1
Azyumardi Azra, Op. Cit, hlm 136. Lihat juga Erawadi, Op. Cit, hlm 96
2
Fenomena tarekat di abad 19 ini sebagaimana yang terjadi di Jawa Tengah dan Jawa
Timur yang diseberkan oleh tokoh-tokoh ulama seperti KH. Abdul Hadi Jawa Tengah, KH.
Arwani Kudus dan Kiai Hasan Askari sebagai pengamal tarekat Nakhsabandiyah, sementara di
Jawa Timur sendiri mengalami perkembangan tarekat yang sama yakni Kiai Usman sebagai
pengamal tarekat Nakhsabandiyah yang kelak punya santri KH. Hasyim Asy’ari. Nur Khalik
Ridwan, Op. Cit, hlm 92-93.
Muhammad bin Abdul Wahab yang nanti terkenal dengan istilah kelompok Islam
Wahabi atau Salafi. Pada awal abad ke 19, ada tiga alumni Haji dari Sumatra
Barat yakni Haji Miskin, Sumanik dan Haji Abdurrahman.
Salah satu tokoh ulama tarekat yang lain yang juga gencar melakukan
perlawanan terhadap kolonial adalah Syekh Tolhah Kalisapu. Ia merupakan ulama
penganut tarekat Qadiriyah wan Nakhsabandiyah yang berguru langsung ke
Makkah kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas Kalimantan Barat.4 Di Makkah
Syekh Tolhah bertemu dengan kwan-kawanya dari Nusantara seperti Syekh
Abdul Karim al-Bantani, dan ulama lainya yang sudah disebutkan sebelumnya.
3
Didin Nurul Rosidin, Op. Cit, hlm 3
4
Bibit Suprapto, Op. Cit hlm 198
Sebagaimana landasan teori yang penulis sampaikan pada bab satu terkait dengan
geneologi keilmuan sanad dan nasab ulama Cirebon terutama mereka yang
mempunyai ijaza dan sanad keilmuan yang jelas dari guru ke guru mereka hingga
bersambung pada sang pendiri tarekat dan kemudian berlangsung sampai
Rasulullah. Berikut sanad keilmuan ulama-ulama pengamal tarekat di Cirebon.
5
KH. Zamzami Amin, Ibid, hlm 80
6
H. Asep Bahtiar dkk, Pesantren Lirboyo, Sejarah, Peristiwa, Fenomena dan Legenda,
(Lirboyo, BPKP2L, 2010), hlm 52
7
Bibit Suprapto, Op.Cit, hlm 404
Sambas Kalimantan Barat. Maka besar kemungkinan KH. Amin Sepuh ketika
belajar di Makkah selain berguru kepada Syekh Mahfudz Termas juga berguru
kepada ulama-ulama yang seangkatan dengan Syekh Mahfudz Termas.
Selain itu, KH. Amin Sepuh juga berguru kepada KH. Muhammad Joharul
Arifin (1870-1941/2) dari Pondok Pesantren Balerante Palimanan Cirebon.8
Adapun para ulama murid-murid dari KH. Amin Sepuh antara lain: Kang Ayip
Muh Pesantren Jagasatru Kota Cirebon, KH. Buya Syakur Yasin Pesantren
Candan Pinggang Indramayu, KH. Abdullah Abbas Buntet Pesantren, KH.
Syukron Makmun, KH. Hannan, KH. Sanusi, KH. Machsuni Kwitang, KH dan
ulama-ulama yang lain.
KH. Amin Sepuh tercatat sebagai salah satu pahlawan dalam perang 10
November 1945 di Surabaya yang ditunggu kehadirannya bersama KH. Abbas bin
KH. Abdul Jamil Buntet Pesantren. Cerita ini disampaikan oleh Kh. Abdul Mujib
Ridwan bin KH. Ridwan Abdullah pencipta lambang NU.
Adapun silsilah nasab KH. Amin Sepuh Babakan Ciwaringin ini adalah:
8
Omi Bustoni, Op. Cit, hlm 119
Sultan Jaenudin
↓
Sultan Jaenudin Amir Sena
↓
Syakh Idrus
↓
Syekh Ahmad Baidowi
↓
Nyai Qoraitin
↓
Nyai Maria + KH. Arsyad
↓
KH. Amin Sepuh Babakan Ciwaringin9
9
Silsilah ini berasal dari Data Silsilah Keraton Kanoman dan telah dicek akurasinya oleh Dr.
Ahmad Opan Safari Hasyim, M. Hum
membuka tanah Cimeuweuh tersebut karena kekuatan mahluk gaibnya begitu
kuat. Alhasil setelah Sultan Zulkarnaen meminta bantuan KH. Soleh Zamzami
tanah tersebut bisa dibangun pesantren.
KH. Soleh Zamzami merupakan ulama pengamal tarekat Syattariyah dari
jalur KH. Anwarudin Kriyani yang tidak lain adalah kakak iparnya sendiri.
Sampai hari ini, tarekat Syattariyah di Pesantren Benda Kerep masih berkembang.
Pesantren Benda Kerep terkenal sangat menolak moderenisasi dan globalisasi
bahkan akses jembatan pun tidak ada termasuk barang-barang elektronik lainnya
seperti TV, radio dan pengeras suara tidak diperkenankan di pesantren ini. KH.
