Anda di halaman 1dari 37

BAB IV

JARINGAN ULAMA CIREBON ABAD 19


A. Jaringan Ulama Cirebon Abad 19 Melalui Keilmuan Nasab
Memasuki abad 19, perkembangan tarekat di dunia Islam semakin
menjamur dan beragam. Keberadaan aliran tarekat pada abad ini menjadi salah
satu kunci terbangunya jaringan ulama baik lokal maupun internasional. Jika
perkembangan tarekat pada abad ke 17 dan 18 pada masa Syekh Abd al-Rauf al-
Singkili (1615-1693), Nurudin al-Raniri (w.1658), Samsudin as-Sumatrani
(w.1630), Hamzah Fansuri dan Syekh Yusuf al-Makassari (1626-1699) lebih
menonjolkan pada keragaman pemikiran dalam khazanah intelektual Islam Sufi1,
maka berbeda dengan perkembangan tarekat pada abad 19 yang justru banyak
diwarnai dengan peristiwa pemberontakan dan gerakan sosial dalam upaya
membebaskan rakyat dari belenggu penjajah.

Terkait dengan tokoh-tokoh ulama tarekat pelopor gerakan sosial adalah


antara lain, Syekh Abdul Karim al-Bantani, Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh
Tolhah Kalisapu Cirebon, KH. Hasan Maulani Kuningan Cirebon, KH. Soleh
Zamzami Benda Kerep Cirebon, KH. Abdul Jamil Buntet Cirebon, KH. Abbas
Buntet Cirebon, Mbah Muqoyyim Buntet Cirebon, dan para ulama taekat yang
lain2. Di Cirebon, peran tarekat sangat penting sekali bagi keberlangsungan
jaringan ulama tarekat dan ulama pesantren, yang mana keduanya saling berkaitan
satu sama lain. Kebanyakan para ulama pesantren, mereka adalah ulama tarekat
dan kebanyakan para ulama pesantren dan tarekat ini adalah keturunan Sunan
Gunung Jati dari beragam jalur.

Fenomena tarekat abad 19 ini, terjadi benturan dengan gerakan


pembaharuan Islam yang terjadi di Makkah yang dipelopori oleh Syekh

1
Azyumardi Azra, Op. Cit, hlm 136. Lihat juga Erawadi, Op. Cit, hlm 96
2
Fenomena tarekat di abad 19 ini sebagaimana yang terjadi di Jawa Tengah dan Jawa
Timur yang diseberkan oleh tokoh-tokoh ulama seperti KH. Abdul Hadi Jawa Tengah, KH.
Arwani Kudus dan Kiai Hasan Askari sebagai pengamal tarekat Nakhsabandiyah, sementara di
Jawa Timur sendiri mengalami perkembangan tarekat yang sama yakni Kiai Usman sebagai
pengamal tarekat Nakhsabandiyah yang kelak punya santri KH. Hasyim Asy’ari. Nur Khalik
Ridwan, Op. Cit, hlm 92-93.
Muhammad bin Abdul Wahab yang nanti terkenal dengan istilah kelompok Islam
Wahabi atau Salafi. Pada awal abad ke 19, ada tiga alumni Haji dari Sumatra
Barat yakni Haji Miskin, Sumanik dan Haji Abdurrahman.

Ketiga seragkai haji ini banyak dipengaruhi pemikiran Syekh Muhammad


bin Abdul Wahab di Makkah (1703-1729) yang berkeyakinan bahwa Islam harus
bersih dari pengaruh sinkretis yang bercampur dengan tradisi-tradisi lokal dan
praktek-praktek sufisme.3 Dari sini bisa kita lihat bahwa secara umum,
perkembangan tarekat menemui tantangan yang berat dengan munculnya gerakan-
gerakan pembaharuan Islam yang bertujuan mengapus tradisi Islam Sufisme
karena dianggap bertentangan dengan syari’at Islam.

Meskipun secara umum perkembangan tarekat mengalami tantangan yang


demikian, akan tetapi perkembangan tarekat di Cirebon justru menjamur dan
bahkan, di Keraton, pesantren dan pengguron banyak bermunculan ulama-ulama
pengamal tarekat terutama tarekat Syattariyah antara lain seperti KH. Mas
Muhammad Arjain (Penghulu Keraton Kanoman), Pangeran Harja Hujulaningrat
Kacirebonan, Pangeran Raja Kanoman (Keraton Kanoman), Ratu Raja Fatimah
binti Sultan Raja Muhammad Zulkarnaen (Keraton Kanoman), KH. Hasan
Maulani Lengkong, KH. Muhammad Idrus (Pesantren Lengkong), Abah
Mutawali (Pesantren Cilimus Kuningan), Pangeran Padmaningrat (Pengguron
Kaprabonan), Kiai Bagus Kasyfiyah (Wanantara), Kiai Bidin (Cilimus) dan
ulama-ulama yang lain. Semua tokoh-tokoh yang disebutkan di atas adalah tokoh
ulama tarekat Syattariyah.

Salah satu tokoh ulama tarekat yang lain yang juga gencar melakukan
perlawanan terhadap kolonial adalah Syekh Tolhah Kalisapu. Ia merupakan ulama
penganut tarekat Qadiriyah wan Nakhsabandiyah yang berguru langsung ke
Makkah kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas Kalimantan Barat.4 Di Makkah
Syekh Tolhah bertemu dengan kwan-kawanya dari Nusantara seperti Syekh
Abdul Karim al-Bantani, dan ulama lainya yang sudah disebutkan sebelumnya.

3
Didin Nurul Rosidin, Op. Cit, hlm 3
4
Bibit Suprapto, Op. Cit hlm 198
Sebagaimana landasan teori yang penulis sampaikan pada bab satu terkait dengan
geneologi keilmuan sanad dan nasab ulama Cirebon terutama mereka yang
mempunyai ijaza dan sanad keilmuan yang jelas dari guru ke guru mereka hingga
bersambung pada sang pendiri tarekat dan kemudian berlangsung sampai
Rasulullah. Berikut sanad keilmuan ulama-ulama pengamal tarekat di Cirebon.

1. KH. Amin Sepuh Babakan Ciwaringin (1879-1972)


Sosok ulama dari Pesantren Babakan Ciwaringin yang bisa kita lacak
setelah Kiai Jatira adalah KH. Adzro’i, yakni sosok ulama sekaligus guru dari
Syekh Tolhah Pesantren Kalisapu Gunung Jati Cirebon. Tidak banyak riwayat
mengenai KH. Adzro’i, yang jelas ia mempunyai putra bernama KH. Isma’il
(1225 H / 1800 M) yang kemudian meneruskan Pesantren Babakan Ciwaringin.
KH. Isma’il mempunyai murid yang terkenal sakti dan ‘alim yakni KH. Amin
Sepuh (1879-1972) bin KH. Arsyad. KH. Amin Sepuh merupakan ulama yang
juga membangun jaringan intelektual dengan Timur Tengah.
Dalam pengembaraan intelektualnya, KH. Amin Sepuh belajar di
Pesantren Sukanasari Plered Cirebon di bawah bimbingan KH. Nasuha dan
belajar di Pesantren Jatisari dibawah pimpinan KH. Hasan. Pada pada 1893 ia
belajar di Pesantren Bangkalan Madura di bawah bimbingan KH. Cholil
Bangkalan bersama KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama5 dan KH.
Abdul Karim (1856-1954) pendiri Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur, KH.
Maksum Lasem (1870-1972).6 KH. Amin Sepuh juga menimba ilmu di Makkah
di bawah bimbingan Mahfudz Termas Pacitan (1842-1917).7 Syekh Mahfudz
Termas merupakan ulama hadits yang menjadi rujukan utama KH. Hasyim
Asy’ari. Ulama-ulama yang seangkatan Syekh Mahfudz Termas antara lain Syekh
Nawawi al-Bantani, Syekh Abdul Karim al-Bantani, KH. Cholil Bangkalan
Madura, Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Nahrawi dan ulama-ulama
seangkatannya yang sama-sama belajar di bawah bimbingan Ahmad Khatib

