Anda di halaman 1dari 4

13.

Pangeran Jaya Sentika (Raden Abdul)


Dari Rodovid ID

Orang:1294763
Marga (saat dilahirkan) Al Mahasin
Jenis Kelamin Pria
Nama lengkap (saat dilahirkan) 13. Pangeran Jaya Sentika
Nama belakang lainnya Raden Abdul
Orang Tua

♂ 2. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin / Pangeran Dipati [Kasultanan Banten]

Momen penting
lahir: Kasunyatan, Banten Hirarki Lengkap

Keturunan (Inventaris)
kelahiran anak: ♂ 2. Raden Sura Jaya [Jaya Sentika]

kelahiran anak: ♂ 1. Pangeran Syafiudin Jaya [Jaya Sentika]

perkawinan: ♀ 2. Ratu Ummu Salamah [Mansyur]

penguburan: Gunung Kupak, Ciomas, Banten (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ciomas,_Serang)

Catatan-catatan
SUMBER :

1. BABAD Banten

2. Catatan Keluarga Drs. R (Tb) H. Achmad Arslan Jayasentika, M. Sc (Juru Sejarah Bani Jayasentika).

3. Catatan Keluarga Tb. Safaruddin Jayasentika (Ketua Umum Dzurriyyat Panembahan Maulana Yusuf Pekalangan Gede, Banten
1570 - 1580).

4. Buku Nasab Induk : Keluarga Pangeran Jaya Sentika (Jakarta)

Ahli Waris: R (Tb). Dika Syah Bachri, S. ikom Bin R (Tb) H. Agus Iriansyah, SE, MH Bin R (Tb) H. Sa'aman Bachri

== PENINGGALAN PUSAKA ==

(Menyusul)

== SEJARAH SINGKAT ==

Kisahnya di Kesultanan Banten memang tidak banyak yang tahu karena data - data informasi yang sedikit dan hanya anak
keturunannya saja yang mengetahui berdasarkan cerita (oral) turun temurun serta sedikit catatan keluarga yang ada.

Raden Jaya Sentika memiliki nama kecil Raden Abdul, lahir pada tahun 1710 SM di Kasunyatan (Banten) dari seorang ibu Permaisuri
Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin yang bernama Ratu Rochimah binti Ratubagus Jaya Haji bin Patih Mangkubumi/Pangeran
Arya Mandura Raja bin Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir (Sultan Banten ke – IV)

Menurut cerita oral, Raden Jaya Sentika berperawakan tinggi (lebih tinggi diantara lelaki seusianya), berbadan tegap, berdada bidang,
berkulit kuning Langsat (bersih), berhidung mancung, berambut lurus seleher sedikit bergelombang dan berwajah seperti orang
(keturunan) Arab dan bicaranya lugas penuh wibawa.

Raden Jaya Sentika kecil dibesarkan dilingkungan Keraton, seperti anak - anak Sultan yang lainnya, beliau dididik Ilmu Agama, Ilmu
Tata Negara dan Ilmu Beladiri sejak belia. Hingga tumbuh menjadi remaja yang cakap dan tangguh. Keberanian dan ketegasan sudah
nampak dari kecil, sehingga ia tak pernah takut menyuarakan kebenaran. Tutur katanya lugas , terarah dan tak pandai basa - basi,
maka tidak seorang pun yang tidak memahami ucapannya. Wataknya pendiam tak banyak bicara namun tegas ketika menegakkan
amar ma'ruf nahi munkar. Inilah bibit awal yang membuatnya tidak disukai oleh banyak pihak, VOC atau bangsawan Istana kala itu.

Semenjak kecil ia telah dibekali Ilmu Beladiri yang mumpuni, mulai dari teknik berpedang (golok sabet), memanah, berkuda, serta
lelaku batin pun sudah menjadi makanan pokok sehari - hari. Beliau pun dikenal piawai memainkan beragam senjata perang. Meski
demikian, pondasi agama yang baik membuat dirinya tetap menjunjung tinggi nilai – nilai adat dan norma – norma kemanusiaan.
Dimata rakyatnya, ia dikenal sebagai seorang pangeran yang suka menolong. Kepribadiannya yang tak mau dikenal membuat dirinya
seakan tak punya peran sehingga jasanya terasa sukar tuk dikenang.