Soleh Zamzami memiliki beberapa putra yang kelak meneruskan perjuangannya
antara lain Mbah Muslim, KH. Abu Bakar dan satu perempuan bernama Nyai
Qona’ah.10
KH. Soleh Zamzami kemungkinan besar tergolong ulama yang berusia
panjang karena hidup di abad 19 sampai abad 20. Menurut Omi Bustoni, KH.
Soleh Zamzami semasa dengan Kiai Asy’ari pendiri Pesantren Tebu Ireng
Jombang sekitar 1826 yang tidak lain adalah ayah dari KH. Hasyim Asy’ari
pendiri Nahdlatul Ulama.11 Jika KH. Soleh Zamzami memang benar semasa
dengan Kiai Asy’ari dengan angka di atas, maka umur KH. Soleh Zamzami
memang betul-betul panjang dan sangat jauh dengan pendirian Pesantren Benda
Kerep yang baru berdiri pada ahir abad ke-19. Sebelumnya KH. Soleh Zamzami
pernah tinggal di daerah Gegunung Sumber Cirebon bersam KH. Anwarudin
Kriyani dan berguru kepada Kiai Baha’udin Hanafizaha.12 Penulis tidak beroleh
keterangan tentang siapa sosok ulama Kiai Baha’udin tersebut, yang jelas ada
hubungan guru murid di antara mereka.
10
Omi Bustoni, Ibid, hlm 143
11
Omi Bustoni, Ibid, hlm 143
12
Omi Bustoni, Ibid, hlm 143
Adapun silsilah nasab KH. Soleh Zamzami Benda Kerep adalah sebagai
berikut:
13
Pertemuan diantara para ulama-ulama Cirebon dan para pinageran dari keraton sangat
mungkin terjadi, apalagi pada saat itu kondisi Cirebon sedang gencar-gencarnya menghadapi
Kolonial yang banyak menyengsarakan rakyat. Maka bukan tidak mungkin para ula Cirebon
dengan dibantu para pinangeran itu menyusun strategi perlawanan terhadap kolonial dengan cara
membangun komunikasi dan jaringan dakwah antar ulama-ulama Cirebon, terutama ulama-ulama
pendiri Pondok Pesantren.
Setelah Syekh Romli bin Kiai Nursijan wafat, pesantren diteruskan oleh
putranya bernama KH. Abdul Majid (1823-1897)14 dan KH. Muhammad Nur.
KH. Abdul Majid dan KH. Muhammad Nur merupakan murid Pangeran Arifudin
Bratawijaya dari Pengguron Kaprabonan, mereka berdua berguru tarekat
Syattariyah kepada Pangeran Arifudin di Pengguron Kaprabonan (1838-1878).
Diketahui bahwa anak-anak dari KH. Muhammad Nur semuanya perempuan,
kepemimpinan pesantren kemudian diserahkan kepada adiknya yakni KH. Abdul
Majid. KH. Abdul Majid bin Syekh Romli menikah dengan Nyai Hj. Ruqoyyah
binti KH. Sarqowi bin KH. Nawawi dari Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon
dan dikaruniai putra-putri yaitu: Kyai Jawahir, Kyai Machali, Nyai Maryam, Nyai
Weda, Kyai Romli Cholil, Nyai Mucsinah dan Kiai Muhammad Joharul Arifin.
Dalam riwayat sejarah Pesantren Balerante, sosok ulama KH. Muhammad
Joharul Arifin merupakan ulama yang dikenal ‘alim dan banyak mempunyai
karomah. Menurut Kiai Said Yaman, aktivitas ayahnya selain ibadah dan
mengajar, KH. Muhammad Joharul Arifin juga terkenal produktif menulis karya,
di antaranya adalah kitab berjudul Risalah Sabilil Huda Fi al-Jumuah Wa Fi al-
Roddi ‘Ala Man Mana’a al-Mu’adah yang dicetak pertama di Pekalongan dan
cetakan kedua di Tasikmalaya dengan pengantar (tahqiq) dari Syekh Muhammad
Abdul Jawad, ulama besar yang mengajar di Masjid Nabawi Madinah yang berisi
hujjah tentang Shalat Mu’adah setelah shalat jum’at.15 Adapun kepakaran KH.
Muhammad Joharul Arifin adalah dibidang Ushul Fiq dan ilmu Mantiq (logika).
Dalam pengembaraan intelektualnya, KH. Muhammad Joharul Arifin
berguru kepada ulama-ulama di Haramyan antara lain Syekh Muhammad Amin
bin Ahmad Ridwan al-Madani atau biasa disebut Syekh Dalail Khairat, Syekh
Said Ali al-Yamani, Syekh Husen al-Habsyi, Syekh Mahfudz at-Termasi dan
mungkin beberapa ulama yang semasa dengan mereka termasuk Syekh Cholil
Bangkalan Madura. Bahkan menurut penuturan dari Kiai Abdullah Salim dari
orang tuanya yaitu Kiai Salim dari Kiai Abdullah Maranggeni Tegal Gubug
14
http://nahdlatululama.id/blog/2017/10/05/pesantren-al-jauhariyah-cirebon-terciptanya-
santri-yang-berilmu-amaliah-dan-beramal-ilmiah-dengan-landasan-akhlaqul-karimah-
bertanggung-jawab-terhadap-diri-sendiri-dan-bermanfaat-untuk-sesama/ 05 Juli 2018 21.31.00
15
Omi Bustoni, Op. Cit, hlm 120
bahwa santri-santri dari Cirebon yang pernah mesantren di Pesantren
Kademangan Madura diamanati oleh Syekh Cholil agar tetap mengaji kepada KH.