5
KH. Zamzami Amin, Ibid, hlm 80
6
H. Asep Bahtiar dkk, Pesantren Lirboyo, Sejarah, Peristiwa, Fenomena dan Legenda,
(Lirboyo, BPKP2L, 2010), hlm 52
7
Bibit Suprapto, Op.Cit, hlm 404
Sambas Kalimantan Barat. Maka besar kemungkinan KH. Amin Sepuh ketika
belajar di Makkah selain berguru kepada Syekh Mahfudz Termas juga berguru
kepada ulama-ulama yang seangkatan dengan Syekh Mahfudz Termas.
Selain itu, KH. Amin Sepuh juga berguru kepada KH. Muhammad Joharul
Arifin (1870-1941/2) dari Pondok Pesantren Balerante Palimanan Cirebon.8
Adapun para ulama murid-murid dari KH. Amin Sepuh antara lain: Kang Ayip
Muh Pesantren Jagasatru Kota Cirebon, KH. Buya Syakur Yasin Pesantren
Candan Pinggang Indramayu, KH. Abdullah Abbas Buntet Pesantren, KH.
Syukron Makmun, KH. Hannan, KH. Sanusi, KH. Machsuni Kwitang, KH dan
ulama-ulama yang lain.
KH. Amin Sepuh tercatat sebagai salah satu pahlawan dalam perang 10
November 1945 di Surabaya yang ditunggu kehadirannya bersama KH. Abbas bin
KH. Abdul Jamil Buntet Pesantren. Cerita ini disampaikan oleh Kh. Abdul Mujib
Ridwan bin KH. Ridwan Abdullah pencipta lambang NU.
Adapun silsilah nasab KH. Amin Sepuh Babakan Ciwaringin ini adalah:

Sunan Gunung Jati



Pangeran Pesarean Muhammad Arifin

Pangeran Sedangkemuning (Dipati Carbon I)

Pangeran Mas Panembahan Ratu I

Pangeran Sedang Gayam

Pangeran Karim Panembahan Girilaya

Pangeran Martawijaya Samsudin (Sultan Kasepuhan I)

Sultan Jamaludin

8
Omi Bustoni, Op. Cit, hlm 119
Sultan Jaenudin

Sultan Jaenudin Amir Sena

Syakh Idrus

Syekh Ahmad Baidowi

Nyai Qoraitin

Nyai Maria + KH. Arsyad

KH. Amin Sepuh Babakan Ciwaringin9

2. KH. Sholeh Zamzami (1826)


Sosok KH. Soleh Zamzami merupakan ulama yang banyak dipercaya oleh
masyarakat Benda Kerep memiliki banyak karomah dan kekuatan supranatural
yang mengagumkan dari KH. Soleh Zamzami bin Kiai Raden Muta’ad Buntet.
Sosok ulama ini merupakan perintis Pondok Pesantren Benda Kerep, pondok yang
terkenal dengan sistem salafnya dan cendrung bernuansa tasawuf dalam
kesehariannya. Pondok Pesantren Benda Kerep sangat erat kaitanya dengan
Pondok Pesantren Buntet yang diteruskan oleh KH. Abdul Jamil dan Gedongan
yang didirikan KH. Muhammad Sa’id. Ketiga pondok pesantren ini membangun
jaringan ulama melalui keilmuan sanad dan nasab yang tidak lepas dari sosok KH.
Anwarudin Kriyani dan Kiai Raden Muta’ad Buntet Pesantren.
Keberadaan Pesantren Benda Kerep tidak lepas dari peran Sultan Raja
Muhammad Zulkarnaen, sultan Kanoman VIII (1873-1934) yang menghibahkan
tanah yang awalnya bernama Cimeuweuh yang kelak menjadi Pesantren Benda
Kerep. Besar kemungkinan pesantren ini berdiri sekitar ahir abad 19 jika merujuk
pada tahun masa pemerintahan Sultan Zulkarnaen. Ulama sebelumnya yang diutus
Sultan Zulkarnaen adalah Mbah Layaman dari Solo, akan tetapi ia tidak berhasil

9
Silsilah ini berasal dari Data Silsilah Keraton Kanoman dan telah dicek akurasinya oleh Dr.
Ahmad Opan Safari Hasyim, M. Hum
membuka tanah Cimeuweuh tersebut karena kekuatan mahluk gaibnya begitu
kuat. Alhasil setelah Sultan Zulkarnaen meminta bantuan KH. Soleh Zamzami
tanah tersebut bisa dibangun pesantren.
KH. Soleh Zamzami merupakan ulama pengamal tarekat Syattariyah dari
jalur KH. Anwarudin Kriyani yang tidak lain adalah kakak iparnya sendiri.
Sampai hari ini, tarekat Syattariyah di Pesantren Benda Kerep masih berkembang.
Pesantren Benda Kerep terkenal sangat menolak moderenisasi dan globalisasi
bahkan akses jembatan pun tidak ada termasuk barang-barang elektronik lainnya
seperti TV, radio dan pengeras suara tidak diperkenankan di pesantren ini. KH.
Soleh Zamzami memiliki beberapa putra yang kelak meneruskan perjuangannya
antara lain Mbah Muslim, KH. Abu Bakar dan satu perempuan bernama Nyai
Qona’ah.10
KH. Soleh Zamzami kemungkinan besar tergolong ulama yang berusia
panjang karena hidup di abad 19 sampai abad 20. Menurut Omi Bustoni, KH.
Soleh Zamzami semasa dengan Kiai Asy’ari pendiri Pesantren Tebu Ireng
Jombang sekitar 1826 yang tidak lain adalah ayah dari KH. Hasyim Asy’ari
pendiri Nahdlatul Ulama.11 Jika KH. Soleh Zamzami memang benar semasa
dengan Kiai Asy’ari dengan angka di atas, maka umur KH. Soleh Zamzami
memang betul-betul panjang dan sangat jauh dengan pendirian Pesantren Benda
Kerep yang baru berdiri pada ahir abad ke-19. Sebelumnya KH. Soleh Zamzami
pernah tinggal di daerah Gegunung Sumber Cirebon bersam KH. Anwarudin
Kriyani dan berguru kepada Kiai Baha’udin Hanafizaha.12 Penulis tidak beroleh
keterangan tentang siapa sosok ulama Kiai Baha’udin tersebut, yang jelas ada
hubungan guru murid di antara mereka.

10
Omi Bustoni, Ibid, hlm 143
11
Omi Bustoni, Ibid, hlm 143
12
Omi Bustoni, Ibid, hlm 143
Adapun silsilah nasab KH. Soleh Zamzami Benda Kerep adalah sebagai
berikut:

Sunan Gunung Jati



Pangeran Pesarean Muhammad Arifin

Pangeran Sedangkemuning

Pangeran Wirasuta Gebang

Pangeran Sutajaya Seda Ing Demung

Pangeran Sutajaya Seda Ing Tambak

Pangeran Kebon Agung

Pangeran Punjul Buyut

Kiai Raden Muridin

Kiai Raden Nurudin

Kiai Muta’ad
Sunan Gunung Jati

Pangeran Pesarean Muhammad Arifin

Pangeran Sedangkemuning

Pangeran Wirasuta Gebang

Pangeran Sutajaya Seda Ing Demung

Pangeran Sutajaya Seda Ing Tambak

Pangeran Kebon Agung

Pangeran Punjul Buyut

Kiai Raden Muridin

Kiai Raden Nurudin

Kiai Muta’ad

Kiai Soleh Zamzami Benda Kerep

3. Kiai Muhammad Joharul Arifin Balerante (1870-1941/2)


Kiai Muhammad Joharul Arifin merupakan ulama yang sangat dihormati
pada masanya dan tercatat sebagai ulama alumni Timur Tengah. Sosok ulama
yang satu ini tidak bisa dilepaskan dari Syekh Romli, pendiri Pesantren Balerante
yang tergabung dalam jaringan ulama abad 18. Menurut KH. Zamzami Amin dan
Kiai Fahmi, Syekh Romli terlibat dalam Perang Kedongdong (1816-1818), maka
kemungkinan murid-murid Syekh Romli di antaranya adalah Bagus Rangin,
Bagus Serit, Jabin dan Nairem. Jika memang Syekh Romli terlibat dalam perang
Kedongdong, maka otomatis ia membangun komunikasi dengan Buyut Muji,
Pangeran Raja Kanoman, Kiai Raden Muta’ad, KH. Anwarudin Kriyani, KH.
Hasan Maulani Lengkong, Pangeran Muhammad Arjain, Syekh Abdullah bin
Abdul Qohar, Pangeran Arifudin Pengguron Kaprabonan, KH. Adzro’i, Syekh
Kilayaman, KH. Uzer Nasuha, Kiai Samsudin bin Kiai Abdullah Lebu dan ulama-
ulama lainya yang hidup di awal abad 19.13

