BAB I
TRADISI ZIARAH KUBUR
Muhammad saw. sebagai kutub dari seluruh identifikasi orang suci. Para
wali tentu saja merupakan pewaris spiritual Rasulullah, akan tetapi
mereka bukanlah jembatan langsung dengan nabi yang didambakan itu.
Oleh karena itu, setiap golongan manusia mereka-reka berbagai
silsilah buatan guna menghubungkan para wali mereka langsung dengan
Rasulullah saw. Para wali membentuk sebuah jaringan rantai panjang
yang melalui fenomena peng-keramatan-nya, menghubungkan para
peziarah dengan sang penerima wahyu Ilahi. Setiap wali akhirnya
menjadi leluhur baru buat satu marga, satu desa, satu daerah, bahkan satu
bangsa.
Tradisi ziarah makam para wali adalah sebuah kontrol atas waktu,
sifat moral tradisi erat-terkait dengan proses interpretatif, di mana masa
lalu dan masa sekarang dihubungkan. Waktu, bahkan juga ruang, dalam
ritus ziarah, dikontrol melalui kesadaran atas proses penghadiran sosok
wali. Seorang wali dan makamnya yang dikeramatkan, ”dibentuk”
menjadi mediator antara hari ini dan masa lalu, antara orang kebanyakan
dan Rasulullah saw. sebagai kutub dari kesadaran atas orang-orang suci.
Menariknya, seluruh prosesi ritus di makam para wali dan letak
geografisnya sebagai tempat suci amat kuat dipengaruhi oleh penafsiran
ihwal alam sebagai ruang sakral. Nyaris seluruh makam keramat di Jawa
cenderung berada di atas bukit untuk menjelaskan pemaknaan
simboliknya dalam khazanah budaya lokal. Dan ini tak hanya ada dalam
tradisi Islam di Jawa. Sendang Sono di Yogyakarta, tempat di mana umat
Katolik berziarah juga menyimbolkan bukit sebagai perjalanan menuju
ke pusat kesadaran mistis. Sendang Sono dianggap menjadi tempat suci
bagi umat Katolik sehubungan dengan kepercayaan akan penampakan
Maria di mulut goa. Perjalanan para peziarah ke tempat itu harus menaiki
bukit dengan anak tangga yang melelahkan. Seluruhnya ini diandaikan
menjadi simbol peristiwa penderitaan Kristus menuju puncak Golgota.
Tradisi ziarah dalam konteks ini menjelaskan apa yang dimaksud tradisi
dalam pemaknaannya sebagai media pengatur memori kolektif.
Dan satu hal yang selalu terdapat di berbagai tempat suci
adalah keberadaan air keramat yang diyakini mengalir dari masa
lampau bersama kesucian tempat itu. Pada tempat-tempat suci
umat Islam, agaknya hal ini untuk mengutuhkan seluruh replika
tentang Mekah dengan keberadaan air zamzamnya. Lepas dari soal
itu air di situ menjadi relik yang tidak hanya dilihat dari hubungannya
dengan masa lalu, tapi lebih menekan pada faktanya yang berada di
tempat yang dianggap suci. Selain air biasanya juga terdapat sejenis
binatang tertentu yang dianggap keramat, dari mulai ikan, ular, hingga
kera yang pantang diganggu.
Bagi para peziarah, berdoa dan bertirakat di tempat suci adalah
ikhtiar untuk berkomunikasi dengan isyarat ketuhanan yang tak
terjangkau. Namun seluruh ikon, relik, dan prosesi ritual di tempat
3
BAB II
4
A. MOTIF
Bertolak dari arti kata motivasi tadi, maka yang dimaksud dengan
motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau
semangat kerja. Atau dengan kata lain pendorong semangat kerja.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja menurut
Ravianto adalah: atasan, rekan sekerja, sarana fisik, kebijaksanaan dan
peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan
tantangan. Jadi motivasi individu untuk bekerja sangat dipengaruhi oleh
sistem kebutuhannya.
1
Sastrapraja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, Surabaya, Usaha Nasional, 1981, hal. 330.
