnya : Dhemit, hantu, panasphati, wewe, cepet, lampor,
thethekan, bajag angkrik, nyai blorong, keblek, janggitan, ilu-ilu ...
masih  banyak jenis yang lainnya. Semuanya itu ketemepatan Rasa
yang bersifat Neraka (Ketempatan rasa jahil, dengki, panas hati,
suka berbuat kejahatan).
Yang mendekati sifat keduniaan, wataknya bercampur dengan
manusi di dunia, karena rasa milik tentang makanan yang berupa
sari-sari makanan, Yang dekat dengan Rasa bersifat Jin, yang berupa
jin tingkat rendah, itu yang suka berbuat jahat. Yang mendekati sifat
Dewa, berupa Gandarwo yang luhur atau golongan Dewa tingkat
rendah.
KETERANGAN
Ada setan yang benar-benar setan, ada yang hanya sifatnya saja,
setan yang sebanarnya adalah sama dengan manusia di dunia ini.

59
Ada Jin yang benar-benar Jin. Ada yang hanya sifatnya saja
(Manusia bersifat jin yang berbadan halus).
Yang disebut setan yang benar-benar setan itu yang BENTUK
BADANNYA yang berujud biji dari nafsu amarah yang asli. Yang
disebut Jin yang sebenarnya itu, yang bentuk badannya berujud biji
dari nafsu supiyah yang asli.
Yang hanya bersifat saja, tidak merasa sebagai setan dan jin, adalah
yang mengaku ya manusia itu sendiri. Apalagi manusia yang
bersifat jin yang menjauhi neraka serta mendekat kepada urusan
keduniaan, sama sekali tidak merasa sebagai jin atau peri, karena
segala tindakannya tidak ada bedanya dengan manusia pada
umumnya. Bahkan justru orang yang bersifat Jin tingkat tinggi,
merasa lebih luhur dan lebih mulia dibanding dengan manusia pada
umumnya, karena memiliki kelebihan, kesaktian dan tembus
pandang.
Semua yang hanya memiliki sifat saja, ada berasal dari manusia,
yang masih tertahan. (1).
--------------------------------------------
(1) Belum sampai pada kahir cerita hidupnya.
Uraian di atas itu menjelaskan tentang penalaran atau sebab-sebab
manusia bisa mengalami Keduniaan, Sifat Surga dan sifat Neraka.
Yang mengalami sifat Jin, itu dikarenakan ketempatan biji nafsu
supiyah yang sangat tebal (nafsu supiyahnya sangat tebal). Yang
menjadi bersifat Dewa, karena ketempatan biji angan-angan luhur
yang sangat tebal (Angan-angan luhurnya sangat tebal), kemudian
menepati wilayah Bijaksana, Tembus pandang hal yang gaib
(Waskitha) dan kewaspadaan serta kesaktian.
Manusia yang mengalami dunia jin, itu tidak ada perbedaannya
dengan manusia pada umumnya, Baik bentuknya, pikirannya,
perwatakannya, kesenangannya dan lain sebagainya. Persis seperti
manusia pada umumnya, serta keadaannya bagi masing-masing
bangsa itu sesuai dengan bangsa manusia pada umumnya sesuai
tempat tinggalnya. Kesemuanya tidak merasa  sedang berada di
alam yang bersifat Jin, apalagi jika disebut sama saja dengan jin.

60
Sedangkan yang mengalami bersifat Dewa dan perbedaanya dengan
yang mengalami di alam Jin itu hanya karena lebih luhur, karena
lebih terang pemikirannya.
Golongan yang bersifat Dewa itu, kebanyakan penjaga atas
keselamatan manusia di dunia, karena merasa menjadi yang luhur
dan menjadi panutan. Apalagi jika Dewa yang bersifat Luhur serta
tebal sekali sifat Mu’mainnahnya. Jangankan yang mengalami alam
Dewa, walau pun yang mengalami alam Jin, banyak yang berbudi
baik, menjaga ketentraman manusia dan sesamanya, karena merasa
lebih tinggi dan menjadi panutan.
Akantetapi ..... oleh karena saling pengaruh-mempengaruhi sehingga
ada yang berlebihan sifat mutmainnahnya dan ada yang berlebihan
dalam sifat Nerakanya (tidak berbeda dengan manusia pada
umumnya), meskipun menjadi Dewa atau pun menjadi Jin, itu ada
yang bersifat luhur ada yang bersifat rendahan.
Dewa yang bersifat luhur yang sebenarnya itu, adalah Dewa yang
sebenarnya, digambarkan dalam Wayang yang disebut Bathara
Guru. Yang tersambung dengan Sifat Budi itu adalah : Yang di
dalam Wayang digambarkan  yang bernama Bathara Narada. Yang
sudah menyatu dengan Yang Nyata, digambarkan : Sang Hyang
Wenang atau Sang Hyang Tunggal. Yang sifat mutmainnahnya tebal
serta tersambung dengan rasa sejati, digambarkan : Bathara Wisnu.
Yang terambung dengan Sifat Surga tingkat tengah-tengah : Bathari
Durga  (Sebagai pemimpin makhluk halus di pasetran ganda mayit).
Yang tersambung dengan sifat Luwamah, digambarkan : Bathara
Kala (2) ... dan sebagainya.
LIMA RASA
Nomor 1 :
Di alam dunia : Dasarnya rasa : RASA DARI JASMANI.
Sedangkan rasa yang lain-lainnya yang empat, (Sifat Dewa, Sifat
Mutmainah, sifat Jin, dan sifat neraka), itu juga muncul di dunia
serta menjadi perlengkapan rasa dari Jasmani, akan tetapi TIDAK
DIANGGAP UJUD ADANYA oleh manusia pada umumnya. Yang
dianggap hanyalah ujud badannya : Bahan-bahan yang membentuk
jasmani.
Nomor 2 :

61
Di surga, rasa dasrnya : RASA HATI, dingin, terang. Rasa yang
lain-lainnya yang empat itu, muncul juga ketika di surga dan
menjadi perlengkapan rasa dari surga, namun TIDAK DIANGGAP
UJUD ADANYA oleh orang surga. Yang dianggap ada ujudnya :
Biji Mutmainah.
Nomor 3 :
Di neraka, rasa dasarnya : RASA HATI, sakit dan panas. Rasa yang
lain-lainnya yang empat muncul juga di neraka, serta menjadi
perlengkapan rasa tentang neraka, namun TTIDAK DIANGGAP
ADANYA oleh orang neraka. Yang dianggap ada ujudnya : Biji
Amarah.
Nomor 4 :
Di dunia Jin, rasa dasarnya : RASA INGATAN, Rasa yang lain-
lainnya yang empat, itu pun muncul juga di dunia Jin, serta menjadi
perlengkapan rasa wilayah Jin, namun TIDAK DIANGGAP
ADANYA oleh orang Jin. Yang dianggap ada : Biji Supiyah.
Nomor 5 :
Dunia Dewa, rasa dasarnya : RASA INGATAN, Rasa yang lain-
lainnya yang empat muncul juga di Wilayah Dewa, serta menjadi
perlengkapan rasa yang bersifat Dewa, namun TIDAK DIANGGAP
ADANYA oleh orang di wilayah Dewa. Yang dianggap ada : Biji
dari Angan-angan. (1).
Lima macam rasa di atas, saya sebut PANCAINDRIYA, yang
artinya : Lima rasa, dan untuk selanjutnya di buku ini, akan ada kata
“Pancaindriya”, yang maksudnya : Lima rasa yang sudah diuraikan
di atas, serta pembangkitnya.
----------------------------------------------
(1). Pembangkit yang bermacam-macam yang sudah diuraikan di
atas, bagi Yang Sejati : Bukan ujud, hanya getaran (Daya kekuatan
Yang Sejati) yang bisa mewujudkan pembangkit (stof = anasir).
TENTANG ALAM YANG TIGA
Alam di wilayah RASA JASMANI (yang halus dan yang kasar :
disebut : Dunia, Janaloka atau Arde.
Alam di wilayah RASA HATI yang tiga (Yang halus dan yang
kasar), disebut : Rohiyah, Endraloka, atau Astral.

62
Alam di Wilayah ANGAN-ANGAN atau Rasa INGAT (yang halus
dan yang kasar) disebut : Huluhiyah, Guruloka atau Dewacan.
Terbagi menjadi tiga seperti tersebut di atas itu tujuannya adalah
agar menjadi ringkas.
Tiga warna tersebut di atas : I. Alam milik Jasmani, II. Alam milik
Hati, III. Alam milik INGATAN, disebut TRILOKA.
Yang di dalam Bahasa Arab, tiga alam tersebut bernama : Baital
Makmur, Baitalmukharam, Baital Mukhadas.
Tiga bekal di atas itu, dipergunakan oleh pembaca dan yang menulis
buku ini.
Oleh karena itu, yang membaca dan yang menulis buku ini, jika
mencarinya dengan cara bersungguh-sungguh, bisa masuk menyatu
ke mana saja.
KETERANGAN YANG DISEBUT BEKAL/BIJI
Yang disebut YANG SEJATI, yaitu : YANG bisa berbuat. Yaitu Zat
yang mesti adanya, tidak berawal tidak ada akhirnya, yang di dalam
Bahasa Arab disebut :DAT.
Untuk Bisa berbuat : PERBUATANNYA disebut : Sifat.
Agar VISA BERBUAT, disebut : Sifat Maknawiyah.
BERBUAT disebut : Sifat Ma’ani.
PERBUATANNYA disebut : Af’al.
BISA BERBUAT disebut : HIDUP.
BERBUATANNYA, artinya : MENGADAKAN atau
MEWUJUDKAN
PERBUATANNYA artinya : ADANYA atau UJUDNYA
Manakah ADANYA atau UJUDNYA? Yang diwujudkan atas
Perbuatannya itu, yaitu SEMUA BEKAL/BIJI yang halus dan yang
kasar.
Yang disebut PERWUJUDAN, yaitu ketika sedang menggerakkan
Ujud itu. Artinya : ADANYA semua yang berujud, itu hanya waktu
ketika Yang Maha Kuasa  sedang memfungsikan Ujud itu.
Hilangnya sifat perbuatan : Setelah berhentinya sifat perbuatan,
artinya : Hilangnya perwujudan : Setelah berhenti berbuat.
Hilangnya wujud artinya hilangnya Bekal/Biji, yaitu : ketika
perbuatan itu berhenti.
Berbuat, itu juga bermakna menyebabkan Getaran (triling).