13
Pertemuan diantara para ulama-ulama Cirebon dan para pinageran dari keraton sangat
mungkin terjadi, apalagi pada saat itu kondisi Cirebon sedang gencar-gencarnya menghadapi
Kolonial yang banyak menyengsarakan rakyat. Maka bukan tidak mungkin para ula Cirebon
dengan dibantu para pinangeran itu menyusun strategi perlawanan terhadap kolonial dengan cara
membangun komunikasi dan jaringan dakwah antar ulama-ulama Cirebon, terutama ulama-ulama
pendiri Pondok Pesantren.
Setelah Syekh Romli bin Kiai Nursijan wafat, pesantren diteruskan oleh
putranya bernama KH. Abdul Majid (1823-1897)14 dan KH. Muhammad Nur.
KH. Abdul Majid dan KH. Muhammad Nur merupakan murid Pangeran Arifudin
Bratawijaya dari Pengguron Kaprabonan, mereka berdua berguru tarekat
Syattariyah kepada Pangeran Arifudin di Pengguron Kaprabonan (1838-1878).
Diketahui bahwa anak-anak dari KH. Muhammad Nur semuanya perempuan,
kepemimpinan pesantren kemudian diserahkan kepada adiknya yakni KH. Abdul
Majid. KH. Abdul Majid bin Syekh Romli menikah dengan Nyai Hj. Ruqoyyah
binti KH. Sarqowi bin KH. Nawawi dari Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon
dan dikaruniai putra-putri yaitu: Kyai Jawahir, Kyai Machali, Nyai Maryam, Nyai
Weda, Kyai Romli Cholil, Nyai Mucsinah dan Kiai Muhammad Joharul Arifin.
Dalam riwayat sejarah Pesantren Balerante, sosok ulama KH. Muhammad
Joharul Arifin merupakan ulama yang dikenal ‘alim dan banyak mempunyai
karomah. Menurut Kiai Said Yaman, aktivitas ayahnya selain ibadah dan
mengajar, KH. Muhammad Joharul Arifin juga terkenal produktif menulis karya,
di antaranya adalah kitab berjudul Risalah Sabilil Huda Fi al-Jumuah Wa Fi al-
Roddi ‘Ala Man Mana’a al-Mu’adah yang dicetak pertama di Pekalongan dan
cetakan kedua di Tasikmalaya dengan pengantar (tahqiq) dari Syekh Muhammad
Abdul Jawad, ulama besar yang mengajar di Masjid Nabawi Madinah yang berisi
hujjah tentang Shalat Mu’adah setelah shalat jum’at.15 Adapun kepakaran KH.
Muhammad Joharul Arifin adalah dibidang Ushul Fiq dan ilmu Mantiq (logika).
Dalam pengembaraan intelektualnya, KH. Muhammad Joharul Arifin
berguru kepada ulama-ulama di Haramyan antara lain Syekh Muhammad Amin
bin Ahmad Ridwan al-Madani atau biasa disebut Syekh Dalail Khairat, Syekh
Said Ali al-Yamani, Syekh Husen al-Habsyi, Syekh Mahfudz at-Termasi dan
mungkin beberapa ulama yang semasa dengan mereka termasuk Syekh Cholil
Bangkalan Madura. Bahkan menurut penuturan dari Kiai Abdullah Salim dari
orang tuanya yaitu Kiai Salim dari Kiai Abdullah Maranggeni Tegal Gubug

14
http://nahdlatululama.id/blog/2017/10/05/pesantren-al-jauhariyah-cirebon-terciptanya-
santri-yang-berilmu-amaliah-dan-beramal-ilmiah-dengan-landasan-akhlaqul-karimah-
bertanggung-jawab-terhadap-diri-sendiri-dan-bermanfaat-untuk-sesama/ 05 Juli 2018 21.31.00
15
Omi Bustoni, Op. Cit, hlm 120
bahwa santri-santri dari Cirebon yang pernah mesantren di Pesantren
Kademangan Madura diamanati oleh Syekh Cholil agar tetap mengaji kepada KH.
Muhammad Joharul Arifin, meskipun mereka sudah pada ‘alim. Begitu dalamnya
keilmuan KH. Muhammad Joharul Arifin sehingga para ulama-ulama Cirebon
alumni pesantren Kademangan Madura harus tetap mengaji kepada KH.
Muhammad Joharul Arifin.
Berikut merupakan murid-murid KH. Muhammad Joharul Arifin antara
lain adalah KH. Amin Sepuh Babaka Ciwaringin, KH. Hasbullah Winong, Kang
Ayip Muh Pesantren Jagasatru abad 20, KH. Syatori Arjawinangun pendiri
Pesantren Dar at-Tauhid abad 20, KH. Mranggeni Tegal Gubug, KH. Abbas
Abdul Jamil, KH. Kholil Balerante (menantu KH. Muhammad Joharul Arifin) dan
ulama-ulama Cirebon lainnya.
Adapun silsilah Kiai Muhammad Joharul Arifin Balerante adalah sebagai berikut:
Sunan Gunung Jati

Pangeran Pesarean Muhammad Arifin

Pangeran Sedang Kemuning (Dipati Carbon I)

Pangeran Sidik Jaya Negara

Buyut Kamal

Buyut Dasim

Buyut Puntur/Pantar

Kiai Nursijan

Syekh Romli (Pendiri Pesantren Balerante)16

Kiai Abdul Majid

16
Keterangan silsilah ini berasal dari Abah Anom Kusumajati Pondok Pesantren
Balerante

Kiai Muhammad Joharul Arifin Balerante

4. Syekh Tolhah bin Kiai Tolabudin (1833-1915/6)

Sosok ulama berikutnya yang tercatat terlibat dalam jaringan ulama


Cirebon abad 19 adalah Syekh Tolhah (1833-1915/6) bin KH. Tolabuddin bin
KH. Saidin bin KH. Rafiuddin. Ia merupakan keturunan dari Sunan Gunung Jati
melalui Pangeran Trusmi. Versi lain mengatakan bahwa Syekh Tolhah keturunan
dari Pangeran Cakrabuwana melalui Pngeran Arya Carbon yang menikah dengan
Nyai Cupluk anak Ki Gedeng Trusmi17.
Syekh Tolhah merupakan ulama pengamal tarekat Khalwatiyah dan
Qadiriyah wa Nakhsabandiyah. Sementara ayah Syekh Tolhah adalah pengamal
tarekat Syettariyah. Ayah Syekh olhah ini merupakan murid dari Syekh Muji atau
Buyut Muji yang juga merupakan guru tarekat dari tokoh-tokoh Perang
Kedongdong antara lain Bagus Rangin, Bagus Serit, Bagus Jabin, dan Nairem.
Dengan demikian, maka bisa dipastikan bahwa tokoh-toko tersebut merupakan
santri-santri yang tergabung dalam jaringan ulama Cirebon pada saat itu18.
Kakek Syekh Tolhah sendiri, yakni KH. Rafiuddin merupakan ulama
pendiri Pesantren Rancang Tengah Tani Cirebon. Dengan kata lain, garis
perjuangan Syekh Tolhah sebagai ulama sangat jelas jika melihat dari riwayat
ayah dan kakeknya. Jika memang benar ayah dan kakeknya sudah menyandang
gelar haji, maka Syekh Tolhah bukanlah ulama pertama yang membangun
jaringan ulama dengan Timur Tengah, melainkan didahului oleh ayah dan
kakeknya. Selain itu, cerita berpulangnya KH. Anwarudin Kriyani setelah
menunaika ibadah haji di Makkah yang kemudian kapalnya tersapu ombak dan ia
diselamatkan oleh ikan cucut menunjukan bahwa jaringan ulama Cirebon dengan
Timur Tengah masih terhubng sebelum Syekh Tolhah. Pernyataan ini berdasarkan
riwayat hidup KH. Anwarudin Kriyani yang semasa dengan Kiai Raden Muta’ad