2
Nasution, Didaktik Azas-azas Mengajar, Bandungf, Rosdakarya, 1978, hal. 71.
5
menjadi dorongan yang datang dari dalam diri sendiri dan dorongan
yang datang dari luar diri (lingkungan).3
Untuk keperluan studi atau kajian psikologis telah diadakan
penertiban dengan diadakan penggolongan motif menjadi motif primer
(primary motives) dan motif sekunder (secondary motives). Motif primer atau
motif dasar (basic motives) menunjukkan kepada motif yang tidak
dipelajari atau motif bawaan. Sedangkan motif sekunder menunjukkan
kepada motif yang berkembang dalam diri seseorang karena pengalaman
dan diperoleh melalui proses belajar.
Motif adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang
mendorong untuk bersikap dan bertindak guna mencapai tujuan tertentu.
Motif dapat berupa kebutuhan dan cita-cita. Akan tetapi motif tidak
selalu aktif. Motif akan menjadi aktif pada suatu saat tertentu saja, yaitu
bila kebutuan untuk mencapai tujuan sangat mendesak. Karena itu, motif
tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan.
Meskipun motif merupakan kekuatan, tetapi bukan merupakan
sesuatu yang sufatnya substansi yang dapat diamati. Kita hanya dapat
melakukan identifikasi beberapa indikatornya dalam term-term tertentu,
antara lain :4
1. durasi kegiatan dilakukan pada periode waktu
tertentu
2. frekuensi kegiatan
3. prsistensi (ketetapan dan kelekatan) pada tujuan
kegiatan
4. ketabahan, keuletan, dan ekemampuan dalam
menghadapi rintangan dan kesitan untuk mencapai tujuan
5. devosi (pengabdian) dan pengorbanan untuk
mencapai tujuan
6. tingkatan aspirasi (maksud, rencana, cita-cita,
sasaran atau target, dan ideola) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang
dilakukan.
7. Tingkatan kualifikasi atau produk yang dicapai
dari kegiatan.
8. Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan.
3
Abih Syamsudin Maknun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul,
Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004, hal. 37.
4
Abih Syamsudin Maknun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, hal40.
6
BAB III
KESEHATAN MENTAL
Tabel
BAB V
GAMBARAN UMUM TRADISI ZIARAH
DI KOMPLEK MAKAM SUNAN GUNUNG DJATI CIREBON
17
5
Prasasti Candra Sangkala “Sirna (hilang), Tanana (tiada), Warna (empat),
Tunggal (satu),” menurut Juru Kunci, mengacu pada angka 0041 yang harus
dibaca dari kanan ke kiri. Ia menunjukkan Tahun Saka yang perhitungannya
dimulai tahun 78 Masehi.
18
“Singa Kari Gawe Anake,” bertahun Saka 1402, dan konon merupakan
hadiah dari Ratu Nyawa, puteri Raden Fatah dari Demak, yang menikah
dengan Gung Anom (P. Bratakelana), putera Sunan Gunung Djati.
Jalan masuk pertama ke dalam kramat adalah melalui dua gerbang
tak beratap (candi bentar), yang diberi nama Gapura Wetan (Gerbang
Timur) dan Gapura Kulon (Gerbang Barat). Kata gapura berarti ‘jalan
masuk’ atau ‘gerbang’, dan secara simbolis diasosiasikan dengan kata arab
“ghafura,” yang artinya ‘ampunan’, yang menyiratkan bahwa orang yang
melalui gerbang ini akan mendapat ampunan.
Beberapa langkah dari Gerbang Timur, dikelilingi dinding setinggi
setengah meter membatasi kompleks pemakaman dengan alun-alun di
sisi kanan gerbang, terdapat sebuah sumur yang dinamakan Sumur Jati. Di
sisi kiri gerbang, tiga buah bangunan berdiri sejajar. Bangunan pertama
adalah Mande Cungkup Danalaya, yang berstruktur kayu milik Desa
Danalaya (8 km barat Cirebon). Berikutnya adalah museum tempat
menyimpan koleksi hadiah dari raja-raja asing kepada Sunan Gunung
Djati. Di dalamnya tersimpan puluhan guci dari Dinasti Ming, serta
berbagai benda-benda berharga lainnya. Bangunan ketiga disebut Mande
Cungkup Trusmi, yang berstruktur kayu milik penduduk Trusmi dan
berfungsi seperti halnya Danalaya.