63
Perbuatannya : artinya getarannya.
Perbuatannya : itu juga bermakna detaknya, bermakna juga : Bekal,
Bahan/Biji.
Berubah-ubahnya keadaan RASA, bermakna juga berubah-ubahnya
keadaanyya Bekal, bahan/biji, bermakna berganti-gantinya cara
getarannya.
PENGINGAT : Penalran yang seperti itu, untuk bisa diterimanya,
dengan cara dirasakan dengan penudiawalih kesabaran, tenang
dengan kebeningan.
NYANYIAN GAMBUH
Samengko ingsun tutur // sembah catur supaya lumuntur // dhihin
raga, cipta, jiwa, rasa kaki // ing kono lamon ketemu // tandha
nugrahaning Manon (Wedhatama Winardi).
ARTINYA : Sekarang ku beri nasihat // empat cara ibadah agar rutin
dijalankan // diawali ibadah raga, cipta, Jiwa, rasa // jika hal itu bisa
sampai berhasil // itu semata-mata Anugerah Tuhan.

BAB. XII
SIFAT – PERBUATAN – HASIL (EMPAN – PAKAN –
MEMPAN

a. Orang yang menyalakan api, itu artinya : Orang itu sedang


mengaktifkan  sifat api. Sifat aktif dari api itu, disebut : menyala
atau membara. Sehingga orang tersebut yang membuat agar api
menjadi menyala atau membara.
Agar supaya api itu menjadi aktif, maka memerlukan Umpan.
Umpannya adalah : Kayu kering atau minyak, gas. Kayu kering,
minyak atau gas itu menjadi SARANA bagi api agar bisa aktif.
Kayu yang masih basah jika dijadikan umpan api maka, TIDAK
BERFUNGSI. Artinya : TIDAK BISA MENJADI AKTIF, karena
menggunakan sarana kayu yang masih basah. Kayu yang kering jika
menjadi umpan api maka akan berfungsi, artinya  aktifnya Api 
terlaksana  karena dengan didberi sarana melalui kayu kering.
SEHINGGA :
Sifat, artinya Aktifnya (Empan).
Umpan (Pakan) artinya : Sarana agar menjadi aktif.

64
Aktif (mempan), artinya : Aktif dengan menggunakan sarana .
b. Orang yang mengaktifkan (menggunakan) penglihata, artinya :
Orang itu MENGAKTIFKAN penglihatan. Yang dilakukan oleh
penglihatan disebut : melihat. Sehingga orang itu mengaktifkan
(berbuat) agar penglihatannya melihat (melihat sesuatu).
Penglihatan itu, agar menjadi aktif, dengan sarana umpan.
Umpannya adalah : bentuk rupa. Contohnya : bentuk rupa bunga itu
yang menjadi sarana agar penglihatan menjadi aktif.
Sesuatu benda yang berada di tempat gelap, diibararkan, penglihatan
tidak bisa difungsikan (TIDAK mempan). Artinya : Penglihatan
tidak bisa berhasil untuk menjadi aktif dengan menggunakan sarana
berupa benda yang berada di tempat gelap. Sesuatu benda di tempat
yng terang diumpankan kepada penglihatan, penglihatan menjadi
berfungsi aktif (mempan), artinya : Penglihatan berhasil menjadi
aktif dengan lantran sesuatu benda yang berada di tempat yang
terang.
SEHINGGA :
Sifat dari penglihatan (Empan) : artinya : Mengaktifkan penglihatan.
Umpan untuk penglihatan, artinya : Segala bentuk rupa yang bisa
dilihat,
Fungsi penglihatan : artinya : Mengaktifkan penglihatan dengan
sarana bentuk rupa di tempat yang terang.
c. Murid yang mengaktifkan pikiran, artinya : Murid itu,
mengaktifkan pikirannya.
Yang dilakukan pikiran disebut : berfikir. Sehingga murid itu
berbuat  mengaktifkan pikirannya agar menjadi aktif.
Agar supaya pikiran sang murid menjadi aktif, itu harus
menggunakan sarana berupa UMPAN, Umpannya adalah : Segala
sesuatu yang dipikir, contohnya : Hitungan, bergitung itu sebagai
sarana untuk mengaktifkan pikiran.
Hitungan yang sulit, (contohnya : Aljabar yang diajarkan kepada
anak kecil), itu tidak akan bisa dipahaminya. Artinya : Tidak akan
bisa mengaktifkan pikiran dengan umpan Aljabar, karena tidak
selaras dengan daya kemampuan pikiran anak-anak. Hitungan yang
selaras dengan daya pikir yang menghitungnya, itu jika diterapkan,
maka akan berhasil (mempan), artinya : Berhasil mengaktifkan

65
pikiran anak-anak itu harus dengan sarana berupa hitungan yang
sepadan dengan daya pikirnya.
d. Orang yang mengaktifkan perasa lidahnya, artinya, orang itu
MENGAKTIFKAN rasa lidah. Perbuatan dari rasa lidah, disebut :
Merasakan segala makanan. Sehingga orang itu BERBUAT agar
agar rasa lidah aktif merasakan sesuatu.
Agar rasa lidah itu menjadi aktif, itu harus menggunakan sarana
umpan. Umpannya, makanan, contohnya : Pisang itu bisa menjadi
sarana menjadi aktifnya rasa di lidah. (Pisang itu Cuma umpan,
bukan rasa yang sebenarnya, rasa sebenarnya adalah milik lidah
bukan milik pisang).
Makanan yang tidak dinginkan, ketika dijadikan umpan : Tidak mau
memakannya. Tidak makan itu artinya : Tidak mempan, atau tidak
bisa mengaktifkan rasa lidah. Sehingga tidak berhasil
mengaktifkannya jika menggunakan sarana yang di hasratkannya.
Pisang Pisang yang dijadikan umpan : mau memakannya, artinya :
Mempan atau berhasil mengaktifkan dengan menggunakan sarana
pisang.
e. Seseorang yang mengaktifkan Nafsu Mutmainnah, artinya : Orang
tersebut mengaktifkan nafsu Mutmainnahnya. Perbuatan nafsu
mutmainnah itu, merasakan kebaikan Tuhan atau kebaikan
makhluk-Nya. (Merasa senang dan syukur atau bisa berterima
kasih). Sehingga orang tersebut mengaktifkan agar supaya nafsu
mutmainnah bisa selalu merasa bersyukur kepada Tuhannya, atau
memiliki rasa berterima kasih kepada sesama makhluk-Nya.
Agar supaya Mutmainnah itu menjadi aktif, itu juga menggunakan
sarana umpan. Umpannya : Ilmu tetang Maha Murah dan Maha
Pengasih milik Tuhan atau kebaikan sesama makhluk-Nya.
Ilmu Maha Murah, Maha Pengasih serta kebaikan sesamanya itu,
yang menajdi sarana untuk mengaktifkan nafsu mutmainnah.
Sehingga nafsu Mutmainnah aktif merasakan ke-Agungan Tuhan.
Atau melakukan perbuatan yang selaras dengan rasa syukurnya.
Berprasangka buruk  atau menyalahkan Tuhan dan berprasangka
serta menyalahkan sessamanya, jika dijadikan umpan kepada nafsu
mutmainnah, itu tidak akan mempan (tidak mau memakannya).
Artinya : Nafsu mutmainnah tidak akan berhasil menjadi aktif jida

66
diberi umpan dengan prasangka buruk. Namun jika diberi umpan
dengan prasangka yang baik maka akan mempan (akan aktif) mau
memakannya.
f. Orang yang mengaktifkan nafsu amarah, artinya : orang tersebut
mengaktifkan nafsu amarah. Aktifnya amarah adalah berprasangka
buruk kepada Tuhan dan makhluk-Nya, bentuknya adalah :
Mengeluh, membenci, marah, panas hati. Sehingga menyebabkan
agar Amarahnya merasakan pemikiran yang salah.
Agar amarah itu menjadi aktif, dengan menggunakan umpan.
Umpannya adalah : Perbuatan buruk dan sesat (perbuatan yang
bersumber dari setan yang berada di dalam diri manusia). Perbuatan
syaithan (perbuatan yang bertentangan dengan sifat Ketuhanan itu
yang menjadi lantaran atas aktifnya amarah.
Perbuatan baik dan benar (Selaras dengan rasa dan budi)
diumpankan kepada amarah, tidak akan bereaksi (tidak
berpengaruh). Artinya : Tidak akan bisa mengaktifkan amarah agar
berfungsi jika di beri umpan dengan perbuatan yang selaras dengan
Rasa dan Budi. Akan tetapi jika amarah diberi umpan yang selaras
dengan watak setan : maka akan aktif.
g. Seseorang yang mengktifkan nafsu sufiyah, artinya : orang
tersebut membuat bekerja atas nafsu sufiahnya. Sifat sufiyah yang
luhur, senang merasakan keindahan alam yang luhur. Sufiyah yang
bersifat rendah, senang kepada keindahan alam yang rendah.
Sehingga orang tersebut membuat nafsu sufiyah menyenangi
keindahan alam (keindahan yang luhur atau yang rendah).
Agar supaya supiyah yang bersifat luhur menjadi aktif, itu dengan
menggunakan sayarat umpan. Umpannya : Keindahan yang luhur.
Agar Sufiyah yang rendah menjadi aktif, Umpannya : Keindahan
yang bersifat rendah. Keindahan di tingkat rendah, menjadi sarana
untuk mengaktifkan Sufiyah rendah.
Supiyah luhur diberi umpan keindahan rendah : kurang berfungsi.
Supiyah rendah diberi umpan keindahan luhur : kurang bereaksi.
Supiyah luhur diberi umpan yang untuk umpan bagi amarah :
kurang bereaksi.
Supiyah rendah diberi umpan untuk umpan amarah : bereaksi dan
berfungsi.