17
Berkaitan dengan nasab Syekh Tolhah belum ada kejelasan yang pasti, menurut KH.
Zamzami Amin dari keturuna Sunan Gunung Jati, sementara menurut Bambang Irianto dari
keturunan Pangeran Cakrabuwana.
18
KH. Zamzami Amin, Op. Cit, hlm 201
Buntet Pesantren yang menunjukan masa hidupnya yang lebih tua dari Syekh
Tolhah.
Lepas dari pada itu semua, riwayat Syekh Tolhah dalam membangun
jaringan ulama Cirebon dengan Timur tengah cukup jelas, karena ia berguru
langsung kepada Syekh Kilayaman, Syekh Ahmad Khatib Syambas Kalimantan
Barat dan di sana ia bertemu dengan ulama-ulama lain seperti Syekh Abdul Karim
al-Bantani (, Syekh Nawawi al-Bantani (1230-1314 H / 1815-1897 M), Khalil
Bngkalan Madura (1836-1925) yang secara nasab masih keturunan Sunan Gunung
Jati.19
Dalam pengembaraan intelektualnya, Syekh Tolhah belajar kepada KH.
Adzro’i di Pesantren Babakan Ciwaringin, kemudian ia belajar di Pesantren
Porogo (kemungkinan di Pesantren Kiai Kasan Besari di Gebang Tinatar atau di
Pesantren Gontor yang didirikan oleh Kiai Sulaeman Jamaludin keturunan Sunan
Gunung Jati dari jalur Pangeran Martawijaya atau Sultan Sepuh I) dan belajar di
Pesantren Gresik. Kemudian setelah itu ia kembali ke Pesantren Rancang untuk
membantu mengurus pesantren ayahnya yang sudah sepuh. Barulah setelah itu
Syekh Tolhah belajar ke Timur Tengah dan belajar tarekat Qadiriyah wa
Nakhsabandiyah dan kembali ke Cirebon sekitar tahun 1876 dan ditetapkan
sebagai khalifah tarekat Qadiriyah wa Nakhsabandiyah20.
Pesantren Kalisapu Syekh Tolhah telah mencetak ulama-ulama berikutnya
antara lain KH. Abdullah Mubarok atau Abah Sepuh pendiri Pesantren Suryalaya
Tasikmalaya dan KH. Malawi yang tidak lain adalah putra Syekh Tolhah sendiri.
KH. Malawi memiliki saudara di daerah Kedongdong Cirebon dan istrinya
merupakan keturunan dari Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin yakni KH.
Lukman Hakim dari keturunan KH. Abbas sodara Syekh Tolhah. Meskipun
kepemimpinan atau mursyid tarekat Qadiriyah wa Nakhsabandiyah tidak

19
Syekh Nawawi merupakan keturunan Sunan Gung Jati dari jalur Pangeran Sunyararas
bin Maulana Hasanudin Banten bin Sunan Gunung Jati, Bibit Suprapto, Op. Cit, hlm 653.
Sementara Syekhona Khalil Bangkalan Madura dari jalur Syarifah Khodijah binti Sunan Gunung
Jati yang menikah dengan Sayyid Abdurrahman Basyaiban yang juga masih keturunan Rasulullah.
Saiur Rahman, Surat Kepada Anjing Hitam, Biografi dan Karomah Syaichona Cholil Bangkalan.
(Jakarta, PPSMCH, 2001), hlm 10
20
KH. Zamzami Amin, Ibid, hlm 201
diamanatkan kepada KH. Malawi melainkan kepada Abah Sepuh Suryalaya dan
kepada adiknya yakni KH. Zaenal Abidin kemudian diteruskan oleh KH.
Muhammad Qosim Gunung Jati kemudian diturunkan kepada KH. Zamzami
Amin Babakan Ciwaringin21. Mata rantai kemursyidan tarekat Qadiriyah wa
Nakhsabandiyah ini masih berjalan meskipun tidak sepopuler tarekat Syattariyah
yang berkembang di pesantren seperti Benda Kerep maupun di keraton.
Adapun nasab Syekh Tolhah menurut Jimi Doel22 dalam dokumen tarekat
Qadiriyah wa Nakhsabandiyah adalah sebagai berikut :

Syarif Hidayatullah
(makam di Astana Gunuung sembung)

Pangeran Wilayatullah

Kiai Sirojudin
(makam di Begong Kalisapu)

Kiai Ratnawi Zaenal Abidin
(makam di Trusmi)

Kiai Asasudin
(makam di Trusmi)

Kiai Saidin
(makam di Wanagiri Palimanan)

Kiai Tolabudin
(makam di Begong Kalisapu)

Syekh Tolhah
(makam di Gunung Jati)

21
KH. Zamzami Amin, Ibid, hlm 205
22
http://www.dokumenpemudatqn.com/2012/07/asal-usul-tarekat-qodiriyah-
wa.html#ixzz2lveQrYMV oleh Jimmy Doel, diunduh pada slasa 11 April 2017
5. Kiai Muhammad Sai’d Gedongan Ender Cirebon (1880)
Sosok ulama yang satu ini merupakan perintis Pondok Pesantren
Gedongan Cirebon (1880)23. Ia merupakn anak dari Kiai Mu’tasim yang masih
terhitung sepupu Kiai Raden Muta’ad Buntet Cirebon. Bisa dipastikan KH.
Muhammad Sai’d masih semasa dengan KH. Abdul Jamil, KH. Soleh Zamzami,
KH. Anwarudin Kriyani dan ulama-ulama Cirebon yang lain. KH. Muhammad
Sai’d diceritakan berguru kepada Kiai Raden Muta’ad, akan tetapi jika dilihat dari
riwayat wafatnya Kiai Raden Muta’ad yang menunjukan angka 1842
kemungkinanya kecil jika dua sosok ulama ini bertemu, pasalnya ulama
seangkatanya yakni KH. Abdul Jamil bin Kiai Raden Muta’ad saja lahir pada
1842, maka bisa dipastikan keduanya tidak sempat terbangun jaringan guru dan
murid.
Menurut salah satu versi, KH. Muhammad Sa’id adalah anak dari Kiai
Murtasim, adik dari Kiai Raden Muta’ad Buntet Pesantren, dengan demikian
maka KH. Muhammad Sa’id adalah keponakan dari Kiai Raden Muta’ad dan
sekaligus sepupu dari KH. Abdul Jamil dan KH. Soleh Zamzami Benda Kerep.
Keberadan Pesantren Gedongan di Desa Ender Kecamatan Pangenan Cirebon
tidak lepas dari upaya membangun jaringan pesantren yang pada waktu itu banyak
berkembang sebagai respon dari kolonialisme dan meneruskan tradisi intelektual
pesantren di luar keraton.
Dalam pengembaraan intelektualnya, KH. Muhammad Sa’id bersahabat
dekat dengan Kiai Munawir Krapyak Yogya, bahkan pemilihan tempat lokasi Kiai
Munawir membangun Pesantren Krapyak adalah atas petunjuk KH. Muhammad
Sa’id. Kiai Munawir sendiri secara nasab ia adalah anak dari Kiai Abdullah
Rosyad bin KH. Kasan Besari. Sementara KH. Kasan Besari merupakan guru dari
Pangeran Diponegoro, Ronggowarsito (Pujangga Kereaton Surakarta) dan guru
Kiai Sulaiman Jamaludin (Pendiri pesantren Gontor) keturunan Sultan Sepuh I
Keraton Kasepuhan Cirebon.

23
KH. Zamzami Amin, Op. Cit, hlm 84. Sementara menurut versi Omi Bustoni Pesantren
Gedongan didirikan pada 1888 M. Lihat Omi Bustoni, Op. Cit, hlm 145
Persahabatan KH. Muhammad Sa’id dengan Kiai Munawir menunjukan adanya
jaringan ulama pesantren yang cukup luas, bukan hanya pesantren Cirebon dan
sesamanya, melainkan antar daerah. Kelak keturunan dari KH. Muhammad Sa’id
memimpin Pondok Pesantren Lirboyo Jawa Timur melalui perkawinan Kiai Ali
bin Abdul Aziz Lirboyo dengan Nyai Casinah binti KH. Muhammad Sa’id
Gedongan.
Adapun silsilah nasab KH. Muhammad Sa’id adalah sebagai berikut :
Sunan Gunung Jati

Maulana Hasanudin Banten

Maulana Yusuf

Maulana Muhammad

Sultan Maulana Abul Mafakir Muhammad Abdul Qodir Kenari

Sultan Maulana Abul Ma’ali

Sultan Maulana Abul Fattah Ageng Tirtayasa

Maulana Mansur (Cikaduen)

Abul afakir (Majalengka)

Tubagus Ibrahim

KH. Ali

KH. Nuruddin

KH. Murtasim

Kiai Muhammad Sai’d Gedongan24

24
Kiai Muhammad Sai’d Gedongan selain bersahabat dengan KH. Munawir Krapyak
Yogya, ia juga bersahabat dengan KH. Muhammad Zen Serajaya Lemah Abang. Dari jalur Kiai
1. KH. Abdul Jamil Buntet Pesantren (1842-1919)