Di gerbang kedua, yang ditandai dengan guci tempat mengambil
wudlu, sebelum melakukan ziarah, terdapat Pendopo Soka yang dahulu
berfungsi sebagai gedung pertemuan (kini dimanfaatkan sebagai ruang
istirahat peziarah). Di sebelahnya adalah Siti Hinggil, yaitu panggung
tempat Sultan melemparkan pandangan ke alun-alun.
Di dekat Siti Hinggil, berdiri bangunan kayu yang disebut Mande
Budi Jajar atau Mande Pajajaran dengan Candra Sangkala “Tunggal Boya
Hawarna Tunggal,” bertahun Saka 1401. Mande ini konon dibawa oleh
Dipati Jagabaya dari Pajajaran dan digunakan oleh Pangeran Cakrabuana
(Walangsungsang) sebagai pemimpin Cirebon di bawah kekuasaan
Pajajaran.
Gerbang utama ke tempat tujuan ziarah adalah Gerbang Weregu.
Para peziarah harus melewati gerbang ini menuju Pakemitan (bangunan
berpilar yang berfungsi sebagai Pasambangan atau kantor pengurus
makam). Pasambangan terbagi dua bagian yaitu Paseban Bekel (kantor
bekel) di sebelah Barat dan Paseban Kraman (kantor wong kraman) di sebelah
Timur. Di kantor inilah pengurus makam menjalankan tugasnya dengan
berpakaian adat Cirebon lengkap dengan ikat kepala, kemeja kampret
putih untuk bekel atau kutung (penutup dada) untuk kraman, dan tapi (kain
batik).
Di sisi kiri sepanjang koridor adalah bangunan Gedongan Raja
Sulaeman, yang didirikan oleh Sultan Sepuh IX dan kemudian dijadikan
makamnya. Seluruh dinding di bagian ini dihiasi piring porselen Belanda
dan Cina. Lantai tempat duduk peziarah berada di dekat gedongan ini.
19
KESEHATAN MENTAL
PARA PEZIARAH MAKAM SUNAN GUNUNG DJATI
A. PROSESI ZIARAH
Menurut pandangan para penjaga makam, para pengunjung
(peziarah) datang dari berbagai kalangan, yakni:
Pengunjung biasa yang datang ke makam untuk kepentingan biasa,
seperti melihat koleksi barang-barang peninggalan sejarah, bentuk
arsitektur bangunan dan dimensi artistiknya (para turis, peneliti, dan
pengawas pemerintah).
lainnya (Thalhah, Sa’ad, Sa’id, ‘Abd. Rahman bin ‘Auf, Abu ‘Ubaidah
’Amir bin Jarrah, Zubair bin Awwam). Yang ketiga kepada imam empat
mazhab (Imam Maliki, Ahmad bin Hambali, Abu Hanifah, Muhammad
Idris al-Syafi’i), para pengikutnya, ulama, ahli hukum, ahli hadits,
pembaca Qur’an, ahli tafsir, para sufi yang muhaqqiq, dan yang mengikuti
mereka dengan sepenuh hati (ihsan) sampai hari kiamat. Yang keempat
ditujukan untuk para pejuang (syuhada) yang dimakamkan di al-Ma’la, al-
Shubaikah, al-Baqi’, dan seluruh kaum muslimin yang telah meninggal di
Timur dan Barat, di daratan dan di lautan. Yang kelima ditujukan kepada
semua wali di Timur dan Barat, di darat dan laut. Yang keenam ditujukan
untuk sejumlah tokoh terkemuka yang dimakamkan di kompleks Astana,
terutama Syeikh Syarif Hidayatullah atau Kanjeng Sunan Gunung Djati,
Syarifah Mudaim (Larasantang), Nyai Mas Panatagama Pasambangan
(Syarifah Baghdad), Pangeran Cakrabuana (Walangsungsang), Syekh
Datu Kahfi, dan Syeikh Bayanillah (berlaku di Astana). Yang terakhir
ditujukan untuk arwah para orang tua, leluhur, orang-orang muslim, dan
seluruh saudara seagama yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal.