Dimasa hidupnya, kondisi Istana kala itu memang sudah tidak sehat. Korupsi merajalela, Keselewengan terjadi didepan mata dan itu
dilakukan bukan hanya oleh Belanda namun juga dari keluarga Istana. Rakyat dibebani aturan - aturan yang menyiksa dan tak ada
yang bisa menghentikannya. Rakyat tak lagi percaya kepada pemerintah, Kesultanan Banten kehilangan marwah, rakyat memberontak,
tingkat kejahatan menjulang tinggi, walaupun masih dapat dipadamkan namun situasi ini sangat memilukan. Seperti halnya api yang
senantiasa siap berkobar hanya tinggal menunggu pemantiknya saja.

Kira - kira pada tahun 1730 H saat usia sang Pangeran menginjak (-+) 20 tahun, ia meminta izin kepada ayahandanya untuk pergi
mendalami agama ke negeri Arab, namun tidak di izinkan karena usianya yang masih terbilang muda, singkat cerita dipertemukanlah
ia dengan Syeikh Haji Mansyur, seorang ulama Thariqah di Banten kala itu, beliau seorang Mursyid Thariqah Syattariyah yang
masyhur akan kewaliannya. Meski sikapnya terkadang Khawariqul ‘Adat (diluar kebiasaan). Konon ceritanya, ketika pertama kali ingin
berguru, sang Pangeran diminta untuk berkhalwat serta berpuasa sebelumnya disebuah gua yang letaknya dipinggir pantai (masih
wilayah banten). Selama 100 Hari, namun ketika perutnya terasa lapar tiba - tiba datang seekor harimau yang membawa persediaan
makanan. Jika persediaan telah habis, ia akan kembali datang. Kemudian setelah selesai berkhalwat 100 Hari, bertemulah sang
Pangeran dengan sesosok Kakek - kakek berjubah putih, bersurban Hijau dan bertongkat. Menurut cerita senyap, harimau yang selalu
datang membawakan makanan adalah Santri Syeikh Haji Mansyur dari Bangsa Jin. Sementara kakek - kakek itu adalah Nabiyullah
Khidir a.s.

Jika ada cerita turun temurun yang menyebutkan bahwa Raden Jaya Sentika merupakan pengamal Thariqah, itu tidak salah. Karena
memang Syaikh Haji Mansyur adalah salah seorang gurunya. Kedekatannya bahkan bukan hanya sebagai murid dan guru, melainkan
sudah seperti ayah dan anak. Hingga kemudian dinikahkan dengan salah seorang putrinya yang bernama Nyai Ratu Ummu Salamah /
Nyai Umi. Tidak banyak cerita mengenai istrinya, akan tetapi dari pernikahan ini ia memiliki keturunan.

Kiprahnya dalam pemerintahan dimulai ketika usianya (-+) genap 24 tahun, ia menjabat sebagai Patih Gulegeseng, Jabatan yang setara
dangan Adipati saat itu, tugasnya antara lain sebagai pengawal pribadi sultan dan kepala keamanan Istana/Keraton Surosowan dan
menjadi benteng paling depan tatkala berhadapan dengan musuh membawahi 60 Pasukan Elit Kerajaan yang siap bertaruh nyawa
demi kejayaan Kesultanan Banten.

Pada saat Kesultanan Banten kisruh di zaman Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin yang disebabkan oleh kesewenang - wenangan
yang dilakukan sang Permaisuri Syarifah Fathimah (Wanita Keturunan Arab) Janda seorang Letnan Melayu di Batavia. Beliau
merupakan Pioneer dari kalangan Istana yang pertama melakukan pemberontakan terhadap kezaliman yang dilakukan sang
Permaisuri yang bersekutu dengan VOC untuk merampas kekuasaan dengan cara menyingkirkan Sultan Muhammad Syifa’ Zainul
Arifin dan Pangeran Gusti selaku putra mahkota. Kondisi semakin memburuk tatkala Kompeni mengangkat Pangeran Arya Adisentika
bin Sultan Abul Mahasin menjadi Sultan sepihak dengan gelar Sultan Abul Ma’ali Muhammad Wase’ Zainul ‘Alimin pada tahun 1752