Setelah wafatnya Kiai Muta’ad pada sekitar tahun 1842/52 posisi


pengasuh Buntet Pesantren digantikan oleh KH. Abdul Jamil. KH. Abdul Jamil
merupakan adik kandung KH. Soleh Zamzami Benda Kerep sebagaimana yang
sudah dijelaskan sebelumnya. Terkait kelahiran KH. Abdul Jamil ini masih
menimbulkan kontroversi. Menurut Omi Bustoni, KH. Abdul Jamil lahir pada
1852, sementara KH. Muta’ad wafat pada 1842. Informasi ini ia peroleh dari
orang Buntet sendiri.25
Lepas dari kontroversi di atas, yang jelas KH. Abdul Jamil kemungkinan
besar ditinggal wafat oleh ayahnya saat masih kecil, sehingga ia tidak begitu
banyak menjalin komunikasi dengan ayahnya sebagaimana kakaknya KH. Soleh
Benda Kerep. Dalam pengembaran intelektualnya, KH. Abdul Jamil belajar
kepada kakaknya KH. Soleh Zamzami, Kiai Anwarudin Kriyan (paman KH.
Abdul Jamil atau menantu KH. Muta’ad), kemudian ia belajar kepada KH.
Murtadlo dari Pesantren Mayong Jepara dan selanjutnya KH. Abdul Jamil
melanjutkan studynya ke Makkah.
Ketika di Makkah, KH. Abdul Jamil berguru kepada Syekh Nawawi al-
Bantani yang tidak lain adalah sodaranya yang masih satu nasab dengan Sunan
Gunung Jati. Besar kemungkinan ia juga bertemu dengan Syekhona Khalil
Bangkalan, Syekh Mahfudz Termas, Syakh Ahmad Khatib Sambas dan ulama-
ulama yang lain di Makkah. Dalam usahanya mengembangkan Pesantren Buntet
KH. Abdul Jamil dibantu oleh beberapa ulama diantaranya adalah Kiai Abdul
Mun’im, Kiai Abdul Mu’ti, Kiai Tarmidzi, Kiai Muktamil, dan Kiai Abdullah26.
KH. Abdul Jamil diceritakan pernah ikut membantu mengamankan
Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang asuhan KH. Hasyim Asy’ari dari para
perusuh pada waktu itu. KH. Abdul Jamil datang ke Tebu Ireng bersama dengan
beberapa ulama Cirebon yang lain diantaranya adalah : Kiai Abdullah

Muhammad Sai’d Gedongan juga akan terhubung dengan Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur
yang kelak melahirkan Kiai Mahrus Ali dan KH. Said Aqil Siraj (Ketua PBNU)
25
Omi Bustoni, Op. Cit hlm 110
26
Omi Bustoni, Ibid hlm 111
Arjawinangun, Kiai Samsuri Wanantara dan KH. Soleh Zamzami Benda Kerep.
Keempat ulama Cirebon ini menjadi pelindung dan berjasa mengamankan Pondok
Pesantren Tebu Ireng Jombang. Peristiwa ini erjadi skitar tahun 1900 an27.
KH. Abdul Jamil meninggal pada 23 Rabbiul Awwal 1339 H / 1918. Versi
yang lain mengatakan pada 1910 dan satu versi lagi mengatakan KH. Abdul Jamil
meninggal pada 1919. KH. Abdul Jamil dimakamkan di komplek pemakaman
Gajah Ngambung Buntet Pesntren. Ia meninggalkan beberapa istri dan anak
antara lain Nyai S’diyah binti Ki Kriyan, anak-anaknya adalah :
1. Nyai Syakiroh
2. Nyai Mundah
3. KH. Ahmad Zahid
4. Nyai Sri Marfuah
5. Nyai Halimah
6. Nyai Hj. Madroh
Kemudian istrinya yang lain adalah Nyai Lontang Jaya Arjawinangung, dan
Nyai Qori’ah binti Kiai Abdullah Syatori dari Arjawinangun Cirebon. Kemudian
diantara anak-anaknya adalah :
1. KH. Abbas Abdul Jamil
2. KH. Anas
3. KH. Ilyas
4. Nyai Hj. Zamrud
5. KH. Akhyas
6. Kiai Ahmad Chowas
7. Nyai Hj. Yakut
8. Nyai Mukminah
9. Nyai Nadroh
Itulah diantara istri-istri dan putra-putri KH. Abdul Jamil bin Kiai Muta’ad yang
dapat penulis paparkan.
Adapun silsilah nasab KH. Abdul Jamil adalah sebagai berikut

27
Omi Bustoni, Ibid hlm 111
Sunan Gunung Jati

Pangeran Pesarean Muhammad Arifin

Pangeran Sedangkemuning

Pangeran Wirasuta Gebang

Pangeran Sutajaya Seda Ing Demung

Pangeran Sutajaya Seda Ing Tambak

Pangeran Kebon Agung

Pangeran Punjul Buyut

Kiai Raden Muridin

Kiai Raden Nurudin

Kiai Muta’ad
Sunan Gunung Jati

Pangeran Pesarean Muhammad Arifin

Pangeran Sedangkemuning

Pangeran Wirasuta Gebang

Pangeran Sutajaya Seda Ing Demung

Pangeran Sutajaya Seda Ing Tambak

Pangeran Kebon Agung

Pangeran Punjul Buyut

Kiai Raden Muridin

Kiai Raden Nurudin

Kiai Muta’ad

KH. Abdul Jamil

2. KH. Abbas Abdul Jamil (1879-1946)

KH. Abbas Abdul Jamil adalah anak sulung dari Kiai Abdul Jamil. Ia
merupakan salah satu ulama Buntet Pesantren yang terkenal ‘alim dan memiliki
ilmu kanuragan tinggi. Ia lahir pada 24 Dulhijjah 1300 H / 1879 M di Pekalangan
Kota Cirebon. Putra pasangan KH. Abdul Jmil dengan Nyai Qori’ah ini sejak
kecil mempunyai keinginan yang tinggi dalam mencari ilmu. Hasratnya untuk
memperdalam ilmu agama sangatlah besar. Pengembaraan intelektualnya dimulai
sejak ia belajar kepada ayahnya, lalu dilanjutkan belajar di Pesantren Sukanasari
Plered Cirebon di bawah asuhan KH. Nasuha , kemudian KH. Abbas Abdul Jamil
belajar di Pesantren Jatisari dibawah bimbingan Kiai Hasan28.
Setelah belajar di dua pesantren tersebut, KH. Abbas Abdul Jamil kemudian
melanjutkan belajar di Pesantren Giran Tegal Jawa Tengah di bawah bimbingan
Kiai Ubaedah, kemudian belajar kepada Syekh Zabidi, KH. Hasyim Asy’ari dan
belajar kepada Syekhona Khalil Bangkalan bersama dengan KH. Amin Sepuh
Babakan Ciwaringin. Di Pesantren Syekhona Khalil Bangkalan Madura KH.
Abbas Abdul Jamil bertemu dengan ulama-ulama yang lain diantaranya adalah
Kiai Abdul Karim pendiri Lirboyo, KH. Wahab Chasbullah, dan ulama-ulama lain
yang sama-sama sedang menimba ilmu di Pesantren Bangkalan Madura.
Setelah itu kemudian ia melanjutkan belajar ke Makkah dan belajar kepada
beberapa guru diantaranya adalah Syekh Mahfudz Termas. Selama di Makkah
KH. Abbas Abdul Jamil bermukim bersama Kiai Bakir Yogyakarta, Kiai Abdillah
Surabaya dan KH. Wahab Chasbullah Jombang. Sebagai santri yang sudah