Kemudian membaca tahlil sebanyak 100 kali, diikuti pembacaan
ayat-ayat suci Al-Qur’an, dan pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad,
penutupnya adalah pembacaan doa yang diamini oleh yang hadir.
Kemudian bunga ditaburkan di atas makam atau di tempat yang
ditunjukkan oleh juru kunci. Terakhir, peziarah tafakur dan berdoa dalam
hati dengan bahasa masing-masing agar keinginan mereka dikabulkan,
dan ziarah pun selesai.
Bila ziarah dilakukan sendirian (tanpa juru kunci), waktu
meninggalkan tempat ziarah, pengunjung menyalami juru kunci dan
memberinya uang sebagai sumbangan atau memasukkannya ke dalam
kotak yang telah disediakan. Di Astana Gunung Jati, uang sumbangan
diletakkan di depan pintu pesujudan. Ketika orang beramai-ramai ingin
memberi sumbangan dalam bentuk uang logam tetapi jika mereka tidak
dapat mendekati pintu pesujudan karena terlalu banyak orang, maka
uang tersebut dapat dilemparkan dan akan jatuh di sekitar pintu. Prosesi
ini menandai berakhirnya ziarah.
Banyak pengunjung (peziarah) yang kurang puas dengan hanya
melakukan tahlil. Mereka biasanya berdesakan berusaha mencapai pintu
pesujudan. Mereka yang sabar akan menunggu hingga tersedia cukup
ruang demi untuk mendapat kesempatan menyandarka tubuh mereka
pada pintu kayu pesujudan. Beberapa diantara mereka ada yang
menciumi atau mengelus pintu, kemudian mengusapnya ke wajah
mereka. Ada juga yang menyeka pintu dengan saputangan, sedankan
yang lainnya mengambil dan mencium kembang yang telah mereka
letakkan sebelumnya.
29
6
Wawancara pada malam kamis tanggal 12, 19, 26 April 2007, dengan P. Muhammad Apiah
Sulaiman Sulendraningrat Syaikh Pengguron Caruban Krapyak Kaprabonan Guru Tarekat
Sattariyyah penerus allanad almarhum Syaikh P. Sulaiman Sulendraningrat dan P. Rachman
Sulaiman Sulendraningrat lulusan UI jurusan Arkeologi, keduanya adalah kakak beradik dari 9
bersaudara yang merupakan keturunan langsung dari Syaikh Syarif Hidayatullah yang ke 18
30
Tahapan I;
Mukaddimah yakni membaca syahadat secara bersama-sama
dilanjutkan dengan istighfar (3 kali). Dilanjutkan dengan menyampaikan
solawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW layaknya seorang tamu
yang hendak menjumpai beliau. Kemudian membaca istighfar (3 kali)
secara bersama-sama.
Tahapan II;
Menyampaikan salam (Assalamu’alaikum) kepada :
1. Keempat khalifah (khulafa al-Rosyidin), paman Nabi, istri-istri dan
putra putri Nabi. sahabat Nabi yang dijamin masuk sorga, para
syuhada perang badar dan Uhud, serta kaum muhajirin dan
anshor.
2. 25 nabi/rasul Allah,
3. kesepuluh malaikat Allah,
4. kesembilan wali tanah Jawa (wali sanga),
5. keturunan Syeikh Syarif Hidayatullah, ulama, dan juga kepada
orang tua serta leluhur yang sudah meninggal.
