Anda di halaman 1dari 12

HUMANIORA

Volume XIII No. 1 Februari ■ 2001 Halaman 89 - 100

PERDIKAN CAHYANA

Sugeng PriyadiÀ

1. Pengantar milikinya sejak lama. Tanah-tanah keputih-


ekas daerah Perdikan Cahyana bera- an di daerah Perdikan Cahyana adalah

B da di Kecamatan Karangmoncol dan


Rembang, Purbalingga, Karesidenan
Banyumas. Status perdikan itu dihapus oleh
tanah-tanah bebas pajak yang diluluskan
oleh Sultan Demak dan dilestarikan oleh
para raja Jawa sesudahnya dan pemerintah
kolonial Belanda untuk pemeliharaan ma-
Pemerintah Republik Indonesia pada za-
man Orde Lama. Berakhirnya kekuasaan kam-makam orang-orang suci atau para
21 orang demang diyakini oleh masyarakat wali lokal yang berjasa dalam penyebaran
bahwa para demang telah melanggar pia- agama Islam.
gam dan wewaler perdikan, tidak adil, serta Di Kecamatan Karangmoncol ada 13
memperkaya diri sehingga mereka harus desa perdikan (sekarang 4 desa) yang ber-
diturunkan. Tanah-tanah perdikan dikuasai kewajiban memelihara makam Pangeran
oleh para demang untuk kepentingannya Wali Prakosa (di Pekiringan), Pangeran
sendiri sehingga rakyat hidup terbengkalai, Mahdum Cahyana (di Grantung), Haji Datuk
padahal, rakyat yang mencetak sawah-sa- (di Tajug), dan Pangeran Mahdum Kusen
wah dan kebun-kebun, sedangkan demang (di Rajawana). Ketigabelas desa perdikan
hanya mengaku sebagai hak miliknya. Ke- tersebut adalah (1) Grantung Andhap, (2)
jatuhan para demang itu sesuai dengan be- Grantung Kidul, (3) Grantung Gerang, (4)
berapa ramalan, seperti besuk selehe de- Grantung Lemah Abang, (5) Grantung Kau-
mang disondol bangkong, besuk ana bang- man, (6) Pekiringan Kauman, (7) Pekiringan
ke mili ngalor, dan besuk ana beslit padha Lama, (8) Pekiringan Anyar, (9) Pekiringan
dicanthelake gethek (Darmoredjo, 1986: 7). Bedhahan, (10) Tajug Lor, (11) Tajug Kidul,
Terlepas dari masalah di atas, desa per- (12) Rajawana Lor, dan (13) Rajawana
dikan menyimpan potensi masalah perta- Kidul.
nahan. Penghapusan desa-desa perdikan Sementara itu, 8 desa perdikan lain
telah mengubah status tanah dari keputihan yang terdapat di Kecamatan Rembang ber-
menjadi tanah pamajegan. Dengan kata kewajiban memelihara makam Panembah-
lain, tanah-tanah tersebut menjadi tanah- an Lawet, atau Pangeran Jambu Karang,
tanah negara. Sebaliknya, para demang ke- atau Panembahan Darmokusumo (Knebel,
hilangan hak atas tanah adat yang telah di- 1898: 118-127, bdk. Steenbrink, 1984:
170). Kedelapan desa tersebut adalah (1)

À
Doktorandus, Magister Humaniora, staf pengajar Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001 89


Sugeng Priyadi, Perdikan Cahyana

Makam Wadhas, (2) Makam Bantal, (3) 2. Piagam Perdikan Cahyana


Makam Tengah, (4) Makam Dhuwur, (5) Salah satu sumber sejarah perdikan
Makam Kidul, (6) Makam Jurang, (7) Cahyana adalah piagam-piagam dan beslit-
Makam Panjang, dan (8) Makam Kamal. beslit. A.M. Kartosoedirdjo dalam naskah
Daerah perdikan di wilayah Karesidenan Tjarijos Panembahan Lawet yang disusun
Banyumas sebagian besar berkaitan de- pada tahun 1941 (Behrend, 1990: 77-78)
ngan fungsi utama, yakni pemeliharaan ma- memuat daftar piagam dan beslit yang di-
kam para wali (Steenbrink, 1984: 168). terima oleh para pengelola desa perdikan di
Fungsi utama yang lain adalah pemelihara- Cahyana. Naskah koleksi Museum Sana
an bangunan suci masjid dan pengembang- Budaya dengan kode PB.A. 271 itu sangat
an pendidikan pesantren sebagai sarana berguna untuk melacak keberadaan piagam
syiar agama Islam. dan beslit tersebut.
Di samping fungsi utama itu, daerah Para penerima piagam adalah sebagai
perdikan juga mempunyai fungsi sosial. Hal berikut: (1) Pangeran Wali Prakosa dari
itu tampak dengan adanya pantangan yang Sultan Demak (1403 AJ), (2) Pangeran Wali
menyatakan bahwa penduduk perdikan ti- Mahdoem Tjahjana dari Sultan Pajang
dak boleh menjual nasi (beras, padi, atau (1503 AJ), (3) Kiai Mas Pekeh, Kiai Mas
ketupat) dan sirih. Nasi dan sirih hanya di- Barep, dan Nyai Saratiman dari Sultan
sajikan untuk jamuan kepada para tamu Pajang (1530 AJ); (4) Kiai Waringin dari
atau para pendatang. Ungkapan yen kowe raja Mataram (1550 AJ); (5) Pangeran
nerima mangan wedhi krikil, ora susah Sarawetjana I dari raja Mataram (1565 AJ);
lunga-lunga ing wengkonku merupakan na- (6) Kiai Bagoes Kerti dari Susuhunan di
sihat agar penduduk sebagai petani tidak Kartasura (1605 AJ); (7) Kiai Wangsadjiwa
boleh memperkaya diri. Jika ingin mencari II dari Susuhunan Surakarta (1675 AJ); (8)
kekayaan, ia harus mencarinya di luar per- Kiai Sarawetjana II dan Kiai Saradjiwa dari
dikan. Ungkapan itu barangkali telah me- Susuhunan Surakarta (1715 AJ); (9) Kiai
motivasi penduduk untuk berwiraswasta Sarawetjana III (Pekiringan Anyar), Kiai
atau berdagang ke luar daerahnya. Noertaman I (Pekiringan Lama), Kiai Merta-
Oleh karena itu, status perdikan tidak diwirja I (Pekiringan Bedhahan), dan Kiai
boleh berubah. Barangsiapa yang berani Redja Moehammad I (Pekiringan Kauman)
mengubah status tersebut akan mendapat dari Susuhunan Surakarta 1730 AJ).
gutukullah (kutuk Allah) dan bebenduning Sementara itu, pengelola 21 desa per-
para wali kang ana ing Nusa Jawa karena dikan yang mendapat beslit dari Kangjeng
Perdikan Cahyana sesungguhnya adalah Gupermen adalah (1) Kiai Soeraredja, Pe-
peperdikane Allah. Selain itu, orang yang kiringan Anyar, 26 Oktober 1854, No. 5; (2)
mengubah status perdikan juga ora sun Kiai Kertadjiwa, Makam Kidul, 26 Oktober
wehi suka halal dunya akherat. Ungkapan 1854, No. 5; (3) Kiai Ranoewidjaja, Raja-
gutukullah telah melestarikan Cahyana se- wana Kidul, 26 Oktober 1854, No. 5, (4)
bagai daerah perdikan selama lebih dari Kiai Mangoendikrama, Pekiringan Bedhah-
lima abad. Kutukan Sultan Demak dalam an, 13 Desember 1854, No. 113, (5) Kiai
piagamnya itu dianggap sama saktinya de- Joedakrama, Makam Wadhas, 10 Novem-
ngan kutukan para raja Hindu dalam pra- ber 1855, No. 15, (6) Kiai Soetadiwirja,
sastinya yang berisi pengukuhan manusuk Grantung Gerang, 15 Februari 1861, No.
sima sehingga semua orang sangat takut 42, (7) Kiai Warsadikrama, Grantung
untuk melanggar kutukan tersebut. Pada Andhap, 2 Agustus 1862, No. 6, (8) Kiai
zaman Hindu, daerah bebas pajak itu di- Bawadi Redja Moehammad, Pekiringan
manfaatkan untuk membiayai pemeliharaan Kauman, 2 Agustus 1862, No. 14, (9) Kiai
bangunan suci (candi, vihara, sthana, dhar- Kertadiwirja, Grantung Kidul, 3 Maret 1863,
mma, prasada, caitya, parhyangan, dll.) dan No. 19, (10) Kiai Ranadiwirja, Grantung
biaya-biaya upacara keagamaan (Soek- Lemah Abang, 18 April 1863, No. 25, (11)
mono, 1977: 230-231; Boechari, 1977: 96- Kiai Redjadiwirja, Pekiringan Lama, 10
107). Dengan demikian, pranata manusuk Agustus 1869, No. 22, (12) Kiai Tjakra-
sima dilestarikan pada masa Islam dengan menggala, Makam Bantal, 18 Agustus
pranata perdikannya. 1869, No. 37, (13) Kiai Patradiwirja,