28
Kementrian Agama RI, Ensiklopedi Pemuka Agama Nusantara (Jakarta, Puslitbang Lektur dan
Kazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama 2016) hlm 14
memiliki banyak ilmu, KH. Abbas Abdul Jamil diserahi tugas untuk mengajar
beberapa santri pemula diantaranya adalah Kiai Cholil Balerante, Kiai Sulaiman
Babakan Ciwaringin dan santri-santri lainya29.
KH. Abbas Abdul Jamil terkenal sebagai kiai yang alim, menguasai
berbagai macam ilmu seperti fiqih, hadits ushulul fiqih, ‘ulumul qur’an, ‘ulumul
hadits, nahwu, sorof, mantiq, balaghah dan ilmu-ilmu kanuragan, meski demikian
ia tetap menjadi pribadi yang renda hati. Di masa asuhan KH. Abbas Abdul Jamil
Pesantren Buntet mengalami masa-masa keemasan dimana banyak santri yang
berdatangan dari berbagai wilayah yang belajar langsung kepada KH. Abbas
Abdul Jamil, adapun santri-santri yang pernah belajar kepada KH. Abbas Abdul
Jamil adalah antara lain :
1. KH. Tubagus Mansur Ma’mun, seorang Qari terkenal pada masanya
2. KH. Amin Iskandar, Kedubes RI untuk Irak
3. Profesor KH. Ibrahim Hussein, yang pernah menjadi Rektor IAIN
Palembang
4. Habib Umar bin Isma’il, mursyid pertama tarekat Syahadatain
5. KH. Abdul Halim Luwimunding Majalengka dan beberapa ulama-ulama
yang lain.
KH. Abbas Abdul Jamil berperan aktif dalam membangun laskar
Hizbullahh sebagai basis pasukan dan perlawanan terhadap pasukan Belanda. KH.
Abbas Abdul Jamil juga aktif di Nahdlatul Ulama (NU) dan pernah menjadi Rois
Syuriah NU cabang Cirebon. Dikalangan ulama-ulama NU KH. Abbas Abdul
Jamil sangat dihormati, bahkan KH. Hasyim Asy’ari pendiri NU pun sangat segan
dan ta’dzim kepada KH. Abbas Abdul Jamil. Kewibawaan dan kekeramatan KH.
Abbas Abdul Jamil dibuktikan dengan kualitas murid-muridnya yang rata-rata
menjadi orang-orang yang berpengaruh pada zamanya seperti Habib Umar bin
Isma’il, KH. Abdul Halim Majalengka dan ulama-ulama yang lain.
KH. Abbas Abdul Jamil merupakan mursyid dari dua tarekat sekaligus,
yakni tarekat Syattariyah dan Tijaniyah. Sanad tarekat Syattariyah ia dapatkan
dari ayahnya KH. Abdul Jamil, sementara sanad tarekat Tijaniyah ia dapatkan dari

29
Kementrian Agama RI, Ibid, hlm 14
Syekh Ali bin Abdullah at-Tayyibi al-Madani. Tarekat Tijaniyyah yang dibawa
oleh tuga saudara sekaligus antara lain KH. Abbas Abdul Jamil, KH. Annasdan
KH. Akhyas pada perkembanganya kemudian menggeser posisi tarekat
Syattariyah yang berkembang di Buntet Pesantren sebelumnya. Tarekat
Syattariyah di Buntet Pesantren sendiri jalur nasabnya tidak pada Mbah
Muqoyyim tapi pada Kiai Asy’ari Kaliwingu Kendal yang diajarkan kepada Kiai
Anwarudin Kriyan yang tidak lain adalah menantu KH.. Muta’ad sekaligus kakak
ipar KH. Soleh Zamzami dan KH. Abdul Jamil.
Perjuangan KH. Abbas Abdul Jamil yang paling fenomenal adalah saat
peristiwa 10 November di Surabaya. Cerita tentang aksi heroik KH. Abbas Abdul
Jamil dalam memimpin perang bersam rakyat Surabaya dan sekitarnya sangat
terngiang ditelinga masyarakat Buntet Pesantren, bahkan sampai saat ini aksi KH.
Abbas Abdul Jamil seringkali dibahas dalam satu diskursus kajian sejarah da
peringatan hari pahlawan. KH. Abbas Abdul Jamil menjadi ulama kebanggaan
ulama dan rakyat Cirebon dalam setiap peringatan hari pahlawan. Karena tanpa
kehadiran KH. Abbas Abdul Jamil sudah tentu cerita perang 10 November itu
pasti akan berubah endingnya.
KH. Abbas Abdul Jamil wafat pada 1 Robiul Awwal 136 H / 1946 M.
Kewafatan KH. Abbas Abdul Jamil telah menyisakan rasa kehilangan yang besar
dari figur seorang ulama yang sangat alim tapi juga rendah hati terhadap sesama
manusia. Sebab kewafatan beliau tidak lepas dari peristiwa hasil kesepakatan
Indonesia dengan pihak Belanda yang terkenal dengan istilah Perjanjian
Linggarjati. Hasil perjanjian Linggarjati tersebut cukup melukai perasaan Bangsa
Indonesia terutama KH. Abbas Abdul Jamil sendiri yang tiba-tiba saja wafat
setelah mengetahui isi perjanjian Linggarjati tersebut. Ulama keturunan Sunan
Gunung Jati tersebut pada akhirnya wafat dalam kondisi sakit dan pikiranya
terbebani memikirkan nasib bangsa dan negara Indonesia.
Adapun silsilah nasab KH. Abbas Abdul Jamil adalah sebagai berikut :

Sunan Gunung Jati



Pangeran Pesarean Muhammad Arifin

Pangeran Sedangkemuning

Pangeran Wirasuta Gebang

Pangeran Sutajaya Seda Ing Demung

Pangeran Sutajaya Seda Ing Tambak

Pangeran Kebon Agung

Pangeran Punjul Buyut

Kiai Raden Muridin

Kiai Raden Nurudin

Kiai Muta’ad
Sunan Gunung Jati

Pangeran Pesarean Muhammad Arifin

Pangeran Sedangkemuning

Pangeran Wirasuta Gebang

Pangeran Sutajaya Seda Ing Demung

Pangeran Sutajaya Seda Ing Tambak

Pangeran Kebon Agung

Pangeran Punjul Buyut

Kiai Raden Muridin

Kiai Raden Nurudin

Kiai Muta’ad

KH. Abdul Jamil

KH. Abbas Abdul Jamil

3. KH. Hasan Maolani Lengkong (1782-18

KH. Hasan Maolani lahir di desa Lengkong kecamatan Garawangi


kabupaten Kuningan Jawa Barat pada hari Senin Legi, pukul 5 sore tanggal 8
Jumadil Akhir tahun He 1196 Hijriyah. Atau 22 Mei 1782 Masehi. Beliau
merupakan saudara paling tua dari tiga bersaudara putra dari pasanganKyai Bagus
Luqman Citangtu dan Nyai Luqman Lengkong. Putra Kyai Bagus Luqman
lainnya (kedua adik Eyang Hasan Maolani) adalah ; Nyai Natijah dan Kyai Nur
Khatam (Primbon Eyang Abshori).30
KH. Hasan Maolani merupakan ulama yang hidup dalam asuhhan Syekh
Abdul Karim (Pendiri Pesantren Lengkong Kuningan) dan Panembahan Dako
(keponakan Syekh Abdul Karim). KH. Hasan Maolani selain belajar kepada dua
ulama tersebut, ia juga pernah belajar kepada Syekh Mbah Alimudin, ayahanda
dari mbah Thayibudin, lalu kemudian ia belajar ke Pesantren di Desa Kadugede
(konon waktu itu di asuh oleh Kyai Sholehudin). Disana beliau menghabiskan
waktu selama 2 tahun 8 bulan. Dari Kadugede beliau melanjutkan belajarnya ke
Pasawahan Kanci (daerah kabupaten Cirebon) dan mondok disana selama 1 tahun
1 bulan. Dan dari Pasawahan kembali lagi ke Kadugede hingga masa 1 tahun 3

30
Anonim https://www.nurhishare.web.id/2016/04/otobiografi-eyang-hasan-maolani-
bagian-1.html sabtu 14 Jili 2018
bulan. Selesai dari sana kemudian pindah ke Raja Galuh (Kyai Bagus Arjaen) dan
belajar disana selama 1 tahun 1 bulan. (Primbon Eyang Abshori).31
KH. Hasan Maolani belajar tarekat Syattariyah kepada Kiai Bagus Arjaen
yang secara nasab masih keturunan Sultan Banten dari Sunan Gunung Jati
Cirebon melalui Maulana Hasanudin. Kemudian ia juga pernah belajar di
Pesantren Babakan Ciwaringin yang pada saat itu dibawah bimbingan Kiai
Adzro’i dan Kiai Isma’il bin Adzro’i. Ketika mondok di Ciwaringin, Eyang Hasan
sempat menggagalkan rencana pihak Belanda yang bermaksud membuat jalan
tembus Palimanan - Bandung yang akan melintasi komplek pesantren Babakan
Ciwaringin.
Pada waktu itu, ulama-ulama Kuningan yang semasa dengan KH. Hasan
Maolani diantaranya adalah KH. Ahmad Sobari Ciwedus yang menjadi guru
beberapa ulama Cirebon seperti Habib Umar bin Isma’il Panguragan
Arjawinangun dan KH. Syatori Arjawinangun Cirebon. Sosok ulama Kuningan
berikutnya yang semasa dengan KH. Hasan Maolani adalah Abah Mutawally
yang juga tercatat pernah belajar di Pesantren Ciwedus Kuningan dan juga
pengamal tarekat Syattariyah.
KH. Hasan Maolani menikah dengan Nyai Murtasim putri dari Kyai
Arifah bin Kyai Khatib Syaribah Garawangi yang nota benenya masih keturunan
Lengkong juga, karena Kyai Khatib adalah menantu dari Kyai Bagus
Arsyam/Nyai Zakiyah (buyut Jembar) Lengkong. Pernikahan ini dikaruniai
sebelas anak. Jika diurut secara nasab, KH. Hasan Maolani masih keturunan
Sunan Gunung Jati dari jalur Panembahan Ratu I.
Hasan Maolani wafat pada malam Rabu pukul 04.00 pagi(menjelang
shubuh) tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 1291 Hijriyah / 30 April 1874 Masehi.
Eyang Hasan dimakamkan di Gunung Patar Kempal Kampung Jawa Tondano
Sulawesi Utara. Makam beliau bersebelahan dengan makam Kyai Mojo, seorang
Pahlawan Nasional yang juga merupakan mantan Panglima Perang Diponegoro.