34
Tahapan III;
membaca istighfar (3x)
Tahapan IV;
membaca surat al-Fatihah (bersama-sama)
Tahapan V ;
dzikrullah dengan membaca :
1. ”Ya Hadiyyu, Ya ’Aliimu, Ya Khobiiru, Ya Mubiin” (bersama-
sama) 226 kali
2. surat Al Baqoroh ayat 254 (bersama-sama)
3. “Ya Ayllu Ya Qoyyum” 226 kali (bersama-sama)
4. surat Al Baqoroh ayat 255 – 256 dan Al Baqoroh ayat 276 -278
(bersama-sama)
5. “wa’fu’ anna waghfir lanaa warhamna” 100 kali (bersama-sama)
6. “ya lathifu” 129 kali (bersama-sama)
Tahapan VI;
Doa
B. MOTIVASI PEZIARAH
Seusai upacara tahlilan, menurutnya, para peziarah biasanya
melakukan berbagai aktivitas dari mulai relaksasi, berjalan-jalan sambil
mengamati berbagai benda-benda purbakala peninggalan Kerajaan
Cirebon semasa Sunan Gunung Djati dan duduk-duduk sebentar di
warung kopi, sebelum kemudian pulang ke rumah masing-masing.
Adapula, di antara para peziarah yang mengambil air dari sumur tujuh
(sumur pitu).
Masalah air, menurut Drs. Raden Insan Purnama, M.Pd., sejak dulu
sampai dengan sekarang masih menjadi salah satu buruan para peziarah.
35
7
Wawacara pada 08 Mei 2007. Apeng dari Jambi adalah warga keturunan Cina yang sudah
masuk Islam dan sering ziarah ke makam keramat kenjeng Syaikh Syarif Hidayatullah
38
Alam syahadah alam atau kosmos yang dapat dijangkau dan dilihat
dengan melalui indera manusia normal. Alam malakut adalah alam yang
dapat dijangkau dan dimngerti dengan pemahaman terhadap asma Allah,
karenanya ia disebut ’Alam al-Asma’. Sedangkan alam jabarut adalah alam
atau kehidupan akhirat. Para peziarah tidak hanya mengenal alam
empiris. Mereka mengenal dan meyakini adanya alam malakut dan alam
jabarut. Bahkan diantara mereka meyakini dirinya dapat mengindrai dan
bahkan dapat memasuki alam malakut. Bahkan banyak diantara mereka
yang mempelajari tatacara (ilmu) sebagai instrumen agar dapat memasuki
alam amalakut.
b. Semangat mencari rasa ketuhanan
Terlepas apakah alam malakut itu bersifat objektif ataukah
subjektif, yang jelas mereka para peziarah makam Sunan Guung Djati
memiliki semangat mencari kebenaran. Semangat dalam mencari
kebenaran yang mereka lakukan sesungguhnya dilandasi oleh keimanan
dalam rangka memuaskan rasa ketuhanan mereka. Kebenaran
inilah kemudian yang dijadikan landasan mereka dalam menemukan
cara-cara terbaik berhubungan dengan sesama manusia dan alam semesta.
Karena bagi mereka kemampuan memasuki alam malakut ini merupakan
pedoman untuk memahami eksistensi alam baik alam syahadah ataupun
alam mughoyyabat (suara natural atau metafisik). Dan, pada akhirnya
mereka merasa berkewajiban untuk memperlakukan sesama manusia dan
alam sesuai dengan kehendak atau sunnah Allah.
c. Melakukan evaluasi peribadatan kepada Tuhan
Ketika seseorang yang berusaha memahami dan mengenali alam
malakut, seperti dijelaskan salah seorang peziarah asal Indramayu Drs.
KH. Muhammad Fattah Yasin, sebenarnya membutuhkan syarat
kebersihan dan kejernihan aspek jiwa atau batiniah. Kejernihan batiniah
ini, menurutnya, sangat menentukan keberhasilan seseorang memasuki
alam malakut, disamping peribadatan-peribadatan kepada Allah SWT.
Dan, baginya, pada saatnya kebersihan batiniah juga merupakan alat
untuk melakukan evaluasi jiwa keagamaan seseorang. Karenanya, setiap
yang hendak memahami alam malakut terlebih dahulu menguatkan
intuisi dengan instrumen pensucian jiwa. Pensucian ini sangat bergantung
kepada kemauan seseorang melakukan evaluasi peribadatannya kepada
Allah SWT. (Wawancara 27 April 2007).
41