Muhammad Joharul Arifin, meskipun mereka sudah pada ‘alim. Begitu dalamnya
keilmuan KH. Muhammad Joharul Arifin sehingga para ulama-ulama Cirebon
alumni pesantren Kademangan Madura harus tetap mengaji kepada KH.
Muhammad Joharul Arifin.
Berikut merupakan murid-murid KH. Muhammad Joharul Arifin antara
lain adalah KH. Amin Sepuh Babaka Ciwaringin, KH. Hasbullah Winong, Kang
Ayip Muh Pesantren Jagasatru abad 20, KH. Syatori Arjawinangun pendiri
Pesantren Dar at-Tauhid abad 20, KH. Mranggeni Tegal Gubug, KH. Abbas
Abdul Jamil, KH. Kholil Balerante (menantu KH. Muhammad Joharul Arifin) dan
ulama-ulama Cirebon lainnya.
Adapun silsilah Kiai Muhammad Joharul Arifin Balerante adalah sebagai berikut:
Sunan Gunung Jati
↓
Pangeran Pesarean Muhammad Arifin
↓
Pangeran Sedang Kemuning (Dipati Carbon I)
↓
Pangeran Sidik Jaya Negara
↓
Buyut Kamal
↓
Buyut Dasim
↓
Buyut Puntur/Pantar
↓
Kiai Nursijan
↓
Syekh Romli (Pendiri Pesantren Balerante)16
↓
Kiai Abdul Majid
16
Keterangan silsilah ini berasal dari Abah Anom Kusumajati Pondok Pesantren
Balerante
↓
Kiai Muhammad Joharul Arifin Balerante
17
Berkaitan dengan nasab Syekh Tolhah belum ada kejelasan yang pasti, menurut KH.
Zamzami Amin dari keturuna Sunan Gunung Jati, sementara menurut Bambang Irianto dari
keturunan Pangeran Cakrabuwana.
18
KH. Zamzami Amin, Op. Cit, hlm 201
Buntet Pesantren yang menunjukan masa hidupnya yang lebih tua dari Syekh
Tolhah.
Lepas dari pada itu semua, riwayat Syekh Tolhah dalam membangun
jaringan ulama Cirebon dengan Timur tengah cukup jelas, karena ia berguru
langsung kepada Syekh Kilayaman, Syekh Ahmad Khatib Syambas Kalimantan
Barat dan di sana ia bertemu dengan ulama-ulama lain seperti Syekh Abdul Karim
al-Bantani (, Syekh Nawawi al-Bantani (1230-1314 H / 1815-1897 M), Khalil
Bngkalan Madura (1836-1925) yang secara nasab masih keturunan Sunan Gunung
Jati.19
Dalam pengembaraan intelektualnya, Syekh Tolhah belajar kepada KH.
Adzro’i di Pesantren Babakan Ciwaringin, kemudian ia belajar di Pesantren
Porogo (kemungkinan di Pesantren Kiai Kasan Besari di Gebang Tinatar atau di
Pesantren Gontor yang didirikan oleh Kiai Sulaeman Jamaludin keturunan Sunan
Gunung Jati dari jalur Pangeran Martawijaya atau Sultan Sepuh I) dan belajar di
Pesantren Gresik. Kemudian setelah itu ia kembali ke Pesantren Rancang untuk
membantu mengurus pesantren ayahnya yang sudah sepuh. Barulah setelah itu
Syekh Tolhah belajar ke Timur Tengah dan belajar tarekat Qadiriyah wa
Nakhsabandiyah dan kembali ke Cirebon sekitar tahun 1876 dan ditetapkan
sebagai khalifah tarekat Qadiriyah wa Nakhsabandiyah20.
Pesantren Kalisapu Syekh Tolhah telah mencetak ulama-ulama berikutnya
antara lain KH. Abdullah Mubarok atau Abah Sepuh pendiri Pesantren Suryalaya
Tasikmalaya dan KH. Malawi yang tidak lain adalah putra Syekh Tolhah sendiri.
KH. Malawi memiliki saudara di daerah Kedongdong Cirebon dan istrinya
merupakan keturunan dari Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin yakni KH.
Lukman Hakim dari keturunan KH. Abbas sodara Syekh Tolhah. Meskipun
kepemimpinan atau mursyid tarekat Qadiriyah wa Nakhsabandiyah tidak
19
Syekh Nawawi merupakan keturunan Sunan Gung Jati dari jalur Pangeran Sunyararas
bin Maulana Hasanudin Banten bin Sunan Gunung Jati, Bibit Suprapto, Op. Cit, hlm 653.
Sementara Syekhona Khalil Bangkalan Madura dari jalur Syarifah Khodijah binti Sunan Gunung
Jati yang menikah dengan Sayyid Abdurrahman Basyaiban yang juga masih keturunan Rasulullah.