67
Supiyah luhur diberi umpan untuk umpan Mutmainah : bereaksi.
Supiyah rendah diberi umpan untuk umpan amarah : bereaksi.
Mutmainah diberi umpan untuk umpan supiyah luhur : bereaksi.
Mutmainah diberi umpan untuk umpan supiyah rendah : kurang
bereaksi.
Mutmainah diberi umpan yang untuk umpan amarah : tidak
bereaksi.
Sehingga Supiyah yang bersifat luhur itu selaras dengan Mutmainah,
itu artinya : Seseorang yang merasakan keindahan yang luhur itu
mengaktifkan Mutmainah. Demikian juga sebaliknya : Merasakan
berbakti itu mengaktifkan rasa keindahan yang luhur. Ringkasnya :
RASA KEINDAHAN  YANG LUHUR itu saling tarik menarik
dengan RASA BAKTI (Rasa keindahan itu saling tarik menarik
dengan kehalusan Budi).
Sebaliknya : Merasakan sesuatu yang buruk, itu mengaktifkan
amarah (kecewa, marah-marah) itu adalah perbuatan supuyah di
tingkat rendah.
Oleh karena supiyah bersifat rendah kurang berfungsi untuk menjadi
umpan Mutmainah, dan menjadi berfungsi jika menjadi umpan
untuk amarah.
RASA : diberi umpan Rahsa yang halus, itu berfungsi. Jika diberi
rahsa yang kurang halus maka kurang bisa aktif. Jika di beri umpan
rahsa rendah maka tidak akan berfungsi.

TUJUAN SAMADI

Tujuan Samadi itu mengumpankan rahsa halus diumpankan kepada


RASA, atau mengumpankan angan-angan halus diumpankan kepada
Budi.
Yang juga disebut mengumpankan RASA kepada rahsa yang halus,
atau BUDI diumpankan kepada angan-angan halus.
Atau dengan kata lain, menyelaraskan PANCAINDRA yang halus
kepada WILAYAH YANG SEJATI (KAJATEN).
Agar supaya wilayah Kajaten bisa mengaktifkan atas kehalusan
kehalusan Pancaindra, atau kehalusan Pancaindra meangkifkan

68
wilayah Yang Sejati, ... masing-massing kedunya saling
mengaktifkan.
Jika rahsa belum tenang dan angan-angan belum bening, walau pun
diaktifkan berulang-ulang tidak akan bisa aktif. Akantetpi jika terus
dilakukan dengan tekun dalam berusaha mengaktifkannya, maka
semakin lama akan semakin mendakti kepada aktifnya.

MENJAGA AGAR TETAP HIDUP

Hidup, artinya :AKTIF atau bisa AKTIF.


Aktif, artinya : mempergunaan dayanya.
Menjaga agar tetap hidup, artinya : berusaha agar aktifnya tetap
lestari, bisa berbuat (aktif) seperti :
a. Merawat pohon jeruk, pohon itu dijaga agar tetap hidup, yaitu
agar tetap bisa aktif (tumbuh bersemi, semakin besar, berbuag ...)
dengan cara di beri umpan. Umpannnya berupa Zat cairan tanah dan
zat yang terkandung di dalam udara serta pancaran cahaya matahari.
Tanda bahwa umpannya berfungsi dalam mengaktifkannya :
Berhadil hidup dengan lantaran zat di dalam tanah, zat di udara dan
cahaya sehingga menyuburkan hidupnya : yaitu menumbuhkan akar,
daun batang dan buah.
b. Menghidupkan kekuatan tangan, artinya : Berusaha agar tangan
bisa tetap lestari bisa mengangkat, bisa memegang, dan sebagainya.
Umpannya : Barang sesuatu yang yang dikerjakannya atau sesuatu
yang diangkatnya. Contohnya : barbel pemberat. Berhasilnya :
Berhasil aktif mengangkat barbel berulang-ulang. Tumbuh suburnya
: Besar kekuatan tangannya, hingga bisa kuat, artinya : Kuat untuk
mengangkat sesuatu beban yang berat-berat.
c. Menghidupkan pikiran : Berusaha agar pikiran bisa terus aktif
berfikir, serta semakin tajam daya kekuatannya. Umpannya : Segala
sesuatu yang perlu dipikir. Contohnya : Pelajaran suatu ajaran.
Keberhasilannya : Bisa memikirkan ajaran yang bermacam-macam.
Tumbuh suburnya : Semakin besar kekuatannya, kemudian
dikatakan pintar, artinya : Bisa memikirkan sesuatu yang rumit-
rumit.

69
d. Menghidupkan nafsu mutmainah, berusaha agar nafsu mutmainah
tetap dalam keadaan merasakan rasa syukur kepada Tuhan, dan
merasakan atas kebaikan semua makhluk-Nya. Umpannya : Ilmu
(penalaran) tentang hal yang luhur, kebijaksanaan, Maha asih dan
maha murah-Nya Tuhan, dan juga ilmu tentang kabaikan manusia
(makhluk sosial/ saling membutuhkan), serta kebaikan semua
makhluk-Nya. Tanda keberhasilannya : Yaitu terlaksana bisa
merasakan yang sudah tersebut di atas. Tumbuh suburnya : Besar
kekuatannya, artinya : Kuat ketika tertimpa musibah yang tidak enak
(tidak akan mengeluh), contohnya : Walau dalam keadaan sakit dan
kesusahan, tidak akan mundur kekuatan tekadnya kepada hal yang
bersifat keutamaan. Kuat tetap bersyukur ketika dalam keadaan
derita. Kuat tetap menyayangi ketika mendapatkan perbuatan buruk
dari sesamanya. Itu semua berarti sudah halus dan sudah tinggi
budinya, besar kesabarannya, kuat tawakalnya, karena didasari cinta
kasih kepada sesama makhluk-Nya. Dan sebaliknya : Orang yang
marah ketika menerima kejahatan dan berkeluh kesah ketika
mengalami derita hidup, itu dikarenkn nafsu mutmainahnya masih
lemah, masih kalah oleh nafsu amarah.
Cobaan dari tuhan atau kejahatan dari makhluk-Nya, itu bagi
Mutmainah, itu bisa diumpamakan sebagai barbel bagi tangan
manusia yang bisa menumbuhkan kekuatan bagi tangan manusia,
atau : Suatu ajaran yang sulit bagi pikiran atas sang pencari
kepintaran. Tanda kelehamahannya itu : belum kuat. Tandanya kuat
itu : Tetap lestari berfungsi (lestari kekuatan hidupnya) walau pun
mendapat beban yang sangat berat.
Mutmainah yang hidup itu, tetap aktif merasakan rasa ikhlas, puas,
menerima tanpa keluhan, tenteram, tenang, selalu bersyukur dan
selalu cinta kasih, berbakti, tidak akan pernah terputus dan selalu
dirakannya di dalam setiap waktunya itu disebut Mutmainahnya
sudah benar-benar hidup yang berarti MUTMAINAHNYA SUDAH
BENAR-BENAR AKTIF. Sedangkan aktifnya mutmainah itu, tidak
pernah terputu dalam merasakan rasa yang demikian itu.
Subur itu, artinya : Besar dayanya, atau kuat daya aktifnya. Dan
amarahnya telah terkalahkan hingga hilang sama sekali.

70
Mutmainah yang demikian itu, yang sebenarnya sudah mendapat
pengaruh dari daya RASA JATI.
Sehingga, menjaga tetap hidup itu, maksudnya adalah sama saja
dengan Olah Raga. Semua bertujuan untuk meningkatkan potensi
daya kekuatannya. Semua yang memiliki daya, jika rutin digunakan,
maka akan semakin meningkat daya kekuatannya. Sedangkan
menjadi penghalngnya atau yang dianggap sebagai musuhnya itu,
sebenarnya hanya menjadi sarana agar semakin tumbuh menjadi
besar ketika kekuatannya digunakan, tidak ada bedanya dengan
barbel bagi tangan bagi pencari kekuatan tangan, atau suatu
PEkerJAAn yang sulit bagi pikiran yang berusaha mencari
kepintaran. Daya kekuatan Amarah, Supiyah dan Aluamah,
anggaplah menjadi perantara agar MUTMAINAH, Angan-angan
luhur serta BUDI dan RASA : Agar daya kekuatannya tumbuh
menjadi lebih besar. Umpan yang lebih besar itu sangat perlu untuk
kemajuan Jiwa. Yang bernama Cobaan dati Tuhan, itu adalah Suatu
tantangan bagi Jiwa untuk menjadi Jiwa yang semakin dewasa.
Tujuannya adalah agar jiwa itu, tumbuh sifat bijaksananya, karena
mengetahui dan merasakan PENGALAMAN RASA yang beraneka
macamnya. Meskipun godaan yang dan syaithan sekali pun,
janganlah dianggap musuh, anggalah menjadi alat atau perantara
untuk tumbuhnya sifat bijaksana. Yang sedang membaca buku ini,
akan bisa mengerti dengan sendirinya mengapa Tuhan Yang Maha
Esa Menciptkan Syathan, tidak lain adalah untuk kebutuhan
manusia,  itu sipat dari Tuhan.
Melanjutkan tentang Olah Raga Jiwa :
e. Tujuan Samadi itu bukan : Menganggur, bukan seperti orang yang
akan tidur. Sebenarnya adalah Olah Raga bagi Budi dan Rasa.
Di dalam bersamadi adalah mengaktifkan daya dari INGAT +
RASA. Ingat kepada yang sudah diuraikan di bab V : Tentang Rasa
Yang sejati (RASA JATI).
Rasakanlah seperti yang sudah diuraikan di bab : 7 tentang
menyatunya Budi dan Rasa.
Merasakan yang sudah diuraikan di bab 9, itu adalah Olah Raga bagi
Rasa dan Budi.

71
Sedangkan yang dijadikan barbelnya, atau pekerjaan yang sulit,
yaitu daya dari angan-angan rendah, Supiyah, Luamah dan Amarah.
Jika manusia sudah bisa mengalahkan 4 hal tersebut (Angan-angan
rendah, Supiyah, Luamah dan Amarah), tentulah akan semakin
tumbuh berkembang menjadi besar atas daya milik Sukmanya,
karena sanggup menyelesaikan sesuatu yang sulit rumit, tidak rata,
sangat berbahaya dan sangat rumitnya.

TENTANG CERMIN DAN BAYANGANNYA

Ingsun, itulah yang keadaan yang sebenarnya ada (Yang Sejati).