Puncaknya, Pangeran Jaya Sentika mengambil komando, bersama para ponggawa kerajaan serta beberapa keluarga Istana memberi
perlawanan demi menyelamatkan marwah sang Sultan dan Negaranya dengan membuat kekacauan dari dalam Istana dan kekacauan
didaerah Caringin dan Kota Surosowan. Namun pasukan VOC dan sekutu terlalu kuat sehingga membuat para ponggawa banyak
meregang nyawa. Kemudian, dengan sisa pasukan serta keluarga yang ada dalam barisan, mencoba keluar dari kota pergi menuju
pedalaman dan bergabung dengan Laskar Rakyat Banten yang dipimpin oleh Ratubagus Buang dan Ratubagus Mustapa (Ki Tapa) yang
sebelumnya telah memulai pertempuran diluar Keraton. Basis perjuangan awal didaerah Gunung Sari, Serang, Banten. Kemudian
bergerak ke Batavia, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Jasinga, Anyer hingga Ujung Kulon. Pangeran Jaya Sentika pun seperti Ratubagus Buang
dan Ki Tapa yang menjadi buruan musuh, pasukan Belanda dan sekutu dibuat geram dan kewalahan. Pasalnya, ketiganya begitu cerdik
dan sulit dihentikan langkahnya.

Pertempuran terus terjadi, korban pun semakin banyak berjatuhan, mulai dari kalangan Rakyat hingga Bangsawan keluarga
Kesultanan pun tak luput menjadi sasaran. Sungguh Belanda dan sekutu biadab! Akhirnya, Pangeran Jaya Sentika tak mampu lagi
melihat kerabat dan keluarganya menjadi korban. Istri pertamanya wafat dalam pelarian dikarenakan sakit dan dimakamkan di
daerah Ciomas, dekat gunung sari. Beliau pun menitipkan anak dari istri pertamanya ini kepada Pangeran Darmakusuma, Adik dari
lain ibu (Dikemudian hari anaknya saling dinikahkan) sementara ia melanjutkan perjuangan.

Pangeran Jaya Sentika kembali mengatur siasat agar sisa pasukan yang ada bisa selamat, dengan perbekalan yang terkuras dan tak
ada jalan lain selain menerobos pasukan lawan yang telah mengepung dari segala arah, akhirnya beliau berpencar dengan barisan
yang lain mencoba mengecoh musuh. Karna kecerdasannya dimedan perang beliau berhasil memecah pasukan lawan dan lolos dalam
kejaran.

Menurut riwayat Drs. R (Tb) H. Achmad Arslan, M. Sc (Mang Entus Mamay), "Pangeran Jayasentika itu licin dan lihai, ia cerdas dalam
mengecoh lawan dan selalu berhasil meloloskan diri dari kepungan dan kejaran Belanda/Sekutu",

Didalam pelariannya sampailah ia di Pamijahan, Tasik, Jawa Barat. Disana ia berniat menemui sahabat gurunya yaitu Syeikh Abdul
Muhyi bin Lebe Warta Kusuma (Syaikh Abdul Jalil), disana ia pun sempat berguru kepada sang Syeikh dan dinikahkan dengan putri
gurunya yang bernama Nyi Rd. Ayu Chatisah, kemudian setelah itu dibawalah sang istri ke Gunung Sari, Ciomas, Banten. Menurut
cerita Mang Entus Mamay, Dimasa tuanya, Pangeran Jaya Sentika menghabiskan sisa usianya sebagai guru Thoriqot Syattariyah dan
dikenal dengan nama Syeikh Abdul Wakhid, beliau pun tinggal dan wafat (dimakamkan) di Gunung Kupak, Ciomas, Banten. Namun
menurut riwayat keluarga penulis, menjelang akhir hayatnya beliau balik ke Kasunyatan kemudian wafat dimakamkan bersebelahan
dengan pasaréan Sultan Muhammad Waseh Zainul Alimin, kakak kandungnya dikomplek pemakaman Sultan, Cikoplok, Kenari, Banten.