90 Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001


HUMANIORA

Volume XIII No. 1 Februari ■ 2001 Halaman 89 - 100

Grantung Kauman, 22 Agustus 1869, No. Nusa Djawa. Estu jen peperdikane
13, (14) Kiai Wangsadikrama, Makam Allah. Titi.
Dhuwur, 8 Januari 1870, No. 36, (15) Kiai
(2) Penget lajang kang idinira Sultan ing
Patrajoeda, Makam Jurang, 8 Januari 1870,
Padjang. Kagaduha dening Paman
No. 36, (16) Kiai Kramasemita, Makam
Mahdum Wali Perkosa ing Tjahjana.
Panjang, 5 Mei 1872, No. 5, (17) Kiai
Mulane anggaduha lajang ingsun sun
Mangoendipa, Makam Tengah, 11 Januari
tulusaken ingkang idin Sultan ing
1873, No. 6, (18) Kiai Kertamedja, Raja-
Demak, pinesti jen iku peperdikaning
wana Lor, 18 Juli 1873, No. 4085, (19) Kiai
Allah. Sing sapa angowahana ora sun-
Somadiwirja, Tajug Kidul, 18 Juli 1873, No.
wehi suka halal dunja aherat. Anak
4085, (20) Kiai Saradjiwa, Tajug Lor, 29
putu aba aniaja muga kenaa gutu-
Januari 1877, No. 38, dan (21) Kiai Krama-
kullah lan kenaa bebenduning para
djiwa, Makam Kamal, 31 Januari 1880, No.
Wali kang pinetak ing Nusa Djawa, iku
20.
ingkang wasiat saking Sultan Demak.
Daftar yang disusun pada tahun 1941 ini
Estu peperdikane Allah Ta’ala.
menunjukkan bahwa pada saat itu, piagam
dan beslit masih dilestarikan. Kini, piagam (3) Penget lajang kang idinira Kandjeng
dan beslit ditemukan dalam bentuk salinan Kjai Gede ing Mataram. Kagaduha de-
otentik dari teks aslinya. Sebagai contoh ning Kaki Bujut ing Tjahjana ingsun
adalah piagam dari Sultan Demak. Teks amalurekaken kang wasiat saking De-
yang ditemukan sekarang ini telah menga- mak, wasiat saking Padjang sun tulu-
lami korupsi teks apabila dibandingkan de- saken pinesti atugu bumi peperdikane
ngan teks yang disajikan oleh Aspirant Kon- Allah lan kenaa bebenduning para
troleur, C.J. Hasselman (1887) dalam Tijd- Wali kang pinetak Nusa Djawa lan ora
schrift voor het Binnenland Bestuur (deel I). olih berkahingsun. Poma-poma anak
Kiranya salinan Hasselman itu lebih men- putuningsun pada ngestokna rowang
dekati teks aslinya, sedangkan dalam satu ingsun ametaraben Mataram. Poma-
abad terakhir ini sudah mengalami bebe- poma. Kang njerat Kjai Ketib Pengulu
rapa kali penyalinan oleh tangan yang ber- Bau. Titi.
beda sehingga korupsi teks merupakan fe-
nomena yang wajar. Secara diakronis, teks Ketiga piagam di atas menunjukkan
memang senantiasa berubah. Oleh karena bahwa bumi Cahyana adalah bumi perdika-
itu, perlu dikutipkan tiga buah teks piagam ning Allah, bukan perdikaning ratu. Sultan
yang saling terkait, yaitu piagam Sultan Demak, Pajang, dan Ki Gede Mataram ha-
Demak (1403 AJ), Sultan Pajang (1503 AJ), nyalah meluluskan dan melestarikan perdi-
dan Ki Gede Mataram, sebagai berikut. kaning Allah tersebut kepada Mahdum Wali
Prakosa. Dalam tradisi Cahyana, Pangeran
(1) Penget lajang kang idi Pangeran Sul- Mahdum Wali Prakosa berjasa dalam mem-
tan ing Demak. Kagaduha dening … bangun Masjid Agung Demak. Tradisi Cah-
Mahdum Wali Perkosa ing Tjahjana. yana juga ditemukan dalam teks Babad
Mulane anggaduha lajang ingsun dene Pasir. Banyak Belanak diberi tanah 8000
angrowangi amelar tanah…sun tulusa- dhomas dan gelar Pangeran Senapati
ken Pamardikane pesti lemah Per- Mangkubumi karena berjasa dalam Islami-
dikaning Allah tantaha ana angowaha- sasi dan pembangunan Masjid Agung
na ora sun wehi suka halal dunja Demak. Kedua tradisi tersebut tampaknya
aherat. Anaa anak putu aba aniaja. sangat penting untuk melegitimasikan loka-
Mugaa kena gutuking Allah lan olia litas Cahyana dan Pasir dalam rangka hu-
bebenduning para Wali kang ana ing bungannya dengan penguasa muslim di
Demak.

Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001 91


Sugeng Priyadi, Perdikan Cahyana

Begitu pula dalam kasus piagam raja- Tengah (Slametmuljana, 1983: 303-312).
raja Jawa muslim. Piagam-piagam itu me- Dalam karya babad, Brawijaya bukanlah
nguatkan eksistensi Perdikan Cahyana de- tokoh historis karena sumber-sumber seja-
ngan gutukullah, gutuking Allah, beben- rah, baik prasasti zaman Majapahit maupun
duning para wali, dan ora olih berkahing- Kakawin Negarakrtagama (Slametmuljana,
sun. Kutukan itu diumumkan oleh seorang 1979) dan teks Pararaton (Padmapuspita,
raja yang mengeluarkan piagam untuk se- 1966) tidak pernah menyinggung nama ter-
lalu diperhatikan oleh anak-cucu raja ter- sebut.
sebut agar mereka tidak berani mengubah Ada kemungkinan bahwa penulis seja-
status perdikaning Allah di Cahyana. Legi- rah Cahyana itu sudah tidak mengenal tra-
timasi raja-raja Jawa muslim sangat diper- disi penulisan karya babad di Jawa Tengah
lukan untuk mendukung pemerintahan sipil pada umumnya. Hal itu dimaklumi karena
di kademangan Cahyana. wilayah perdikan Cahyana terletak cukup
Dengan demikian, status perdikan men- terpencil sehingga pengaruh dari dunia luar
jadi tradisi secara terus-menerus karena tidak begitu kuat. Karya sejarah Cahyana
perubahan pusat politik tidak akan mengu- itu dibangun dari produk tradisi lisan yang
bahnya, bahkan piagam dari pusat yang hidup subur di tengah-tengah masyarakat.
lama akan didukung oleh pusat yang baru Di sini, sudah berkembang tradisi lisan me-
dan seterusnya. Piagam yang dikeluarkan nuju tradisi tulis.
sebelumnya menjadi referensi bagi muncul- Karya babad seringkali dianggap meng-
nya piagam yang baru. Teks-teks piagam hasilkan anakronisme dalam penulisan se-
yang baru itu pada dasarnya lahir karena jarah Jawa, khususnya dalam merekon-
adanya hubungan intertekstual dengan pia- struksi peristiwa-peristiwa sejarah yang ti-
gam yang ada sebelumnya. Seperti halnya dak kronologis. Gelar raja Pajajaran yang
prasasti, piagam-piagam itu dapat dipakai bercampur dengan raja Majapahit dalam
sebagai bukti untuk memulihkan status per- legenda Jawa jelas anakronisme. Jadi, ge-
dikan. jala tersebut merupakan anakronisme
pangkat dua. Kedua nama itu muncul da-
3. Cariyosipun Redi Munggul lam sejarah pangiwa, yaitu tradisi silsilah
kiri yang ditarik dari Nabi Adam. Silsilah kiri
Cariyosipun Redi Munggul adalah ma- tersebut berisi tokoh dewa-dewa, tokoh
nuskrip yang dianggap oleh masyarakat wayang, raja-raja Jawa-Sunda, raja-raja
Perdikan Cahyana sebagai hasil karya his- Majapahit. Mahesa Tandreman dalam sil-
toriografi tradisional. Naskah Jawa setebal silah kiri disebut sebagai raja Jenggala
40 halaman yang memakai kertas berukur- (Panji Kuda Laleyan) yang berpindah ke
an 19 X 16 cm itu memberikan keterangan Pajajaran karena negerinya banyak dirun-
sebagai berikut Punika Cariyosipun Redi dung bencana.
Munggul Satengahing Nusa Jawi Waktu Penulisan sejarah tradisional memang
Medal Cahya Pethak Umancur Sundhul ing tidak memperhatikan faktor anakronisme.
Ngawiyat Ngawontenaken Pupundhen ing Yang lebih penting adalah proses pemak-
Cahyana. Agaknya, naskah ini disalin se- naan terhadap kehadiran tokoh Prabu Bra-
cara terus-menerus sehingga tradisi teks wijaya Mahesa Tandreman sebagai leluhur
Cariyosipun Redi Munggul hidup di kawas- para demang yang tinggal di Cahyana.
an desa-desa perdikan Cahyana. Adanya dua unsur raja, Jawa dan Sunda
Teks kademangan di atas menceritakan menunjukkan bahwa masyarakat penghasil
asal-usul Pangeran Jambu Karang. Tokoh teks Cariyosipun Redi Munggul menekan-
leluhur itu berasal dari Pajajaran, yakni pu- kan pemberian makna terhadap eksistensi
tra Prabu Brawijaya Mahesa Tandreman. manusia melalui kisah atau peristiwa yang
Sungguh amat mengherankan apabila di- tidak tepat secara faktual, tetapi logis se-
cermati gelar dari raja Pajajaran tersebut cara maknawi.
karena di situ terdapat nama Brawijaya, Sebagai produk kultural, Cariyosipun
padahal Brawijaya adalah raja legendaris Redi Munggul memberikan makna pada
dari Majapahit yang sangat menonjol dalam hal-hal yang hakiki bagi anggota masyara-
karya-karya babad yang ditulis di Jawa kat, khususnya untuk menghormati eksis-