Sebenarnya sudah tidak ada keadaan lagi, hanya INGSUN yang
sebenarnya ada.
Yang sebenarnya ada, Yang Sejati itu memiliki sifat.
Sifat dari Yang Sejati, jika digelar di uraikan, tidak akan ada batas
jenisnya dan tidak ada bilangannya.
Uraian tentang sifat-Nya, itu disebut juga Bayang-bayangan-Nya.
Yang manakah Bayangan-bayangan-Nya?
Yang manakah Cermin-Nya?
Yang bernama bayangan-bayangan itu adalah semua tentang Sahir
Kabir.
Sedangkan cermin-Nya, adalah : Hanya Tuhan sendirilah yang
Maha Tahu.
Walau pun Rohn Suci, di dunia halus yang lebih dari yang luhur,
JIKA SAHIR itu masih TERPENGARUH oleh KABIRNYA, jika
belum benar-benar paham atas Cermin Yang Sejati.
Ujud dari Cermin Yang Sejati : Kosong, Hampa, tidak ada apa-apa.
Sehingga pantas jika disebut : TIDAK ADA oleh semua makhluk-
Nya. Tidak berbeda dengan TIDAK ADANYA segala bentuk rupa :
Bagi Cermin yang jernih. Sehingga, yang tidak ada itu adalah :
RUPANYA. Akan tetapi CERMIN itu sendiri : ADA.
CERMIN yang sejati itu : SATU, namun tidak ada batas bilangann
dan jenisnya.
Satu yang tidak batas jumlahnya itu dikira : TIDAK ADA, bagi
kehidupan, di kehidupan, yang Sahirnya terbawa oleh Kabir-nya.
Makna dari TIDAK ADA itu : Bukan tentang Ujudnya atau tentang

72
rasanya. Karena : CERMIN itu sesungguhnya adalah : SATU-
SATUNYA DAYA.
Satu-satunya Daya (Daya Tunggal) itu adalah : SELARASNYA
GETARAN KODRAT YANG SELARAS (4).
Daya yang satu itulah yang menyatakan adanya Rasa dan Ujud
(Sahir dan Kabir).

($) Getaran Kodrat : Cara bergerak aktif dari Kodrat.


Segala yang satu golongan daya, itu adalah sama  rasanya, sama
ilmunya, yang kemudian disebut berada dalam satu alam yang sama.
Contohnya : Penglihatan dengan penglihatan, itu satu daya dan
berada di alam yang sama. Dikuasai oleh daya yang satu : SEJENIS
(selaras), sehingga masing-masing penglihatan itu satu dalam rasa
dan satu penegtahuannya dengan sesama sifat penglihatan. Tidak
satu rasa dan ilmunya dengan Pendengaran atau penciuman.
Sehingga yang sama-sama bersifat penglihatan : adalah berada
dalam satu alam. Sedangkan penglihatan dengan pendengaran itu :
tidak berada dalam satu alam.
BERBAGAI MACAM pengalaman, itu tergantung dari berbagai
jenis Daya yang satu (Berbagai macam cara aktifnya Kodrat).
Pengalaman yang dialami oleh manusia di dunia, itu berbeda dengan
pengalaman milik Jin. Berbeda dengan pengalaman iblis. Berbeda
dengan pengalaman para Dewa dan sebagainya. Hal itu dikarenakan
perbedaan dari dari masing-masing daya tunggal itu tadi.
Daya tunggal- daya tunggal yang tidak ada batas jumlahnya itu
dikuasai oleh Keadaan Yang Sejati, yang menguasainya bagaikan
buku yang mengandung banyak lembar halaman.
Sangat tepat dalam memilih kata “KACA” (Cermin) : Yang
bermakna untuk bercermin. Dan tepat sekali pilihan kata “Rasa”
bagi rasa dari cermin, karena sebagai ibarat dari RASA : bagi
cermin Yang Sejati. Demikian juga cahaya dari cermin rasa : Bagi
Cermin Yang Sejati. Demikian juga cahaya dari cermin sebagai
ibarat dari  Cahaya RASA ($).
Barangkali saja pembaca buku ini belum bisa paham (belum bisa
mengerti) atas uraian di atas, di bawah ini  bisa digunakan sebagai

73
petunjuk agar bisa merasakan pemahaman tentang yang sebenarnya
dari bayangan-bayangan.
($), Sudah sangat jelas bahwa semua yang tergelar ini, menjadi
contoh dan ibarat bagi yang sudah bisa memahaminya. Dan juga
menjadi saksi atas penciptanya, dan juga sebagai sarana dalam
segala usaha manusia, dan juga sebagai penjelas bagi segala bentuk
usaha.

CONTOH-CONTOH

I. Jika Yang sejati bercermin menggunakan alam katak, Maka Yang


Sejati di situ terlihat merupakan ujud : Diri Katak, yaitu : Ingatan di
rasa perasaannya adalah badan dan diri katak.
Rasa ingat atau perasaan sebagai katak itu : SAHIR bagi alam katak.
Sedangkan KABIRnya : yaitu berupa aliran air, tanah, rumput, air,
hawa, terangnya matahari  serta, raga  katak itu sendiri.
Oleh karena SAHIR diri sang katak tertutup oleh alam KABIRnya,
sedangkan KABIR itu adalah Ujud di alam dunia bagi raga,
sehingga Ingsun yang menempati Yang Sejati, terlihat di alam katak,
merupakan ujud dari raga katak. SATU, yaitu badan yang dikira
memiliki rasa ingat  dan rasa perasaan walau pun sebenarnya
BUKAN RAGA MILIKNYA yang menyebabkan  adanya rasa
ingatan dan bisa merasakan.
HITUNGAN : SATU, yang bagi raga katak yang memiliki rasa
ingat  dan rasa perasaan itu . Bayang-bayang dari KESATUAN
TUHAN.
Pengetahuan katak (ketika mengerti dan melihat suasana di
sekitarnya dan dalam merasakan rasa dari suasana yang bisa
dirasakannya oleh katak), itu adalah bayang-bayang dari ILMU
Tuhan.
Tingkah-laku, dan suara katak, menjadi bayangan dari “Perbuatan
Tuhan”.
Sehingga : Yang menjadi ermin dari Yang Sejati, yang digunakan
bercermin  Sahir dan Kabir dari katak itu, Cermin bohongan, karena
yang sebenarnya dari Yang Sejati itu, tidak seperti itu.

74
Cermin yang demikian itu, gelap dan merubah bentuk dari
bayangannya dibandingkan dengan kenyataan dari keadaan yang
sedang bercermin. Bisa diibaratkan : Orang yang bercermin
menggunakan botol hitam, maka bentuk wajahnya akan meliuk-liuk.
Selain gelap (tidak jelas) pun tidak sama dengan kenyataannya.
Sehingga yang bernama bayang-bayang itu tadi : Adalah Rasa ingat
dan rasa perasaan milik Katak, serta pengetahuannya tentang dunia.
Rupa dunia yang diketahuinya yang menggunakan rasa ingatnya dan
juga dengan rasa perasan katak itu : Itu sudah terbasuk bayang-
bayang yang terlihat di dalam cermin yang sejenis, yang disebut
alam milik katak.
Rasa ingat dan rasa perasaan milik katak (yang dipergunakan untuk
mengetahui adanya dunia dan adanya dirinya sendiri) itu adalah
SAHIR milik alam katak. Sedangkan keadaan dunia (Yang dilihat
menggunakan rasa ingat dan rasa perasaan) itu : Alam KABIR bagi
alam dunia katak.
Sahir dan Kabir dari alam Katak itu, keduanya adalah merupakan
bayangan dari alam Yang Sejati, yang terlihat di dalam cermin
tipuan dan gelap, yaitu cermin yang disebut alam dunia katak,
disebut juga Martabat alam katak, yaitu daya tunggal daya yang
sejenis (selaras) yang menjadikan adanya alam Sahir dan Alam
Kabir dunia katak.

YANG BERCERMIN : YANG SEJATI

Yang digunakan untuk bercermin : Daya tunggal yang satu jenis,


yang disebut alam dunia katak atau martabat Katak.
Sedangkan bayangannya adalah rasa perasaan milik katak dan juga
pengetahuan katak tentang dunia yang tergelar ini.
Letak dari Sahir milik katak berada di BATIN dari KABIRNYA.
Cermin Yang sejati tempatnya adalah BATIN dari SAHIR milik
katak. Yang Sejati yang bercermin, bertempat  : Di Batin dari
Cermin yang sejati. ($).

($) Keterangan dari kata LAHIR dan BATIN, diterangkan di bab.


15.****

75
II. Jika Yang Sejati bercermin menggunakan alam manusia (seluruh
manusia di dunia), maka Yang Sejati akan berwujud : DIRI dari
manusia seluruh dunia, yaitu : RASA INGAT dan RASA
PERASAAN badan bagi manusia se dunia.
Rasa ingat dan rasa perasaan manusia di seluruh dunia itu SAHIR
bagi alam manusia. Sedangkan KABIR-nya, yaitu : Berupa Bumi
langit  beserta seluruh isinya, terhitung juga ujud diri manusianya.
Maka dari itu, keadaan yang demikian itu disebut BAYANG-
BAYANG DARI YANG SEJATI, karena keadaan yang demikian
itu DIKIRA MERUPAKAN KEADAAN YANG BENAR
ADANYA oleh seluruh manusia di dunia.
Oleh karena manusia di seluruh dunia, sahirnya larut kepada
Kabirnya, padahal Kabirnya itu Perwujudan di dunia yang nyata ini.
Sehingga : INGSUN yang menempati Yang Sejati, terlihat di alam
manusia berupa wujud RAGA dari manusia se dunia itu :SATU,
yaitu dirinya yang dikiranya yang memiliki Rasa Ingat dan rasa
perasaan (Walau pun sebenarnya bukan karena raga yang bisa
menyebabkan bisa memiliki rasa ingat dan bisa merasakannya).
Seluruh manusia di dunia punya anggapan, bahwa dirinya itu Cuma
hanya SATU, seperti orang yang bernama “Suta” (Sendiri) itu
bahwa di dunia hanya ada satu saja.
Dhiri yang disebut dengan kata “AKU” oleh “Suta”, di dunia Cuma
ada satu saja, itu adalah bayangan dari INGSUN.
Bahwa sebenarnya rasa dari bilangan SATU bagi suatu Diri : Itu
adalah bayangan dari Kesastuan Yang Sejati (Ingsun).
Ilmu Pengetahuan milik ‘Suta” (Artinya : Perolehan dari karena
mengerti, melihat dan merasakan perlawanan dengan isi dunia) itu
adalah bayang-bayang ILMU MILIK TUHAN atau Pengetahuan
Tuhan.
Gerak aktif dari Pancaindra si Suta : Itu menjadai bayang-bayang
dari Daya Hidup Tuhan (Daya hidup di diri manusia jika
dibandingkan dengan Maha Hidup-Nya Tuhan, itu bagaikan :
Hidupnya arloji dibanding daya hidup manusia.
Semua gerak tingkah laku dan semua ucapan manusia di seluruh
dunia : Itu menjadi bayangan dari PERBUATAN TUHAN (Af’al,
Perbuatan Tuhan itu, yaitu mengadakan semua daya tunggal atau