Wallahu A'lam bish-Shawab.

Riwayat keluarga Gunung Sari dan Halim.

(Bersambung...)

Sumber-sumber
1. ↑ DPMY_Logo.JPG -
Dari kakek nenek sampai cucu-cucu
 
Kakek-nenek Orang Tua == 3 == Anak-anak Cucu-cucu

♂ 2. Pangeran Purbaya ♂ 1. Sultan Abu'l F ♂ 1. Sultan Muha ♀ 1. Ratu Ayu Mazmum ♂ 1. Pangeran H. Chusen
lahir: 1661 lahir: Kasunyatan, Seran
perkawinan:
♀ Raden A gelar: 1687 - 1690, Sulta gelar: 1733 - 1747, Sulta wafat: Darul Haram, Ka
♂ 5.f Pangeran
t 18 M Sugiri/Pa
t 1732 (F ♂ 3. Pangeran Say ♂ 2. Sultan Muha ♂ 1. Pangeran Syafiudin
lahir: 1673c, (1631+27+1 lahir: Kasunyatan Bante ♂ 3. R (Tb) Dul Latief
gelar: 1752 - 1753, Sulta perkawinan:
gelar: 1843 - 1850 Wedh f t Sik l k K i
♂ 3. Pangeran Arya Inga ♂ 4. Pangeran Fadhludin ♂ 51. Raden Darma Kus
lahir: 1665c lahir: Kroya Lama, Kasu
♂ 2. R (Tb) H. Mulafar
wafat: Kroya Lama, Kas
♂ 4. Pangeran Arya Abd ♂ 5. Pangeran Ja’farrud ♂ 8. Pangeran Ardi Kusu
lahir: 1669
♀ 4. Ratu Afiah
♂ 6. Tubagus Rajasuta ♀ 6. Ratu Muhammad A ♀ 2. Ratu Ummu Salama
perkawinan: ♂ 13. Pang

♂ 2. Raden Sura Jaya ♂ Raden Irfan


♂ 7. Tubagus Rajaputna ♀ 7. Ratu Rohimah ♀ 9. Nyi Raden Ayu Cha

♂ 8. Tubagus Husen ♀ 8. Ratu Hamimah ♂ 13. Pangeran Ja

lahir: Kasunyatan, Bant


♂ 9. Raden Mandaraka ♂ 9. Pangeran Ksatrian k i

♂ 10. Pangeran Sake / R ♀ 10. Ratu Mumbay (Ra


lahir: 1675c

♂ 11. Raden Rum ♀ Ratu Rohimah


perkawinan: ♂ 2. Sultan

♂ 12. Raden Mesir ♂ 2. Sultan Abul M

perkawinan: ♀ Ratu Roh


gelar: 1690 - 1733 Sulta
♂ 13. Reden Muhamma

♂ 14. Raden Muhsin

♂ 15. Tubagus Wetan

♂ 16. Tubagus Muhamm

♂ 17. Tubagus Abdul

♀ 18. Ratu Baja Mirah

♂ 19. Tubagus Kulon

♀ 20. Ratu Kidul

♀ 21. Ratu Marta

♀ 22. Ratu Adi

♀ 23. Ratu Umuk

♀ 24. Ratu Hadija


♀ 25. Ratu Habibah

♀ 26. Ratu Fatimah

♀ 27. Ratu Asyiqoh

♀ 28. Ratu Nasibah

♀ 29. Ratu Ayu / Siti Kha


perkawinan: ♂ Syekh Yu

♂ 1. Sultan Haji /

lahir: 1658c, (1631+27)


gelar: 1683 - 1687 Sulta

Kakek-nenek Orang Tua == 3 == Anak-anak Cucu-cucu

Abdul Muhyi Al Mahasin Jaya Sentika Kasultanan Banten Manduraraja Mansyur Diperoleh dari
"https://id.rodovid.org/wk/Orang:1294763"

Halaman ini terakhir diubah pada 20:38, 28 November 2020.


Seluruh teks tersedia dalam naungan CC-BY License 2.5.

Anda mungkin juga menyukai