92 Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001


HUMANIORA

Volume XIII No. 1 Februari ■ 2001 Halaman 89 - 100

tensi tokoh leluhur, Pangeran Jambu Ka- longan Allah untuk mengusir musuh. Lalu,
rang. Maka dari itu, wajar saja apabila ma- ada jin datang yang sanggup membubarkan
kam Pangeran Jambu Karang terletak lebih prajurit Pajajaran. Sejak saat itu, Cahyana
tinggi, yakni di Ardi Lawet (bdk. Behrend & terlepas dari kekuasaan kerajaan Sunda.
Titik Pudjiastuti, 1997: 211 & 577). Pange- Pangeran Mahdum Kusen berputra Pa-
ran Jambu Karang adalah leluhur primordial ngeran Mahdum Jamil. Tokoh yang terakhir
yang menjadi asal-mula timbulnya daerah ini mempunyai dua orang anak, yaitu (1)
baru dan para penyebar agama Islam di Pangeran Mahdum Tores (makamnya di
Cahyana. Bogares, Tegal) dan (2) Pangeran Wali
Pangeran Jambu Karang ditonjolkan Prakosa (makamnya di desa Pekiringan,
sebagai raja Sunda yang masih kafir. Tokoh Karangmoncol, Purbalingga). Pangeran
ini diislamkan oleh Pangeran Atas Angin Wali Prakosa inilah yang disebut dalam
yang juga sedang memburu cahaya putih di Piagam Sultan Demak yang berasal dari
Pulau Jawa. Peristiwa perang kesaktian an- tahun Jawa 1503 sehingga ia merupakan
tara Pangeran Jambu Karang dengan Pa- tokoh sejarah, sedangkan Pangeran Jambu
ngeran Atas Angin yang diteruskan dengan Karang, Pangeran Atas Angin, Pangeran
masuknya Jambu Karang ke agama Islam Mahdum Kusen, dan Pangeran Mahdum
telah melahirkan toponim baru, misalnya Jamil adalah tokoh-tokoh legendaris dari
Grantung. Pangeran Atas Angin menikah Perdikan Cahyana.
dengan putri Pangeran Jambu Karang yang Pangeran Wali Prakosa mempunyai
bernama Rubiyah Bekti. Perkawinan mere- lima orang anak, yakni (1) Nyai Saratiman,
ka melahirkan lima orang anak, yaitu (1) (2) Kiai Pangulu (Panunggangan), (3) Pa-
Pangeran Mahdum Kusen (Kayu Puring) ngeran Estri menjadi istri Pangeran Mah-
yang dimakamkan di Rajawana, (2) Pange- dum Cahyana, (4) Kiai Mas Pekiringan, dan
ran Mahdum Madem (makamnya di Cire- (5) Kiai Mas Akhir. Sementara itu, Pange-
bon), (3) Pangeran Mahdum Omar (ma- ran Mahdum Tores berputra (1) Kiai Mas
kamnya di Pulau Karimun, Jepara), (4) Nyai Barep dan (2) Kiai Pekeh. Sepeninggal Pa-
Rubiyah Raja (makamnya di Ragasela, ngeran Mahdum Cahyana, tanah Cahyana
Pekalongan), dan Nyai Rubiyah Sekar (ma- dibagi menjadi tiga, yaitu (1) Grantung
kamnya di Jambangan, Banjarnegara). Se- untuk Kiai Pekeh, (2) Pekiringan untuk Kiai
telah empat puluh tahun di Cahyana, Pa- Mas Barep, dan (3) Makam untuk Nyai
ngeran Atas Angin kembali ke Arab. Saratiman.
Selanjutnya, Pangeran Mahdum Kusen Ketiga desa ini di kemudian hari menjadi
tampil untuk menggantikan kedudukan cikal-bakal 21 desa perdikan. Makam men-
ayahnya. Pada masa itu, Cahyana masih jadi delapan desa, Grantung menjadi tujuh
menjadi wilayah kerajaan Pajajaran (Sun- desa (lima Grantung dan dua Rajawana),
da). Pangeran Mahdum Kusen hendak me- dan Pekiringan menjadi enam desa (empat
lepaskan diri dari kekuasaan Pajajaran atas Pekiringan dan dua Tajug). Dengan demi-
wilayah Cahyana. Raja Pajajaran kafir me- kian, teks Cariyosipun Redi Munggul benar-
ngirimkan ekspedisi yang sangat besar benar menempati kedudukannya sebagai
untuk menggagalkan rencana separatisme buku sejarah bagi desa-desa perdikan di
itu. Pangeran Mahdum Kusen melakukan dua kecamatan di kabupaten Purbalingga
salat hajat. Tidak lama kemudian, muncul itu.
banyak lebah yang menyerang prajurit Pa-
jajaran. Namun, pada pertempuran pagi 4. Perdikan Cahyana dari Sumber Lain
harinya, para sahabat Pangeran Mahdum
Kusen terdesak oleh prajurit Pajajaran. Karya A.M. Kartosoedirdjo yang berjudul
Pangeran Mahdum Kusen meminta perto- Tjarijos Panembahan Lawet menjadi koleksi
Museum Sana Budaya, Yogyakarta. Pada

Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001 93


Sugeng Priyadi, Perdikan Cahyana

hakikatnya, naskah setebal 55 halaman itu Selain itu, ada dua teks silsilah yang
mencirikan teks tradisi Perdikan Cahyana, berjudul (1) Sudjarah saking Kandjeng Nabi
yaitu Cariyosipun Redi Munggul. Namun, SAW hamiwiti Kandjeng Nabi puputra
teks tersebut tampak pada halaman 4-41, Dhewi Fatimah lan saterasipun dhumugi
sedangkan halaman 41-55 merupakan tam- Kijai Suwela ingkang sumare ing Dusun
bahan teks yang sangat berarti bagi kajian Pakiringan Tjahjana dan (2) Sudjarahipun
budaya. Tambahan teks itu meliputi (1) Pangeran Djambu Karang Asal saking Pe-
Adat lan tata cara ing Siti Perdikan Cah- djadjaran miwiti saking Sijung Wanara dhu-
yana, (2) Braen, (3) Tandhak Lesung, (4) mugi Pangeran Makdhum Tjahjana. Teks
Katerangan dununging Pasareanipun Para itu terkandung dalam naskah yang disalin
Leluhur ing Siti Cahyana, (5) Piagem- oleh Ngisroen Mangoenwidjaja di Gunung
piagem, dan (6) Tabel tebihipun (jarak an- Batu, Bogor pada tanggal 2-8 Februari
tara situs yang satu dengan situs yang lain). 1972. Penyalin mengaku berasal dari Desa
Teks-teks tersebut juga dapat diman- Makam, wilayah Gunung Lawet, Perdikan
faatkan sebagai bahan pengkajian sejarah Cahyana, Purbalingga.
kebudayaan, sejarah kesenian, dan sejarah Teks pertama mengacu kepada silsilah
intelektual. Contohnya, A.M. Kartosoedirdjo kanan atau tradisi sejarah panengen yang
mencatat bahwa penduduk Cahyana memi- lazim dalam penulisan sejarah Jawa. Silsi-
liki banyak pantangan sehingga mereka lah tersebut hanya sampai pada tokoh Pa-
tidak berani melanggarnya, misalnya boten ngeran Mahdum Cahyana yang dikisahkan
wantun nyade sekul, sedhah lan wahan, tidak mempunyai keturunan. Pangeran
nyirik nanem kedele sarta sata, boten won- Mahdum Cahyana digantikan oleh dua
ten ingkang purun damel griya ingkang orang sahabatnya dari Demak yang ber-
agedheg plupuh lan apayon duk. Pantang- nama Kiai Pekih di Desa Grantung dan Kiai
an-pantangan semacam itu sangat menarik Suwela (bukan Kiai Mas Barep) di Desa
bagi penelitian sejarah intelektual di tingkat Pekiringan. Dalam teks Cariyosipun Redi
lokal. Munggul, kedua orang pengganti Pangeran
Naskah Sejarah Ragasela yang meru- Mahdum Cahyana adalah putra Pangeran
pakan manuskrip Museum Pusat Jakarta Mahdum Tores yang tinggal di Bogares,
(sekarang koleksi Perpustakaan Nasional) Tegal.
tampaknya hanyalah versi lain saja dari Teks kedua mencerminkan silsilah yang
teks Cariyosipun Redi Munggul yang sudah unik dengan urutan sebagai berikut: Siyung
dibicarakan pada tulisan yang lalu. Perlu Wanara—Prabu Kancana—Lingga Wesi—
diketahui bahwa Ragasela adalah tempat Lingga Yang—Lingga Wastu—Prabu Jam-
dimakamkannya Nyai Rubiyah Raja (putri budipa (Pangeran Jambu Karang). Silsilah
Pangeran Atas Angin). Sejarah Ragasela itu tidak lazim sebagaimana diberitakan
lebih menonjolkan kisah-kisah yang terfo- oleh teks-teks babad di Jawa Barat, mi-
kus kepada Pangeran Jambu Karang sam- salnya Prabu Kancana (Sutaarga, 1984: 25-
pai keturunan ketiga sehingga tidak mem- 27; bdk. Achmad, 1991: 19). Tokoh ini se-
bicarakan terbentuknya 21 desa Perdikan benarnya bukan tokoh babad, tetapi tokoh
Cahyana. sejarah karena tercantum dalam prasasti
Kisah-kisah yang berkaitan dengan Pa- Batutulis, yakni Rahiyang Niskala Wastu
ngeran Jambu Karang sudah ada yang di- Kencana (Atja, 1970: 7). Babad Galuh dan
terbitkan oleh Penerbit Soemodidjojo, Yog- Sejarah Galuh menyajikan silsilah sebagai
yakarta, pada tahun 1953, yakni Babad berikut: Siyung Wanara—Lutung Kasa-
Jambukarang. Kemungkinan besar teks rung—Lingga Hiang—Lingga Wesi—Lingga
terbitan ini berasal dari teks lokal Cahyana, Wastu—Susuk Tunggal. Keterangan kedua
yaitu Cariyosipun Redi Munggul. Kiranya babad ini bisa dibandingkan dengan pe-
struktur teks Babad Jambu Karang adalah nuturan teks berikut.
struktur teks Cariyosipun Redi Munggul. Teks Tedhakan Serat Soedjarah Joeda-
Silsilah yang disusun pun jelas-jelas me- nagaran yang terkandung dalam naskah
ngacu kepada teks lokal karena di situ su- koleksi Museum Sana Budaya (SB 69) se-
dah diuraikan terjadinya 21 desa perdikan. pintas lalu menyebutkan kisah Pangeran
Jambu Karang, yakni teks Salasilah Padja-