Saiur Rahman, Surat Kepada Anjing Hitam, Biografi dan Karomah Syaichona Cholil Bangkalan.
(Jakarta, PPSMCH, 2001), hlm 10
20
KH. Zamzami Amin, Ibid, hlm 201
diamanatkan kepada KH. Malawi melainkan kepada Abah Sepuh Suryalaya dan
kepada adiknya yakni KH. Zaenal Abidin kemudian diteruskan oleh KH.
Muhammad Qosim Gunung Jati kemudian diturunkan kepada KH. Zamzami
Amin Babakan Ciwaringin21. Mata rantai kemursyidan tarekat Qadiriyah wa
Nakhsabandiyah ini masih berjalan meskipun tidak sepopuler tarekat Syattariyah
yang berkembang di pesantren seperti Benda Kerep maupun di keraton.
Adapun nasab Syekh Tolhah menurut Jimi Doel22 dalam dokumen tarekat
Qadiriyah wa Nakhsabandiyah adalah sebagai berikut :
Syarif Hidayatullah
(makam di Astana Gunuung sembung)
↓
Pangeran Wilayatullah
↓
Kiai Sirojudin
(makam di Begong Kalisapu)
↓
Kiai Ratnawi Zaenal Abidin
(makam di Trusmi)
↓
Kiai Asasudin
(makam di Trusmi)
↓
Kiai Saidin
(makam di Wanagiri Palimanan)
↓
Kiai Tolabudin
(makam di Begong Kalisapu)
↓
Syekh Tolhah
(makam di Gunung Jati)
21
KH. Zamzami Amin, Ibid, hlm 205
22
http://www.dokumenpemudatqn.com/2012/07/asal-usul-tarekat-qodiriyah-
wa.html#ixzz2lveQrYMV oleh Jimmy Doel, diunduh pada slasa 11 April 2017
5. Kiai Muhammad Sai’d Gedongan Ender Cirebon (1880)
Sosok ulama yang satu ini merupakan perintis Pondok Pesantren
Gedongan Cirebon (1880)23. Ia merupakn anak dari Kiai Mu’tasim yang masih
terhitung sepupu Kiai Raden Muta’ad Buntet Cirebon. Bisa dipastikan KH.
Muhammad Sai’d masih semasa dengan KH. Abdul Jamil, KH. Soleh Zamzami,
KH. Anwarudin Kriyani dan ulama-ulama Cirebon yang lain. KH. Muhammad
Sai’d diceritakan berguru kepada Kiai Raden Muta’ad, akan tetapi jika dilihat dari
riwayat wafatnya Kiai Raden Muta’ad yang menunjukan angka 1842
kemungkinanya kecil jika dua sosok ulama ini bertemu, pasalnya ulama
seangkatanya yakni KH. Abdul Jamil bin Kiai Raden Muta’ad saja lahir pada
1842, maka bisa dipastikan keduanya tidak sempat terbangun jaringan guru dan
murid.
Menurut salah satu versi, KH. Muhammad Sa’id adalah anak dari Kiai
Murtasim, adik dari Kiai Raden Muta’ad Buntet Pesantren, dengan demikian
maka KH. Muhammad Sa’id adalah keponakan dari Kiai Raden Muta’ad dan
sekaligus sepupu dari KH. Abdul Jamil dan KH. Soleh Zamzami Benda Kerep.
Keberadan Pesantren Gedongan di Desa Ender Kecamatan Pangenan Cirebon
tidak lepas dari upaya membangun jaringan pesantren yang pada waktu itu banyak
berkembang sebagai respon dari kolonialisme dan meneruskan tradisi intelektual
pesantren di luar keraton.
Dalam pengembaraan intelektualnya, KH. Muhammad Sa’id bersahabat
dekat dengan Kiai Munawir Krapyak Yogya, bahkan pemilihan tempat lokasi Kiai
Munawir membangun Pesantren Krapyak adalah atas petunjuk KH. Muhammad
Sa’id. Kiai Munawir sendiri secara nasab ia adalah anak dari Kiai Abdullah
Rosyad bin KH. Kasan Besari. Sementara KH. Kasan Besari merupakan guru dari
Pangeran Diponegoro, Ronggowarsito (Pujangga Kereaton Surakarta) dan guru
Kiai Sulaiman Jamaludin (Pendiri pesantren Gontor) keturunan Sultan Sepuh I
Keraton Kasepuhan Cirebon.
23
KH. Zamzami Amin, Op. Cit, hlm 84. Sementara menurut versi Omi Bustoni Pesantren
Gedongan didirikan pada 1888 M. Lihat Omi Bustoni, Op. Cit, hlm 145
Persahabatan KH. Muhammad Sa’id dengan Kiai Munawir menunjukan adanya
jaringan ulama pesantren yang cukup luas, bukan hanya pesantren Cirebon dan
sesamanya, melainkan antar daerah. Kelak keturunan dari KH. Muhammad Sa’id
memimpin Pondok Pesantren Lirboyo Jawa Timur melalui perkawinan Kiai Ali
bin Abdul Aziz Lirboyo dengan Nyai Casinah binti KH. Muhammad Sa’id
Gedongan.