76
getaran kodrat, yang akhirnya berupa ujud semua yang SAHIR dan
yang KABIR).
Sehingga : Cermin Yang sejati, yang bentuk bayangannnya adalah
ujud  berupa Sahir dan Kabir dari si Suta itu, Cerin tipuan, karena
Yang Sebenarnya tidak-lah begitu adanya. Cermin yang demikian
itu, gelap dan bentuk bayang-bayang di dalamnya adalah tidak sama
dengan kenyataan yang sebenarnya. Akantetapi cermin seperti itu
lebih jelas dibanding dengan cermin yang isi bayangannya berupa
sahir dan kabir milik katak. Yang demikian itu bisa diumpamakan
orang yang bercermin di permukaan botol yang tidak terlalu gelap
dan tidak terlalu banyak lekukannya.
Sehingga yang disebut bayang-bayang itu adalah Rasa Ingat dan
juga rasa perasaan milik si Suta, serta pengetahuan si Suta tentang
dunia ini.
Pengetahuan (hasil dari mengetahuai) atas segala isi dunia ini dan
ilmu yang melekat di dirinya : Itu juga sudah termasuk bayangan-
bayangan .... Bayangan-bayangan di dalam cermin yang sejenis ...
cermin yang sejenis yang disebut alam manusia tersebut, intinya :
Untuk dipergunakan Mengetahui + Yang Mengetahui +
Pengetahuannya (Semua Sahir dan Kabirnya) bayangan-bayangan di
dalam cermin yang sejenis, dan disebut juga cermin yang di sebut
Alam Manusia, yaitu martabat manusia, dan juga daya tunggal yang
sejenis (selaras) yang membentuk menjadi adanya alam Sahir dan
Kabir milik si Suta itu tadi.

YANG BERCERMIN : YANG SEJATI

Yang dipergunakan untuk bercermin : Daya tunggal sejenis (selaras)


yang ddisebut alam manusia atau martabat manusia. Bayangan-
bayangannya, yaitu : Ingatan milik si Suta, rasa dan perasaan si
Suta, yang diketahui oleh si suta tentang isi dunia : Sahir dan Kabir
si Suta.
Si Suta merasa ADA, menyaksikan atau menyatakan bahwa dirinya
itu ADA dan benar-benar ada. Bukti tandanya : Memiliki ingatan
dan rasa perasaan yang dipergunakan untuk mengetahui dan
merasakan tentang adanya dunia ini, kemudian berkata : AKU ADA.

77
Yang disebut AKU oleh si Suta itu DIRI, Satu (Untuk lebih jelasnya
tentang yang disebut Diri, dijelaskan di Bab.14, yaitu bahwa diri itu
bayang-bayang dari Yang Sejati : INGSUN PRIBADI).
Artinya : ADA, menurut pribadi dari diri si SUTA, yang berarti ujud
bentuk itu tadi adalah bayang-bayang dari ADANYA Yang Sejati.
Sehingga bayang-bayang dari ADA : itu UJUDNYA atau
ADANYA, akan tetapi ADA yang sebenanrya itu artinya : YANG
BISA MENJADIKAN ADANYA SEMUA YANG ADA, atau :
YANG MENGUASAI Yang BERUJUD  dan yang TIDAK
BERUJUD. Sehingga Yang Sejati : itu tanpa ada yang mengawali
adanya, tanpa ada akhir atas adanya.
Sedangkan adanya DIRI : itu ada awal dan ada akhirnya. Akan
tetapi ... tidak ada diri yang mengetahui asal mula adanya. Tidak ada
diri yang menyaksikan SEBELUM ADANYA dan SETELAH
TIDAK ADANYA. Untuk bisa memiliki rasa diri itu, setelah diri
itu, ADA atau setelah jadi. Semua yang diketahui dan dirasakannya
oleh si SUTA itu tadi : adalah bagi ingatan dan rasa perasaan si
SUTA ; SERBA BARU SEMUA.
Seluruh dunia ini adanya adalah yang terakhir : bagi rasa ingat dan
rasa perasaan milik si SUTA. Ayah dan Ibunya pun lebih terakhir
atas adanya, itu hanya KABAR dari mendapatkan berita saja. Bagi
rasa ingat dan rasa perasaan si SUTA sendiri : Tidak benar-benar
nyata bahwa dirinya itu terakhir, tidak menyaksikan, tidak
mengalami, karena berasa di dalam ingatannya (Rasa ingatnya).
Oleh karena itu, diri si SUTA : Dalam perasaannya adalah paling
awal sendiri dibanding semua pengetahuan yang diberikannya
menggunakan rasa ingatnya.
RASA PALING AWAL itu tadi itu pun menjadi bayang-bayang
Kekekalan Tuhan (Paling awal tanpa ada yang mengawali bagi
Yang Sejati).
Diri dari si Suta ada akhirnya, sehingga tidak kekal. Akan tetapi
selama waktu diri itu mengaa, tidak merasakan apa yang disebut
akhirnya, hanya melihat KABIRNYA bahwa orang meninggal dunia
itu ada. Sedangkan masalah melihat orang yang meninggal dunia, itu
bukan kenyataan bagi rasa di dalam dirinya (Itulah sebagai
penyebab bagi manusia di dunia yang memiliki bayangan dan

78
pikiran tentang mati. Memang benar sering sekali melihat orang
yang meninggal dunia, akan tetapi tidak masuk ke dalam rasa
perasaan (tidak masuk menjadi pengalaman, selama diri itu masih
mengada).
Dalam tidak merasakan tentang akhirnya itu juga merupakan
bayang-bayang dari sifat kekekalan Tuhan.
Masa yang dipergunakan oleh si Suta disebut : SEKARANG
(dipergunakan artinya adalah di rasakannya).
Sehingga yang bernama WAKTU itu juga menjadi bayang-bayang
saat sekarang YANG MENGANDUNG SEGALA HAL YANG
BERGUHUBUNGAN DENGAN WAKTU, yang di dalam Bahasa
Arab disebut : kanjanmahfiyan.
Tidak ada diri yang bisa merasakan masa Lalunya atau masa yang
akan datangnya. Yang dirasakannya tidak lain hanyalah saat
SEKARANG. Artinya ketika seseorang teringat cerita hidupnya di
masa lalu, dalam mengingatnya adalah saat sekarang ini, demikian
juga tentang masa yang akan datang, itu juga di pikir saat sekarang
ini. Sehingga rasa yang dahulu dan rasa yang akan datang
sebenarnya semuanya tidak ada. Yang ada itu adalah RASA
SEKARANG INI. Rasa yang dirasakan sekarang ini lah adalah
bayang-bayang SAAT SEKARANG YANG DIMILKI TUHAN,
yang mengandung Seluruh dan segala masa.
Ketika si Suta menyebutkan yang sedang ditempatinya sekarang ini :
DI SINI.
Yang bermakna itulah tempatnya, bayang-bayang dari di sini, itu
bermakna yang mengandung semua arah dan tempat. Yang di dalam
bahasa Arab disebut “ Ngaras – kursi.
Tidak ada diri yang bisa merasakan tentang keadaannya. Yang
dirasakannya tidak lain adalah SAAT INInya, itu adalah gerak
pikiran dan gagasan keadaan yang disebut ADA DI SANA, maka
pemikiran dan gagasannya pasti ADA DI SINI, Itulah rasa DI SINI
bagi suatu tempat itu adalah bayang-bayang Di SINI bagi Tuhan,
yang mengandung semua dan segala tempat.
SAHIT milik si Suta, tempatnya berada DI BATININ DARI KABIR
milik si Suta.

79
Cermin dari Yang Sejati, tepatnya adalah : Batin dari Sahir milik si
Suta.
Yang Sejati yang bercermin, tempatnya adalah : BATIN dari
CERMIN.
III. Ketika Yang Sajati sedang bercermin menggunakan ALAM
RASA SYURGA, di situ nampak oleh Yang sejati itu adalah diri
dari orang ssyurga, yaitu : Terangnya rasa ingatannya Plus rasa
dingin dan senang plus ujud dari badan halusnya, yang itu adalah
berasal dari biji dari Mutmainnah (hilangkanlah rasa yang lima yang
sduah tersebut di bab 11).
Ingatan dan rasa perasaan dari orang syurga itu adalah SAHIR : bagi
alam milik orang syurga. Sedangkan KABIRNYA : Adalah wujud
dari syurga, dihitung juga tentang ujud diririnya sendiri juga.
Sehingga disebut : BAYANG-BAYANG DARI KEADAAN YANG
SEJATI. Karena keadaan yang demikian itu dikira SEBAGAI
KEADAAN YANG BENAR-BENAR NYATA ADANYA, oleh
orang syurga.
Hal-hal lain yang menjelaskan ADANYA dan KEADAANYA :
Tidak perlu diuraikan lagi, cukup mengggunakan contoh  atas
pengalaman seluruh manusia di dunia yang tersebut itu tadi.
Bayang-bayang dari keadaan yang sejati yang nampak di Tingkatan
Dewa, Tingkatan Jin, Syaithan dan lain-lainnya, itu juga cukup
menggunakan contoh satu saja yang tersebut di atas Bab Tingkatan-
tingaktan atas terangnya, tipuan dan yang sebenarnya dan juga
rasanya ... perkiraanku yang sedang membaca buku ini tentu bisa
menelaahnya sendiri.
IV. JIKA KAHANAN YANG SEJATI bercermin menggunakan
Golongan tumbuh-tumbuhan atau batu, maka Yang sejati nampak di
situ terlihat : GELAP, tidak terlihat apa-apa, tidak terasa apa-apa.
Artinya tidak bisa mengingat apa-apa, hal itu bisa diumpamakan
orang yang bercermin menggunakan papan kayu yang hitam pekat,
maka ketika dicari rupa milik yang sedang bercermin ; tidak ada
apa-apa.
Tumbuh-tumbuhan, saya sebut : TIDAK MEILIKI RASA DIRI,
Tidak mengerti bahwa dirinya itu ada. Tidak mengetahui bahwa
dunia ini ada. Tidak mengetahui bahwa Tuhan itu ada. Selain tidak