94 Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001


HUMANIORA

Volume XIII No. 1 Februari ■ 2001 Halaman 89 - 100

djaran tepangipoen kalijan hing Wirasaba 5. Jambu Karang: Tokoh atau Kerajaan?
Tojadjene. Dalam silsilah itu, Prabu Lingga Nama Jambu Karang bukanlah tokoh
Wesi mempunyai tiga orang putra, yakni (1) yang asing bagi masyarakat Perdikan Cah-
Prabu Lingga Karang atau Pangeran Jam- yana. Pendek kata, Cahyana itu identik
bu Karang (raja Pajajaran, makamnya di dengan Jambu Karang. Tradisi Cariyosipun
Gunung Lawet), (2) Prabu Lingga Gang- Redi Munggul memberitakan bahwa Pa-
gang atau Prabu Susuk Tunggal (raja ngeran Jambu Karang atau Adipati Men-
Pajajaran), dan (3) Prabu Lingga Larang dang (Mundingwangi) adalah putra Raja
(raja Bana Keling). Prabu Susuk Tunggal Pajajaran Prabu Brawijaya Mahesa Tan-
menjadi leluhur adipati Pasirluhur melalui dreman. Nama Jambu Karang berasal dari
Banyak Catra. Hal yang sama juga ditu- nama Gunung Jambudipa atau Gunung
turkan oleh teks Babadipun Dusun Perdikan Karang (di Karesidenan Banten). Karena
Gumelem. Teks tersebut diduga disusun bertapa di tempat itulah, Adipati Mendang
berdasarkan atas teks Tedhakan Serat itu disebut dengan nama Jambu Karang.
Soedjarah Joedanagaran di atas. Sepeninggal kakaknya, Mundingsari men-
Di luar perdikan Cahyana, naskah yang jadi raja Pajajaran. Tradisi Sadjarah Padja-
berisi kisah Pangeran Jambu Karang juga djaran Baboning Tjarios saking Adipati
ditemukan dalam teks Sadjarah Padjadjar- Wiradhentaha Boepati Prijangan Manon-
an Baboning Tjarios saking Adipati Wira- djaja menyebutkan bahwa Jambu Karang
dhentaha Boepati Priangan (Jilid 1) dan Sa- merupakan raja Pajajaran yang bergelar
djarah Padjadjaran Baboning Tjarios saking Prabu Lingga Karang atau Prabu Jambu-
Adipati Wiradhentaha Boepati Priangan Ma- dipa Lingga Karang (bdk. Soetjipto, 1986:
nondjaja (Jilid 2). Ada dua naskah yang 14-20). Jambudipa termasuk wilayah Paja-
berasal dari Jawa Barat mengandung teks jaran. Prabu Lingga Karang dalam tradisi
yang berjudul Tjarios Panembahan Djam- Salasilah Padjadjaran tepangipoen kalijan
boekarang Goenoeng Lawet. Hal itu sesuai Wirasaba Tojadjene memiliki dua orang
dengan kisah-kisah lama yang tersebar di saudara, yaitu Sri Prabu Lingga Ganggang
daerah perdikan yang menyatakan bahwa atau Prabu Susuk Tunggal yang menggan-
Cahyana dahulu termasuk wilayah kerajaan tikan kakaknya di Pajajaran dan Sri Prabu
Pajajaran. Nuansa kesundaan sangat tam- Lingga Larang yang menjadi raja di Keling.
pak pada toponim-toponim, misalnya Cika- Mereka bertiga adalah anak Prabu Lingga
rang (sekarang Kali Karang) atau Kali Wesi. Ada kemungkinan bahwa nama Jam-
Idheng (Cihideung). bu Karang berasal dari nama Lingga Ka-
Di desa Lebaksiu Kidul, Kecamatan Le- rang. Apalagi, di Cahyana mengalir Sungai
baksiu, Kabupaten Tegal terdapat adat- Karang (Cikarang).
istiadat berupa upacara religi Rebo Pung- A.M. Kartosoedirdjo (1941) dalam karya-
kasan yang menghubungkannya dengan nya yang berjudul Tjarijos Panembahan
tokoh leluhur Syekh Jambu Karang atau Lawet menyatakan bahwa ada dua orang
Darmakusuma yang makamnya berada di anak raja Pajajaran Prabu Silihwangi yang
bukit Tanjung. Upacara tersebut dilaksana- tidak muksa, yakni Raden Liman Sunjaya
kan pada hari Rabu terakhir pada bulan Sa- dan Raden Pamuragil. Raden Liman Sun-
par. Dengan demikian, secara sekilas dapat jaya yang bertapa di Gunung Jambudipa di
diperoleh gambaran bahwasanya sumber- kemudian hari berganti nama Pangeran
sumber yang berbicara tentang Pangeran Jambu Karang, sedangkan Raden Pamu-
Jambu Karang tidak hanya berasal dari ragil menggantikan kakaknya menjadi raja
Cahyana, tetapi juga berasal dari luar. Di Pajajaran. Dalam teks Sejarah Ragasela,
sini, ada kontak antarbudaya lokal yang Siyung Wanara mempunyai dua orang
merupakan cermin suara-suara milenium. anak, yaitu Ajar Jambu Karang dan Mas

Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001 95


Sugeng Priyadi, Perdikan Cahyana

Pamuragil. Di sini, tidak dikenal nama Ra- Keterangan-keterangan yang dijabarkan


den Liman Sunjaya. Alur teks Sejarah Ra- di atas menunjukkan bahwa tokoh Jambu
gasela sama dengan teks Cariyosipun Redi Karang menjadi tokoh legendaris di Cah-
Munggul, meskipun tokohnya berbeda. yana, bahkan mitologis. Keterangan terse-
Dalam karya yang lain, Diktat Riwajat but juga menampilkan banyak versi, mi-
Purbalingga, A.M. Kartosoedirdjo (1967) salnya ayah Pangeran Jambu Karang ber-
menyatakan bahwa Raden Liman Sujana beda, yaitu Prabu Brawijaya Mahesa Tan-
adalah adik Raden Banyak Catra dan Ba- dreman, Prabu Lingga Wesi, Prabu Silih-
nyak Wide, serta kakak Raden Banyak Be- wangi, atau Siyung Wanara. Perbedaan itu
labur. Ketika hendak bertapa, Liman Sujana disadari oleh penulis yang lain, Supanggih
menyerahkan tahta Pajajaran kepada adik- (1997) dalam karyanya yang berjudul Ka-
nya, yakni Raden Banyak Belabur. Kiranya rangmoncol dan Perkembangannya. Buku
A.M. Kartosoedirdjo sangat mengenal yang terakhir ini mencoba menjelaskan
Babad Pasir sehingga menghubungkan Pa- sejak sejarah Islam di Kecamatan Karang-
ngeran Jambu Karang (Liman Sunjaya atau moncol sampai dengan berdirinya Masjid Al
Liman Sujana) dengan raja Pajajaran, Muttaqien (sumbangan Yayasan Amal
Prabu Silihwangi. Anehnya, A.M. Kartosoe- Bhakti Muslim Pancasila).
dirdjo menampilkan nama Banyak Wide. Dalam penelitian Ekadjati (1982: 348-
Hal ini tidak lazim dalam teks Babad Pasir. 355) ditemukan adanya naskah Sunda,
Banyak Wide dalam teks-teks babad di Mangle Arum, berisi teks Ceritera Dipati
Jawa Barat dan Jawa Tengah adalah nama Ukur versi Bandung. Naskah itu ditulis oleh
lain Siyung Wanara. Haji Harun Al Rasyid pada masa penduduk-
Apa yang ditulis oleh Kartosoedirdjo di- an militer Jepang. Teks versi Bandung itu
acu oleh para penulis berikutnya. Sebagai dapat dibagi menjadi dua, yakni kisah le-
contoh, Tri Atmo (1984) dalam karyanya luhur Dipati Ukur dan kisah Dipati Ukur
yang berjudul Babad dan Sejarah Purba- sendiri. Pada bagian awal teks dikatakan
lingga. Namun, Tri Atmo memberikan pen- bahwa dahulu kala di wilayah Karesidenan
jelasan bahwa Raden Liman Sujana adalah Banyumas terdapat kerajaan Jambu Ka-
adik kandung Banyak Sasra (ayah Adipati rang yang berkedudukan di Purbalingga.
Warga Utama II, pendiri Banyumas). Rupa- Raja dan penduduknya masih beragama
rupanya, Tri Atmo dan Sasono (1993) Budha. Seorang bangsawan Arab yang ber-
mengubah penjelasannya mengenai Raden nama Syarif Abdurahman al-Qadri datang
Liman Sujana dalam karya Mengenal Pur- ke kerajaan Jambu Karang. Di situ, banyak
balingga. Kedua penulis tidak lagi menye- penduduk yang tertarik memeluk agama
butkan bahwa Liman Sujana adalah adik Islam. Raja Sunan Jambu Karang tidak
kandung Banyak Sasra. Mungkin, mereka suka kepada bangsawan Arab yang telah
ragu atas karya Tri Atmo yang terdahulu. mengislamkan rakyatnya sehingga mereka
Tri Atmo melakukan kesalahan dalam me- beradu tanding kesaktian. Singkat cerita,
ngacu karya Kartosoedirdjo, yaitu Banyak Sunan Jambu Karang kalah dan memeluk
Catra diubah menjadi Banyak Sasra. Mung- Islam beserta rakyatnya. Syarif Abdurah-
kin, ia terpengaruh teks Babad Banyumas man diambil sebagai menantu oleh Sunan
yang dikenalnya. Jambu Karang. Sesudah menikah, Syarif
Babad Banyumas versi Raden Oemar- Abdurahman berganti nama Pangeran Atas
madi dan M. Koesnadi Poerbosewojo Angin. Nama tersebut diambil dari tanah
(1964), tokoh Syekh Jambu Karang disa- asalnya (Arab) yang letaknya di atas khatu-
makan dengan tokoh mitologi wayang pas- listiwa. Setelah Sunan Jambu Karang
caperang Baratayuda, yakni Prabu Darma- wafat, Pangeran Atas Angin menggantikan
kusuma atau Yudhistira yang tidak dapat kedudukan mertuanya sebagai raja.
muksa. Syekh Jambu Karang bertemu de- Pangeran Atas Angin dengan istrinya
ngan Sunan Kalijaga. Di situ, Syekh Jambu (putri Jambu Karang) berputra Pangeran
Karang mendapat wejangan dari Sunan Cahya Luhur. Pangeran Cahya Luhur mem-
Kalijaga sehingga ia wafat dengan sempur- punyai anak, yaitu Pangeran Adipati Cahya-
na. na. Pada masa itu, Pangeran Adipati Cah-
yana tidak sampai menjadi raja karena dae-