Adapun silsilah nasab KH. Muhammad Sa’id adalah sebagai berikut :
Sunan Gunung Jati
↓
Maulana Hasanudin Banten
↓
Maulana Yusuf
↓
Maulana Muhammad
↓
Sultan Maulana Abul Mafakir Muhammad Abdul Qodir Kenari
↓
Sultan Maulana Abul Ma’ali
↓
Sultan Maulana Abul Fattah Ageng Tirtayasa
↓
Maulana Mansur (Cikaduen)
↓
Abul afakir (Majalengka)
↓
Tubagus Ibrahim
↓
KH. Ali
↓
KH. Nuruddin
↓
KH. Murtasim
↓
Kiai Muhammad Sai’d Gedongan24
24
Kiai Muhammad Sai’d Gedongan selain bersahabat dengan KH. Munawir Krapyak
Yogya, ia juga bersahabat dengan KH. Muhammad Zen Serajaya Lemah Abang. Dari jalur Kiai
1. KH. Abdul Jamil Buntet Pesantren (1842-1919)
Muhammad Sai’d Gedongan juga akan terhubung dengan Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur
yang kelak melahirkan Kiai Mahrus Ali dan KH. Said Aqil Siraj (Ketua PBNU)
25
Omi Bustoni, Op. Cit hlm 110
26
Omi Bustoni, Ibid hlm 111
Arjawinangun, Kiai Samsuri Wanantara dan KH. Soleh Zamzami Benda Kerep.
Keempat ulama Cirebon ini menjadi pelindung dan berjasa mengamankan Pondok
Pesantren Tebu Ireng Jombang. Peristiwa ini erjadi skitar tahun 1900 an27.
KH. Abdul Jamil meninggal pada 23 Rabbiul Awwal 1339 H / 1918. Versi
yang lain mengatakan pada 1910 dan satu versi lagi mengatakan KH. Abdul Jamil
meninggal pada 1919. KH. Abdul Jamil dimakamkan di komplek pemakaman
Gajah Ngambung Buntet Pesntren. Ia meninggalkan beberapa istri dan anak
antara lain Nyai S’diyah binti Ki Kriyan, anak-anaknya adalah :
1. Nyai Syakiroh
2. Nyai Mundah
3. KH. Ahmad Zahid
4. Nyai Sri Marfuah
5. Nyai Halimah
6. Nyai Hj. Madroh
Kemudian istrinya yang lain adalah Nyai Lontang Jaya Arjawinangung, dan
Nyai Qori’ah binti Kiai Abdullah Syatori dari Arjawinangun Cirebon. Kemudian
diantara anak-anaknya adalah :
1. KH. Abbas Abdul Jamil
2. KH. Anas
3. KH. Ilyas
4. Nyai Hj. Zamrud
5. KH. Akhyas
6. Kiai Ahmad Chowas
7. Nyai Hj. Yakut
8. Nyai Mukminah
9. Nyai Nadroh
Itulah diantara istri-istri dan putra-putri KH. Abdul Jamil bin Kiai Muta’ad yang
dapat penulis paparkan.
Adapun silsilah nasab KH. Abdul Jamil adalah sebagai berikut
27
Omi Bustoni, Ibid hlm 111
Sunan Gunung Jati
↓
Pangeran Pesarean Muhammad Arifin
↓
Pangeran Sedangkemuning
↓
Pangeran Wirasuta Gebang
↓
Pangeran Sutajaya Seda Ing Demung
↓
Pangeran Sutajaya Seda Ing Tambak
↓
Pangeran Kebon Agung
↓
Pangeran Punjul Buyut
↓
Kiai Raden Muridin
↓
Kiai Raden Nurudin
↓
Kiai Muta’ad
Sunan Gunung Jati
↓
Pangeran Pesarean Muhammad Arifin
↓
Pangeran Sedangkemuning
↓
Pangeran Wirasuta Gebang
↓
Pangeran Sutajaya Seda Ing Demung
↓
Pangeran Sutajaya Seda Ing Tambak
↓
Pangeran Kebon Agung
↓
Pangeran Punjul Buyut
↓
Kiai Raden Muridin
↓
Kiai Raden Nurudin
↓
Kiai Muta’ad
↓
KH. Abdul Jamil
KH. Abbas Abdul Jamil adalah anak sulung dari Kiai Abdul Jamil. Ia
merupakan salah satu ulama Buntet Pesantren yang terkenal ‘alim dan memiliki
ilmu kanuragan tinggi. Ia lahir pada 24 Dulhijjah 1300 H / 1879 M di Pekalangan
Kota Cirebon. Putra pasangan KH. Abdul Jmil dengan Nyai Qori’ah ini sejak
kecil mempunyai keinginan yang tinggi dalam mencari ilmu. Hasratnya untuk
memperdalam ilmu agama sangatlah besar. Pengembaraan intelektualnya dimulai
sejak ia belajar kepada ayahnya, lalu dilanjutkan belajar di Pesantren Sukanasari
Plered Cirebon di bawah asuhan KH. Nasuha , kemudian KH. Abbas Abdul Jamil
belajar di Pesantren Jatisari dibawah bimbingan Kiai Hasan28.