80
mengetahui bahwa semua yang tersebut itu ada. Dia juga tidak
mengerti bahwa dia ITU ADA, serta tidak mengetahui bahwa di itu
tidak memiliki Tuhan atau tidak ingat tentang Tuhan.
Pepohonan serta batu itu bisa diumpamakan : Menetapkan bahwa
dunia ini, itu TIDAK ADA, Tuhan TIDAK ADA. Satu pun suasana 
itu tidak ada, Tidak ada suasana. Sama sekali tidak menyaksikan
tentang keberadaan semua yang ada. Taman bunga yang indah,
menyenangkan, dan berbau harum, yang di sanjung oleh manusia
serta dijadikan pemandangan oleh para luhur dan di taruh di atas
meja marmer,  itu pun sama sekali tidak mengerti bahwa semua itu
ada. Tidak merasa bahwa ada yang menyenanginya dan
disanjungnya. Sama saja dengan wayang, contohnya : Janaka,
dijadikan tontonan serta dipandang oleh orang banyak, akan tetapi
yang dijadikan tontonan itu tidak mengerti bahwa dia itu ada. Tidak
ketempatan rasa senang dan susah, sakit dan sehat. Namun tetap
dalam keadaan gelap gulita dan tidak mengerti apa-apa, Tidak
merasakan segala kejadian dan keadaan, serta tidak merasa atas
adanya nikmat dan manfaat.
V. KETIKA YANG SEJATI bercermin MENGGUNAKAN Praman
Sejati (Sifat maknawiyah), Yang Sejati akan melihat dengan terang
tentang keutuhan sifat yang nyata dan senyata-nyatanya tentang
Tuhan yang sebenarnya ($).
($). Kodrat, Iradat dan sebagainya (yang tersebut di atas), disebut
sifat Ma’ani, yaitu yang berujud Jirim. Sedangkan : Kadiran
Muridan dan sebagainya : Dsiebut sifat maknawiyah, menyatu
dengan DZAT (Golongan yang masuk apda dimensi ke IV, yang
dijabarkan dalam Serat Jatimurti.

BAB I.
KEJELASAN DARI YANG DISEBUT DIRI

a. TENTANG WUJUD BARU : Yitu wujud jelmaan, atau wujud


campuran.
Cat kuning dicampur dengan cat biru, menjadi cat warna hijau.
Yang sebelumnya tidak ada cat hijau. Yang ada : Cat kuning dan cat

81
biru, dan ketika warna kuning dan biru dicampur, terbentuklah
warna hijau.
Warna hijau itulah wujud baru, yaitu wujud jelmaan, atau wujud
campuran. Sedangkan warna Biru dan Kuning itu Wujud asal.
Contoh lainnya : Sebelumnya tidak ada wujud yang bernama
kuningan. Setelah tembaga di campur dengan timah sari, maka
jadilah logam kuningan. Dan kuningan itu aalah wujud baru yang
sebelumnya tidak ada.
Emas dan tembaga ketika dicampur, menjadi suasa. Suwasa itu
wujud baru.
Gandum dicampur gula, telur, susu, garam, diolah dan menjadi roti.
Maka Roti itu adalah bentuk baru, satu bentuk yang berasal dari
gabungan adonan yang bermacam-macam.
Seseorang yang tidak mengetahui asal usul sesuatu, yang hanya 
tiba-tiba bisa mengetahui warna hijau, pastilah mengira bahwa
warna hijau itu bukan warna baru. Demikian juga halnya, kuningan
dan suasa, roti, kembang gula, minyak dan sebagainya, semuanya
dikiranya ujud asli, yang artinya seolah-olah memang sudah ada
sejak sebelumnya, tentang yang disebut warna hijau, kuningan,
suasa, roti dan sebagainya.
Bahkan semakin tidak mengira, jika dijelaskan bahwa : Mangga,
kayu, daging, tulang, tanah itu adalah ujud baru, yang artinya
berasal dari campuran. Yang menyebabkan tidak bisa mengira,
karena tidak mengetahui asal muasalnya, tiba-tiba sudah menjadi
kayu, daging, tulang, karena sudah ada sejak dahulu-dahulunya.
Huruf “a b c d e .....” itu semua adalah kumpulan garis melengkung
dan lurus yang digabung-gabungkan. Itu juga merupakan campuran.
Yang disebut gending (musik Jawa), seperti halnya : Pangkur, itu
adalah berkumpulnya suara musik yang bermacam-macam, yang
digabungkan dengan suatu bentuk (diselaraskan) sehingga menjadi
satu alras (harmoni) yang kemudian diberi nama : Pangkur.
Wayang yang bernama Janaka itu adalah gabungan dari bentuk yang
kecil-kecil yang ditata, diselaraskan hingga menjadi satu bentuk
yang diberi nama : Janaka.
Rasa dari Roti, itu adalah kumpulan beberapa rasa dari rasa : Gurih,
manis, asin dsb, digabungkan, diselaraskan dengan menggunakan

82
takaran menurut ukurannya, hingga menimbulkan satu rasa, rasa
baru yang datang, muncul seolah-olah datang dari langit, yang
disebut : Roti.
Rasa buah mangga pun demikian juga, adalah terdiri dari campuran
berbagai rasa, hingga menjadi satu rasa yaitu rasa mangga, yang
pada awalnya tidak ada yang bernama : Mang + ga. Setelah adonan
yang berasal dari berbagai macam yang didtakar (oleh kodrat)
diaduk, kemudian muncul ujud baru SATU, seolah tiba-tiba ada dari
langit, dengan sebutan : Mangga, kemudian di rasakan hingga
rasanya menjadi pantas disebut dengan sebutan mangga, karena
menetapkan sifat mangganya.
Yang disebut daging, tulang, kayu, tanah ... masing-masing dari itu
pun berasal dari kumpulan yang bermacam-macam, digabung
dengan cara di takar oleh Maha Kuasa dan Ilmu milik Tuhan.
Kesemuanya itu yang masing-masingnya disebut harmoni,
campuran, dan juga jelmaan.
Kumpulan dari harmoni yang kecil-kecil menjadi harmoni yang
besar. Harmoni yang besar-besar, digabungkan terus hingga tidak
terkira ujud besarnya.
Harmoni yang bersifat satu, yang menetapkan harmoni yang teramat
besar, itu disebut dengan kata “Allah”.
Segala bentuk yang sudah berujud, walau pun itu adalah bentuk
baru, kita ini tidak mengira bahwa itu adalah barang baru, yang
terbentuk dari gabungan. Apalagi segala sesuatu yang berujud
SATU RASA, yang sudah memiliki nama, walau pun RASA
BARU, atau gabungan rasa, karena sudah menjadi satu bentuk dan
juga sudah memiliki nama ... hal itu menjadikan kita ini lupa kepada
hakekat dari yang baru, serta sumber dasar pembentuknya.
Semakin tidak mengira jika kita memikirkan tentang rasa yang
disebut RA – SA – NING – WONG.
Yang disebut, MANUSIA  atau RASA di diri MANUSIA, itu
adalahr rasa baru, jelmaan atau gabungan, namun dirasa SATU, hal
itu tidak berbeda dengan gabungan beragai macam suara yang
merupakan ujud dari Nyanyian Pangkur.
Yang disebut rasa milik manusia, seperti rasa milik si Suta, itu
adalah gabungan dari rasa Luamah, Amarah, Sufiyah, Mutmainnah,

83
angan-angan, dan sebagainya, yang masing-masing jenisnya di takar
oleh kodrat, di bentuk hingga menjadi harmoni rasa, yang kemudian
diberi nama : RASA MILIK SI SUTA atau RASA HATI MILIK SI
SUTA atau WATAK MILIK SI SUTA.
Yang bisa merasakan hati milik si SUTA itu, adalah si Suta sendiri,
Namun, yang manakah yang bernama si Suta itu, itu hanyalah
sebutan saja. Yang memiliki nama si Suta, itu adalah bentuk baru,
yang seolah-olah muncul tanpa sebab, akan tetapi : Si Suta merasa
(Mengira mempergunakan rasa miliknya), bahwa dia itu sejak
dahulunya sudah pernah menjadi si Suta, Ketika mengatakan kata :
AKU, maka yang disebut AKU : Rasa sebagai si Suta, yang
datangnya adalah baru.
Oleh karena tiap rasa itu ada biji awalnya (ujud dari yang
mewujudkan rasa itu, tentulah sudah pastu ujud yang berbentuk :
itua dalah gabungan ujud asli yang beraneka ragam).
Yang disebut : Rasa milik manusia itu, adalah gabungan rasa milik
Hewan + Rasa milik tumbuh-tumbuhan + Rasa milik jin + rasa milik
syaithan + rasa milik Dewa + rasa milik bersifat Ketuhanan, dan
sebagainya. Yang masing-masing jenisnya sudah terukur.
Sedangkan takarannya, itu bagi tiap-tiap manusia : Tidak sama, ada
yang condong bersifat hewan, ada yang condong sifat Jin, ada yang
condong ke arah syeithan, ada yang condong kepada sukmanya.
Yang condong ke mana, itulah yang dijadikan kebiasaan atas
perbuatannya (di hidup-hidupi), terbiasa diaktifkan dayanya.
Oleh karena sudah nyata, bahwa masing-masing adonan itu BISA
MENJADI BIBIT, sehingga sudah nyata bahwa setiap bakal adonan
itu memiliki watak ingin terus aktif, semuanya meminta HIDUP,
minta tetap adanya, minta umpan makanan, dan minta tempat.
Bentuk dari kumpulan rangkaian, yang merumpana wujud masing-
masing manusia, itu lah yang disebut DIRI.
Sehingga disebut DIRI, karena terbentuk dari beragai unsur.
Beberpa unsur itu setelah menjadi bentuk baru (Berdiri), kemudian
disebut DIRI, yang artinya adalah diberdirikan, yang mengandung
maksud bahwa memang bentuk baru (ujud baru), yang sebelumnya
tidak ada.