31
Anonim https://www.nurhishare.web.id/2016/04/otobiografi-eyang-hasan-maolani-
bagian-1.html sabtu 14 Jili 2018
Adapun silsilah nasab KH. Hasan Maolani adalah sebagai berikut :

Sunan Gunung Jati



Pangeran Pesarean Muhammad Arifin

Pangeran Sedangkemuning

Pangeran Mas Zaenul Arifin (Panembahan Ratu I)

Pangeran Sedang Gayam

Pangeran Karim (Panembahan Girilaya)

Pangeran Natadiningrat

Pangeran Surya Adiningrat

Pangeran Kertadiningrat

Nyai Mas Kenda + Ulun Sayu

Ki Sathar
(makamnya di Citangtu - Kabupaten Kuningan)

Kyai Bagus Luqman
(makamnya di Cikanjung - Kabupaten Garut)

KH. Hasan Maolani Lengkong
B. Jaringan Ulama Cirebon Abad 19 Melalui Keilmuan Sanad

Melalui keilmuan sanad, ulama-ulama Cirebon yang mempunyai sanad


keilmuan yang jelas, baik itu melalui tarekat maupun non tarekat akan mencoba
penulis jelaskan terkait rangkaian hubungan guru dan murid, guru dan mursyid
dan hubungan kekerabatan yang menjadi khazanah konektivitas ulama-ulama
Cirebon yang tersebar di berbagai wilayah melalui keilmuan sanad, sehingga
beberapa ulama di luar Cirebon yang masih ada keterkaitan guru dan murid
dengan ulama Cirebon, terlebih lagi ulama tersebut mempunyai pengaruh yang
cukup kuat dalam konteks membangun wacana pemikiran dan khazanah
keilmuan.
Melalui jaringan sanad juga nanti akan penulis petakan, mana ulama-ulama
yang tergabung dalam inti jaringan tarekat dalam konteks Syattariyah.
1. Silsilah Sanad Tarekat Syattariyah Kiai Anwaruddin Kriyan
Seperti telah disebutkan sebelum ini, tarekat Syattariyah Cirebon juga
melalui jalur Anwar al-Din Kriyani dari Kyai Asy’ari Kaliwungu Kendal. Ki
Buyut Kriyan, demikian sering dikenal masyarakat Cirebon, merupakan penerus
pesantren Buntet setelah Kyai Muqoyyim. Untuk silsilah Kriyan selain
mengambil dari analisis Muhaimin, juga dari buku saku wirid Syattariyah
Pesantren Benda Kerep Cirebon. Khusus silsilah Ki Buyut Kriyan ini belum
ditemukan dalam bentuk naskahnya, tetapi Ki Buyut Kriyan setiap kali menyalin
suatu kitab dalam naskah selalu menuliskan kolofonnya, sekurangnya disebutkan
nama Anwaruddin Kriyan.

Menurut sebagian pengikutnya di Pesantren Benda Kerep Cirebon, tarekat


Syattariyah jalur Kendal tersebut berbeda dengan jalur Syattariyah yang
berkembang di Keraton Cirebon. Perbedaan itu antara lain, model dzikir yang

dilakukannya dan silsilahnya.10 Adapun silsilah Syattariyah dari Kyai Anwar al-

Din Kriyan yang berkembang di Pesantren Buntet dan Benda Kerep, sebagai
berikut:
Nabi Muhammad saw

Ali r.a.

Husain

Zainal Abidin

Muhammad Bakir

Ja’far Sadiq

Abi Yazid al-Bustami

Magrabi

Arabi

Mudaffar

Abu Hasan al-Harqani

Hadaqali

Muhammad Asyiq

Muhammad Arif

Abd Allah Syatari

Qadi Sattari

Hidayatullah Sarmati

Hudhari

al-Ghawhat

Sibghatillah

Ahmad Syanani

Ahmad al-Qusyasi

Malla Ibrahim al-Mu’alla

Thahir

Ibrahim

Thahir Madani

Muhammad Sayid Madani

Kyai Asy'ari (Kaliwungu, Kendal)

Muhammad Anwaruddin Kriyani (Ki Buyut Kriyan)

Tarekat Syattariyah kemudian berkembang di pesantren-pesantren seperti


di Buntet, Blerante dan Benda Kerep32 yang nantinya berperan membentuk
jaringan ulama melalui keilmuan sanad dan nasab. melalui jaringan ulama
pesantren. Tidak hanya di pondok pesantren, tarekat Syattariyah juga
berkembang di Keraton dan Pengguron. Di Keraton Kanoman, berkembang
tarekat Syattariyah yang dianut oleh Ratu Raja Fatimah. Ratu Raja Fatimah
meninggalkan rumah pusaka yang sekarang menjadi tempat tinggal Ratu Raja
Arimbi Nurtina binti Almarhum Sultan Raja Haji Muhamad Djalaludin.33

2. Silsilah Sanad Tarekat Syattariyah KH. Abdul Jamil

Nabi Muhammad saw



Ali r.a.

Husain

Zainal Abidin

Muhammad Bakir

Ja’far Sadiq

Abi Yazid al-Bustami

32
Mahrus el-Mawa, Ibid hlm 12
33
Wawancara dengan Ratu Arimbi dan Kang Cheppy di Keraton Kanoman Cirebon pada
Kamis, 8 Mareet 2018.

Magrabi

Arabi

Mudaffar

Abu Hasan al-Harqani

Hadaqali

Muhammad Asyiq

Muhammad Arif

Abd Allah Syatari

Qadi Sattari

Hidayatullah Sarmati

Hudhari

al-Ghawhat

Sibghatillah

Ahmad Syanani

Ahmad al-Qusyasi

Malla Ibrahim al-Mu’alla

Thahir

Ibrahim

Thahir Madani

Muhammad Sayid Madani

Kyai Asy'ari (Kaliwungu, Kendal)

Muhammad Anwaruddin Kriyani (Ki Buyut Kriyan)

Soleh Zamzami

Abdul Jamil

3. Silsilah Sanad Tarekat Syattariyah KH. Soleh Zamzami Benda Kerep

Nabi Muhammad saw



Ali r.a.

Husain

Zainal Abidin

Muhammad Bakir

Ja’far Sadiq

Abi Yazid al-Bustami

Magrabi

Arabi

Mudaffar

Abu Hasan al-Harqani

Hadaqali

Muhammad Asyiq

Muhammad Arif

Abd Allah Syatari

Qadi Sattari

Hidayatullah Sarmati

Hudhari

al-Ghawhat

Sibghatillah

Ahmad Syanani

Ahmad al-Qusyasi

Malla Ibrahim al-Mu’alla

Thahir

Ibrahim

Thahir Madani

Muhammad Sayid Madani

Kyai Asy'ari (Kaliwungu, Kendal)

Muhammad Anwaruddin Kriyani (Ki Buyut Kriyan)

KH. Soleh Zamzami Benda Kerep

4. Silsilah Sanad Tarekat Qadiriyah wa Nakhsabandiyah Syekh Tolhah

Rasulullah saw

Ali kang putra Abi Thalib

Husein al-Syahid

Zainal Abidin

Muhammad Baqir

Ja‟far al-Sidiq

Musa al-Kadzim

Syekh Abil Hasan Ali bin Musa Arridho

Syekh Ma’ruf al-Kurkhi

Syekh Sirri as-Saqoti

Syekh bil Qosim Junaidi al-Baghdadi

Syekh Abi Bakrin as-Sibii

Syekh Abdul Wahid at-Tamimi

Syekh Abil Faroj at-Thurtusi

Syekh Abil Hasan al-Hakari

Syekh Abi Sa’id al-Mubarok al-Makzumi

Sultonil Auliya Syekh Abdul Qodil al-Jilani

Syekh Abdul Aziz

Syekh Muhammad al-Hattak

Syekh Samsudin

Syekh Sarofudin

Syekh Nuruddin

Syekh Waliyuddin

Syekh Hisyamuddin

Syekh Yahya

Syekh Abu Bakar / Bakri

Syekh Abd. Rahim

Syekh Usman

Syekh Abd.Fattah

Syekh Muhammad Murad (Makkah)

Syekh Syamsuddin (Makkah)

Syekh Ahmad Khatib al-Syambasi

Syekh Tolhah
5. Silsilah Sanad Tarekat Syattariyah KH. Muhammad Joharul Arifin
Balerante

Nabi Muhammad saw



Ali r.a.