Setelah belajar di dua pesantren tersebut, KH. Abbas Abdul Jamil kemudian
melanjutkan belajar di Pesantren Giran Tegal Jawa Tengah di bawah bimbingan
Kiai Ubaedah, kemudian belajar kepada Syekh Zabidi, KH. Hasyim Asy’ari dan
belajar kepada Syekhona Khalil Bangkalan bersama dengan KH. Amin Sepuh
Babakan Ciwaringin. Di Pesantren Syekhona Khalil Bangkalan Madura KH.
Abbas Abdul Jamil bertemu dengan ulama-ulama yang lain diantaranya adalah
Kiai Abdul Karim pendiri Lirboyo, KH. Wahab Chasbullah, dan ulama-ulama lain
yang sama-sama sedang menimba ilmu di Pesantren Bangkalan Madura.
Setelah itu kemudian ia melanjutkan belajar ke Makkah dan belajar kepada
beberapa guru diantaranya adalah Syekh Mahfudz Termas. Selama di Makkah
KH. Abbas Abdul Jamil bermukim bersama Kiai Bakir Yogyakarta, Kiai Abdillah
Surabaya dan KH. Wahab Chasbullah Jombang. Sebagai santri yang sudah
28
Kementrian Agama RI, Ensiklopedi Pemuka Agama Nusantara (Jakarta, Puslitbang Lektur dan
Kazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama 2016) hlm 14
memiliki banyak ilmu, KH. Abbas Abdul Jamil diserahi tugas untuk mengajar
beberapa santri pemula diantaranya adalah Kiai Cholil Balerante, Kiai Sulaiman
Babakan Ciwaringin dan santri-santri lainya29.
KH. Abbas Abdul Jamil terkenal sebagai kiai yang alim, menguasai
berbagai macam ilmu seperti fiqih, hadits ushulul fiqih, ‘ulumul qur’an, ‘ulumul
hadits, nahwu, sorof, mantiq, balaghah dan ilmu-ilmu kanuragan, meski demikian
ia tetap menjadi pribadi yang renda hati. Di masa asuhan KH. Abbas Abdul Jamil
Pesantren Buntet mengalami masa-masa keemasan dimana banyak santri yang
berdatangan dari berbagai wilayah yang belajar langsung kepada KH. Abbas
Abdul Jamil, adapun santri-santri yang pernah belajar kepada KH. Abbas Abdul
Jamil adalah antara lain :
1. KH. Tubagus Mansur Ma’mun, seorang Qari terkenal pada masanya
2. KH. Amin Iskandar, Kedubes RI untuk Irak
3. Profesor KH. Ibrahim Hussein, yang pernah menjadi Rektor IAIN
Palembang
4. Habib Umar bin Isma’il, mursyid pertama tarekat Syahadatain
5. KH. Abdul Halim Luwimunding Majalengka dan beberapa ulama-ulama
yang lain.
KH. Abbas Abdul Jamil berperan aktif dalam membangun laskar
Hizbullahh sebagai basis pasukan dan perlawanan terhadap pasukan Belanda. KH.
Abbas Abdul Jamil juga aktif di Nahdlatul Ulama (NU) dan pernah menjadi Rois
Syuriah NU cabang Cirebon. Dikalangan ulama-ulama NU KH. Abbas Abdul
Jamil sangat dihormati, bahkan KH. Hasyim Asy’ari pendiri NU pun sangat segan
dan ta’dzim kepada KH. Abbas Abdul Jamil. Kewibawaan dan kekeramatan KH.
Abbas Abdul Jamil dibuktikan dengan kualitas murid-muridnya yang rata-rata
menjadi orang-orang yang berpengaruh pada zamanya seperti Habib Umar bin
Isma’il, KH. Abdul Halim Majalengka dan ulama-ulama yang lain.
KH. Abbas Abdul Jamil merupakan mursyid dari dua tarekat sekaligus,
yakni tarekat Syattariyah dan Tijaniyah. Sanad tarekat Syattariyah ia dapatkan
dari ayahnya KH. Abdul Jamil, sementara sanad tarekat Tijaniyah ia dapatkan dari
29
Kementrian Agama RI, Ibid, hlm 14
Syekh Ali bin Abdullah at-Tayyibi al-Madani. Tarekat Tijaniyyah yang dibawa
oleh tuga saudara sekaligus antara lain KH. Abbas Abdul Jamil, KH. Annasdan
KH. Akhyas pada perkembanganya kemudian menggeser posisi tarekat
Syattariyah yang berkembang di Buntet Pesantren sebelumnya. Tarekat
Syattariyah di Buntet Pesantren sendiri jalur nasabnya tidak pada Mbah
Muqoyyim tapi pada Kiai Asy’ari Kaliwingu Kendal yang diajarkan kepada Kiai
Anwarudin Kriyan yang tidak lain adalah menantu KH.. Muta’ad sekaligus kakak
ipar KH. Soleh Zamzami dan KH. Abdul Jamil.
Perjuangan KH. Abbas Abdul Jamil yang paling fenomenal adalah saat
peristiwa 10 November di Surabaya. Cerita tentang aksi heroik KH. Abbas Abdul
Jamil dalam memimpin perang bersam rakyat Surabaya dan sekitarnya sangat
terngiang ditelinga masyarakat Buntet Pesantren, bahkan sampai saat ini aksi KH.