84
DIRI, juga bermakna Sendiri (berdiri sendiri). Sehingga disebut
berdiri sendiri, karerna berdiri dengan sendirinya. Sehingga disebtu
sendiri (berdiri sendiri) karena bermakna bentukan rasa batu, karena
merasa memisahkan diri dari RASA TUNGGAL (memisahkan diri
dari rasa KETUHANAN). Terpisah karena merasa beridi dengan
sendirinya, mengaku sebagai keadaan yang sejati, mengaku ADA
dengan sendirinya, mengaku MENGERTI dengan sendirinya,
mengaku sebagai Yang Sejati, mengaku Hidup dengan sendirinya –
yang selanjutnya mengajak lupa kepada keadaan segala yang ada,
mengajak tidak merasa terhadap keberadaan dirinya yang
sebenarnya adalah baru dan terdiri dari gabungan, serta meminta
bertanding dengan diri yang lainnya. Mengapa terjadi hal
demikian?, karena tahunya sudah jadi wujud, tiba-tiba sudah
berwujud rasa satu, tidak ada pilah-pilah bagian-bagian yang berasal
dari adonan.
Oleh kerana diri merasa ada dengan sendirinya (terpisah dengan
Rasa Tunggal) sehingga memiliki anggapan (keyakinan) bahwa
dirinya itu bukan SESUATU YANG BARU, hanya BERITANYA
saja, baru, namun ingan dan rasa di dalam dirinya : Tidak bisa
menemukan rasa bahwa sebenarnya adalah BARU, tidak
menemukan kenyataan bahwa dirinya itu baru. Yang demikian itu,
menimbulkan rasa ingin minta dianggap luhur, ingin dicintai atau
disenangi oleh diri yang lainnya. Rasa yang demikian itu disebut  :
Ego Diri atau watak diri.
Yang dimaksud dari kata : Bangga diri, bagi pengetahuan tentang
kebatinan, disebut TERTIPU OLEH DIRINYA SENDIRI.
Oleh karena anggapan yang demikian itu adalah salah (bukan
anggapan yang nyata, bukan anggapan yang sebenarnya) sehingga
hal yang demikian itu disebut Cuma anggapan saja, artinya :
Anggapan palsu, atau bayang-bayang anggapan, bukan anggapan
yang sejati.
Rasa yang salah yang demikian itu, menumbuhkan cacat  yang
sangat banyak jenisnya, seperti : Sombong, pamer, takabur, merasa
serba bisa, mersa besar, merasa mampu, merasa pintar dan
sebagainya. Itu semua bersumber dari Rasa diri (rasa merasa berdiri
dengan sendirinya, rasa memisahkan diri).

85
Cabang-cabang dari anggapan yang salah itu, contohnya : Pemalu,
mudah sakit hati, mudah menyerah, masgul, memiliki rasa sirik, iri,
mudah marah, dengki dan sebagainya yang jumlahnya sangat
banyak. Kesemuanya itu sumber pusatnya ada di RASA DIRI
(RASA TERPISAH, RASA BERDIRI SENDIRI).
RASA DIRI ITU, MUSRIK YANG PALING PERTAMA.
Untuk mengurangi watak anggapan diri, dengan cara mencari
pengetahuan yang terang atas status bahwa sebenarnya adalah baru
dan berasal dari kumpulan. Yang ke dua : Menghidupkan dan
mengaktifkan rasa Mutmainnah yang mengajak berbakti kepada
Tuhan dan kasih sayang kepada sesamanya.
Ketika rasa diri sudah tipis, maka semaking mengarah untuk bisa
merasakan rasa tunggal, yaitu rasa Manusia Sejati, atau rasa
KETUHANAN.
b. MUNCULNYA WUJUD BARU : MENJADIKAN LUPA ATAS
WUJUD ASLI.
Kata MENJADIKAN LUPA, itu artinya : Dirasa TIDAK ADA
(Tidak di rasa bahwa ada).
Seumpama bagaikan : Biru yang dicampur dengan kuning, setelah
menjadi warna hijau, maka biru dan kuning musnah tanpa bekas,
hilang musnah dari penglihatan, tergantikan dengan munculnya
warna hijau.
Tepung, Gula, susu, garam, telur dan lain-lainnya, setelah diaduk
dan menjadi roti, maka bahan-bahannya hilang dari ingatan, hilang
musnah tanpa bekas, tergantikan dengan wujud yang Cuma saja
yang bernama : Roti, munculnya roti bagaikan tanpa sebab, tiba-tiba
saja ada.
Oleh karena semua adonan sudah hilang dari ingatan, sehingga
akhirnya rasa mula dari adonan yang berasal dari berbagai macam
rasa itu (manis, asin, gurih .. ) dirasa menjadi milik roti. Sehingga
rotilah yang mendapat sebutan : Manis, gurih, asin, dan sebagainya.
Sehingga manusia kemudian mengatakan : Roti itu manis, Roti itu
asin, roti itu gurih. Hal yang demikian itu bermakna tidak ingat lagi
terhadap telur, gula, garam, susu dan sebagainya.

86
Ketika seorang anak memakan makanan, banyak yang merasakan
rasa enak dan mengetahui namanya, akan tetapi tidak mengetahui
asal mula untuk membuatnya.
Yang sama halnya dengan : Rasa dari buah-buahan, seperti : Kelapa,
mangga, kacang .... hal itu bagi manusia yang memakannya,
pengetahuan soal rasanya, seperti itu juga : Kelapa itu gurih, kelapa
itu agak manis, kelapa itu tidak asin, kacang itu gurih, kacang itu
agak manis, kacang itu agak asin. Bercampurnya adonan yang
membentuk kacang itu, sama sekali tidak terpikirkan, sudah cukup
asalkan mengingat kacang, hal itu juga tidak boleh disalahkan,
karena mengetahui terhadap yang disebut kacang itu, sejak kecil.
Bahkan kacangnya sudah ada sebelum yang memakan kacang itu
terlahir.
Uraian di atas itu tepat sekali untuk ibarat bagi ujud yang baru, yang
disebut MANUSIA.
Coba direnungkan, Apakah manusia itu?
Jika di teliti, itu akan sama sengan “roti” itu tadi.
Bercampurnya adonan yang kasar dan halus yang bermacam-
macam, dicampur rata, sehingga muncul ujud baru yang bernama
“MANUSIA. Setelah manusia sudah terbentuk dan mampu berdiri
sendiri, asal mula bahan adonan hilang tanpa bekas dari ingatan kita.
Daya dari adonan yang berasal dari berbagai macam : menimbulkan
rasa yang bermacam-macam. Namun rasa yang bermacam-macam
itu di aku oleh ujud yang baru, yang bernama manusia itu tadi.
 Sang manusia, walau pun datangnya adalah baru, aka  tetapi
mengakui menjadi miliknya atas rasa yang bermacam-macam itu
tadi, yang berada di dalam raganya. Seumpama manusia yang
bernama “Wirya”, itu yang manakah? : Yang bernama “Wirya” itu
tidak ada, hanya ciptaan atau rasa ingat saja. Sedangkan ditetapkan
memiliki rasa yang bermcam-macam, seperti disebutkan bahwa
“Wirya” itu pntar, “Wirya” itu kuat.
Ingatan manusia menjadi lupa kepada adanya asalmula adonannya
itu, selain disebabkan tertutup rasa ingatan manusia, alagi
penyebabnya, yaitu : Manusia di dunia itu, Halusnya tertipu oleh
badan kasarnya.

87
Pada umumnya manusia itu tidak mengira bahwa ada ujud yang
bermacam-macam. Tidak mengetahui bahwa ada yang sebgai
tukang merasa susah. Ada yang menjadi tukang pembenci atau
pemarah, ada yang tukan pengasih dan penyayang, ada yang
menjadi tukang gampang ingat, dan sebagainya, itu semua pada
umumnya tidak dipahami.
Rasa ingatan, rasa hati, rasa jasmani – tidak disadari, bahwa ada
ujudnya. Dikiranya berasal dari manusia yang bernama “Wirya”
saja. Namun ketika ditanyakan Mana “Wirya” itu, tidak bisa
menunjukkannya, dan juga oleh karena tertipu oleh badan kasarnya,
ada yang mencoba menyentuh badan seluruhnya.
Selain bahwa “Wirya” itu dikiranya adalah badan kasarnya, semua
rasa yang bermacam-macam itu pun dikiranya berasal dari raganya.
Contohnya : Bisa berfikir dikiranya berasal dari daya otaknya. Bisa
melihat dikiranya berasal dari daya matanya yang menipu. Bisa
mendengar dikira berasal dari daya telinga yang berupa daging.
Namun ketika sudah dibungkus kain kafan, mata dan semua alatnya
masih utuh, namun tidak bisa apa-apa. Kemudian mengira-ngira
bahwa “Wirya” bukan raganya.
Adonan yang berujud halus itu, semuanya hidup dan saling ingin
beraktifitas, masing-masing jenis saling berebut daya : Menonjolkan
diri ingin menjadi yang terdepan dari kedudukan rasa. Contohnya :
“Wirya” sedang senang hatinya, hal itu adonan yang berfungsi
tukang bungah : Mucnul. Adonan yang menjadi lawan dai rasa
senag : tertutup, Jika mutmainnah sedang muncul ke depan. “Wirya”
hatinya sedang baik. Contohnya : Cinta kepada sesamamnya, sabar
memberi pertolongan. Jika Amarah yang sedang aktif, itu pun
“Wirya” yang disebut hatinya jahat. Sehingga berganti-gantinya rasa
atau watak seseorang itu, sama sekali tidak diingat berasal dari
muncul dan tenggelamnya adonan-adonan yang halus. Yang masuk
dalam ingatan adalah manusianya, contohnya : “Wirya” kemarin itu,
baik, sekarang “Wirya” jahat. Tadi itu “Wirya” amrah-marah,
sekarang sudah tenang kembali dan sedang tertawa-tawa.
c. PERBEDAAN ANTARA RASA DIRI DENGAN RASA
PRIBADI.
Urian di bawah ini untuk bahan renungan.