96 Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001


HUMANIORA

Volume XIII No. 1 Februari ■ 2001 Halaman 89 - 100

rah kekuasaannya direbut oleh raja Ma- lasan Kilen meminta izin untuk menghadap
taram Panembahan Senapati. Putra Pange- Sultan Demak. Ketika ditanya dari mana
ran Adipati Cahyana yang masih kecil, asal-usulnya, Pangeran Wali Prakosa me-
Wangsanata, disingkirkan dari Jambu Ka- ngaku berasal dari desa Jiyana. Sultan
rang dan dititipkan kepada bupati Ukur Demak tidak mengenal Desa Jiyana. Yang
(Adipati Ukur Agung). Wangsanata diambil dikenalnya adalah Cahyana Karabal Minal
sebagai menantu oleh Adipati Ukur Agung Mukminin. Lalu, Sultan memerintahkan ke-
dan dikawinkan dengan Nyi Gedeng Ukur. pada Kaum Pangalasan Kilen agar meng-
Sepeninggal mertuanya, Wangsanata men- islamkan penduduk di daerahnya.
jadi Adipati Ukur. Tokoh yang terakhir ini Selanjutnya, Pangeran Wali Prakosa
sering disebut sebagai pemberontak. Na- mendapat piagam dari Sultan Demak yang
mun, masyarakat Sunda menganggapnya berbunyi “Ingsoen naloerekake wasijat
sebagai pahlawan. Dengan demikian, teks saking Mekah. Kagadhoeha marang Paman
Mangle Arum yang merupakan teks Ceri- Mahdum Wali Prakosa ing Tjahjana. Moela
tera Dipati Ukur versi Bandung mengenal soen gadhoehi noewalaningsoen, sabab
kerajaan Jambu Karang dengan rajanya dheweke ngrewangi ngelar agama Islam
Sunan Jambu Karang. ing Noesa Djawa. Soen loeloesake ing pa-
mardikane. Adja owah kaja adat kang woes
6. Pangeran Wali Prakosa dan Masjid kelakoe. Sing sapa ngowahana marang ka-
Agung Demak goenganingsoen boemi perdikan, ora soen
wenehi soeka chalal ing dunja toemeka
Pangeran Wali Prakosa merupakan to- ngacherat. Kenaa goetoek-oe’llah lan be-
koh historis karena tercantum namanya da- bendoening Allah.”
lam piagam Sultan Demak yang mengukuh- Teks piagam di atas adalah versi A.M.
kan Cahyana sebagai peperdikane Allah. Kartosoedirdjo. Dengan demikian, ada tiga
Tokoh-tokoh sebelumnya masih hidup da- versi teks piagam yang berhubungan
lam legenda rakyat atau karya historiografi dengan Pangeran Wali Prakosa, yakni (1)
tradisional. Pangeran Wali Prakosa adalah versi Hasselman, (2) versi salinan kade-
putra Pangeran Mahdum Jamil, cucu Pa- mangan, dan (3) versi A.M. Kartosoedirdjo.
ngeran Mahdum Kusen, buyut Pangeran Versi yang terakhir ini kiranya merupakan
Atas Angin, dan canggah Pangeran Jambu tradisi lisan yang hidup di dalam masya-
Karang. Pangeran Wali Prakosa tergolong rakat Perdikan Cahyana. Karena ada dalam
para pangeran yang dikeramatkan di Per- bentuk lisan, terbuka kemungkinan adanya
dikan Cahyana yang makamnya berada di korupsi teks. Namun, teks versi terakhir
desa Pekiringan, Kecamatan Karangmoncol pada intinya sama dengan versi pertama
yang terletak di belakang masjid Pekiringan dan kedua.
(Mugiono, 1999: 6-8). Pola hias saka guru Setelah penyerahan piagam, Sultan De-
masjid tersebut mirip dengan pola hias mak meminta kepada Pangeran Wali Pra-
Masjid Nursuleman di kota lama Banyumas kosa untuk membantu pembangunan Mas-
dan masjid di desa Gumelem (Kecamatan jid Agung Demak. Pangeran Wali Prakosa
Susukan, Banjarnegara). dikisahkan dalam tradisi Cahyana sebagai
Pada suatu hari, Pangeran Wali Prako- pihak yang menyanggupi permintaan Sultan
sa disarankan kakaknya, Pangeran Mah- Demak untuk melengkapi kekurangan se-
dum Tores, untuk pergi menghadap Sultan buah saka guru. Di situ, Pangeran Wali
Demak agar tanah Jiyana tidak diambil alih Prakosa dibantu oleh Sunan Kalijaga dalam
oleh orang lain. Sesampainya di Demak, membuat saka tatal. Jadi, saka tatal yang
Pangeran Wali Prakosa diterima oleh Kiai dikenal sebagai karya Sunan Kalijaga me-
Penghulu Khalipah Kusen. Pangeran Wali nurut tradisi Jawa selama ini mendapat
Prakosa yang disebut juga Kaum Panga-

Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001 97


Sugeng Priyadi, Perdikan Cahyana

tandingan dari tradisi Cahyana. Saka tatal bulkan oleh Allah bukan doa dari para Wali,
adalah karya Pangeran Wali Prakosa. Su- melainkan doa dari Pangeran Wali Prakosa.
nan Kalijaga hanyalah membantu pekerjaan Di samping itu, nama desa Pekiringan (se-
Pangeran Wali Prakosa seperti tampak harusnya Pakeringan) juga berasal dari
pada teks berikut “… Kacariyos Pangeran peristiwa pembangunan masjid di atas. Ter-
Kalijaga saweg tapa ing Giri Mlaka sidik kabulnya doa Pangeran Wali Prakosa men-
paningalipun, lajeng jengkar. Sadinten sa- jadikan Sultan saklangkung andadosaken
dalu saged dumugi ing Demak. Anjujug eringing penggalihipun, sarta sangsaya
lenggah ing pacrabakan, pinanggih kaliyan wewah asih dhumateng Ki Wali Prakosa.
Pangeran Wali Prakosa. Pangeran Kalijaga Kata ering tadi menjadi Pakeringan.
ataken, ‘Lho Si Anak napa sing dadi
bubuhan andika ?’ Ki Mahdum Wali Pra- 7. Penutup
kosa mangsuli, ‘Kula kabubuhan saka sa-
tunggal.’ Pangeran Kalijaga mangsuli malih, Pangeran Wali Prakosa menjadi penye-
‘Heh Anak kula kang bakal ambantu bar agama Islam di daerah Cahyana Purba-
anggrabahi sarta ngalus.’ Nunten Wali ka- lingga. Jadi, beliau termasuk Wali yang ber-
kalih wau enggal tumandang nyambut peran di tingkat lokal dan mendapatkan pe-
damel, sami mendhet tatal. Lajeng dipun ngakuan dari Sultan Demak melalui piagam
gulingaken kaping sakawan insya Allah yang diberikan. Pangeran Wali Prakosa
ta’ala iman tokhid ma’ripat Islam, tatal mempunyai lima orang putra, yaitu (1) Nyai
dados blabag, kaelus nunten dados balok.” Saratiman, (2) Kiai Penghulu Panunggang-
Pembangunan Masjid Agung Demak an, (3) Pangeran Estri (istri Pangeran Mah-
dilakukan oleh para Wali pada malam hari, dum Cahyana), (4) Kiai Mas Pakiringan,
tatkala lintang waluku menampakkan diri. dan (5) Kiai Mas Akhir. Di kemudian hari,
Namun, ketika fajar datang, bangunan Pangeran Mahdum Cahyana menggantikan
masjid itu kelihatan sirung atau dhoyong. kedudukan mertuanya karena anak lelaki
Para Wali kebingungan. Pangeran Wali nomor dua karem ing maksiyatan dan anak
Prakosa mengusulkan, “…Sami nunuwun keempat karem ing batal kharam, se-
ing Allah. Mangke kula dadosa palu, Para dangkan anak kelima menjadi sahabat ka-
Wali sanesipun dadosa gandhen.” Pange- kak iparnya. Makam Pangeran Wali Prako-
ran Wali Prakosa yang berdoa, sedangkan sa dipelihara dari penghasilan empat desa
Para Wali yang mengamini saja. Akan perdikan, yakni Pakeringan Lama, Pake-
tetapi, masjid tetap tidak berubah. Lalu, ringan Anyar, Pakeringan Kauman, dan Pa-
Para Wali berdoa, Pangeran Wali Prakosa keringan Bedhahan.
yang mengamini. Doa Pangeran Wali Pra-
kosa diterima Allah dan masjid berdiri de-
ngan tegak. DAFTAR PUSTAKA
Tri Atmo dan Sasono mencatat lain.
Para Wali yang berdoa terlebih dahulu dan
Pangeran Wali Prakosa yang mengamini. Achmad, 1991. Purbalingga ing Atiku. Pur-
Masjid tetap tidak bergerak. Kemudian, Pa- balingga: Seksi Kebudayaan, Depar-
ngeran Wali Prakosa yang berdoa dan Para temen Pendidikan dan Kebudayaan,
Wali yang mengamini. Doa Pangeran Wali Kabupaten Purbalingga.
Prakosa dikabulkan Allah dan masjid pun
berdiri dengan tegak. Nama Wali Prakosa Atja, 1970. Carita Ratu Pakuan. Bandung:
diberikan oleh Sultan Trenggana (versi lain Lembaga Bahasa dan Sedjarah Per-
hanya menyebut Sultan Demak, tanpa pustakaan Sundanologi.
nama) berkat keperkasaan doanya sehing-
ga pembangunan Masjid Agung Demak Atmo, Tri. 1984. Babad dan Sejarah Pur-
dapat berjalan dengan lancar. balingga. Purbalingga: Pemda Dati II
Agaknya versi yang kedua lebih diterima Purbalingga.
daripada versi pertama. Pada versi yang
pertama pun sebenarnya sudah mengarah Atmo, Tri dan Sasono. 1993. Mengenal
kepada pengertian bahwa doa yang dika- Purbalingga Daerah Tempat Lahir

98 Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001


HUMANIORA

Volume XIII No. 1 Februari ■ 2001 Halaman 89 - 100

Jenderal Sudirman. Jakarta: Pagu-


yuban Arsakusuma. Mugiono, 1999. Mengenal Perjuangan Pa-
ngeran Mahdum Wali Perkasa di
Behrend, T.E. 1990. Katalog Induk Naskah- Tanah Perdikan Cahyana Pekiring-
naskah Nusantara Jilid 1 Museum an. Jakarta: tanpa penerbit.
Sana Budaya Yogyakarta. Jakarta:
Djambatan & Ford Foundation. Oemarmadi dan Koesnadi Poerbosewojo.
1964. Babad Banjumas. Djakarta:
Behrend, T.E. & Titik Pudjiastuti. 1997. Amin Sujitno Djojosudarmo.
Katalog Induk Naskah-Naskah Nu- Padmapuspita, Ki J. 1966. Pararaton Teks
santara Jilid 3-A Fakultas Sastra Bahasa Kawi Terdjemahan Bahasa
Universitas Indonesia. Jakarta: Ya- Indonesia. Jogjakarta: Taman Siswa.
yasan Obor Indonesia-Ecole Fran-
çaise D’Extreme Orient. Slametmuljana, 1979. Nagarakretagama
dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta:
Boechari, M. 1977. “Candi dan Lingkungan- Bhratara.
nya.” Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indo-
nesia, Jilid VII, edisi Juli, No. 2. ———. 1983. Pemugaran Persada Sejarah
Leluhur Majapahit. Jakarta: Inti Idayu
Darmoredjo, S. 1986. Riwayat Hidup Sing- Press.
kat Bapak Supono Priyosupono. Ka-
rangmoncol: tp. Soekmono, 1977. Candi Fungsi dan Pe-
ngertiannya. Semarang: IKIP Sema-
Ekadjati, Edi S., 1982. Ceritera Dipati Ukur, rang Press.
Karya Sastra Sejarah Sunda. Jakar-
ta: Pustaka Jaya.

Hasselman, C.J. 1887. “De Perdikan


Dessa’s in Het District Tjahijana
(Afdeeling Poerbolinggo, Residentie
Banjoemas).” Tijdschrift voor het
Binnenland Bestuur, deel I: 72-104.

Kartosoedirdjo, A.M. 1941. Tjarijos Panem-


bahan Lawet. Jogjakarta: Museum
Sana Budaya.

———. 1967. Diktat Riwajat Purbalingga.


Selanegara: stensil.

Knebel, J. 1898. “Darmokoesoemo of Seh


Djambukarang, Desa Legenda uit
het Javaansch Medegedeeld.” Tijd-
schrift voor Indische Taal-, Land-, en
Volkenkunde van het Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen, deel XXXIX, 1:118-
127.

Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001 99


Sugeng Priyadi, Perdikan Cahyana

Soetjipto, Akhmad. 1986. Sejarah Singkat


Pangeran Wali Syekh Jambukarang
atau Haji Purwa dan Wali Sanga.
Yogyakarta: tanpa penerbit.

Steenbrink, Kareal A. 1984. Beberapa As-


pek tentang Islam di Indoensia Abad
ke-19. Jakarta: Bulan Bintang.

Supanggih, 1997. Karangmoncol dan Per-


kembangannya. Jakarta: tanpa pe-
nerbit.

Sutaarga, Moh. Amir. 1984. Prabu SilI-


wangi. Jakarta: Pustaka Jaya.

100 Humaniora Volume XIII, No. 1 Februari ■ 2001

Anda mungkin juga menyukai