Abbas Abdul Jamil seringkali dibahas dalam satu diskursus kajian sejarah da
peringatan hari pahlawan. KH. Abbas Abdul Jamil menjadi ulama kebanggaan
ulama dan rakyat Cirebon dalam setiap peringatan hari pahlawan. Karena tanpa
kehadiran KH. Abbas Abdul Jamil sudah tentu cerita perang 10 November itu
pasti akan berubah endingnya.
KH. Abbas Abdul Jamil wafat pada 1 Robiul Awwal 136 H / 1946 M.
Kewafatan KH. Abbas Abdul Jamil telah menyisakan rasa kehilangan yang besar
dari figur seorang ulama yang sangat alim tapi juga rendah hati terhadap sesama
manusia. Sebab kewafatan beliau tidak lepas dari peristiwa hasil kesepakatan
Indonesia dengan pihak Belanda yang terkenal dengan istilah Perjanjian
Linggarjati. Hasil perjanjian Linggarjati tersebut cukup melukai perasaan Bangsa
Indonesia terutama KH. Abbas Abdul Jamil sendiri yang tiba-tiba saja wafat
setelah mengetahui isi perjanjian Linggarjati tersebut. Ulama keturunan Sunan
Gunung Jati tersebut pada akhirnya wafat dalam kondisi sakit dan pikiranya
terbebani memikirkan nasib bangsa dan negara Indonesia.
Adapun silsilah nasab KH. Abbas Abdul Jamil adalah sebagai berikut :
30
Anonim https://www.nurhishare.web.id/2016/04/otobiografi-eyang-hasan-maolani-
bagian-1.html sabtu 14 Jili 2018
bulan. Selesai dari sana kemudian pindah ke Raja Galuh (Kyai Bagus Arjaen) dan
belajar disana selama 1 tahun 1 bulan. (Primbon Eyang Abshori).31
KH. Hasan Maolani belajar tarekat Syattariyah kepada Kiai Bagus Arjaen
yang secara nasab masih keturunan Sultan Banten dari Sunan Gunung Jati
Cirebon melalui Maulana Hasanudin. Kemudian ia juga pernah belajar di
Pesantren Babakan Ciwaringin yang pada saat itu dibawah bimbingan Kiai
Adzro’i dan Kiai Isma’il bin Adzro’i. Ketika mondok di Ciwaringin, Eyang Hasan
sempat menggagalkan rencana pihak Belanda yang bermaksud membuat jalan
tembus Palimanan - Bandung yang akan melintasi komplek pesantren Babakan
Ciwaringin.
Pada waktu itu, ulama-ulama Kuningan yang semasa dengan KH. Hasan
Maolani diantaranya adalah KH. Ahmad Sobari Ciwedus yang menjadi guru
beberapa ulama Cirebon seperti Habib Umar bin Isma’il Panguragan
Arjawinangun dan KH. Syatori Arjawinangun Cirebon. Sosok ulama Kuningan
berikutnya yang semasa dengan KH. Hasan Maolani adalah Abah Mutawally
yang juga tercatat pernah belajar di Pesantren Ciwedus Kuningan dan juga
pengamal tarekat Syattariyah.
KH. Hasan Maolani menikah dengan Nyai Murtasim putri dari Kyai
Arifah bin Kyai Khatib Syaribah Garawangi yang nota benenya masih keturunan
Lengkong juga, karena Kyai Khatib adalah menantu dari Kyai Bagus
Arsyam/Nyai Zakiyah (buyut Jembar) Lengkong. Pernikahan ini dikaruniai
sebelas anak. Jika diurut secara nasab, KH. Hasan Maolani masih keturunan
Sunan Gunung Jati dari jalur Panembahan Ratu I.
Hasan Maolani wafat pada malam Rabu pukul 04.00 pagi(menjelang
shubuh) tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 1291 Hijriyah / 30 April 1874 Masehi.
Eyang Hasan dimakamkan di Gunung Patar Kempal Kampung Jawa Tondano
Sulawesi Utara. Makam beliau bersebelahan dengan makam Kyai Mojo, seorang
Pahlawan Nasional yang juga merupakan mantan Panglima Perang Diponegoro.
31
Anonim https://www.nurhishare.web.id/2016/04/otobiografi-eyang-hasan-maolani-
bagian-1.html sabtu 14 Jili 2018
Adapun silsilah nasab KH. Hasan Maolani adalah sebagai berikut :
dilakukannya dan silsilahnya.10 Adapun silsilah Syattariyah dari Kyai Anwar al-
Din Kriyan yang berkembang di Pesantren Buntet dan Benda Kerep, sebagai
berikut:
Nabi Muhammad saw
↑
Ali r.a.