Husain

Zainal Abidin

Muhammad Bakir

Ja‟far Sadiq

Syekh Abi Yazid al-Bustami

Syekh Magrabi

Syekh A‟rabi

Syekh Mudaffar

Syekh Abu Hasan al-Harqani

Syekh Hadaqali

Syekh Muhammad Asyiq

Syekh Muhammad Arif

Syekh Abd Allah Syatari

Syekh Qadi Sattari

Syekh Hidayatullah

Syekh Madariji hajji

Syekh Muhammad Ghaus

Syekh Sultonil al-Arifin

Syekh Ahmad ibn Qarasi al-Sanawi

Syekh Alam al-Rabbani

Syekh Abd al-Wahhab

Syekh Tabri

Syekh Abd Allah ibn Abd al-Qahar

Syekh Haji Muhammad bin Mu‟tasim

Syekh Imam Qodi Hidayat

Pangeran Syekh Muhammad Sofiyyudin Kanoman

Pangeran Syekh Muhammad Arifudin Bratawijaya (1838-1878)

KH. Abdul Majid bin Syekh Romli Balerante

KH. Muhammad Joharul Arifin

6. Silsilah Sanad Tarekat Syattariyah KH. Hasan Maolani, Ulama-


ulama Kuningan dan Ulama-ulama Keraton Kanoman Cirebon

Rasulullah saw

Ali kang putra Abi Thalib

Husein al-Syahid

Zainal Abidin

Muhammad Baqir

Ja‟far al-Sidiq

Sultan Arifin Abi Yazid al-Bistami

Muhammad Magrib

Arabi Yazid al-„Isyqi

Abu Mugafir Maulana Ihram Tusi

Abi Hasani Harqani

Hadaqili Madri al-Nahrini

Muhammad „Asyiq

Muhammad „Arif

Hidayat Allah Sarmusun

Hasur

Muhammad Gaus kang putra Hatib al-Din

Wajih al-Din

Sibgat Allah kang putra Sayyid Ruh Allah

Sayyidina Abi Muwahid Abd Allah Ahmad kang putra Abbas

Syaikh Ahmad kang putra Muhammad ing Madina, Syaikh Ahmad Qasyasi

Syaikh Abd al-Rauf kang putra Ali kang bangsa Syaikh Hamzah Fansuri

------------------------Syaikh Abd al-Muhyi Safarwadi------------------------
↑ ↑ ↑
KH. M. Asyik Pamijahan Syekh H. Abdullah Saparwadi Pangeran Dalem Bojong
↑ ↑ ↑
Nyai Hakim Matram Syekh Hasanudin Saparwadi Kiai Bagus
↑ ↑ ↑
Kiai M. Giriloyo KH. Mumammad Saleh Kertabasuki Cirebon Mbah Muqoyyim
↑ ↑ ↑
Kiai M. Giriloyo KH. Mas Muhammad Arjain Kanoman Kiai Bagus Wanantara
↑ ↑ ↑
Pangeran Raja Kanoman Pangeran Harya Kacirebonan Nyimas Ayu Alimah

Pangeran Padmaningrat

Pangeran Muhammad Ismail Ernawa Kacirebonan

Pangeran Abdullah Cirebon

KH. Mas Muhammad Arjain Kanoman Pangeran Harya Kacirebonan


↑ ↑
Ratu Raja Fatimah binti Sultan Zulkarnain Kanoman Kiai Bidin Cilimus
KH. Mumammad Saleh Kertabasuki Cirebon

KH. Hasan Maulani Lengkong

Kiai Muhammad Absori Lengkong

Kiai Muhammad Idrus Lengkong

Kiai Muhamad Junaidi Lengkong

Kiai Sohibul Wirarangan Kuningan

C. Implikasi Jaringan Ulama Cirebon Abad 19


Jaringan ulama Cirebon abad 19 pada perkembanganya telah banyak
mempengaruhi dan merubah kontruksi jaringan yang lebih luas dan kompleks.
Pengaruh dari beberapa ulama yang hidup pada abad 19 telah berhasil
menlahhirkan jaringan ulama baru yang lahir pada abad 20. Beberapa ulama yang
terlibat dalam jaringan ulama Cirebon abad 20 antara lain seperti Kiai Harun
Kempek, KH. Hasbullah Winong, Kiai Abdullah Syatori Arjawinangun, Habib
Umar Panguragan Arjawinangun, Kiai Sanusi Babakan Ciwaringin, Kiai Cholil
Balerante dan sederet ulama-ulama yang lain.
Bisa kita ambil contoh misalnya Kiai Abdullah Syatori yang merupakan
murid KH. Ahmad Sobari Kuningan, Kiai Isma’il Babakan Ciwaringin dan juga
murid Syekhona Khalil Bangkalan yang merupkan ulama abad 19. Contoh lain
misalnya Habib Umar bin Isma’il dan Kiai Cholil Balerante yang merupakan
murid dari KH. Abbas Abdul Jamil yang juga merupakan ulama abad 19-20.
Kemudian KH. Hasbullah Winong yang merupakan murid dari Kiai Johar
Balerante dan para ulama-ulama yang di luar Cirebon misalnya Syekh Abdullah
bin Mubarok yang merupakan murid Syekh Tolhhah Kalisapu, kemudian KH.
Tubagus Ahmad Bakri atau Mama Sempur yang merupakan murid dari KH. Soleh
Zamzami Benda Kerep.
Adapun pencapaian-pencapaian yang bisa kita lihat bagaimana peran dan
pengaruh dari ulama-ulama yang menjadi murid ulama-ulama pada abad 19 baik
melalui keilman nasab maupun keilmuan sanad adalah antara lain seperti Kiai
Abdullah Syatori, ia merupakan anak Kiai Sanawi bin Kiai Abdullah, (pendiri
Pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangun Cirebon), sementara dari jalur ibunya
masih keturunan Sunan Gunung Jati. Berikutnya adalah Habib Umar bin Isma’il,
ia merupakan ulama pendiri tarekat Syahadatain yang secara nasab juga masih
keturunan Sunan Gunung Jati. Sosok ulama berikutnya adalah Kiai Harun, ia
merupakan Pendiri Pesantren Kempek pada 1908. Ayahnya bernama Kiai Abdul
Jalil yang menikah dengan Nyai Madrawi. Sementara Nyai Madrawi keturunan
Sunan Gunung Jati melalui Sultan Komarudin II Keraton Kanoman.
Keponakan Kiai Harun adalah KH. Hasbullah Winong, ia merupakan
pendiri Pesantren Winong pada tahun 1919. KH. Hasbullah adalah putra Ki
Qunawi yang tidak lain adalah anak Nyai Madrawi, ibunda Kiai Harun Kempek.
Dengan demikian, jaringan keilmuan nasab ulama abad 20 masih terbangun dan
banyak melahirkan pondok Pesantren baru sebagai wadah menuangkan
intelektualitas dan spiritualitas. Implikasi jaringan Ulama abad 19 tidak hanya di
Cirebon, bahan di luar Cirebon juga terkonektivitas seperti Syekh Abdullah bin
Mubarok yang merupakan murid Syekh Tolhhah Kalisapu yang membangun
Pesantren Suryalaya pada awal abad 20 an, kemudian Tubagus Ahmad Bakri atau
Mama Sempur yang merupakan murid dari KH. Soleh Zamzami Benda Kerep
yang membangun Pesantren Sempur di Purwakarta.
Sederet nama-nama ulama yang kemudian membangn pondok pesantren
dan mempunyai pengaruh yang kuat di wilayahnya masing-masing, semuanya
tidak lepas dari adanya jaringan ulama yang menghubungkan ulama sebelumnya
dan ulama sesudahnya. Pengaruh yang ditimbulkan tidak lepas dari ajaran, doktrin
dan pola komunikasi yang mempengaruhi prinsip-prinsip dalam berpikir san
bersikap bahkan membentuk karakter melalui ajaran dari guru-guru mereka.

Anda mungkin juga menyukai