Anda di halaman 1dari 2

DESA NGLERI

Singkat cerita, terdapat 2 raja di negara Mataram. Sang putra mahkota mengikrarkan diri sebagai
Susuhunan Amangkurat Amral dan berkedudukan di Banyumas, sedangkan adik putra mahkota atau
Pangeran Puger mengikrarkan diri sebagai Susuhunan ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panataga dan
berkedudukan di sisa-sisa rentuntuhan Kraton Pleret. Di kemudian hari, atas bantuan para bupati pesisir
dan VOC, Amangkurat Amral dapat menundukkan Trunajaya dan bermaksud membangun kraton baru di
Wanakerta atau yang kemudian dikenal sebagai Kraton Kartasura.

Disebutkan kemudian, juga terjadi peperangan antara Amangkurat Amral di Kartasura dengan
Susuhunan ing Ngalaga di Pleret untuk mempertahankan kedudukannya masing-masing. Pada akhirnya,
sejarah mencatat terjadi perdamaian antara Amangkurat Amral dan Susuhunan ing Ngalaga. Susuhunan
ing Ngalaga kemudian menyatakan kesetiaan kepada kakaknya dan menanggalkan gelar Susuhunan ing
Ngalaga kembali memakai gelar Pangeran Puger. Di kemudian hari, Pangeran Puger pindah ke Kartasura
dan membantu Amangkurat Amral dalam memerintah kerajaan.

Dikisahkan, sewaktu Pangeran Puger kembali ke Pleret dari Kartasura, ia memanggil para pengikutnya.
Siapa yang ingin mengikuti dirinya ke Kartasura diminta supaya mempersiapkan boyongan. Yang mau
menetap tinggal di Pleret dipersilakan, dan yang mau kembali ke desanya masing-masing juga
dipersilakan.

Ki Hongojoyo, keluarga dan para prajurit pengikutnya termasuk bagian yang ingin pulang ke desa
asalnya. Pada Sabtu Wage, 17 Jumadilawal 1604 Jawa atau 14 Juli 1680 M, Honggojoyo menghadap
Pangeran Puger untuk memohon diri pamit kembali ke Dhusun Karangkuwang. Pagi hari berikutnya, Ki
Honggojoyo, istri dan para pengikutnya melakukan perjalanan dari kraton Pleret menuju ke timur ke
arah perbukitan hutan di mana terletak Dhusun Karangkuwang.

Disebutkan bahwa Pangeran Pengalasan atau Raden Bondan Surati memiliki kakak perempuan yang
bernama Raden Ayu Tanjungsari. Ayu Tanjungsari tinggal di Song Putri, tempat sumber air yang berada
di sebelah barat Karangkuwang. Di tempat itu, ia menjalani laku prihatin sehingga disebut Kalipepe.
Pada suatu hari, datanglah Bondan Surati ke tempat tinggal Ayu Tanjungsari untuk memberitahukan,
bahwa atas petunjuk gaib dari Yang Maha Kuasa, maka laku prihatin mereka sebagai pelarian Majapahit
harus berpindah ke wilayah sebelah selatan. Sebagai penutup laku prihatin di Kalipepe, Ayu Tanjungsari
kemudian menyiapkan ubarampe bermaksud melaksanakan kenduri untuk berpindah tempat.

Setelah selesai mengabdi kepada kerajaan Mataram di Kraton Pleret, rombongan Ki Honggojoyo kembali
pulang ke kampung halaman mereka di Dusun Karanguwang atau Pocung. Dusun Karangkuwang atau
Pocung terletak di kawasan pegunungan dan hutan lebat di sisi sebelah timur negara agung Mataram.

Dalam perjalanan pulang, hampir sampai di Dhusun Karangkuwang, mereka melintas sumber air Song
Putri, tempat di mana Raden Ayu Tanjungsari dan para pengikutnya melakukan lalu prihatin. Pada saat
rombongan Ki Honggojoyo melintas, Ayu Tanjungsari dan para pengikutnya sedang mempersiapkan
pelaksanaan kenduri.

Pada awalnya, para pengikut Raden Ayu Tanjungsari itu curiga melihat kedatangan rombongan orang
asing yang masih berciri khas sebagai prajurit Mataram. Setelah diketahui maksud perjalanan mereka
hanya sekadar melintas dan akan pulang ke kampung halaman, maka rombongan yang diketahui sebagai
Ki Honggojoyo dan pengikutnya tersebut kemudian justru dipersilakan beristirahat di Kalipepe. Mereka
diminta mengikuti kenduri penutup laku prihatin dan pindahan Raden Ayu Tanjungsari.

Pada saat kenduri di Kalipepe terjadi peristiwa ajaib. Nasi gurih yang dimasak dengan “Kendhil Merica”
milik Raden Ayu Tanjungsari tersebut tiada habis sewaktu diambil dan “dieleri” atau ditumpahkan ke
papan nasi serta dibagi-bagikan dengan wadah daun jati. Semua peserta kenduri dari kedua rombongan
mendapatkan pembagian nasi tanpa kurang sedikitpun.

Guna mengingat peristiwa tersebut, Sri Tanjungsari berpesan kepada Ki Honggojoyo yang akan menetap
di dhusun Karangkuwang, agar tempat yang akan menjadi tempat tinggal Ki Honggojoyo dan sanak
saudaranya diberi nama “Ngeleri” atau “Ngleri”.

Nama itu sekaligus sebagai pengingat, bahwa laku prihatin dan perjalanan hidup para perintis dhusun
dan sikap manekung kepada Gusti Pangeran Bawana Langgeng akan mendatangkan berkah bagi para
anak-cucu yang bermukim di tempat tersebut.

Sumber: Kabar Handayani: Buku Dumadine Desa Ngleri, 2018.

Nama: Rachmawati Dyah Islami

No: 26

Kelas: XII MIPA 3

Anda mungkin juga menyukai