↑
Husain
↑
Zainal Abidin
↑
Muhammad Bakir
↑
Ja’far Sadiq
↑
Abi Yazid al-Bustami
↑
Magrabi
↑
Arabi
↑
Mudaffar
↑
Abu Hasan al-Harqani
↑
Hadaqali
↑
Muhammad Asyiq
↑
Muhammad Arif
↑
Abd Allah Syatari
↑
Qadi Sattari
↑
Hidayatullah Sarmati
↑
Hudhari
↑
al-Ghawhat
↑
Sibghatillah
↑
Ahmad Syanani
↑
Ahmad al-Qusyasi
↑
Malla Ibrahim al-Mu’alla
↑
Thahir
↑
Ibrahim
↑
Thahir Madani
↑
Muhammad Sayid Madani
↑
Kyai Asy'ari (Kaliwungu, Kendal)
↑
Muhammad Anwaruddin Kriyani (Ki Buyut Kriyan)
32
Mahrus el-Mawa, Ibid hlm 12
33
Wawancara dengan Ratu Arimbi dan Kang Cheppy di Keraton Kanoman Cirebon pada
Kamis, 8 Mareet 2018.
↑
Magrabi
↑
Arabi
↑
Mudaffar
↑
Abu Hasan al-Harqani
↑
Hadaqali
↑
Muhammad Asyiq
↑
Muhammad Arif
↑
Abd Allah Syatari
↑
Qadi Sattari
↑
Hidayatullah Sarmati
↑
Hudhari
↑
al-Ghawhat
↑
Sibghatillah
↑
Ahmad Syanani
↑
Ahmad al-Qusyasi
↑
Malla Ibrahim al-Mu’alla
↑
Thahir
↑
Ibrahim
↑
Thahir Madani
↑
Muhammad Sayid Madani
↑
Kyai Asy'ari (Kaliwungu, Kendal)
↑
Muhammad Anwaruddin Kriyani (Ki Buyut Kriyan)
↑
Soleh Zamzami
↑
Abdul Jamil
Rasulullah saw
↑
Ali kang putra Abi Thalib
↑
Husein al-Syahid
↑
Zainal Abidin
↑
Muhammad Baqir
↑
Ja‟far al-Sidiq
↑
Musa al-Kadzim
↑
Syekh Abil Hasan Ali bin Musa Arridho
↑
Syekh Ma’ruf al-Kurkhi
↑
Syekh Sirri as-Saqoti
↑
Syekh bil Qosim Junaidi al-Baghdadi
↑
Syekh Abi Bakrin as-Sibii
↑
Syekh Abdul Wahid at-Tamimi
↑
Syekh Abil Faroj at-Thurtusi
↑
Syekh Abil Hasan al-Hakari
↑
Syekh Abi Sa’id al-Mubarok al-Makzumi
↑
Sultonil Auliya Syekh Abdul Qodil al-Jilani
↑
Syekh Abdul Aziz
↑
Syekh Muhammad al-Hattak
↑
Syekh Samsudin
↑
Syekh Sarofudin
↑
Syekh Nuruddin
↑
Syekh Waliyuddin
↑
Syekh Hisyamuddin
↑
Syekh Yahya
↑
Syekh Abu Bakar / Bakri
↑
Syekh Abd. Rahim
↑
Syekh Usman
↑
Syekh Abd.Fattah
↑
Syekh Muhammad Murad (Makkah)
↑
Syekh Syamsuddin (Makkah)
↑
Syekh Ahmad Khatib al-Syambasi
↑
Syekh Tolhah
5. Silsilah Sanad Tarekat Syattariyah KH. Muhammad Joharul Arifin
Balerante
Rasulullah saw
↑
Ali kang putra Abi Thalib
↑
Husein al-Syahid
↑
Zainal Abidin
↑
Muhammad Baqir
↑
Ja‟far al-Sidiq
↑
Sultan Arifin Abi Yazid al-Bistami
↑
Muhammad Magrib
↑
Arabi Yazid al-„Isyqi
↑
Abu Mugafir Maulana Ihram Tusi
↑
Abi Hasani Harqani
↑
Hadaqili Madri al-Nahrini
↑
Muhammad „Asyiq
↑
Muhammad „Arif
↑
Hidayat Allah Sarmusun
↑
Hasur
↑
Muhammad Gaus kang putra Hatib al-Din
↑
Wajih al-Din
↑
Sibgat Allah kang putra Sayyid Ruh Allah
↑
Sayyidina Abi Muwahid Abd Allah Ahmad kang putra Abbas
↑
Syaikh Ahmad kang putra Muhammad ing Madina, Syaikh Ahmad Qasyasi
↑
Syaikh Abd al-Rauf kang putra Ali kang bangsa Syaikh Hamzah Fansuri
↑
------------------------Syaikh Abd al-Muhyi Safarwadi------------------------
↑ ↑ ↑
KH. M. Asyik Pamijahan Syekh H. Abdullah Saparwadi Pangeran Dalem Bojong
↑ ↑ ↑
Nyai Hakim Matram Syekh Hasanudin Saparwadi Kiai Bagus
↑ ↑ ↑
Kiai M. Giriloyo KH. Mumammad Saleh Kertabasuki Cirebon Mbah Muqoyyim
↑ ↑ ↑
Kiai M. Giriloyo KH. Mas Muhammad Arjain Kanoman Kiai Bagus Wanantara
↑ ↑ ↑
Pangeran Raja Kanoman Pangeran Harya Kacirebonan Nyimas Ayu Alimah
↑
Pangeran Padmaningrat
↑
Pangeran Muhammad Ismail Ernawa Kacirebonan
↑
Pangeran Abdullah Cirebon