88
RASA PRIBADI itu adalah Rasa Tunggal.
Setiap ada rasa Diri itu, tentu disertai rasa Pribadi. Akan tetapi
RASA PRIBADI belum tentu bersama dengan RASA DIRI. Artinya
: Rasa diri “Wirya” membutuhkan rasa Pribadinya yang tunggal.
Namun rasa Pribadi yang tunggal itu, tidak membutuhkan rasa diri
milik “Wirya”.
Rasa diri itu “negatief vorm”, artinya : “adanya butuh ditetapkan
oleh yang lain, seperti untuk menjadi sebuah wayang butuh tukang
sungging wayang. Untuk menjadi tulisan membutuhkan ORANG
YANG MENULIS. Namun Penyungging tidak butuh wayang, dan
manusia itu tidak butuh tulisan.
Ketika seseorang mengatakan kata AKU, itu bermakna bahwa yang
dituju oleh rasa milik manusia itu : RASA PRIBADI YANG
TUNGGAL.
Akan tetapi akrena rasa pribadi tertutup oleh rasa diri, seperti
manusia tertutup tulisannya, hingga pada akhirnya hanya diri yang
DIRASA ADANYA. Sama saja hilangnya manusia tergantikan
munculnya tulisan.
Di depan sudah disampaikan : TIPISNYA RASA DIRI
mengarahkan kepada untuk bisa merasasakan RASA TUNGGAL,
itu dibahasakan TIPISNYA RASA DIRI : agar dihayati seteliti
mungkin, seperti apakah maksudnya???
Nyanyian jawa : KINANTHI
Mangka kanthining tumuwuh // salami mung  awas eling // eling
lukitaning alam // dadi wiryaning dumadi // supadi nir ing
sangsaya // yeku pangreksaning urip.
ARTINYA : Sedangkan yang menyertai hidup // selamanya adalah
waspada dan sadar diri // ingat atas rahasia indahnya  alam //
menjadi penjaga segala yang ada // agar terhindar dari
kesengsaraan // itu adalah penjaga kehidupan.
Marmen den taberi kulup // angulah lantiping ati // rina wengi den
anedya // pandak panduking pambudi // bengkas kahardaning
driya // supadya dadya utami.
ARTINYA : Maka dari itu tekunlah wahai anakku // melatih 
ketajaman hati // siang malam jadikanlah itu sebagai tujuan // tujuan

89
dalam segala daya upaya // untuk bisa mengalahkan gerak pikiran //
agar menjadi utama.

BAB XV
ARTI LAHIR DAN BATIN

Orang tua atau pun anak-anak sering bertanya begini : GUSTI


ALLAH BERTEMPAT DI MANA? Seseorang yang bertanya
demikian sudah seharusnya, tidak boleh disalahkan, karena
pertanyaan itu tumbuh dari rasa ingin tahu.
Yang menyebabkan tidak salah adalah : SEBAB DARI
BERTANYA,. Namun ISI DARI PERTANYAANNYA itu salah.
Jika pertanyaannya sudah salah, walau pun dipikir bagaimana pun
juga, maka jawabannya akan ikit salah juga, karena biasanya, bahwa
jaban itu adalah sesuai dengan pertanyaannya. Sehingga jika ada
seseorang yang bertanya demikian itu : Hanya harus diterangkan
saja, karena belum mengerti,
Di manakah letak kesalahannya ? : Allah dikiranya bertempat
tinggal, Allah itu tidak membutuhkan tempat tinggal, justru
ditempati oleh semua yang memiliki tempat.
Kosong dan hmpa yang luasnya tanpa batas beserta semua isinya,
bertempat di manakah sebenarnya ? .... bertempat di Allah. Apakah
memaksa untuk dipertanyakan lagi? Allah bertempat di mana?
Sedangkan meneyebutkan tempat kosong dan hampa saja tidak bisa,
apalagi disuruh menyebutkan tempat-Nya Allah.
Yang kosong dan hampa yang besarnya tidak terbatas, itu saja tidak
usah ditanyakan bertempat di mana, karena : Itu bahkan menjadi
tempat  bagi semua teempat serta dari semua tujuan. Kesemuanya
berada di dalam kosong dan hampa yang tidak terbatas aats luasnya.
Sebegitu besarnya pun kosong dan hampa itu masih tergantung
kepada Allah. Sedangkan bahwa CARA BERTEMPATNYA yang
kosong dan hampa itu ada di Allah, hal itu bisa diumpamakan
CARA BERTEMPATNYA halaman buku yang ada di dalam buku
(halaman lembaran kertas bertempat di dalam kertas).

90
Pikirkanlah bahwa : Satu buku itu terdapat banyak halaman, itu
lebih mudah untuk sebagai contoh gambaran : Allah dalam
menguasai alam kehalusan yang sangat banyaknya yang masing-
masing alam itu berujud kosong dan hampa yang besarnya tidak
terbatas beserta semua isinya. Sama saja dengan keadaan : satu buku
mengandung banyak halaman-halamannya yang berisi tulisan dan
gambar-gambar.
Cara “DZAT” dalam menguasai seluruh alam itu juga sama saja
seperti cara milik buku dalam mengandung banyak halaman-
halaman buku.
Halaman-halaman buku itu banyak laisan-lapisannya, yang
kesemuanya berada di dalam buku, demikian juga halnya denegan
alam ini, pun tidak hanya dunia ini saja. Sangat lah banyak jenis nya
alam itu, seperti yang sudah diuraikan di depan.
Coba direnungkan : Jika demikian halnya, apakah masih tetap
memaksa bertanya : Allah bertempat di mana?
Coba byanagkan alam tulisan, sebagai berikut : (menggambarkan
tentang huruf jawa yang mirip dengan tulisan Arab beserta
rangkaian pelengkapnya) Pelengkap yang bernama “Wulon” (dalam
huruf Jawa), berasda DI ATAS HURUF, Sukon berada di bawah
huruf, sandangan Cecek berada di dalam penggalan huruf. Pepet
berada di luar cecek, hal itu selanjutnya bisa-bisanya menjadi
sebuah pertanyaan ? Apakah buku itu beradsa di atas huruf, apakah
berada di tengah-tengah huruf, apakah berada di bawah huruf?
Singkatnya : Jika manusia bisa menyebutkan tempatnya BUKU atau
YANG MEMBACA BUKU, terletak pada kata DI MANANYA
sandangan wulon atau taling, apaah itu bisa menyebutkan tempat-
Nya Allah pada kata DIMANA di dalam segala ujudnya alam.
Alam tulsian itu tentu beda lebih dari beda : Jika dibandingkan
dengan Alam manusia yang membaca buku atau buku itu sendiri. Di
manakah perbedaannya? Di alam tulisan tidak ada kiblat arah di luar
halaman. Yang disebut bawah atas serta kanan kiri, dan juga luar
dalam bagi sebuah halaman buku, itu bukan atas bukunya atau atas
yang sedang membaca buku.

91
Alam tulisan itu alam halaman (lebih tipis, bahkan sama sekali tanpa
ketebalan). Sedangkan alam milik buku atau manusianya : berbentuk
kubik.
Alam buku itu sama dengan alam yang membaca buku, memiliki
arah yang bernama atas bawah, luar dalam, akan tetapi berbeda
dengan yang disebut atas bawah milik huruf. Lua dalam milik alam
manusia, berbdea dengan lua dalam alam tulisan. Hal itu
pikirkanlah.
Setelah bisa memahami hal di atas, kemudian pikirkankanlah uraian
di bawah ini:
Sandangan Wulon sudah jelas berada DIA ATAS HURUF,
sandangan pepet berada DI LUAR CECAK, cecak berada di dalam
pepetan .... Kemudian ada pertanyaan sebagai berikut : PEMBACA
BUKU, berada di sebelah mana dari yang di bacanya? Namun
jangan menggunakan kata DI LUARNYA, agar tidak dikira seperti
letak pepetan bagi cecak. Bagi huruf itu tidak bisa ditemukan
dengan arti makna DI ATAS, yang tidak seperti letaknya wulon.
Selamanya tidak akan bisa ditemukan arti dari DI LUAR, yang tidak
seperti tempatnya pepetan bagi cecak. (Hal ini bsia di pahami bagi
yang paham rangkaian huruf jawa).
Manusia sering membahasakan tempatnya Yang Sejati
menggunakan kalimat DI DALAM BADAN. Hal yang demikian itu,
sama halnya : Seseorang yang sedang membaca buku disebut berada
di dalam pepetan, bagaikan tempatnya cecak di dalam pepetan.
Hal yang demikian itu, manusia aperlu belajar merasakan tentang
makna kata : LAHIR dan BATIN hingga benar-benar paham atas
maknanya, jika sudah benar-benar mengerti akhirnya (bisa
merasakan) tentu akan bisa menerima  dan paham di dalam rasa
milinya. Jika di jelaskan yang sebagai berikut : TUHAN ITU
BERTEMPAT DI DALAM BATIN DI BADANMU. DI DALAM
BATIN SEMUA PERWUJUDAN, DI DALAM BATIN ALAM, DI
DALAM BATIN SAHIR MU, DI DALAM BATIN BUDI
RASAMU.
Jika sudah bisa memahami atas yang disebut DI DALAM
BATINNYA itu, bayangkanlah : Letak tepatnya mata yang milik
yang sedang membaca buku, walau pun disebutkan DI DALAM

92
BATIN huruf yang di bacanya, tujuannya : Jangan di kira berada DI
LUAR HURUF atau DI ATAS HURUF, karena jika dimaknai  DI
LUARNYA atau DI ATASNYA, jangan-jangan dikira seperti
tempatnya wulon atau pepetan.
Yang Sejati dikatakan DI DALAM BADAN, itu  boleh-boleh saja,
asal jangan dimaknai seperti letak organ dalam di dalam daging atau
daging atas kulit.
Harap di rasakan yang disebut DI DALAM BATINNYA itu.
Nantinya kita akan bisa merasakan arah tempatnya Tuhan kita.
Tempat Tuhan kita : Di lama inti batin, yaitu di pusat batin segala
batin.
Mulai dari : Pusat hingga sampai di dalam batin, semua dikuasai
oleh Asma Allah. Yaitu Asma Yang Agung.
Raga kita menyebutkan Pusat Batin kita, menggunakan Asma
ILLALLAH (TUHAN).

TAMAT

Sebaiknya, bacalah juga buku “


1. Kacawirangi
2. Jatimurti
3. Madurasa

Catatan : Ketiga buku itu sudah diterjemahkan di blog ini.

93

Anda mungkin juga menyukai